Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ISLAM DAN BUDAYA LOKAL


SEJARAH ISLAM DI BORNEO

Dosen Pengampu:

Dr. H. Yapandi, M.Pd.

Disusun oleh:

Nurhikmawati : 12005002

Rifqi Al-furqan : 12005057

Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam


Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak
1443 H/ 2022 M
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat
karunia, serta taufik dan hidayah-nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “sejarah
islam di borneo”, dengan baik meskipun masih banyak kekurangannya.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan serta
pengetahuan kita, sebagaimana yang dicangkup dalam makalah ini, Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kami berharap adanya saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah
kami buat ini.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah
yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang lain. Sekiranya kami
mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata yang kurang berkenan dihati kami mohon
sarannya demi memperbaiki dimasa yang akan datang.

Pontianak, 20 Maret 2022

Penulis
DAFTARISI

KATAP ENGANTAR.................................................................................…………………...2

DAFTAR ISI..........................................................................................……………………....2

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................4

A. LatarBelakang............................................................................................……………..….4

B. Rumusanmasalah........................................................................……..................................4

C. tujuan............................................................…....................................................................4

BAB II
PEMBAHASAN........................................................................................................................5

A. sejarah islam di Kalimantan barat…….........................………………................................5

B. sejarah islam di Kalimantan timur…..........................................……...................………...5

C. sejarah islam di Kalimantan selatan………………………………………………………..5

D. sejarah islam di Kalimantan tengah……………………………………………………… 5

E. sejarah islam di Kalimantan utara………………………………………………………….5

BAB III
PENUTUP................................................................................................................................9

A. Kesimpulan...................................................................................................................9

B. Saran...............................................................................................................………..9

DAFTARPUSTAKA...............................................................................................................9
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Perjalanan hidup penuh dengan ketidaksempurnaan dan membutuhkan contoh dan


keteladanan dari mereka yang telah datang sebelumnya, sehingga umat manusia menganggap
penting untuk merenungkan peristiwa masa lalu yang dikenal sebagai sejarah, sebagaimana
tertuang dalam Alquran surat Al-Hasyru ayat 18, yang artinya: "Orang yang Beriman
Bertakwalah kepada Allah, hai manusia, dan biarlah setiap orang memperhatikan apa yang
telah Dia lakukan untuk hari esok (di bawah); bertakwalah kepada Allah, karena Allah tahu
apa yang kamu lakukan."

Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia, melalui pendidikan manusia
bisa terus berkembang dalam berbagai bidang, dengan pendidikan manusia hidup lebih
bermartabat, dengan pendidikan berbagai persoalan kehidupan diselesaikan, mengingat
pentingnya pendidikan dalam kehidupan manusia maka akan dijelaskan bagaimana sejarah
perkembangan pendidikan di Kalimantan sebagai bagian tak terpisahkan dari sejarah
pendidikan Islam di republik tercinta ini.

Dahulu para ulama yang berdakwah di Sumatera dan Jawa melahirkan kader-kader dakwah
yang terus mengalir, dan inilah awal masuknya Islam di Kalimantan. Islam masuk ke
Kalimantan atau lebih dikenal dengan Kalimantan pada masa itu melalui dua jalur.Jalan
pertama yang membawa Islam ke Kalimantan adalah jalur Malaka yang dikenal sebagai
Kerajaan Islam setelah Perak dan Pasai. Malaka jatuh ke tangan penjajah Portugis yang
selanjutnya menyebarkan dakwah. Misionaris dan komunitas Islam sebagian besar tinggal di
pantai barat Kalimantan.Jalur lain yang digunakan untuk menyebarkan Islam adalah
misionaris yang dikirim dari pulau Jawa. Ekspedisi misionaris ke Kalimantan berpuncak pada
berdirinya Kerajaan Demark. Demark mengirim banyak misionaris ke negara itu. Perjalanan
dakwah ini juga melahirkan Kerajaan Islam Banjar dan para ulama besar, salah satunya
Syekh Muhammad Arsyad al Banjari.

B. Rumusan Masalah
1. Sejarah islam di Kalimantan barat?
2. Sejarah islam di kalimatan selatan?
3. Sejarah islam di Kalimantan timur?
4. Sejarah islam di kalimantam tengah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Sejarah islam di Kalimantan barat
2. Untuk mengetahui Sejarah islam di kalimatan selatan
3. Untuk mengetahui Sejarah islam di Kalimantan timur
4. Untuk mengetahui Sejarah islam di kalimantam tengah
BAB I

PEMBAHASAN

A. Sejarah islam di Kalimantan Barat

Menurut pendapat Sendam, “Islam masuk ke Kalimantan Barat yaitu sekitar abad ke-15
Masehi, melalui perdagangan dan bukan melalui organisasi dakwah, melainkan sebagai
kegiatan perseorangan”. Penyebaran Islam memiliki dua proses yang berkesinambungan.
Pertama, penduduk setempat diperkenalkan dengan Islam dan kemudian menerimanya.
Kedua, orang asing Asia (Arab, India, Cina) yang memeluk Islam dan tinggal menetap di satu
wilayah kemudian menikah dan menjadi anggota komunitas lain.

