Anda di halaman 1dari 2

Nama : Agus Maulana

NIM : 2203567

Dosen : Dra. Siti Komariah, M.Pd, PhD

Makanan Sebagai Identitas Nasional dan Tantangannya

Pembauran nilai dan ideologi lintas negara merupakan implikasi dari berkembangnya teknologi sehingga
dengan mudah masyarakat dunia saling berkomunikasi antara satu sama lain. Globalisasi diartikan
sebagai suatu era yang ditandai dengan perubahan tatanan kehidupan dunia akibat kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi sehingga interaksi manusia menjadi sempit
seolah-olah dunia tanpa ruang. Salah satu budaya yang berkembang sejalan dengan berkembangnya era
globalisasi adalah budaya populer atau disebut budaya pop (pop culture).Dalam konsepsi budaya,
dimensi kongkrit budaya populer terwujud dalam artifak-artifak budaya seperti makanan, musik,
program televisi, arsitektur, pergaulan, periklanan, dll. Sedangkan dalam dimensi abstrak budaya
populer ini terwujud dalam nilai, ideologi, norma, dan kepercayaan tradisi.Budaya pop disukai secara
luas oleh banyak orang.

(Storey 2009) mengemukakan bahwa budaya populer adalah budaya komersial tidak berdaya yang
merupakan produk mengambang yang dikonsumsi massa. Dalam kehidupan sehari-hari, dapat dengan
mudah kita amati contoh konkrit budaya populer yang sebagian besar adalah produk dari perusahaan
korporasi komersial. Budaya nongkrong dan ngopi yang awalnya dipelopori oleh brand Seven Ileven dan
Starbucks, lalu mulai menjamur warung-warung kopi yang menawarkan kenikmatan nongkrong. Budaya
makan makanan cepat saji, yang dipelopori oleh Brand Mcdonalds, Kentucky Fried Chcken

Hedonisme sangat digemari manusia zaman sekarang, banyak sekali dari mereka yang lebih menunda
manfaat dari pada menunda gengsi nya. Junk food misalnya, orang-orang merasa lebih berkelas dan
tidak level ketika memakan buah dan sayur segar. Selain itu, harga junk food yang dinilai lebih mahal
menjadikan manusia merasa lebih kaya dan merasa menjadi manusia yang modern, padahal manfaat
yang didapat tidak sebanding dengan pengeluarannya.

Diluar dari itu, makanan selalu melekat dalam hidup sehari-hari manusia. Sejak bangun tidur sampai
tidur lagi, kita akan selalu ingat makanan. Karena itu makanan bisa disebut sebagai produk kebudayaan,
serta menjadi identitas bangsa.

Sepiring makanan selain berfungsi untuk memenuhi kebutuhan manusia ternyata juga memiliki nilai
sejarah dan filosofinya sendiri. Dalam sepiring makanan ternyata terdapat banyak hasil percampuran
olah kreativitas manusia dan lintas kebudayaan. Banyak campur tangan dan bahkan citarasa peranakan
yang tercampur dalam suatu makanan, tetapi justru di sinilah letak keunikan dari kuliner bangsa
tersebut. Adanya percampuran dan silang budaya inilah yang menghasilkan ciri khas setiap negara,
meskipun ada bahan baku yang sama.

Namun, makanan yang bisa disebut sebagai identitas bangsa adalah makanan yang dihasilkan dengan
mengolah bahan baku asli suatu negara. "Misalnya saja semur, semur merupakan makanan asli
Indonesia, dan sering diolah masyarakat Indonesia. Maka semur cocok untuk jadi identitas bangsa,"
tukas sejarawan JJ Rizal, saat bincang-bincang "Bango Dukung Pengukuhan Semur sebagai Identitas
Bangsa" di Restoran Bebek Bengil, Menteng, Jakarta Pusat.

Semur merupakan salah satu contoh kuliner yang memiliki kekayaan dan nilai sejarah yang cukup
kompleks. Secara historis, semur seperti pohon sejarah yang kaya warna karena semur adalah hidangan
yang lahir sejak jaman nenek moyang, dan mendapat pengaruh dari berbagai budaya sebelum akhirnya
menjadi hidangan khas Indonesia.

Untuk itu, sebagai warga negara perlu kita apresiasi makanan-makanan yang sudah diakui dunia sebagai
identitas negeri kita Indonesia. Kita junjung tinggi cita rasa da kekhasan makanan yang kita olah yang
tentunya dengan gizi-gizi baik. Tidak boleh ada pengklaiman makanan khas Indonesia yang diakui negara
lain.

Sumber : https://amp.kompas.com/nasional/read/2011/10/27/18514492/berandagaya20hidup

Anda mungkin juga menyukai