Anda di halaman 1dari 17

Makalah Kasus Pemicu Ke-I

Teknik Penilaian Mutu Pelayanan Kebidanan


(Teknik Observasi)
disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mutu Layanan Kesehatan dan
Kebijakan Kesehatan
Dosen Pengampu : Sri Utami, SKM., MM

Disusun Oleh Kelompok 1:

1. Amelia Zisca Devy (200550002)


2. Irfina (200550006)
3. Lutfiah Azizatun Nisak (200550008)
4. Sella Anggraeni Septia W (200550013)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN


AKADEMI KEBIDANAN JEMBER
YAYASAN PENDIDIKAN TENAGA KESEHATAN JEMBER
TAHUN AJARAN 2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah berjudul:

Teknik Penilaian Mutu Pelayanan Kebidanan

(Teknik Observasi)

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi,
Balita dan Anak Pra Sekolah

Telah diketahui dan disetujui oleh:

Dosen PJMK Dosen PJMK

Lud Riska Berliani, SE.Ak Sri Utami, SKM., MM

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena penulisan makalah
ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini membahas tentang Teknik
Penilaian Mutu Pelayanan Kebidanan (Teknik Observasi) diharapkan dapat
memberi pengetahuan serta menambah wawasan bagi siapapun yang membaca
makalah ini.
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis
mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun. Atas dukungan moral
dan materil yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada:
1. Ibu Nurul Aini, M.Kes selaku Direktur Akademi Kebidanan Jember.
2. Ibu Sultanah Zahariah, M. Keb. selaku Ka Prodi Akademi Kebidanan
Jember.
3. Ibu Sri Utami, SKM., MM selaku pengajar mata kuliah utu Layanan
Kesehatan dan Kebijakan Kesehatan Akademi Kebidanan Jember.
4. Teman-teman tingkat 2 Akademi Kebidanan Jember.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca, terutama bagi
penulis sendiri untuk mempermudah pemahaman dan peningkatan pengetahuan.

Jember, September 2022

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................i

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB 1 PEMBUKAAN...........................................................................................1

1.1 Latar Belakang........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...................................................................................2

1.3 Tujuan......................................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN.........................................................................................3

2.1 Penilaian Mutu Pelayanan Kebidanan..................................................3

2.2 Strategi untuk Melakukan Penilaian Mutu Pelayanan Kebidanan


(Teknik Observasi).............................................................................................4

BAB 3 PENUTUP.................................................................................................12

3.1 Kesimpulan............................................................................................12

3.2 Saran.......................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13

iii
BAB 1 PEMBUKAAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus diwujudkan dalam
bentuk pemberian berbagai pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat
melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang menyeluruh oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat secara terarah, terpadu dan
berkesinambungan, adil dan merata, serta aman, berkualitas, dan terjangkau
oleh masyarakat. Kesehatan sebagai modal pembangunan memerlukan
dukungan dari tenaga kesehatan termasuk bidan dan perawat (Erma
Retnaningtyas, 2018).

Untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, banyak hal yang


perlu diperhatikan. Salah satu di antaranya yang dipandang mempunyai peran
cukup penting ialah menyelenggarakan pelayanan kesehatan khususnya
kebidanan. Adapun yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan ialah upaya
yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu
organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, menengah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga,
kelompok dan anggota masyarakat perawat (Erma Retnaningtyas, 2018).

Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu


banyak upaya yang dapat dilaksanakan. Upaya tersebut akan terwujud jika
dilaksanakan secara terarah dan terencana dalam ilmu administrasi kesehatan
dikenal dengan nama Program Menjaga Mutu (Sriyati, 2016).

Program menjaga mutu pelayan kebidanan tidak terlepas dari dari


kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan. Pelbagai kegiatan tersebut
meliputi kegiatan persiapan seperti membentuk organisasi, menetapkan batas-
batas wewenang dan tanggung jawab, menjabarkan ruang lingkup kegiatan,
menetapkan aspek pelayanan sampai menetapkan tolak ukur/ambang batas
aspek pelayanan. Dan kegiatan pelaksanaan seperti menetapakan masalah
mutu pelayanan kebidanan, menetapkan prioritas masalah mutu pelayanan
kebidanan, melakukan analisis masalah mutu pelayanan kebidanan,

1
melakukan kajian masalah mutu pelayanan kebidanan, menetapkan dan
menyusun upaya penyelesaian masalah mutu layanan kebidanan,
melaksanakan upaya penyelesaian masalah mutu pelayanan kebidanan sampai
melakukan pemantauan dan menilai kembali masalah mutu pelayanan
kebidanan (Sriyati, 2016).