Ada beberapa hal yang membuat Islam mudah diterima dan tersebar luas di pedalaman.
Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah sebagai berikut:

1. Melalui perkawinan campuran yang dilakukan oleh orang muslim dengan orang non-
muslim. Adanya perkawinan campuran ini juga dapat dilihat pada kerajaan Pontianak
yang rajanya Syarief Abdurrahman Al-Kadri menikah dengan Nya’I Tua putri Dayak
kerajaan Matan.
2. Melalui perdagangan. Mayoritas penduduk Kalbar tinggal di daerah pesisir sungai
atau pantai. Islam disebar luaskan dan berkembang melalui kegiatan perdagangan
mulanya di kawasan pantai seperti Kota Pontianak, Ketapang, atau Sambas, kemudian
menyebar kearah perhuluan sungai
3. Melalui dakwah. Adapun nama-nama mubaligh dan guru agama yang terlibat dalam
menyebarkan agama Islam di Kalbar tersebut pada awal abad ke-20 menurut Mohd
Malik (1985:48) diantaranya adalah Haji Mustafa dari Banjar (1917-1918), Syeh
Abdurrahman dari Taif, Madinah (1926-1932), Haji Abdul Hamid dari Palembang
(1932-1937), Sulaiman dari Nangah Pinoh (1940-?), dan Haji Ahmad asal Jongkong
(sekarang). Para guru agama ini mengajarkan membaca Al-Quran, fiqh dan lain-lain,
dirumah dan juga di mesjid.
4. Melalui Kekuasaan (otoriter). Islamisasi ini terjadi pada masa Sultan Aman di
kerajaan Sintang. Pada massa ini beliau melakukan perperangan kepada siapa saja
yang tidak mau masuk Islam. Tercatat raja-raja kerajaan Silat, Suhaid, Jongkong,
Selimbau dan Bunut diperangi karena tidak mau masuk Islam. Setelah raja tersebut
dapat ditaklukan dan menyatakan diri memeluk Islam, mereka diharuskan berjanji
untuk tidak ingkar. Bagi yang melanggar akan dihukum mati.
5. Melalui Kesenian Tradisional. Sastra tradisional di Cupang Gading memperlihatkan
adanya nilai keislaman. Dengan mengkolaborasikan antara nilai Islam dengan nilai
kesenian ini memberikan kemudahan dalam menyebarkan Islam itu sendiri.
Berpadunya nilai lokal dengan Islam dapat dilihat melalui prosa rakyat yang dikenal
dengan istilah bekesah dan melalui puisi tradisional, seperti pantun, mantra, dan syair.
Selain itu Islam juga disebarkan melalui kesenian Jepin Lembut yang ada didaerah
Sambas. Dengan berbagai macam kesenian inilah yang kemudian dijadikan media
dakwah dalam menyebarkan Islam di Kalbar.
Di Kalimantan Barat daerah yang pertama kali mendapat sentuhan agama Islam adalah
Pontianak, Matan dan Mempawah yang diperkirakan antara tahun 1741, 1743 dan 1750.
Menurut salah satu versi pembawa islam pertama bernama Syarief Husein, seorang Arab. Ini
sejalan dengan teori sejarawan Belanda diantaranya Crawford (1820), Keyzar (1859),
Neiman (1861), de Hollander (1861), dan Verth (1878), bahwa penyiar Islam di Indonesia
(Nusantara) berasal dari arab, tepatnya dari Hadramat, Yaman. Teori ini didukung pula oleh
sejarawan Indonesia, seperti Hamka, Ali Hasyim, Muhammad Said dan Syed Muhammad
Naquib.

Seiring dengan usaha dakwahnya, penganut Islam semakin bertambah dan Islam
memasyarakat sampai ke daerah pedalaman. Maka antara Tahun 1704-1755 M, Sayyid Habib
Husein al-Kadri diangkat sebagai Mufti (hakim Agama Islam) dikerajaan Matan. Selepas
tugas sebagai Mufti, beliau sekeluarga diminta oleh raja Mempawah Opo Daeng Menambun
untuk pindah ke Mempewah dan mengajar agama disana sampai kemudian diangkat menjadi
Tuan Besar Kerajaan Mempewah, sampai wafatnya tahun 1184 dalam usia 84 tahun.

Pendapat lain mengatakan bahwa Islam masuk ke Kalbar pada abad ke 15 di pelabuhan
Ketapang (Sukadana) melalui perdagangan. Penyebaran agama Islam di Kalbar membujur
dari Selatan ke Utara, meliputi daerah Ketapang, Sambas, Mempawah, Landak. Menurut
Safarudin Usman bahwa Islam mulai menyebar di Kalbar diperkirakan sekitar abad XVI
Miladiah, penyebaran Islam terjadi ketika kerajaan Sukadana atau dikenal kerajaan
Tanjungpura dengan penembahan Barukh pada masa itu di Sukadana agama Islam mulai
diterima masyarakat, akan tetapi Barukh tidak menganut agama Islam sampai wafat 1590 M.

Selain itu ada pendapat yang mengemukakan pada tahun 1470 Miladiah sudah ada
kerajaan yang memeluk agama Islam yaitu Landak dengan rajanya Raden Abdul Kahar
(Usman,1996:4) Dimasa pemerintahan Raden Abdul Kahar (Iswaramahaya atau Raja Dipati
Karang Tanjung Tua) beliau telah memeluk agama Islam sehingga dapat dikatakan berawal
dari kerajaan Landak.

Adapun kerajaan di Kalimantan barat ialah:

 Kerajaan pontianak

Diceritakan bahwa Syarief Abdurrahman Al-Kadri adalah putra asli Kalimantan Barat.
Ayahnya Sayyid Habib Husein al-Kadri, seorang keturunan Arab yang telah menjadi warga
Matan. Ibunya bernama Nyai Tua, seorang putri Dayak yang telah menganut agama Islam,
putri Kerajaan Matan. Syarif Abdurrahman al-Kadri lahir di Matan tanggal 15 Rabiul Awal
1151 H (1739 M). Jadi ia merupakan keturunan Arab dan Dayak dan Ayahnya Syarief
Husein (Ada yang menyebutnya Habib Husein) menjadi Ulama terkenal di Kerajaan Matan
hampir selama 20 tahun.

Sebelum memperkuat karir politiknya, Syarif Abdurrahman Al-Kadri menjadi pedagang


antar pulau. Sebagai mana disebutkan terdahulu ia memiliki armada dagang yang dilengkapi
persenjataan di laut. Pernyataan ini seolah bertentagan dengan pernyataan terdahulu bahwa
para pedagang Arab tidak tertair menggunakan senjata, dalam berdakwah. Sebenarnya tidak
ada yang bertentangan dalam hal ini. Senjata yang digunakan oleh Syarif Abdurrahman al-
Kadri adalah untuk mengawal armada dagangnya, sebab saat itu sudah terjadi persaingan
antar kapal dagang, terutama kapal dagang asing dan juga untuk mengantisipasi serangan
perompak laut (bajak laut). Kemungkinan besar angkatan bersenjata yang mengawal armada
dagangnya tidak semata miliknya tetapi juga dibantu oleh Kerajaan Matan dan Kerajaan
Mempawah yang sudah Islam ketika itu. Jadi Senjata bukan untuk dakwah, hanya mengawal
dagang.

