Anda di halaman 1dari 20

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Kerangka Teori

1. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Korupsi


a. Pengertian Tindak Pidana Korupsi
Kata korupsi berasal dari bahasa L corrutus
selanjutnya disebutkan bahwa coruptio itu berasal dari kata corrumpere
suatu kata Latin yang lebih tua. Menurut bahasa Inggris, istilah korupsi
adalah : corruption, corrup. Perancis : corruption. Dan dalam bahasa
Belanda : corruptie. Dalam bahasa Indonesia arti dari kata korupsi itu ialah
kebusukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, dan
penyimpangan dari kesucian. Arti dari korupsi yang telah diterima dalam
perbendaharaan kata Bahasa Indonesia itu telah disimpulkan oleh
Poerwadarminta dalam kamus umum bahsa Indonesia bahwa korupsi
adalah Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang
sogok, dan sebagainya, lalu dalam kamus besar bahasa Indonesia yang
dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan edisi kedua
1995 mengartikan korupsi sebagai penyelewengan atau penggelapan (uang
negara atau perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau
orang lain. Jadi secara epistemologis kata korupsi berarti kemerosotan dari
keadaan yang semula baik, sehat, benar menjadi penyelewengan, busuk,
kemerosotan itu terletak pada fakta bahwa orang menggunakan kekuasaan,
kewibawaan, dan wewenang jabatan menyimpang dari tujuan yang semula
dimaksud.

Undang-undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20


Tahun 2001 terdapat pengertian bahwa korupsi adalah tindakan melawan
hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi
yang berakibat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Ada sembilan tindakan kategori korupsi dalam Undang-Undang tersebut,

15
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

yaitu: suap, illegal profit, secret transaction, hadiah, hibah (pemberian),


penggelapan, kolusi, nepotisme, dan penyalahgunaan jabatan dan
wewenang serta fasilitas negara.

Pengertian korupsi menurut beberapa ahli hukum, yaitu :

Para ahli ekonomi menggunakan definisi yang lebih konkret.


Korupsi didefinisikan sebagai pertukaran yang menguntungkan (antara
prestasi dan kontraprestasi, imbalan materi atau non materi), yang terjadi
secara diam-diam dan sukarela, yang melanggar norma-norma yang
berlaku, dan setidaknya merupakan penyalahgunaan jabatan atau
wewenang yang dimiliki salah satu pihak yang terlibat dalam bidang
umum dan swasta.

Pengertian korupsi menurut Haryatmoko (2006: 62), yaitu : Korupsi


adalah upaya campur tangan menggunakan kemampuan yang didapat dari
posisinya untuk menyalahgunakan informasi, keputusan, pengaruh, uang
atau kekayaan demi kepentingan keuntungan dirinya.

Pengertian korupsi menurut Brooks, yaitu :Menurut Brooks, korupsi


adalah dengan sengaja melakukan kesalahan atau melalaikan tugas yang
diketahui sebagai kewajiban, atau tanpa keuntungan yang sedikit banyak
bersifat pribadi (http://irham93.blogspot.com/2013/11/pengertian-korupsi-
menurut-undang.html,diakses tanggal 12 Desember 2013 Pukul 21.00).

b. Bentuk-bentuk Korupsi
Beberapa bentuk korupsi (Muhammad Azhar,2004: 47) diantaranya
adalah sebagai berikut:

1) Penyuapan (bribery) mencakup tindakan memberi dan menerima


suap, baik berupa uang maupun barang.
2) Embezzlement, merupakan tindakan penipuan dan pencurian
sumber daya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang
mengelola sumber daya tersebut, baik berupa dana publik atau
sumber daya alam tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

3) Fraud, merupakan suatu tindakan kejahatan ekonomi yang


melibatkan penipuan (trickery or swindle). Termasuk didalamnya
proses manipulasi atau mendistorsi informasi dan fakta dengan
tujuan mengambil keuntungan-keuntungan tertentu.
4) Extortion, tindakan meminta uang atau sumber daya lainnya
dengan cara paksa atau disertai dengan intimidasi-intimidasi
tertentu oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Lazimnya dilakukan
oleh mafia-mafia lokal dan regional.
5) Favouritism, adalah mekanisme penyalahgunaan kekuasaan yang
berimplikasi pada tindakan privatisasi sumber daya.
6) Melanggar hukum yang berlaku dan merugikan negara.
7) Serba kerahasiaan, meskipun dilakukan secara kolektif atau
korupsi berjamaah.