Kegiatan melakukan penilaian sangat diperlukan dalam program upaya


menjaga mutu pelayanan kebidanan, karena melalui kegiatan penilaian ini
dapt diketahui maslah-masalah dan prestasi yang telah dicapai. Dengan
demikian, tenaga kesehatan atau organisasi kesehatan dapat mempertahan
serta meningkatkan pelayanan juga dengan ini akan dapat diketahui masalah-
masalah yang belum terpecahkan jalan keluarnya jadi dengan diketahuinya
masalah akan segera diteliti jalan keluar serta penyelesaianya (Erma
Retnaningtyas, 2018).

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan


kepada penulis maupun pembaca bahwa dalam kegiatan program menjaga
mutu pelayanan kebidanan salah satunya dengan melakukan penilaian mutu
pelayanan kebidanan agar dapat menentukan masalah-masalah pelayanan
kebidanan sehingga dapat diteliti penyelesaian dari maslah tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa penilaian mutu pelayanan kebidanan?
2. Bagaimana stategi untuk melakukan penilaian mutu pelayanan kebidanan
terutama pada teknik observasi?

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami penilaian mutu pelayanan kebidanan
2. Mahasiswa mampu memahami stategi untuk melakukan penilaian mutu
pelayanan kebidanan terutama pada teknik observasi

2
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Penilaian Mutu Pelayanan Kebidanan


Penilaian adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah
keberhasilan dari pelaksanaan suatu program dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Pada waktu melakukan penilaian haruslah diingat bahwa
penilaian dilakukan pada tahap akhir (summative evaluation) sehingga
perhatian hendaknya lebih ditujukan pada unsur keluaran (output) dari
program menjaga mutu. Dalam hal ini merujuk pada mutu pelayanan
kesehatan yang disenggarakan. Untuk dapat melakukan penilaian sumatif ini
perlu memahami standar serta indikator yang digunakan, yakni standar dan
indikator yang merujuk pada mutu pelayanan kesehatan (Kemenkes, 2019).
Berdasarkan Kementerian Kesehatan RI (2019) penilaian dapat ditemukan
pada setiap tahap pelaksanaan program dan secara umum penilaian dapat
dibedakan atas tiga jenis.
1. Penilaian pada tahap awal program, yaitu penilaian yang dilakukan pada
saat merencanakan suatu program (formative evaluation). Tujuan
utamanya adalah untuk meyakinkan bahwa rencana yang disusun benar-
benar telah sesuai dengan masalah yang ditemukan (dapat menyelesaikan
masalah tersebut). Penilaian yang dimaksudkan untuk mengukur
kesesuaian program dengan masalah dan/atau kebutuhan masyarakat dan
disebut dengan studi penjajakan kebutuhan (need assessment study).
2. Penilaian pada tahap pelaksanaan program, yaitu penilaian pada saat
program sedang dilaksanakan (promotive evaluation). Tujuan utamanya
adalah untuk mengukur apakah program yang sedang dilaksanakan telah
sesuai dengan rencana atau tidak, atau apakah terjadi penyimpangan-
penyimpangan yang dapat merugikan pencapaian tujuan dari program
tersebut. Pada umumnya ada dua bentuk penilaian pada tahap pelaksanaan
program yaitu pemantauan (monitoring) dan penilaian berkala (periodical
evaluation).
3. Penilaian pada tahap akhir program, yaitu penilaian yang dilakukan pada
saat program telah selesai dilaksanakan (summative evaluation). Tujuan