Setelah Syarif Abdurrahman Al-Kadri mengurangi aktifitas dagangnya. ia kemudian lebih


memfokuskan untuk mendirikan suatu kerajaan atau kesultanan Islam. Mulanya tahun 1185
H (1771 M) ia meninggalkan Mempawah menuju Pontianak. Setelah 4 hari berlayar disungai
Kapuas, rombongannya mendarat di Istana Kadriah yang sekarang dinamai Pontianak. Di sini
ia membangun perumahan dan balai serta masjid. Di tahun yang sama ia balik ke Mempawah
untuk membawa serta keluarga dan mengambil armada Tiang Sambung ke Pontianak.

Tahun 1777 dengan dibantu Raja Haji dari Riau, ia berlayar ke Tayan dan Sanggau untuk
menaklukkannya dibawah kekuasaan Pontianak Selanjutnya tahun 1778 dengan dihadiri oleh
para sultan dan penambahan dari Landang. simpang, Sukadana, Malay dan Mempawah, raja
haji mengangkat dan menobatkan Syarif Abdurrahman al-Kadri menjadi Sultan dari
kesultanan Pontianak. Setelah itu kesultanan Pontianak terus menguat dan menguasai
Mempawah, Sambas.

Di Daerah Kampung Kapur terdapat seorang guru ngaji yang bernama Djafar pada jaman
tersebut beliau salah seorang yang termasyhur, sultan Pontianak Syarif Muhammad Al-
Qadrie mengundang Djafar khusus menjadi guru ngaji dilingkungan Keraton Kadriyah
Pontianak (Usmandkk:1997). Ustazd Djafar yang kelak menurunkan anak yang bernama
Kurdi Djafar dikenal pendiri cabang Muhammadiyah di Sungai Bakau Kecil di Mempawah
dan salah seorang putranya Mawardi Djafar seorang tokoh Muhammadiyah yang ada di
Pontianak.

 Kerajaan Jongkong (Embau)

Pada awalnya pendidikan dikerajaan ini didapatkan dari adanya pendakwah yang datang dari
luar. Namun, kemudian untuk perkembangan Islam selanjutnya H. Ahmad dan teman-
temannya membuka madrasah yang diberi nama Hidayatul Mustaqim pada tanggal 9
November 1946, selain itu ada juga pengajian keliling. Sebelum H. Ahmad masyarakat
pendapatkan pengajaran dari mubaligh dan guru agama yang mengajarkan Al-Qur,an, fiqh, di
rumah dan di mesjid. Para pengajar agama juga berupaya memadukan ajaran Islam dengan
kepercayaan lama masyarakat.

 Kerajaan sambas
Pendidikan Islam di kerajaan Sambas dapat dilihat dari dua tahap sebagai berikut: Tahap
pertama, yaitu pendidikan dilingkungan keluarga. Pendidikan dilingkungan keluarga
diberikan dalam bentuk pelajaran membaca Al-Qur’an. Pendidikan seperti ini diberikan
kepada anak dari sejak dini bagi anak-anak berumur 5-10 tahun. Kegiatan yang biasa disebut
“mengaji” ini dilakukan secara berkelompok dirumah guru ngaji. Mula-mula anak di ajari
membaca huruf Hijaiyyah dengan cara mengeja satu demi satu huruf kemudian
merangkainya dengan kata sehingga terbentuk satu kesatuan kalimat. Apabila huruf-huruf ini
telah dikenal barulah pindah membaca Jus Amma, yaitu jus ke-30 yang dibukukan tersendiri
dan disebut juga Al-Qur’an kecil. Bagi anak yang sudah lancar membaca dan telah tamat Juz
Amma, guru ngaji biasanya menyelenggarakan upacara penamatan yang disebut Khataman
Al-Qur’an. Pada saat acara Khataman Al-Qur,an orang tua murid ngaji masing-masing
mengantarkan hadiah sesuai kemampuannya berupa beras, kelapa, dan kain kepada guru
ngaji.

Tahap kedua, adanya pengakuan anggota masyarakat atau lingkungan masyarakat


terhadap kealiman dan keshalehan seorang ustad atau syekh, sehingga anggota masyarakat
mengirimkan anaknya untuk memperdalam ilmu. Pada tahap ini anak-anak yang telah
meningkat remaja diajari dasar-dasar ilmu nahwu dan saraf. Selain itu juga di ajarkan
semacam ilmu usul yang berisi materi rukun iman dan rukun Islam. Kitab rujukan utamanya
adalah kitab Perukunan Melayu karya Arsyad al-Banjari. Selain itu, terdapat juga pelajaran
fikih yang termuat dalam kitab “1001 Masalah” yang amat praktis susunannya. Umumnya
kitab-kitab rujukan ini menggunakan bahasa Arab Jawi (berbahasa Melayu beraksara Arab)
dan sering kali tidak mencantumkan nama pengarangnya. Selain ilmu fikih, terdapat
kecenderungan berkembangnya ilmu tasawuf.