c. Jenis-jenis korupsi

Jenis korupsi yang lebih operasional juga diklasifikasikan oleh tokoh


reformasi, M. Amien Rais (dalam Anwar, 2006:18) yang menyatakan
sedikitnya ada empat jenis korupsi, yaitu:

1) Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan


pengusaha kepada penguasa.
2) Korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang yang memiliki
kepentingan ekonomi kepada eksekutif atau legislatif untuk
membuat peraturan atau UU yang menguntungkan bagi usaha
ekonominya.
3) Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan
kekeluargaan, pertemanan, dan sebagainya.
4) Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok kekayaan negara
secara sewenang-wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan
sejumlah keuntungan pribadi
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

2. Tinjauan Tentang Kepolisian


a. Pengertian Kepolisian
Menurut Satjipto Raharjo Polisi merupakan alat negara yang
bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, memberikan
pengayoman, dan memberikan perlindungan kepada masyarakat (Satjipto
Raharjo, 2009 :111).

Dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian


Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa
Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan
lembaga Polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Istilah
kepolisian dalam Undang-Undang ini mengandung dua pengertian, yakni
fungsi Polisi dan lembaga Polisi. Dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 2
Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, fungsi
Kepolisian sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
pelindung, pengayom dan pelayan kepada masyarakat. Sedangkan
lembaga Kepolisian adalah organ pemerintah yang ditetapkan sebagai
suatu lembaga dan diberikan kewenangan menjalankan fungsinya
berdasarkan peraturan perundang-undangan ( Sadjijono, 2008: 52-53).

Pasal 5 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian


Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa:

1) Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat Negara


yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
terpeliharanya keamanan dalam negeri.
2) Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional
yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

b. Tugas Polisi

Tugas Polisi secara umum sebagaimana tercantum dalam Pasal 13


Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia, menyebutkan bahwa tugas pokok Kepolisian Negara
Republik Indonesia adalah :
1) Memberikan keamanan dan ketertiban masyarakat
2) Menegakkan hukum
3) Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat (Pasal 13 Undang Undang No. 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia).

c. Wewenang Polisi
Disamping memiliki tugas-tugas tersebut di atas, Polisi memiliki
wewenang secara umum yang diatur dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia yaitu sebagai berikut:
1) Menerima laporan dan/atau pengaduan;
2) Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang
dapat mengganggu ketertiban umum;
3) Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
4) Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau
mengancampersatuan dan kesatuan bangsa;
5) Mengeluarkan peraturan Kepolisian dalam lingkup kewenangan
administratif Kepolisian;
6) Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan
kepolisian dalam rangka pencegahan;
7) Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
8) Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret
seseorang;
9) Mencari keterangan dan barang bukti;
10) Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

11) Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan


dalam rangka pelayanan masyarakat;
12) Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan
putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan
masyarakat;
13) Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

Adapun wewenang yang dimiliki Kepolisian untuk


menyelenggarakan tugas di bidang proses pidana menurut Pasal 16
Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia adalah :
1) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan
penyitaan.
2) Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat
kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan.
3) Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam
rangka penyidikan.
4) Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri.
5) Melakukan pemeriksaan pemeriksaan surat.
6) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi.
7) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara.
8) Mengadakan penghentian penyidikan.
9) Menyerahkan berkas perkara kepada Penuntut Umum.
10) Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi
yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan
mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang
yang disangka melakukan tindak pidana.
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

11) Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik


Pegawai Negeri Sipil untuk diserahkan kepada Penuntut Umum.
12) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
bertanggungjawab.

3. Tinjauan Tentang Kejaksaan


a. Pengertian Kejaksaan
Kejaksaan adalah istilah yang berasal dari bahasa Sansekerta dan telah
lama dikenal di Indonesia. Istilah Kejaksaan atau Jaksa dulunya dikenal
dengan sebutan adhyaksa. Adhyaksa adalah pengawas dalam urusan
kependetaan agama Budha dan Syiwa kepala kuil dekat istana. Selain itu,
adhyaksa juga bertugas sebagai hakim dimana kedudukannya berada di
bawah mahapatih. Kejaksaan merupakan lembaga negara yang
melaksanakan kekuasaan negara khususnya di bidang penuntutan.
Kejaksaan melaksanakan fungsi dan tugas serta wewenangnya secara
independen atau merdeka yang terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah
dan pengaruh kekuasaan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004.

Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga penyelenggara


kekuasaan Negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan
Undang-Undang, Kejaksaan Agung yang berkedudukan di ibukota negara
Indonesia dan daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan negara
Republik Indonesia, Kejaksaan Tinggi (berkedudukan di ibukota provinsi
dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi) dan Kejaksaan Negeri
(berkedudukan di ibukota kabupaten/kota dan daerah hukumnya meliputi
wilayah kabupaten/kota) merupakan kekuasaan negara khususnya di bidang
penuntutan, semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat
dipisahkan.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 yang


menggantikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

Republik Indonesia. Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum


dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum,
perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta
pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Di dalam Undang-
Undang Kejaksaan yang baru ini, Kejaksaan Republik Indonesia sebagai
lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan
harus melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara merdeka,
terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan
lainnya (Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004).

Kejaksaan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, dipimpin oleh


Jaksa Agung yang membawahi enam Jaksa Agung Muda serta 31 Kepala
Kejaksaan Tinggi pada tiap provinsi. Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia juga mengisyaratkan bahwa
lembaga Kejaksaan berada pada posisi sentral dengan peran strategis dalam
pemantapan ketahanan bangsa. Karena Kejaksaan berada di poros dan
menjadi filter antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di
persidangan serta juga sebagai pelaksana penetapan dan keputusan
pengadilan. Sehingga, Lembaga Kejaksaan sebagai pengendali proses
perkara (Dominus Litis), karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat
menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak
berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana.

b. Tugas dan Wewewang Kejaksaan


Berdasarkan Pasal 30 Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia tugas dan wewenang Kejaksaan yaitu:

1) Di bidang pidana, yaitu


a) melakukan penuntutan;
b) melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

c) melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana


bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas
bersyarat;
d) melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu
berdasarkan Undang-Undang;
e) melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat
melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke
pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan
dengan penyidik.
2) Di bidang perdata dan tata usaha negara :
Kejaksaan dengan kuasa khusus, dapat bertindak baik di
dalam maupun diluar pengadilan untuk dan atas nama negara atau
pemerintah.
3) Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum Kejaksaan turut
menyelenggarakan kegiatan:
a) peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
b) pengamanan kebijakan penegakan hukum;
c) pengawasan peredaran barang cetakan;
d) pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan
masyarakat dan negara;
e) pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
f) penelitian dan pengembangan hukum serta statistik criminal.

4. Tinjauan Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi


a. Pengertian Komisi Pemberantasan Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi, atau disingkat menjadi KPK, adalah
komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi,
menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan
berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (R. Soesilo:


2006.).

KPK diberi status sebagai lembaga negara yang independen dalam


melaksanakan tugas wewenangnya dan bebas dari pengaruh kekuasaan
manapun, hal ini secara tegas dijelaskan dalam Pasal 3 Undang-undang
Nomor 30 Tahun 2002. Di dalam Pasal
Pemberantasan Korupsi adalah Lembaga Negara yang dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh

bertanggung jawab kepada publik atas pelaksanaan tugas wewenangnya


dengan menyampaikan laporan secara terbuka dan berkala kepada Presiden,
DPR, dan BPK. Dalam pemberantasan korupsi, jelas bahwa pembuat
Undang-Undang membentuk KPK sebagai lembaga negara yang berdiri
super body
sistem peradilan pidana yang sudah eksis yaitu Kepolisian dan Kejaksaan.

KPK mempunyai organisasi yang terpisah dengan dukungan


pembiayaan dan personil yang terpisah dari kepolisian maupun kejaksaan.
KPK mengangkat dan memberhentikan penyelidik, penyidik, dan penuntut
umum sendiri, lepas dari Kepolisian maupun K super
body radilan pidana, KPK diberi tugas koordinasi dan
supervisi terhadap Kepolisian dan Kejaksaan dalam melaksanakan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan kasus korupsi. Dalam hubungan ini
KPK dapat meminta laporan dari Kepolisian dan Kejaksaan: KPK dapat
mengambil alih penyidikan atau penuntutan yang sedang dilakukan oleh
Kepolisian atau Kejaksaan (acch.kpk.go.id/resensi-semua-tentang-korupsi.
diakses pada tanggal 21 Desember 2013 Pukul 18.25).