3
utamanya secara umum dapat dibedakan atas dua macam yakni untuk
mengukur keluaran (output) serta untuk mengukur dampak (impact) yang
dihasilkan. Dari kedua macam penilaian akhir ini, diketahui bahwa
penilaian keluaran lebih mudah daripada penilaian dampak karena pada
penilaian dampak diperlukan waktu yang lama.
Ruang lingkup penilaian secara sederhana dapat dibedakan atas empat
kelompok sebagai berikut.
1. Penilaian terhadap masukan, yaitu penilaian yang menyangkut
pemanfaatan berbagai sumber daya, baik sumber dana, tenaga, ataupun
sumber sarana.
2. Penilaian terhadap proses, yaitu penilaian yang dititikberatkan pada
pelaksanaan program, apakah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
atau tidak. Proses yang dimaksud mencakup semua tahap administrasi,
mulai dari tahap perencanaan, pengorganisasian, dan pelaksanaan
program.
3. Penilaian terhadap keluaran, merupakan penilaian terhadap hasil yang
dicapai dari dilaksanakannya suatu program.
4. Penilaian terhadap dampak, yaitu penilaian yang mencakup pengaruh yang
ditimbulkan dari dilaksanakannya suatu program (Kemenkes, 2019)

2.2 Strategi untuk Melakukan Penilaian Mutu Pelayanan Kebidanan (Teknik


Observasi)
1. Pengertian observasi
Obstervasi merupakan teknik pengumpulan data untuk menilai
dengan menggunakan indra(tidak hanya dengan mata saja).
Mendengarkan, mencium, mengecap meraba juga termasuk bentuk dari
observasi. Instrumen yang digunakan dalam observasi adalah panduan
pengamatan dan lembar pengamatan (Kemenkes, 2019).

Definisi menurut Matthews and Ross bahwa observasi merupakan


metode pengumpulan data melalui indra manusia. Berdasarkan pernyataan
ini, indra manusia menjadi alat utama dalam melakukan observasi. Tentu
saja indra yang terlibat tidak hanya indra penglihatan saja, tetapi inda yang

4
lainnya pun dapat dilibatkan seperti indra pendengar, indra penciuman,
indra perasa, dan lain sebagainya (Herdiyansyah, 2010).

Defisini observasi dalam konteks situasi natural yang dimaksudkan


oleh Matthews and Ross diatas mengacu kepada kncah riset kualitatif,
yaitu proses mengamati subjek penelitian beserta lingkungannya dan
melkukan perekaman dan pemotretan atas perilaku yang diamati tanpa
mengubah kondisi alamiah subjek dengan lingkungan sosialnya
(Herdiyansyah, 2010).

Tokoh lain mengemukakan definisi observasi, Observasi adalah


sebuah kegiatan yang terencana dan terfokus untuk melihat dan mencatat
serangkaian perilaku ataupun jalannya sebuah system yang memliki tujuan
tertentu, serta mengungkap apa yang ada di balik munculnya perilaku dan
landasan suatu system tersebut.
Observasi didefinisikan sebagai suatu proses melihat, mengamati,
dan mencermati serta “merekam” perilaku secara sistematis untuk suatu
tujuan tertentu. Observasi ialah suatu kegiatan mencari data yang dapat
digunakan untuk memberikan suatu kesimpulan atau diagnosis
(Herdiyansyah, 2010).
2. Kelebihan teknik observasi
a. Dapat membandingkan apakah perkataan sesuai dengan tindakan.
b. Peneliti dapat mempelajari subjek yang tidak memberi kesempatan
laporan lisan (verbal).
c. Subjek observasi bebas melakukan kegiatan.
d. Dimungkinkan mengadakan pencatatan secara serempak kepada
sasaran penilaian yang lebih banyak (Kemenkes, 2019)
3. Kelemahan teknik observasi
a. Tidak selalu memungkinkan untuk mengamati suatu kejadian yang
spontan, harus ada persiapan
b. Tidak bisa menentukan ukuran kuantitas terhadap variabel yang ada
karena hanya dapat menghitung variabel yang kelihatan.