Namun, ketika penguasa ke-8 kesultanan Sambas, Muruhum Anom yang bergelar Sultan
Muhammad Ali Tsafiuddin (berkuasa 1813-1826), mulai membangun institusi keagamaan
Islam di Istana dengan melantik H. Nuruddin Mustafa sebagai imam kesultanan. Tugas imam
adalah setiap hari datang ke istana untuk memberikan pengajaran agama terutama pengajian
al-Qur’an dan sembahyang kepada kerabat Sultan (Machrus Effendy 1995:20). Dengan
demikian, perkembangan berikutnya istana dijadikan lembaga pendidikan dikalangan elit
penguasa, selain masjid. Lembaga pendidikan istana (palace school) inilah yang kemudian
berkembang menjadi madrasah al-Sutaniyah. Kemudian Muhammad Tsaifudin II mendirikan
madrasah al-Sultaniyah pada tahun 1868. Pada awalnya kurikulum madrasah ini masih
terbatas pada pelajaran Agama Islam. Peserta didiknya pun hanya dari kalangan kesultanan,
aktivitas pembelajaran masih didalam istana. Namun setelah adanya pembauran dan adanya
keinginan untuk membuat madrasah ini semakin baik, mulailah dikelola namun setelah
adanya pembauran dan adanya keinginan untuk membuat madrasah ini semakin baik,
mulailah dikelola dengan memasukan kurikulum pendidikan barat disamping pendidikan
Islam, agar dapat menyaingi sekolah-sekolah milik kolonial Belanda. Lalu sekolah ini diganti
namanya menjadi Tarbiatoel Islam.

 Kerajaan sintang
Pada saat itu kerajaan Sintang di pimpin oleh Sultan Abdurrahman Muhammad
Jalaluddin biasa disebut Sultan Aman, beliau memerintah tahun 1150 sampai 1200 H. Raja
ini sangat fanatik terhadap Islam. Pada masa Sultan Aman ini Kerajaan Sintang didatangi dua
orang ulama dari Aceh bernama Penghulu Abbas dan Raja Dangki dari Negeri Pagaruyung.
Penghulu Abbas kemudian diangkat menjadi Penghulu Muda kerajaan dan Raja Dangki
diangkat menjadi panglima perang karena keahliannya dibidang pencak silat dan ilmu nujum.
Karena semangatnya mendakwah Islam, Sultan Aman mengirim utusan untuk menyebarkan
Islam di hulu Sungai Kapuas. Sultan Aman juga memerangi orang-orang yang tidak mau
masuk agama Islam.

B. Sejarah Islam di Kalimantan selatan

Sumber yang cukup tua menyebutkan bahwa Kalimantan pada periode menjelang
masuknya Islam di Kalimantan ialah Negara Kartagama, yang ditulis oleh Mpu Prapanca
tahun 1365 ini telah menyebut daerah KalSel yang diketahui ialah daerah sungai Negara,
sungai Barito dan sekitarnya. Situasi politik di daerah KalSel menjelang Islam banyak
diketahui dari sumber historiografi tradisional yakni Hikayat Lambung Mangkurat (Hikayat
Banjar). Sumber tersebut memberitahukan bahwa di daerah Kalimantan Selatan telah berdiri
kerajaan yang bercorak Hindu Negara Dipa yang berlokasi sekitar Amuntai dan kemudian
dilanjutkan dengan Negara Daha sekitar Negara sekarang. Menjelang datangnya Islam ke
daerah Kalsel kerajaan yang bercorak Hindu telah berpindah dari Negara Dipa ke Negara
Daha diperintah oleh Maharaja Sukarama, mertua Ratu Lemak. Setelah dia meninggal dia
digantikan oleh Pangeran Tumenggung yang menimbulkan sengketa dengan Pangeran
Samudera cucu Maharaja Sukarama, yang dilihat dari segi institusi kerajaan mempunyai hak
mewarisi tahta kerajaan. Dengan demikian Negara Daha adalah benteng terakhir dari institusi
kerajaan bercorak Hindu dan setelah itu digantikan dengan institusi bercorak Islam.

Sunan Giri sangat besar terhadap perkembangan kerajaan Islam Demak. Sunan Girilah
yang memberikan gelar Sultan kepada raja Demak. Dalam hal ini sangat menarik perhatian
hubungan antara Sunan Giri dengan daerah Kalimantan Selatan. Dalam Hikayat Lambung
Mangkurat diceritakan tentang Raden Sekar Sungsang dari Negara Dipa yang lari ke Jawa.
Ketika dia masih kecil kelakuannya menjengkelkan ibunya Puteri Kaburangan, yang juga
dikenal sebagai Puteri Kalungsu. Waktu dia kecil karena sering mengganggu ibunya, dia
dipukul di kepalanya dan mengeluarkan darah. Sejak itu dia lari dan ikut dengan juragan
Petinggi yang berasal dari Surabaya. Juragan Balaba memeliharanya sebagai anaknya sendiri
dan setelah dewasa dia dikawinkan dengan puteri Juragan Balaba sendiri. Dia mempunyai
dua orang putera Raden Panji Sekar dan Raden Panji Dekar. Keduanya berguru pada Sunan
Giri, Raden Sekar Sungsang kemudian diambil menjadi menantu Sunan Giri dan bergelar
Sunan Serabut. Raden Sekar Sungsang kemudian kembali menjalankan perdagangan sampai
ke Negara Dipa. Dengan penampilan yang tampan Raden Sekar Sungsang adalah seorang
pedagang dari Jawa, yang banyak mengadakan hubungan perdagangan dengan pihak kerajaan
Negara Dipa. Akhirnya dia kawin dengan Puteri Kalungsu penguasa Negara Dipa, yang
sebetulnya adalah ibunya sendiri. Setelah Puteri Kalungsu hamil barulah terungkap bahwa
suaminya adalah anaknya yang dulu hilang. Mereka bercerai, Raden Sekar Sungsang
memindahkan pemerintahannya menjadi Negara Daha, yang berlokasi sekitar Negara
sekarang, sedangkan Ibunya tetap di Negara Dipa sekitar Amuntai sekarang. Raden Sekar
Sungsang yang menurunkan Raden Samudera yang menjadi Sultan Suriansyah raja pertama
dari Kerajaan Banjar.

