0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
11 tayangan5 halaman
Berita acara perkuliahan membahas diskusi kelompok 8 mengenai sistem pendidikan di Amerika, Jepang, dan Finlandia. Ada dua pertanyaan dari mahasiswa yang dijawab oleh anggota kelompok mengenai mengapa sistem pendidikan Finlandia sulit diterapkan di Indonesia dan bagaimana evaluasi siswa di Finlandia tanpa ujian standar.
Berita acara perkuliahan membahas diskusi kelompok 8 mengenai sistem pendidikan di Amerika, Jepang, dan Finlandia. Ada dua pertanyaan dari mahasiswa yang dijawab oleh anggota kelompok mengenai mengapa sistem pendidikan Finlandia sulit diterapkan di Indonesia dan bagaimana evaluasi siswa di Finlandia tanpa ujian standar.
Berita acara perkuliahan membahas diskusi kelompok 8 mengenai sistem pendidikan di Amerika, Jepang, dan Finlandia. Ada dua pertanyaan dari mahasiswa yang dijawab oleh anggota kelompok mengenai mengapa sistem pendidikan Finlandia sulit diterapkan di Indonesia dan bagaimana evaluasi siswa di Finlandia tanpa ujian standar.
Materi : Pendidikan Internasional di Amerika, Jepang, dan Finlandia
Pemateri : Kelompok 8
1. Maria Christina A. Naibaho (1213111056)
2. Monika More T. Nainggolan (1213111095) 3. Nadia Inanda (1213111104)
Berita acara ini dibuat adanya sesi pertanyaan dalam presentasi yang kelompok kami bawakan, dengan dua pertanyaan yang diajukan oleh hadirin untuk kelompok penyaji. Hasil diskusi tersebut, meiputi:
1) Penanya : Nendi Rosdiana Buang Manalu
Nim : 1212411040 Pertanyaan : Seperti yang sudah kelompok penyaji jelaskan bahwa sistem pendidikan di negara Finlandia adalah sistem pendidikan terbaik di Dunia. Namun mengapa sistem pendidikan ini tidak bisa diterapkan pada sistem pendidikan di Indonesia? Terimakasih.
Penjawab : Nadia Inanda
Nim : 1213111104 Jawaban : Beberapa alasan mengapa sistem Pendidikan Finlandia belum bisa diterapkan di Indonesia: 1. Budaya, Latar Belakang dan Pola Pemikiran yang Berbeda Tentunya setiap negara memiliki budaya dan latar belakang yang berbeda, yang dimana hal tersebut juga akan membawa perbedaan terhadap pola pemikiran masyarakat di masing-masing negara. Seperti contoh masyarakat di Indonesia cenderung berorientasi kepada nilai atau hasil akhir, hal tersebut terlihat bahwa sejak enam tahun pertama anak bersekolah, mereka sudah dinilai dan nilai tersebut dianggap sudah mempengaruhi prestasi mereka. Sedangkan apabila di Finlandia, 93% orang di Finlandia adalah lulusan sekolah tinggi, hal ini yang menyebabkan masyarakat di Finlandia lebih menghargai sebuah proses dibandingkan langsung menilai pada hasil akhir. Selain itu, akibat perbedaan pola pikir ini pula yang menyebabkan masyarakat Indonesia terkadang bahkan seringkali menyepelekan kemampuan seseorang di dalam bidang tertentu. Contoh nyatanya adalah masih banyak masyarakat di Indonesia yang berpikir bahwa orang yang pintar hanyalah orang-orang yang mahir dalam hitung-hitungan dan ilmu sains seperti fisika dan matematika. Padahal tentunya kita semua mengetahui bahwa setiap pribadi memiliki minat dan bakat yang berbeda-beda, sehingga kita tidak dapat memaksakan satu pribadi untuk mahir di satu bidang yang tidak sesuai dengan passionyang ia miliki. Salah satu buktinya adalah sekolah kejuruan yang berada di Indonesia masih seringkali dipandang rendah oleh masyarakat, padahal sebenarnya akan lebih baik apabila sejak awal seorang anak sudah mengetahui minat dan bakatnya lebih awal, anak tersebut diikutkan ke sekolah yang tepat dan sesuai dengan anak yang bersangkutan. Nah karena stigma yang ada pada masyarakat mengenai sekolah kejuruan yang cenderung negatif, hal tersebut yang juga menyebabkan baik orang tua siswa, maupun siswa nya itu sendiri enggan untuk memilih melanjutkan pendidikan di sekolah kejuruan. Berbeda dengan pandangan di masyarakat Finlandia, perlu kita ketahui sebanyak 43% masyarakat Finlandia memilih sekolah kejuruan. Di Finlandia sendiri, masyarakatnya juga cenderung dapat menghargai setiap karakteristik minat dan bakat tiap pribadi. Sehingga di Finlandia banyak terdapat sekolah- sekolah kejuruan sesuai minat dan bakat yang banyak diminati di kalangan pelajar. 2. Pendidikan yang Belum Merata Apabila pada poin sebelumnya penulis telah memaparkan bahwa 93% masyarakat di Finlandia telah mengenyam pendidikan tinggi, hal tersebut berarti dapat dikatakan bahwa Pendidikan yang ada di Finlandia telah terbilang sudah merata hampir ke seluruh Finlandia walaupun belum merata secara sempurna karena masih belum mencapai angka 100%. Sekarang mari kita bandingkan dengan kemerataan pendidikan di Indonesia, tentunya kita semua mengtahui bahwa pendidikan di Indonesia ini sangat belum merata terutama semakin ke bagian timur Indonesia. Mengingat negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dan jumlah penduduknya yang juga sangat banyak, perihal pemerataan pendidikan hingga ke pelosok negeri ini tentunya masih menjadi problematika tersendiri bagi negeri ini. Tentunya apabila pendidikan belum merata maka masih banyak anak-anak muda di sekitar kita yang seharusnya mengenyam pendidikan seperti kita, malah mereka putus sekolah.