5
c. Sulit mendapatkan data terutama yang sifatnya rahasia dan
memerlukan waktu yang lama.
d. Apabila sasaran penilaian mengetahui bahwa mereka sedang diamati,
mereka akan dengan sengaja menimbulkan kesan-kesan yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan, jadi sifatnya dibuat-buat.
e. Subyektifitas dari observer tidak dapat dihindari (Kemenkes, 2019).
4. Penilaian mutu dengan observasi
Penilaian mutu pelayanan kebidanan dengan observasi dapat dilakukan
dengan memantau (monitoring) mutu pelayanan, yaitu dengan cara
melihat data informasi objektif dari sistem informasi yang ada tentang
struktur, proses, dan outcome pelayanan antara lain melalui:
a. Peer Review (tinjauan untuk teman sejawat).
b. Pengukuran penilaian dilakukan dengan pengamatan untuk teman
sejawat terhadap proses dan hasil pelayanan kesehatan peer review
selanjutnya. Pengukuran ini bisa dilakukan dengan menggunakan
lembar checklist, dimana teman sejawat melakukan pengamatan
langsung terhadap temannya pada satu atau beberapa keterampilan
sesuai dengan checklist.Tinjauan proses. Mengukur mutu pelayanan
dengan cara menelaah apakah pelayanan yang diberikan telah sesuai
dengan kebutuhan dan harapan pasien, konsumen, dan
pelanggan/masyarakat. Pada umumnya dengan tinjauan proses dapat
diketahui apakah pelayanan telah efisien dan efektif. Pelayanan telah
efisien apabila pasien tidak datang berulang-ulang, antrian tidak
panjang, waktu tunggu cepat, dan obat tersedia sehingga tidak harus
membeli di luar puskesmas. Pelayanan telah efektif, apabila telah
berobat pasien sembuh, tidak mengalami kesakitan dan kecacatan,
serta kepatuhan terhadap standar layanan kesehatan (Kemenkes, 2019).
5. Instrumen penilaian mutu dengan observasi
a. Daftar tilik (checklist)
1) Daftar alat berisi nama subyek dan beberapa hal/ciri yang akan
diamati dari sasaran pengamatan. Pengamat dapat memberi tanda

6
cek (√) pada daftar tersebut yang menunjukkan adanya ciri dari
sasaran pengamatan.
2) Daftar tilik terdiri dari 4 bagian,yaitu: daftar tilik pengamatan
pelayanan, daftar tilik pengetahuan pasien, daftar tilik pengetahuan
petugas,dan daftar tilik sarana esensial.
3) Daftar tilik hanya dapat menyajikan data kasar saja, hanya
mencatat ada tidaknya suatu gejala. Contoh daftar tilik yang
digunakan dalam menilai misalnya pelayanan antenatal yang
meliputi instrumen penilaian pengetahuan pasien tentang ANC,
pengetahuan petugas tentang ANC, dan pengetahuan petugas
tentang sarana untuk pelayanan ANC (Kemenkes, 2019).
b. Skala penilaian (rating scale)
Skala ini berupa daftar yang berisi ciri-ciri tingkah laku yang
dicatat secara bertingkat. Rating scale ini dapat merupakan satu alat
pengumpulan data untuk menerangkan, menggolongkan, dan menilai
seseorang atau suatu gejala ANC (Kemenkes, 2019).
c. Alat-alat mekanik
Alat-alat ini antara lain: alat perekam, alat fotografis, film, tape
recorder, kamera televisi, dan sebagainya. Alat-alat tersebut setiap saat
dapat diputar kembali untuk memungkinkan mengadakan penilaian
secara teliti. Contoh: penilaian terhadap kompetensi ANC bidan dapat
dilakukan dengan merekam menggunakan video rekaman sehingga
jika diperlukan penilaian ulang maka dapat diputar ulang (Kemenkes,
2019)
6. Syarat perilaku yang dapat diobservasi
Objek observasi adalah perilaku yang tampak, yang sengaja
dimunculkan (terencana) dan memiliki tujuan tertentu. Ada beberapa
syarat perilaku yeng dapat diobservasi, antara lain:
a. Dapat dilihat
Umumnya perilaku yang diobservasi adalah perilaku yang dapat
dilihat dan diamati. Pengamatan dapat dilihat berdasarkan
frekuensinya (seberapa banyak/sering perilaku tersebut muncul),

7
berdasarkan penyebab perilakunya, berdasarkan durasinya (seberapa
lama perilaku dilakukan), dan sebagainya (Retnaningtyas, 2018).
b. Dapat didengar
Walaupun perilaku tersebut tidak dapat terlihat langsung oleh
mata, namun jika masih dapat didengar, maka dapat diobservasi.
Misalnya sedang ingin mengobservasi adanya konflik dalam rumah
tangga antara, yang terjadi di sebuah keluarga. Tidak dapat terlihat
langsung oleh mata bukan berarti tidak dapat diobservasi. Indra
pendengaran dapat dijadikan sarana dalam melukan observasi
(Retnaningtyas, 2018)
c. Dapat dihitung