Raden Sekar Sungsang menjadi raja pertama dari Negara Daha dengan gelar Maharaja Sari
Kaburangan. Selama dia berkuasa hubungan dengan Giri tetap terjalin dengan pembayaran
upeti tiap tahun.Yang menjadi masalah, kalau Raden Sekar Sungsang selama di Jawa kawin
dengan melahirkan putera Raden Panji Sekar selanjutnya menjadi menantu Sunan Giri,
adalah hal mungkin sekali bahwa Raden Sekar Sungsang juga telah memeluk agama Islam.
Raden Panji Sekar menjadi seorang ulama, adalah hal yang wajar kalau ayahnya sendiri
Raden Sekar Sungsang telah memeluk agama Islam meskipun keimanannya belum kuat.
Kalau anggapan ini benar maka Raden Sekar Sungsang raja dari Negara Daha dari Kerajaan
Hindu yang telah beragama Islam pertama sebelum Sultan Suriansyah. Kalau benar bahwa
Raden Sekar Sungsang yang bergelar Sari Kaburangan telah beragama Islam, mengapa dia
tidak menyebarkan Islam itu pada rakyatnya. Hal ini terdapat beberapa kemungkinan yaitu
bahwa agama Hindu masih terlalu kuat, sehingga lebih baik menyembunyikan ke
Islamannya, atau memang keimanannya belum kuat. Tetapi yang dapat disimpulkan bahwa
Islam telah menyelusup di daerah Negara Daha Kalimantan Selatan, sekitar abad ke 13-14
Masehi.

A.A. Cense dalam bukunya “De Kroniek van Banjarmasin”, menjelaskan bahwa ketika
Pangeran Samudera berperang melawan pamannya Pangeran Tumenggung raja Negara Daha.
Pangeran Samudera menghadapi bahaya yang berat yaitu kelaparan di kalangan pengikutnya.
Atas usul Patih Masih Pangeran Samudera meminta bantuan pada Kerajaan Islam Demak
yang saat itu kerajaan terkuat setelah Majapahit. Patih Balit diutus menghadap Sultan Demak
dengan 400 pengiring dan 10 buah kapal. Patih Balit menghadap Sultan Tranggana dengan
membawa sepucuk surat dari Pangeran Samudera. F.S.A. De Clereq dalam bukunya. De
Vroegste Geschiedenis van Banjarmasin (1877) halaman 264 memuat isi surat Pangeran
Samudera itu. Surat itu tertulis dalam bahasa Banjar dalam huruf Arab-Melayu. Isi surat itu
adalah : “Salam sembah putera andika Pangeran di Banjarmasin datang kepada Sultan
Demak. Putera andika menantu nugraha minta tolong bantuan tandingan lawan sampean
kerana putera andika berebut kerajaan lawan parnah mamarina yaitu namanya Pangeran
Tumenggung. Tiada dua-dua putera andika yaitu masuk mengula pada andika maka
persembahan putera andika intan 10 biji, pekat 1.000 galung, tudung 1.000 buah, damar
1.000 kandi, jeranang 10 pikul dan lilin 10 pikul”. Yang menarik dari surat ini adalah bahwa
surat itu tertulis dalam huruf Arab. Kalau huruf Arab sudah dikenal oleh Pangeran Samudera,
adalah jelas menunjukkan bukti bahwa masyarakat Islam sudah lama terbentuk di
Banjarmasin. Terbentuknya masyarakat Islam dan lahirnya kepandaian membaca dan menulis
huruf Arab memerlukan waktu yang cukup lama. Kalau Kerajaan Islam Banjar terbentuknya
pada permulaan abad ke- 16, maka dapatlah diambil kesimpulan bahwa masyarakat Islam di
Banjarmasin sudah terbentuk pada abad ke- 15. Karena itulah masuknya agama Islam ke
Kalimantan Selatan setidak-tidaknya terjadi pada permulaan abad ke- 15.

Perdagangan sangat ramai setelah bandar pindah ke Banjarmasin. Disini dapat pula kita
lihat perbedaan perekonomian antara Negara Daha dan Banjarmasin. Negara Daha menitik
beratkan pada ekonomi pertanian sedangkan Banjarmasin menitik beratkan pada
perekonomian perdagangan. Hubungan itu adalah hubungan ekonomi perdagangan dan
akhirnya meningkat menjadi hubungan bantuan militer ketika Pangeran Samudera
berhadapan dengan Raja Daha Pangeran Tumenggung. Pangeran Samudera adalah cikal
bakal raja-raja Banjarmasin. Dia adalah cucu Maharaja Sukarama dari Negara Daha.
Pangeran Samudera terpaksa melarikan diri demi keselamatan dirinya dari ancaman
pembunuhan pamannya Pangeran Tumenggung raja terakhir dari Negara Daha. Patih Masih
adalah Kepala dari orang-orang Melayu atau Oloh Masih dalam Bahasa Ngaju. Sebagai
seorang Patih atau kepala suku, tidaklah berlebihan kalau dia sangat memahami situasi politik
Negara Daha, apalagi juga dia mengetahui tentang kewajiban sebagai daerah takluk dari
Negara Daha, dengan berbagai upeti dan pajak yang harus diserahkan ke Negara Daha. Patih
Masih mengadakan pertemuan dengan Patih Balit, Patih Muhur, Patih Balitung, Patih Kuwin
untuk mencari jalan agar jangan terus-menerus desa mereka menjadi desa. Mereka sepakat
mencari Pangeran Samudera cucu Maharaja Sukarama yang menurut sumber berita sedang
bersembunyi di daerah Balandean, Serapat, karena Pangeran Tumenggung yang sekarang
Menjadi raja di Negara Daha pamannya sendiri ingin membunuh Pangeran Samudera.

Pangeran Samudera dirajakan di kerajaan baru Banjar setelah berhasil merebut bandar
Muara Bahan, bandar dari Negara Daha dan memindahkan bandar tersebut ke Banjar dengan
para pedagang dan penduduknya. Bagi Pangeran Tumenggung sebagai raja Negara Daha, hal
ini berarti suatu pemberontakan yang tidak dapat dimaafkan dan harus dihancurkan, perang
tidak dapat dihindarkan lagi. Pangeran Tumenggung kalah, mundur dan bertahan di muara
sungai Amandit.

