Sanurya Putri Purbaningrum (2014) menyatakan audit energi yaitu mengetahui profil penggunaan energi, mengedintifikasi pemborosan energi, dan menyusun langkah pencegahannya. Jati Untoro, dkk. (2014) menyatakan audit Energi adalah teknik yang dipakai untuk menghitung besarnya konsumsi energi pada bangunan gedung dan mengenali cara-cara untuk penghematannya. Agung Wahyudi Biantoro dan Dadang S. Permana (2017) menyatakan audit Energi didefinisikan sebagai pendekatan sistematis dan terpadu untuk melaksanakan pemanfaatan sumber daya energi secara efektif, efisien dan rasional tanpa mengurangi kuantitas maupun kualitas fungsi utama gedung. Yadi Mulyadi, dkk. (2013) menyatakan tarif dasar listrik yang terus meningkat memaksa berbagai pihak berpacu untuk melakukan program penghematan, hal yang tepat untuk mengaplikasikan program penghematan tersebut adalah manajemen energi dan salah satu diantaranya adalah audit energi. Selamet Riadi dan Erry Trigunadi (2017) menyatakan audit energi merupakan langkah awal untuk mengetahui penggunaan energi dan evaluasi untuk dapat menciptakan langkah konservasi energi sesuai dengan peraturan pemerintah no 70 tahun 2009 tentang konservasi energi mewajibkan penggunaan energi dilakukan secara hemat dan efisien, dengan melaksanakan audit energi diharapkan mampu melakukan menghemat penggunaan energi. 2.2 Landasan Teori Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan hidup yang paling penting bagi kita. Tanpa adanya energi listrik, berbagai aktivitas manusia tidak dapat berjalan baik dan lancar. Namun konsumsi energi listrik secara berlebihan akan membawa dampak negatif. Oleh karena itu, pemanfaatan energi listrik harus dilakukan secara hemat dan efisien. Untuk mengetahui profil penggunaan energi listrik di suatu bangunan gedung dapat dilakukan audit energi listrik pada bangunan gedung tersebut. Audit energi terdiri dari beberapa tahap. Mulai dari pengumpulan data mengenai penggunaan energi listrik pada periode sebelumnya, pengukuran langsung penggunaan energi listrik, perhitungan intensitas kebutuhan energi listrik (IKE) serta analisa mengenai peluang hemat energi. 2.2.1 Audit Energi Audit energi adalah teknik yang digunakan untuk mendapatkan efisiensi suatu bangunan dengan metode tertentu. Pelaksanaan penelitian secara kontinyu diharapkan mampu mengidentifikasi efisiensi energi listrik dan tujuan dari analisis data adalah untuk mendapatkan efisiensi energi listrik. Untuk menghitung nilai Intensitas Konsumsi Energi (IKE) pada bangunan menggunakan rumus dibawah ini.
𝐼𝐾𝐸 = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 (𝑘𝑊𝐻)
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 (𝑚2)
Penjelasan : Ke = Konsumsi energi (kWh) Lb = Luas total bangunan (m2 ) IKE = Intensitas Konsumsi Energi (kWh/m2 /tahun) 2.2.2 Konversi Energi Konservasi energi merupakan langkah kebijaksanaan yang pelaksanaannya paling mudah dan biayanya paling murah, serta sekarang juga dapat dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Kebijakan energi ini dimaksudkan untuk memanfaatkan sebaikbaiknya sumber energi yang ada, juga dalam rangka mengurangi ketergantungan akan minyak bumi, dengan pengertian bahwa konservasi energi tidak boleh menjadi penghambat kerja operasional maupun pembangunan yang telah direncanakan. Menurut SNI 03-6196-2000 tentang prosedur audit energi pada bangunan gedung, definisi konservasi energi adalah upaya mengefisiensikan pemakaian energi untuk suatu kebutuhan agar pemborosan energi dapat dihindari. Tingkat keberhasilan penggunaan energi secara efisien sangat 5 dipengaruhi perilaku, kebiasaan, kedisiplinan, dan kesadaran masyarakat akan pentingnya hemat energi. Selain efisiensi energi, cara lain yang dapat dilakukan adalah perawatan dan perbaikan peralatan listrik sehingga pengendalian penggunaan energi dapat terpantau. Kebijakan mengenai konservasi energi juga diatur dalam Undang-Undang Energi No 30 Tahun 2007 Pasal 25 yang mengatur mengenai Konservasi Energi, yaitu : 1 Konservasi Energi Nasional menjadi tanggung jawab Pemerintah, Pemerintah Daerah, penguasa, dan masyarakat. 