Selain dapat dihitung dan didengar, sesuatu yang dapat dihitung


juga dapat dijadikan objek observasi. Hal ini biasanya terkait dengan
kuantitas dari sebuah perilaku yang muncul dimana kuantitas akan
memengaruhi interpretasi dari perilaku yang diamati. Misalnya saja,
mengobservasi perilaku menguap seorang mahasiswa dikelas.
Frekuensi kemunuculan perilaku menguap tersebut dijadikan dasar
interpretasi mengapa perilaku itu muncul, faktor apa yang
menyebabkan perilaku tersebut muncul, dan bagaimana mencegah agar
perilaku tersebut tidak muncul atau setidaknya berkurang
(Retnaningtyas, 2018).

d. Dapat diukur

Perilaku yang dapat diukur juga dapat dijadikan objek observasi.


Atribut yang diukur menjadi dasar yang menentukan interpretasi dari
sesuatu yang diobservasi. Misalnya dalam suatu riset eksperimen, akan
membandingkan efektivitas dua jenis obat pencahar (Retnaningtyas,
2018).

Dari keempat syarat perilaku tersebut, sebuah perilaku yang


diobservasi dapat saja meliputi keempat syaratnya, dua syarat, atau hanya
satu syarat. Yang terpenting adalah bagaimana operaionalisasi perilaku

8
dapat disesuaikan dengan apa yang hendak dijadikan objek untuk
diobservasi. Maksudnya jangan sampai salah mengoperasionalkan
perilaku yang akan diobservasi karena dapat fatal akibatnya. Perilaku yang
seharusnya hanya dapat didengar, tetapi dipaksakan oleh peneliti dengan
melihatnya. Tentu saja ini dapat berdampak terhadap hasil observasi.
Misalnya contoh diatas, perilaku konflik rumah tangga, seharusnya akan
optimal jika hanya didengar dan keberadaan peneliti hanya sebagai
observer nonpartisipan (Retnaningtyas, 2018).

7. Langkah-Langkah
Langkah-langkah yang harus dilakukan ketika melakukan observasi
berdasarkan Retnaningtyas (2018) adalah:
a. Memilih lokasi observasi yang tepat, yang memungkinkan penelitian
dapat memahami central phenomenon dengan optimal, dan dapat
memperoleh data dengan jelas ketika melakukan observasi pada lokasi
tersebut. Dalam memilih lokasi observasi ini, jika diperlukan hal teknis
maupun proses perizinan tertentu dalam penggunaan tempat yang akan
dilakukan observasi, sebaiknya diselesaikan terlebih dahulu pada awal
sebelum observasi dilakukan.
b. Lakukan observasi sederhana sebelumnya dengan melakukan
observasi kancah. Peneliti masuk ke lokasi penelitian dimana observasi
akan dilakukan. Lakukan perkenalan, membina rapport dengan orang-
orangyang ada di lokasi tersebut, dan gali data umum sebanyak
mungkin tanpa menimbulkan kecurigaan dengan orang-orang yang ada
disekitar lokasi.
c. Tentukan siapa subjek yang akan diobservasi, kapan observasi akan
dilakukan, dan berapa lama observasi akan dilakukan.
d. Menentukan peran observer dalam observasi yang akan dilakukan.
Setelah tahap ketiga selesai dilakukan, maka peneliti sudah dapat
memprediksi kemungkinan-kemungkinan, kelebihan dan kekurangan
dari observasi yang akan dilakukan. Hal tersebut dapat dijadikan
landasan dalam menentukan peran observer dalam observasi yang akan
dilakukan.