C. Sejarah islam di Kalimantan timur

Kerajaan Islam di Kalimantan timur adalah Kesultanan Kutai yang merupakan kelanjutan
dari kerajaan Hindu Kutai Kartanegara yang sudah berdiri sejak tahun 1300. Pada masa
pemerintahan Aji Raja Mahkota (1525-600) kerajaan Kutai Kartanegara kedatangan dua
orang ulama dari Makassar, yaitu Syekh Abdul Qadir Khatib Tunggal yang bergelar Datok Ri
Bandang dan Datok Ri Tiro yang dikenal dengan gelar Tunggang Parangan. Seperti yang di
kisahkan dalam Silsilah Kutai, tujuan kedatangan dua ulama tersebut adalah untuk
menyebarkan agama islam dengan cara mengajak Aji Raja Mahkota Untuk memeluk agama
Islam, pada awalnya ajakan ulama ini di tolak oleh Aji Raja Mahkota dengan alasan bahwa
agama di kerajaan Kutai Kartanegara adalah Hindu.

Langkah dakwah kedua ulama ini untuk mengajak Aji Raja Mahkota di tolak oleh sang
Raja. Karena langkah dakwah ini buntu, Tuan ri Bandang memutuskan kembali ke Makassar
dan meninggalkan tunggang parangan di kerajaan Kutai Kartanegara. Sebagai jalan akhir,
Tunggang Parangan menawarkan solusi kepada Aji Raja Mahkota untuk mengadu kesaktian
dengan taruhan apabila Aji Raja Mahkota kalah, maka sang raja bersedia untuk memeluk
islam. Akan tetapi jika Aji Raja Mahkota yang akan menang maka Tunggang Parangan akan
mengabdikan hidupnya untuk kerajaan Kutai Kartanegara. Solusi Tunggang Parangan di
setujui oleh Raja Mahkota. Adu kesaktian akhirnya di gelar dan berujung dengan kekalahan
Aji Raja Mahkota. Sebagai konskuensi kekalahan, maka Aji Raja Mahkota Akhirnya masuk
Islam. Sejak Aji Raja Masuk Islam maka pengaruh Hindu yang telah tertular lewat interaksi
dengan kerajaan majapahit lambat laun luntur dan berganti dengan pengaruh Islam dan
sebagian rakyat yang masih memilih untuk memeluk agama hindu kemudia tersisih dan
berangsur-angsur pindah ke daerah pinggiran kerajaan.

Islam yang datang diterima dengan baik oleh Kerajaan Kutai dan kemudian berubah
menjadi kesultanan pada abad ke-18. Sultan pertama yang memerintah di Kesultanan Kutai
adalah Sultan Aji Muhammad Idris 1732-1739. Pada masa pemerintahan Sultan Aji
Muhammad Idris, beliau pergi ke Sulawesi Selatan untuk menolong rakyat Sulawesi yang
sedang berperang melawan penjajahan Belanda. Sehingga tahta kesultanan Kutai direbut oleh
Aji Kado yang resmi menjadi Sultan dengan gelar Sultan Aji Muhammad Aliyuddin (1739-
1780). Tahta kesultanan kutai sebenarnya akan diberikan kepada Aji Imbut putra mahkota
Sultan Aji Muhammad Idris , namun karena usianya yang masih belia, Aji Kado mengambil
alih kesultanannya. Setelah Aji Imbut dewasa dan dinobatkan sebagai Sultan Kutai denga
gelar Aji Muhammad Muslihuddin (1780-1816). Sejak itu dimulai perlawanan terhadap Aji
Imbut. Karena Aji Imbut mendapat bannyak bantuan dari rakyat sehingga ia dapat
memenangi perlawanan Aji Muhammad Aliyuddin dihukum mati.

Dalam kesultanan Kutai Islam dijadikan sebagai agama resmi Negara. Para ulama
mendapat kedudukan terhormat sebagai penasehat sultan dan pejabat-pejabat kesultanan,
disamping sebagai hakim. Hukum Islam diberlakukan dalam menyelesaikan perkara perdata
dan keluarga. Sehingga ajaran Islam sangat berpengaruh di daerah tersebut. Masa kejayaan
Kesultanan Kutai ialah pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Muslihuddin dan Sultan
Muhammad Salihuddin. Pada masa itu Kesultanan Kutai tampil sebagai daerah maritime
yang memiliki armada pelayaran yang meramikan perdagangan. Hasil rempah yang
dihasilkan Kesultanan Kutai diantaranya adalah lada, kopi, kopra, dan rempah-rempah.
Sedangkan barang yang masuk ke daerah Kutai yaitu, sutra, porselin, dll. Para pedagang dari
Kesultanan Kutai sangat aktif berlayar di Kepulauan Nusantara, bahkan sampai ke Singapura,
Filipina, dan Cina.

D. Sejarah islam di Kalimantan tengah

1. Islam Masuk di Wilayah Kotawaringin

Seorang ulama yang telah berjasa besar dalam menyebarkan ajaran Islam di Pulau
Kalimantan, khususnya di wilayah Kotawaringin. Ulama tersebut adalah Kiai Gede, seorang
ulama asal Jawa yang diutus oleh Kesultanan Demak untuk menyebarkan ajaran Islam di
Pulau Kalimantan. Kedatangan Kiai Gede tersebut ternyata disambut baik oleh Sultan
Mustainubillah. Oleh sang Sultan, Kiai Gede kemudian ditugaskan menyebarkan Islam di
wilayah Kotawaringin, sekaligus membawa misi untuk merintis kesultanan baru di wilayah
ini.