2 Pengguna energi dan produsen peralatan hemat energi yang melaksanakan konservasi energi diberi kemudahan dan/atau insentif oleh Pemerintah dan/atau Pemerinta Daerah. 3 Pengguna sumber energi dan pengguna energi yang tidak melaksanakan konservasi energi diberi disinsentif oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. 4 Peraturan lebih lanjut tentang Konservasi Energi akan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah. 2.2.3 Intensitas Konsumsi Energi (IKE) Intensitas Konsumsi Energi (Energy Use Intensity) atau IKE (EUI) berdasarkan formula perhitungan dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 38 tahun 2012 adalah besar energi yang digunakan suatu bangunan gedung perluas area yang dikondisikan dalam satu bulan atau satu tahun. Area yang dikondisikan adalah area yang diatur temperatur ruangannya sedemikian rupa sehingga memenuhi standar kenyamanan dengan udara sejuk disuplai dari sistem tata udara gedung. IKE dijadikan acuan untuk melihat seberapa besar konservasi energi yang dilakukan gedung tersebut. Bila diindustri/pabrik, istilah yang digunakan dan serupa tujuannya adalah konsumsi energi spesifik (Spesific Energy Consumption) yaitu besar penggunaan energi untuk satuan produk yang dihasilkan. Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 38 tahun 2012, standar IKE untuk berbagai tipe/fungsi bangunan adalah sebagai berikut. Pada hakekatnya Intensitas Konsumsi Energi ini adalah hasil bagi antara konsumsi energi total selama periode tertentu (satu tahun) dengan luasan bangunan. Satuan IKE adalah kWh/m2 per tahun. Dan pemakaian IKE ini telah ditetapkan di berbagai negara antara lain ASEAN dan APEC. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh ASEAN-USAID pada tahun 1987 yang laporannya baru dikeluarkan tahun 1992, target besarnya Intensitas Konsumsi Energi (IKE) listrik untuk Indonesia adalah sebagai berikut: (Direktorat Pengembangan Energi) IKE untuk perkantoran (komersil) adalah 240 kWh/m2 per tahun, pusat belanja 330 kWh/ m2 per tahun, hotel/ apartemen: 300 kWh/ m2 per tahun dan untuk rumah sakit: 380 kWh/ m2 per tahun. Jika nilai IKE lebih rendah daripada batas bawah, maka bangunan gedung tersebut dikatakan hemat energi sehingga perlu dipertahankan dengan melaksanakan aktivitas dan pemeliharaan sesuai dengan standar prosedur yang telah ditetapkan perusahaan. Jika nilai IKE berada di antara batas bawah dan acuan, maka bangunan gedung tersebut dikatakan agak hemat sehingga perlu meningkatkan kinerja dengan melakukan tuning up. Jika di antara acuan dan batas atas, maka bangunan gedung tersebut dikatakan agak boros sehingga perlu melakukan beberapa perubahan dengan mempertimbangkan tingkat pencahayaan ruang, intensitas daya terpasang, konsumsi energi, juga biaya energi bangunan. 2.2.4 Standarisasi Sistem Pencahayaan Dalam pemasangan instalasi sistem pencahayaan terdapat suatu acuan standar dalam pemasangannya. Untuk di Indonesia hal tersebut telah tercantum dalam SNI 03- 6197-2000. Standar ini memuat ketentuan pedoman pencahayaan pada bangunan gedung untuk memperoleh sistem pencahayaan dengan pengoperasian yang optimal sehingga penggunaan energi dapat efisien tanpa harus mengurangi dan atau mengubah fungsi bangunan, kenyamanan dan produktivitas kerja penghuni serta mempertimbangkan aspek biaya. 2.2.5 Standarisasi Sistem Tata Udara Di Indonesia terdapat standar nasional yang dapat dijadikan suatu rujukan dalam sistem tata udara yang tertera dalam SNI 03-6390-2000. Standar ini memuat; perhitungan teknis, pemilihan, pengukuran dan pengujian, konservasi energi dan rekomendasi sistem tata udara pada bangunan gedung yang optimal, sehingga penggunaan energi dapat effisien tanpa harus mengurangi dan atau mengubah fungsi bangunan, kenyamanan dan produktivitas kerja penghuni, serta mempertimbangkan aspek biaya.