9
e. Lakukan observasi berkali-kali untuk mengetahui secara lebih
komprehensif perilaku dan lokasi yang diobservasi. Hamper bisa
dipastikan, tidak ada observasi yang cukup hanya dilakukan satu kali.
Perlu pengulangan observasi agar memperoleh validitas dan reliabilitas
hasil observasi yang didapat.
f. Buatlah fieldnotes dari setiap perilaku yang diobservasi, kemudian
lakukan analisis untuk mencari ketertarikan antara perilaku satu
dengan perilaku lainnya.
g. Berikan peta gambaran apa saja yang akan diobservasi, kemudian
lakukan penggabungan antara perilaku, lingkungan, dan informasi
lainnya agar dapat diperoleh gambaran secara lebih komprehensif
terhadap elemen-elemen observasi.
h. Lakukan pencatatan descriptive fieldnotes dan reflective fieldnotes.
i. Dalam peran observer nonpartisipan, lakukan perkenalan dengan
subjek yang akan diobservasi tetapi peneliti jangan terlihat aktif dan
interaktif agar kehadirannya tidak terlalu menjadi sesuatu yang
dipersepsi oleh subjek yang sedang melakukan sesuatu
j. Setelah selesai melakukan observasi, jangan pergi begitu saja
meninggalkan lokasi observasi. Secara etika, boleh jadi kita sudah
banyak dibantu oleh orang yang ada di sekitar lokasi penelitian.
Selayaknya, izin untuk pamit dan mengucapkan terima kasih kepada
orang-orang yang telah membantu proses observasi yang kita lakukan.
8. Model dalam Observasi
Retnaningtyas (2018) menjelaskan model dalam observasi adalah
sebagai berikut:
a. Anecdotal record
Anecdotal record merupakan salah satu model dalam observasi,
dimana ketika penelitian melakukan observasi, ia hanya membawa
kertas kosong saja untuk mencatat perilaku yang khas, unik dan
penting yang dilakukan subjek penelitian.
b. Behavioral checklist

10
Behavioral checklist merupakan model dalam observasi yang
mampu memberikan keterangan mengenai muncul atau tidaknya
perilaku yang diobservasi dengan memberikan tanda check (√) jika
perilaku yang diobservasi muncul. Dalam tabel checklist,
observer/peneliti telah terlebih dahulu mencantumkan atau menuliskan
indikator perilaku yang mungkin dimunculkan oleh observe/subjek
penelitian.
c. Participation charts
Participation charts merupakan salah satu model observasi yang
hampir mirip dengan behavioral checklist, yaitu melakukan observasi,
merekam atau mencatat perilaku yang muncul atau tidak muncul dari
subjek/sejumlah subjek yang diobservasi secara simultan dalam suatu
kegiatan atau aktivitas tertentu.
d. Rating scale
Rating scale merupakan salah satu model observasi yang pada
intinya hampir sama dengan model yang sebelumnya telah dibahas
yaitu behavioral checklist atau participation chart, yaitu mencatat
perilaku sasara yang dimunculkan oleh subjek/observe. Perbedaannya
terletak pada kebutuhan untuk mengetahui kuantitas dan kualitas dari
perilaku yang diteliti.
e. Behavioral tallying and charting

Model berikutnya adalah behavioral tallying and charting. Salah


satu kelebihan dari model behavioral tallying and charting adalah
bukan hanya mampu melakukan kuantifikasi atau perhitungan dari
perilaku yang akan diobservasi, tetapi juga mampu mengubah hasil
kuantifikasi tersebut menjadi grafik. Lebih spesifik lagi, metode ini
mampu menguantifikasikan perilaku yang muncul dalam suatu rentang
waktu yang ditentukan (Retnaningtyas, 2018).

2.3

11
BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.1.1 Penilaian Mutu Pelayanan Kebidanan
Penilaian adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah
keberhasilan dari pelaksanaan suatu program dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Pada waktu melakukan penilaian haruslah diingat bahwa
penilaian dilakukan pada tahap akhir (summative evaluation) sehingga
perhatian hendaknya lebih ditujukan
3.1.2 Strategi untuk Melakukan Penilaian Mutu Pelayanan Kebidanan (Teknik
Observasi), Observasi didefinisikan sebagai suatu proses melihat,
mengamati, dan mencermati serta “merekam” perilaku secara sistematis
untuk suatu tujuan tertentu. Kelebihan teknik observasi dapat
membandingkan apakah perkataan sesuai dengan tindakan. Kelemahan
teknik observasi tidak selalu memungkinkan untuk mengamati suatu
kejadian yang spontan, harus ada persiapan.

3.2 Saran
Keterampilan ini penting dimiliki oleh tenaga kesehatan terutama bidan,
agar dapat menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan kebidanan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Tentang Mutu Pelayanan


Kebidanan

Cut Sriyanti (2016), Mutu Layanan Kebidanan dan Kebijakan Kesehatan,


Kemenkes RI, Jakarta.

Erma Retnaningtyas (2018), Manajemen Mutu Pelayanan Kebidanan, Strada


Press, Kediri Jawa Timur

13

Anda mungkin juga menyukai