3. Perbedaan Profesionalitas dan Tunjangan untuk Guru
Di Indonesia, sudah banyak guru-guru atau tenaga-tenaga pendidik yang profesional terutama di wilayah kota-kota besar. Namun, bagaimana dengan guru-guru yang berada di luar kota-kota besar? Apakah sudah terjamin tingkat ke-profesionalan-nya? Tentu saja tidak. Hal ini juga yang menjadi salah satu pertimbangan kuat mengapa sistem pendidikan Finlandia akan sulit untuk diterapkan di Indonesia. Kita perlu tahu bahwa semua guru di Finlandia harus bergelar master, hal tersebut tentu saja berpengaruh pada kinerja para guru saat mengajar. Sedangkan di Indonesia bahkan untuk lulus S1 saja, tidak semua guru dapat lulus S1. Apalagi untuk menempuh pendidikan selanjutnya? Tentunya akan memerlukan biaya yang tidak murah. Di Indonesia sendiri keberadaan guru masih belum dijamin 100% oleh pemerintah. Salah satu bukti konkret sederhananya adalah rata-rata gaji guru di Indonesia masih belum memenuhi UMR. Berbeda dengan Finlandia, semua guru diberi gaji yang layak bahkan terbilang cukup besar, selain itu untuk menunjang pendidikan seorang guru agar dapat mendapatkan gelar master semuanya sudah difasilitasi oleh negara, sehingga guru di Finlandia tidak perlu memusingkan diri dengan biaya pendidikan dan semacamnya.
2) Penanya : Neysa Afifah Lubis
Nim : 1213111005 Pertanyaan : Telah dijelaskan bahwa Firlandia menjadi salah satu negara yang memiliki sistem pendidikan terbaik, di sekolah kapasitas tugas yang tidak terlalu membebani siswa. Di samping itu, tidak ada sistem peringkat untuk prestasi akademik dan ujian standarisasi dari tingkat sekolah dasar sampai dengan menengah pertama. Kemudian, pada tingkat SD khususnya kelas rendah, tidak ada PR. Lalu sebenarnya bagaimana prinsip pendidikan Finlandia dalam mengevaluasi pencapaian siswanya terutama dalam SD jika memperhatikan hal yang telah dijelaskan diatas?
Penjawab : Monika More T. Nainggolan
Nim : 1213111095 Jawaban : Evaluasi utama siswa adalah evaluasi berkelanjutan oleh guru terkait selama tahun ajaran berlangsung. Setiap siswa mendapatkan laporan hasil belajar setidaknya sekali dalam satu tahun akademis. Tidak ada ujian bernilai atau ujian nasional bagi siswa pendidikan dasar. Ujian nasional baru diadakan bagi siswa menengah atas pada akhir tingkat pendidikan. Inspeksi sekolah ditiadakan pada awal tahun 1990-an, dan diganti dengan konsep pembagian informasi, pemberian dukungan, serta pendanaan yang dirangkum dalam legislasi kependidikan, kurikulum nasional, dan standar kualifikasi pengajar. Dengan demikian, kualitas program pendidikan di Finlandia bergantung banyak pada kecakapan tim pengajar dan staf di setiap institusi pendidikan. Setiap institusi pendidikan bertanggung jawab untuk melakukan evaluasi sendiri-sendiri diluar evaluasi nasional yang dilakukan melalui ujian nasional berkala di bidang studi yang berbeda-beda setiap saatnya tergantung keputusan dari hasil evaluasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Finlandia. Mata pelajaran yang diuji bisa jadi di bidang akademik (bahasa, sastra, matematika) atau non-akademik (kesenian, prakarya, atau pelajaran ekstrakurikuler). Hasil evaluasi nasional diberikan kembali ke masing- masing sekolah untuk menjadi bahan peningkatan mutu ke depannya. Tidak ada evaluasi nasional untuk universitas, karenanya setiap universitas diwajibkan melakukan evaluasinya masing-masing secara mandiri dan tidak terdapat peringkat nasional universitas. Evaluasi guru dilakukan melalui diskusi mengenai evaluasi pribadi guru dengan jajaran pimpinan di institusi pendidikan terkait. Guru dianggap paling tahu bagaimana cara mengevaluasi murid-muridnya. Kredibilitas dan mutu tenaga pengajar yang tinggi memungkinkan pemerintah menyerahkan tanggung jawab membentuk kurikulum dan evaluasi pembelajaran langsung kepada mereka. Hanya terdapat garis pedoman nasional longgar yang harus diikuti. Ujian Nasional pun tidak diperlukan. Pemerintah meyakini bahwa guru adalah orang yang paling mengerti kurikulum dan cara penilaian terbaik yang paling sesuai dengan siswa-siswa mereka. Bisa jadi gara-gara fleksibilitas dalam sistem pendidikan Finlandia itu, semua diversitas justru bisa difasilitasi. Jadi dengan caranya sendiri- sendiri, siswa-siswa yang berbeda ini bisa mengembangkan potensinya secara maksimal.