Berkat jasa-jasanya yang besar dalam menyebarkan Islam dan membangun wilayah
Kotawaringin, Sultan Mustainubillah kemudian menganugerahi jabatan kepada Kiai Gede
sebagai Adipati di Kotawaringin dengan pangkat Patih Hamengkubumi dan bergelar Adipati
Gede Ing Kotawaringin. Namun, hadiah yang paling berharga dari sang Sultan bagi Kiai
Gede adalah dibangunnya sebuah masjid yang kelak bukan sekedar sebagai tempat beribadah,
melainkan juga sebagai pusat kegiatan-kegiatan kemasyarakatan bagi Kiai Gede dan para
pengikutnya. Bersama para pengikutnya, yang waktu itu hanya berjumlah 40 orang, Kiai
Gede kemudian membangun Kotawaringin dari hutan belantara menjadi sebuah kawasan
permukiman yang cukup maju. Kalaupun wilayah Kotawaringin sekarang ini menjadi salah
satu kota yang terbilang maju di Kalimantan, hal itu tidak dapat dipisahkan dari jasa besar
Kiai Gede dan para pengikutnya. Kiai Gede membangun Sebuah Masjid yang bernama
Masjid Kiai Gede, Mesjid ini menjadi saksi sejarah perkembangan Islam di Kotawaringin.
Masjid Kiai Gede dibangun pada tahun 1632 Miladiyah atau tahun 1052 Hijriyah, tepatnya
pada masa pemerintahan Sultan Mustain Billah (1650-1678 M), raja keempat dari Kesultanan
Banjarmasin.

2. Islam Masuk Di Wilayah Mandomai

Seperti penyebaran Islam yang ada di daerah umum lainnya, Islam masuk ke daerah
Mandomai melewati jalur perniagaan, pedagang dari daerah Kuin, Bandarmasih yang sudah
terlebih dahulu memeluk Agama Islam ini mensyiarkan Islam sambil melakukan aktifitas
perdagangannya, diperkirakan Islam masuk ke daerah Mandomai ini abad ke-18, para
penghuni “huma hai” pun tertarik dengan ajaran Islam yang menurut mereka sangat relevan
dengan kehidupan manusia, penyebaran Islam begitu pesat di Mandomai, hal ini terbukti dari
adanya pembauran budaya setempat dengan corak budaya Islam, seperti nisan makam yang
berbentuk tinggi seperti sapundu (titian menuju surga menurut ajaran agama Kaharingan)
berukirkan kaligrafi arab di sebuah makam seorang penghuni “huma hai” yaitu Oedjan.

Perkembangan Islam di Mandomai berkaitan erat dengan seorang tokoh di “huma hai”
yaitu Oedjan ini, ayah Oedjan berasal dari daerah Palingkau, tepatnya Doesoen Timoer Patai,
Oedjan adalah anak dari Damboeng Doijoe yang juga disebut seorang Temenggung
Madoedoe sepupu dari Soetawana ayah Soetarnoe di Tamiang Layang, Temenggung
Madoedoe ini anak dari Djampi yang merupakan kakek dari Oedjan yang sudah memeluk
Ajaran Islam. Oedjan ini menikah dengan seorang gadis keturunan Portugis yang bernama
Makau (Saleh), dari perkawinannya ini di anugerahi 9 anak yaitu Sahaboe, Oemar, Aloeh,
Galoeh, Soci, Ali, Esah, Tarih, dan Njai.

a. Hubungan kekerabatan ‘huma hai” dan orang Kuin, Bandarmasih

Abdullah bin Abu Samal memiliki dua orang Isteri, yang pertama beliau beristeri dengan
Seah binti Akuh bin Aboe Naim yang masih keturunan Habib Pajar, kemudian isteri beliau
yang kedua adalah Datuk Mantjung, dari istrinya yang pertama beliau dianugerahi 7 orang
anak dan dari isterinya yang kedua beliau dianugerahi 6 orang anak. Yang berkaitan erat
hubungannya dalam perkembangan Islam adalah berbesannya Abdullah bin Abu Samal
dengan Oedjan bin Damboeng bin Djampi, yakni anak dari Abdullah bin Abu Samal dengan
isterinya yang pertama yaitu KH. Abdul Gapoer dengan anaknya Oedjan bin Damboeng dari
isterinya yang bernama Makau (Saleh) yaitu anaknya yang ke-7 bernama Esah, dari
pernikahan ini lahir 2 orang putra yang berpengaruh dalam perkembangan Islam maupun
perjuangan mencapai kemerdekaan yakni Igak dan H.M. Sanoesi yang sekarang makamnya
ada di makam pahlawan di Kabupaten Pulang Pisau. Menurut sumber sejarah dikatakan
bahwa Abu Samal yang merupakan ayah dari Abdullah adalah masih kerabat dekat dengan
Raja Banjar yaitu Sultan Suriansyah yang kubahnya sekarang ada di Kuin, Banjarmasin
Kalimantan Selatan.

b. Pesatnya perkembangan Islam ditandai dengan dibangunnya sarana tempat ibadah.

Pada tahun 1903, tepatnya pada tanggal 04-08-1903 didirikanlah sebuah Mesjid Jami Al-
Ikhlas, yang di prakarsai oleh 4 tokoh masyarakat yaitu Rahman Abdi bin H. Muhammad
Arsyad (Kuin), Abdullah bin H. Muhammad (penghulu Mandomai), Sabri bin H.Muchtar,
Sahaboe bin H. Muhammad Aspar. Nama-nama para pemprakarsa pembangunan mesjid ini
terpahat di 4 tiang mesjid Jami Al- Ikhlas ini yang disebut “4 tiang guru”.

H. Muhammad Aspar ini sepupunya H. Muhammad Sanoesi dan Igak yang juga
keponakan dari KH. Abdul Gapoer (Tokoh syiar Islam di Mandomai). Mesjid ini dilihat dari
arsitekturnya mengadopsi dari arsitek mesjid-mesjid yang ada di Kalsel, bangunannya hampir
serupa dengan Mesjid Jami yang ada di kelurahan Mambulau ketika belum di renovasi, yang
selama ini di klaim sebagai Mesjid tertua yang ada di Kabupaten Kapuas, namun dari bukti
sejarah yang telah kami telusuri dan terdapat bukti-bukti kebenaran sejarahnya, ternyata
mesjid tertua yang ada di kabupaten Kapuas adalah Mesjid Jami Al-Ikhlas yang menurut
perhitungan penanggalan tahun masehi sudah berusia kurang lebih 107 tahun, ini dihitung
dari peletakan batu pertama pembangunannya sampai dengan sekarang, mesjid ini sudah
mengalami beberapa kali renovasi dengan tidak merubah bentuk aslinya secara keseluruhan,
namun bentuk kubah, dinding, atap, bentuk jendela dan pintunya sudah mengalami
perubahan. Selama ini mesjid bersejarah ini kurang begitu diperhatikan oleh pemerintah,
artikel singkat ini sengaja kami susun dengan penilitian yang seksama agar kiranya nilai
sejarah perkembangan Islam di Kecamatan Kapuas Barat, Kelurahan Mandomai ini tidak
terlupakan oleh kaum muslimin dan muslimat di Kabupaten Kapuas yang mencintai akar
sejarah penyebaran ajaran agamanya dan menjadi semangat baru dalam syiar agama Islam
dimasa yang akan datang.