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya Komisi Pemberantasan


Korupsi berdasarkan asas-asas :

1) Asas Kepastian Hukum,


2) Asas Keterbukaan,
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

3) Asas Akuntabilitas,
4) Asas Kepentingan Umum, dan
5) Asas Proposionalitas
b. Fungsi dan Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas, yaitu :

1) Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan


pemberantasan tindak pidana korupsi;
2) Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi;
3) Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap
tindak pidana korupsi;
4) Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi;
dan
5) Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan
negara.

Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi


berwenang :

1) Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan


tindak pidana korupsi;
2) Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan
tindak pidana korupsi;
3) Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana
korupsi kepada instansi yang terkait;
4) Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi
yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
dan
5) Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak
pidana korupsi.
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

5. Tinjauan Tentang Penyidikan

a. Pengertian Penyidikan
tindakan
penyidik dalam hal dan menuntut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini
untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan

Kesejajaran makna di atas dengan penyelidikan masih tampak tetapi


beratnya sudah berbeda.
serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu
peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau
tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-
Unda

Polisi Negara
Republik Indonesia atau pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi
wewenang oleh Undang-Undang Berdasar
Pasal tersebut penyidik adalah: (1) Peajabat Polisi Negara Republik
Indonesia, (2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh Undang-Undang.

Selain yang diatur dalam Pasal 1 butir ke 1 KUHAP dan Pasal 6


KUHAP, terdapat lagi Pasal 10 yang mengatur tentang adanya penyidik
pembantu.

Agar dapat mengetahui siapa yang dimaksud dengan orang yang berhak
sebagai penyidik ditinjau dari segi instansi maupun kepangkatan, ditegaskan
dalam Pasal 6 KUHAP. Dalam pasal tersebut ditentukan instansi dan
kepangkatan seorang pejabat penyidik. Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 6
KUHAP yang dimaksud, yang berhak diangkat sebagai pejabat penyidik
antara lain adalah agar seorang pejabat Kepolisian dapat diberi jabatan
sebagai penyidik, maka harus memenuhi syarat kepangkatan sebagaimana hal
itu ditegaskan dalam Pasal 6 ayat (2) KUHAP. Menurut penjelasan Pasal 6
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

ayat 2, kedudukan dan kepangkatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah,


diselaraskan dan diseimbangkan dengan kedudukan dan kepangkatan
Penuntut Umum dan Hakim peradilan umum. Peraturan Pemerintah yang
mengatur masalah kepangkatan penyidik adalah berupa Peraturan Pemerintah
Nomor 58 Tahun 2010. Syarat kepangkatan dan pengangkatan pejabat
penyidik antara lain adalah sebagai berikut:

1) Pejabat Penyidik Penuh

Pejabat Polisi yang dapat diangkat


memenuhi syarat-syarat kepangkatan dan
pengangkatan,yaitu:

a) Sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi;

b) Atau yang berpangkat Bintara di bawah Pembantu Letnan Dua


apabila dalam suatu Sektor Kepolisian tidak ada pejabat
penyidik yang berpangkat Pembantu Letnan Dua;

c) Ditunjuk dan diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik


Indonesia

2) Penyidik Pembantu Pasal 10 KUHAP menentukan bahwa Penyidik


Pembantu adalah Pejabat Kepolisan Negara Republik Indonesia
yang diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara menurut syarat-
syarat yang diatur dengan peraturan pemerintah. Pejabat Polisi

Pasal 2A, 2B, dan 2C Nomor 58 Tahun 2010. Menurut ketentuan


ini, syarat kepangkatan untuk dapat diangkat sebagai pejabat
penyidik pembantu:
Pasal 2A
(1) Untuk dapat diangakat sebagai pejabat penyidik Kepolisian
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
huruf A, calon harus memenuhi persyaratan :
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

