Melalui kontribusi
gerakan pencerahan Islam yang dirintis KH Ahmad Dahlan, Muhammadiyah terus
berikhtiar membumikan ajaran Alquran dan Hadis ke dalam kehidupan masyarakat
Indonesia secara kontekstual.
Demikian pernyataan Presiden Joko Widodo mewakili pemerintah dan rakyat Indonesia
saat memberi sambutan daring pada Milad 108 Tahun Muhammadiyah. “Jutaan
penduduk Indonesia telah merasakan manfaat dari kemajuan dan inovasi yang
dilakukan Muhammadiyah. Merasakan pelayanan yang diberikan persyarikatan untuk
meningkatkan derajat kesehatan dan pendidikan masyarakat”, tegas Presiden.
Pernyataan Presiden merupakan satu dari sekian banyak kesaksian dan apresiasi para
tokoh bangsa atas perjalanan 108 tahun Muhammadiyah. Kami tidak bisa mengutip
semua pernyataan para pihak dalam tulisan ini, kecuali menyampaikan terimakasih
yang sedalam-dalamnya atas segala apresiasi dan kerjasama selama ini.
Para ahli menyebut Muhamamdiyah sebagai gerakan Islam modern atau reformis.
Sebutan modernisme dan reformisme Islam secara khusus dilekatkan pada
Muhammadiyah, sehingga label itu begitu kuat sampai saat ini. James Peacock (1986)
menyebut Muhammadiyah dan Asisyiyah sebagai gerakan Islam modern “yang utama
dan terkuat di negara terbesar kelima di dunia”. Kemodernan yang ditampilkan
Muhamamdiyah menghadirkan kemajuan sejalan ajaran Islam.
Kini 108 tahun berjalan. Etos dakwah dan tajdid yang berkarakter modern dan reformis
itu menjadi warisan penting sekaligus berat bagi generasi Muhammadiyah saat ini. Kyai
Dahlan berpesan agar penerusnya menjadi “pemimpin kemajuan Islam”. Pemimpin
yang berjiwa, berpikiran, bersikap, dan bertindak maju.
Anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyah niscaya bangga dengan organisainya.
Jangan tertambat ke hati lain. Jadilah aktor Muhammadiyah yang berada dalam
cakrawala “dunia besar” dan bebas dari sangkar besi “dunia kecil”.
Memberi Solusi
Muhammadiyah sejak awal kelahiran sampai kini tiada henti memberi solusi untuk
negeri. Muhammadiyah bersama komponen bangsa lainnya bergerak dalam
menyelesaikan masalah bangsa. Di saat kritis, Muhammadiyah tampil menberi jalan
keluar seperti dalam memberi titik kompromi Pancasila setelah satu hari proklamasi 17
Agustus 1945. Kini Muhammadiyah proaktif menghadapi pandemi Covid-19 maupun
masalah negeri.
Situasi ini bukan meninggalkan ruang kosong, tetapi merupakan pilihan strategis
apakah umat dan bangsa ingin maju atau tidak. Itulah karisma Muhammadiyah dalam
berislam. Menampilkan Islam yang uswah hasanah dan amal saleh berkemajuan.
Meneladani Nabi Muhammad membangun al-Madinah al-Munawwarah.
Muhammadiyah juga melakukan kritik tegas terhadap kebijakan negara yang dianggap
tidak tepat sebagai wujud amar makruf nahi munkar. Di antaranya tentang RUU HIP dan
RUU Ciptakerja. Muhammadiyah memang tidak menempuh cara ekstrem dan gaduh
dalam amar makruf nahi munkar, karena bukan pilihan yang baik dan tidak sejalan
kepribadiannya.
Bila menampilkan wajah ekstrem tentu tampak heroik, tapi beresiko besar bagi masa
depan umat Islam dan bangsa Indonesia. Pengalaman satu abad cukup bagi
Muhammadiyah menghadapi gelombang besar dan karang terjal.
Ketika umat semarak beragama dan masyarakat luas haus akan nilai-nilai agama,
Muhammadiyah hadir dengan dakwah yang memberi kepastian nilai, kedamaian,
keselamatan, kebahagiaan, dan pencerahan. Seraya mencegah segala bentuk
kekerasan, diskriminasi, ekstremisme, dan anarki dalam kehidupan. Muhammadiyah
tidak akan menghadirkan Islam yang keras-ekstrem, meskipun mungkin disenangi
sebagian kalangan. Karisma Muhammadiyah tidak di situ!
Berdakwah dan berbangsa selalu ada masalah. Kewajiban semua pihak berikhtiar
menyelesaikan masalah secara optimal. Setelah itu bertawakal kepada Allah. Tidak
perlu bersesal diri, berpatah asa, sangka buruk, serta saling menghujat dalam
menghadapi masalah negeri.
Yakinlah, terdapat kuasa dan rahasiah Tuhan di balik segala peristiwa di muka bumi
ini. Kenapa meratapi? Allah berfirman yang artinya, “Kami akan menguji kamu dengan
keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada
Kamilah kamu dikembalikan.” (QS al-Anbiya: 35).