E. Persamaan serta Perbedaan Unsur budaya yang ter akulturasi dalam penyebaran
islam di Kalimantan
Pada umumnya penyebaran islam di tanah Kalimantan adalah melalui jalur budaya yang
sama yaitu kesenian, Orang-orang melayu dikenal dengan kesukaannya dalam
menyampaikan syair-syair serta tarian khas kerajaan yang menjadi symbol utama sebagai
representasi dari adat istiadat ataupun tradisi turun temurun yang sudah menjadi ciri khas
mereka (suku melayu). Di sisi lain masyarakat Dayak yang merupakan penduduk asli dari
bumi Kalimantan turut berkontribusi dalam memberikan corak yang kental dalam
mengkonversi budaya nenek moyangnya dengan ajaran isalm Sebagaimana yang terlihat di
berbagai dimensi kehidupan, seperti dalam gawi belum berupa upacara kelahiran,
pengobatan, perkawinan, sedekah laut; gawi matei berupa upacara kematian.

Contoh kuatnya, hasil pertukaran budaya Islam dan budaya lokal di Kalimantan adalah
kesenian hadrah dan rudat. Sinoman Hadrah dan Rudat bersumber dari budaya, yang dibawa
oleh pedagang dan pendakwah Islam dari Arab dan Parsi dan berkembang campur, menjadi
kebudayaan pada masyarakat pantai pesisir Kalimantan Selatan hingga Timur.

Orang Melayu Kalimantan Barat yang identik dengan kepemilikan agama Islam menjadikan
syariat sebagai acuan hukum. Masyarakat Melayu mengenal semboyan: “adat bersendikan
syara’, dan syara’ bersendikan Kitabullah dan Sunnah Rasul”. Bagi masyarakat Melayu,
khususnya di dalam ruang lingkup Kalimantan barat hukum adat melekat dan bersandar pada
syariat Islam yang berdasarkan pada al-Qur‘an dan as-Sunnah. Dalam hal ini, sebagian
hukum adat Melayu senyatanya telah terakomodir sebagian dalam hukum negara, semisal
tentang hukum perkawinan dan hukum waris yang diatur melalui perundangundangan.
Sebagian lain diambil dari hukum-hukum yang disadur dari ajaran agama Islam. Hal ini
menjadikan islam di Kalimantan barat tidak hanya menjadi agama yang hanya sebatas
keyakinan namun juga menjadikan risalah keislaman sebagai acuan hukum dan etika dalam
kehidupan bermasyarakat sama halnya seperti penerapan syariat islam di kerajaan yang hadir
di daerah Kalimantan selatan, timur dan tengah.

Adapun perbedaan dalam konversi budaya yang terjadi di berbagai daerah khusunya dalam
ruang lingkup wilayah Kalimantan dapat terjadi disebabkan beberapa factor salah satunya
adalah suku yang menjadi mayoritas di wilayah tersebut dan juga letak geografis dari wilayah
tersebut
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Islam pertama kali masuk di Kalimantan adalah di daerah bagian utara tepatnya di daerah
Brunai sekitar pada tahun 1500 M. Setelah raja Brunai memeluk Islam (sekitar 1520), maka
Brunai menjadi pusat penyiaran agama Islam sehingga Islam sampai ke Pilipina. Pusat
penyebaran Islam yang lain adalah di Kalimantan Barat di dekat Muara Sambas. Islam masuk
ke daerah ini diperkirakan pada abad XVI di bawa oleh orang-orang dari Johor, menyusul
kemudian daerah Sambas ditaklukkan oleh kerajaan Johor.

Adapun masuknya Islam di Kalimantan Selatan terjadi sekitar 1550 M atas pengaruh dari
Jawa. Dikatakan bahwa raja-raja di Kalimantan Selatan memeluk agama Islam setelah
mendapat bantuan dari Sultan Demak. Daerah Timur Kalimantan terdapat kerajaan Bugis
yang mendapat pengaruh Islam sekitar tahun 1620 M. Islam masuk ke daerah ini melalui
jalan perkawinan orang-orang Arab dengan putri-putri raja di daerah ini.

Setelah Islam datang ke Indonesia terutama di Pulau Kalimantan banyak perubahan-


perubahan yang terjadi terutama bagi rakyat yang menengah ke bawah. Mereka lebih di
hargai dan tidak tertindas lagi karena Islam tidak mengenal sistem kasta, karena semua
masyarakat memiliki derajat yang sama. Islam juga membawa perubahan-perubahan baik di
bidang politik, ekonomi dan agama. Islam juga bisa mempersatukan seluruh masyarakat
Indonesia untuk melawan dan memgusir para penjajah.

B. Saran

Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan
para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan
kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas.Karena kami hanyalah manusia biasa yang
tak luput dari kesalahan Dan kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima
di hati dan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
DAFTAR PUSAKA

Ali Daud, Muhammad, Asas-Asas Hukum Islam, Jakarta: Rajawali, 1991, Cet . ke-2

Antonio, Muhammad Syafi'I, Bank Syari'ah: Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani
Press, 2001

Anwar, M. Syafi'i, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian Politik tentang
Cendekiawan Muslim Orde Baru, Jakarta: Paramadina, 1995

Azra, Azyumardi, Islam reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1999

Anda mungkin juga menyukai