a. berpangkat paling rendah Inspektur Dua Polisi dan


berpendidikan paling rendah sarjana strata satu atau
yang setara.
b. bertugas di bidang fungsi penyidikan paling singkat 2
(dua) tahun;
c. mengikuti dan lulus pendidikan pengembangan
spesialisasi fungsi reserse criminal;
d. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat
keterangan dokter; dan
e. memiliki kemampuan dan integritas moral yang tinggi.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat
oleh Kapolri.
(3) Wewenang pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dilimpahkan kepada Pejabat Polri yang ditunjuk
oleh Kapolri.
Pasal 2B
Dalam hal pada suatu satuan kerja tidak ada Inspektur Dua
Polisi yang berpendidikan paling rendah sarjana strata satu
atau yang setara, Kapolri atau pejabat Kepolisian Negara RI
yang ditunjuk dapat menunjuk Inspektur Dua Polisi lain
sebagai penyidik .
Pasal 2C
Dalam hal pada suatu Sektor Kepolisian tidak ada penyidik
yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2A ayat (1), Kepala Sektor Kepolisian yang berpangkat
Bintara di bawah Inspektur Dua Polisi karena jabatannya
adalah penyidik .
Pasal 3
(1) Penyidik pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

a. berpangkat paling rendah Brigadir Dua Polisi;


b. mengikuti dan lulus pendidikan pengembangan
spesialisasi fungsi reserse criminal;
c. bertugas dibidang fungsi penyidikan paling singkat 2
(dua) tahun;
d. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat
keterangan dokter; dan
e. memiliki kemampuan dan integritas moral yang tinggi.
(2) Penyidik pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diangkat oleh Kapolri atas usul komandan atau pimpinan
kesatuan masing-masing.
(3) Wewenang pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dapat dilimpahkan kepada pejabat Kepolisian RI yang
ditunjuk oleh Kapolri.
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkannya yaitu pada tanggal 28 Juli 2010, namun
demikian persyaratan sebagai penyidik sebagaimana diatur
dalam ketentuan Pasal 2A ayat (1) huruf a tidak secara serta
merta diterapkan, pelaksanaannya dilakukan secara bertahap
dalam rentang waktu paling lambat hingga 5 (lima) tahun sejak
diundangkannya peraturan pemerintah ini.
3) Tugas dan kewenangan penyidikan yang ditentukan didalam
KUHAP. Wewenang penyidikan yang dimiliki oleh pejabat
Pegawai Negeri Sipil hanya terbatas sepanjang yang menyangkut
dengan tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang pidana
khusus itu. Hal ini sesuai dengan pembatasan wewenang yang
disebutkan dalam Pasal 7 ayat (2) KUHAP yang berbunyi:
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud Pasal 6
ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan Undang-
Undang yang menjadi landasan hukumnya masing-masing dan
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan

Wewenang melakukan penyidikan dicantumkan dalam Pasal 7


KUHAP, Adapun tugas penyidik diatur dalam beberapa pasal yang
tersebar dalam KUHAP antara lain adalah:
1) Membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 KUHAP (Pasal 8 ayat (1) KUHAP).
2) Menyerakan berkas perkara kepada penuntut umum (Pasal 8 ayat
(2) KUHAP).
3) Menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti
kepada penuntut umum (Pasal 8 ayat (3) KUHAP).
4) Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan
tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan
tindak pidana korupsi wajib segera melakukan penyidikan yang
diperlukan (Pasal 106 KUHAP).
5) Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu
peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik
memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum (Pasal 109
ayat (1) KUHAP).
6) Wajib segera menyerahkan berkas perkara penyidikan kepada
Penuntut Umum, jika penyidikan dianggap telah selesai (Pasal 110
ayat (1) KUHAP).
7) Dalam hal Penuntut Umum mengembalikan hasil penyidikan untuk
dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan
sesuai dengan Petunjuk dari Penuntut Umum (Pasal 110 ayat (3)
KUHAP).
8) Setelah menerima penyerahan tersangka, penyidik wajib
melakukan pemeriksaan dan tindakan lain dalam rangka
penyidikan (Pasal 112 ayat (2) KUHAP).
9) Sebelum dimulainya pemeriksaan, penyidik wajib memberitahukan
kepada orang yang disangka melakukan suatu tindak pidana,
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia


dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasihat hukum
(Pasal 114 KUHAP).
10) Wajib memanggil dan memeriksa saksi yang menguntungkan bagi
tersangka (Pasal 116 ayat (4) KUHAP).
11) Wajib mencatat dalam berita acara sesuai dengan kata yang
dipergunakan oleh tersangka (Pasal 117 ayat (2) KUHAP).
12) Wajib menandatangani berita acara pemeriksaan tersangka dan
atau saksi, setelah mereka menyetuji isinya (Pasal 118 ayat (2)
KUHAP).
13) Dalam hal tersangka ditahan dalam waktu satu hari setelah perintah
penahanan dijalankan, penyidik harus mulai melakukan
pemeriksaan (Pasal 122 KUHAP).
14) Dalam rangka melakukan penggeledahan rumah, wajib terlebih
dahulu menjukkan tanda pengenalnya kepada tersangka atau
keluarganya (Pasal 125 KUHAP).
15) Membuat berita acara tentang jalannya dan hasil penggeledahan
rumah (Pasal 126 ayat (1) KUHAP).
16) Membacakan terlebih dahulu berita acara tentang penggeledahan
rumah kepada yang bersangkutan, kemudian diberi tanggal dan
ditandatangani oleh Tersangka atau keluarganya dan atau kepala
desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi (Pasal 126 ayat
(2) KUHAP),
17) Wajib menunjukkan tanda pengenalnya terlebih dahulu dalam hal
melakukan penyitaan (Pasal 128 KUHAP),
18) Memperlihatkan benda yang akan disita kepada keluarganya dan
dapat minta keterangan tentang benda yang akan disita itu dengan
disaksikan oleh Kepala Desa atau ketua lingkungan dengan dua
orang saksi (Pasal 129 ayat (1) KUHAP),
19) Penyidik membuat berita acara penyitaan (Pasal 129 ayat (2)
KUHAP),
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

20) Menyampaikan turunan berita acara penyitaan kepada atasannya,


keluarganya dan Kepala Desa (Pasal 129 ayat (4) KUHAP),
21) Menandatangani benda sitaan sesaat setelah dibungkus (Pasal 130
ayat (1) KUHAP).
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

B. Kerangka Pemikiran

KUHAP

Undang-Undang
TIPIKOR
Nomor 20 Tahun
2001

Undang-Undang Undang-Undang Undang-Undang


KEPOLISIAN KEJAKSAAN KPK Nomor 30
Nomor 2 Tahun 2002 Nomor 16 Tahun Tahun 2002
2004

PENYIDIKAN

Gambar 1. Skematik Kerangka Pemikiran

Keterangan Bagan:
Mengacu pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (KUHAP), pejabat Polisi negara Republik Indonesia adalah
bertindak sebagai penyelidik dan penyidik perkara pidana (Pasal 4 jo Pasal
6 KUHAP). Jadi, Polisi berwenang untuk menjadi penyelidik dan penyidik
untuk setiap tindak pidana, termasuk Tindak Pidana Korupsi. Adapun
kewenangan Kejaksaan untuk melakukan penyidikan disebutkan dalam
Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia. Berdasarkan Pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-Undang
Kejaksaan, kejaksaaan berwenang untuk melakukan penyidikan terhadap
tindak pidana tertentu berdasarkan Undang-Undang. Kewenangan
kejaksaan ini contohnya kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi


sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001
dan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Kewenangan Kejaksaan untuk melakukan
penyidikan tindak pidana tertentu dimaksudkan untuk menampung
beberapa ketentuan Undang-Undang yang memberikan kewenangan
kepada Kejaksaan untuk melakukan penyidikan. Jadi, kewenangan
Kejaksaan untuk melakukan penyidikan dibatasi pada tindak pidana
tertentu yaitu yang secara spesifik diatur dalam Undang-Undang.

Sedangkan untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),


kewenangannnya diberikan oleh Undang-Undang No. 30 Tahun 2002.
Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang KPK, bertugas untuk melakukan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
Pasal 11 Undang-Undang KPK selanjutnya membatasi bahwa kewenangan
KPK melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dibatasi pada
tindak pidana korupsi yang: melibatkan aparat penegak hukum,
penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak
pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau
penyelenggara negara; mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat;
dan/atau menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1.000.000.000,00
(satu milyar rupiah). Kategori perkara sebagaimana disebutkan di atas juga
dipertegas dalam Penjelasan Umum Undang-Undang KPK. Jadi, tidak
semua perkara korupsi menjadi kewenangan KPK, tapi terbatas pada
perkara-perkara korupsi yang memenuhi syarat-syarat di atas.

Anda mungkin juga menyukai