Anda di halaman 1dari 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Studi Literatur


Sanurya Putri Purbaningrum (2014) menyatakan audit energi yaitu
mengetahui profil penggunaan energi, mengedintifikasi pemborosan energi,
dan menyusun langkah pencegahannya.
Jati Untoro, dkk. (2014) menyatakan audit Energi adalah teknik yang
dipakai untuk menghitung besarnya konsumsi energi pada bangunan gedung
dan mengenali cara-cara untuk penghematannya.
Agung Wahyudi Biantoro dan Dadang S. Permana (2017) menyatakan audit
Energi didefinisikan sebagai pendekatan sistematis dan terpadu untuk
melaksanakan pemanfaatan sumber daya energi secara efektif, efisien dan
rasional tanpa mengurangi kuantitas maupun kualitas fungsi utama gedung.
Yadi Mulyadi, dkk. (2013) menyatakan tarif dasar listrik yang terus
meningkat memaksa berbagai pihak berpacu untuk melakukan program
penghematan, hal yang tepat untuk mengaplikasikan program penghematan
tersebut adalah manajemen energi dan salah satu diantaranya adalah audit
energi.
Selamet Riadi dan Erry Trigunadi (2017) menyatakan audit energi
merupakan langkah awal untuk mengetahui penggunaan energi dan evaluasi
untuk dapat menciptakan langkah konservasi energi sesuai dengan peraturan
pemerintah no 70 tahun 2009 tentang konservasi energi mewajibkan
penggunaan energi dilakukan secara hemat dan efisien, dengan melaksanakan
audit energi diharapkan mampu melakukan menghemat penggunaan energi.
2.2 Landasan Teori
Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan hidup yang paling
penting bagi kita. Tanpa adanya energi listrik, berbagai aktivitas manusia tidak
dapat berjalan baik dan lancar. Namun konsumsi energi listrik secara
berlebihan akan membawa dampak negatif. Oleh karena itu, pemanfaatan
energi listrik harus dilakukan secara hemat dan efisien. Untuk mengetahui
profil penggunaan energi listrik di suatu bangunan gedung dapat dilakukan
audit energi listrik pada bangunan gedung tersebut. Audit energi terdiri dari
beberapa tahap. Mulai dari pengumpulan data mengenai penggunaan energi
listrik pada periode sebelumnya, pengukuran langsung penggunaan energi
listrik, perhitungan intensitas kebutuhan energi listrik (IKE) serta analisa
mengenai peluang hemat energi.
2.2.1 Audit Energi
Audit energi adalah teknik yang digunakan untuk mendapatkan
efisiensi suatu bangunan dengan metode tertentu. Pelaksanaan
penelitian secara kontinyu diharapkan mampu mengidentifikasi
efisiensi energi listrik dan tujuan dari analisis data adalah untuk
mendapatkan efisiensi energi listrik. Untuk menghitung nilai Intensitas
Konsumsi Energi (IKE) pada bangunan menggunakan rumus dibawah
ini.

𝐼𝐾𝐸 = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 (𝑘𝑊𝐻)

𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 (𝑚2)


Penjelasan : Ke = Konsumsi energi (kWh)
Lb = Luas total bangunan (m2 )
IKE = Intensitas Konsumsi Energi (kWh/m2 /tahun)
2.2.2 Konversi Energi
Konservasi energi merupakan langkah kebijaksanaan yang
pelaksanaannya paling mudah dan biayanya paling murah, serta
sekarang juga dapat dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Kebijakan energi ini dimaksudkan untuk memanfaatkan sebaikbaiknya
sumber energi yang ada, juga dalam rangka mengurangi ketergantungan
akan minyak bumi, dengan pengertian bahwa konservasi energi tidak
boleh menjadi penghambat kerja operasional maupun pembangunan
yang telah direncanakan.
Menurut SNI 03-6196-2000 tentang prosedur audit energi pada
bangunan gedung, definisi konservasi energi adalah upaya
mengefisiensikan pemakaian energi untuk suatu kebutuhan agar
pemborosan energi dapat dihindari. Tingkat keberhasilan penggunaan
energi secara efisien sangat 5 dipengaruhi perilaku, kebiasaan,
kedisiplinan, dan kesadaran masyarakat akan pentingnya hemat energi.
Selain efisiensi energi, cara lain yang dapat dilakukan adalah perawatan
dan perbaikan peralatan listrik sehingga pengendalian penggunaan
energi dapat terpantau. Kebijakan mengenai konservasi energi juga
diatur dalam Undang-Undang Energi No 30 Tahun 2007 Pasal 25 yang
mengatur mengenai Konservasi Energi, yaitu :
1 Konservasi Energi Nasional menjadi tanggung jawab Pemerintah,
Pemerintah Daerah, penguasa, dan masyarakat.
2 Pengguna energi dan produsen peralatan hemat energi yang
melaksanakan konservasi energi diberi kemudahan dan/atau insentif
oleh Pemerintah dan/atau Pemerinta Daerah.
3 Pengguna sumber energi dan pengguna energi yang tidak
melaksanakan konservasi energi diberi disinsentif oleh Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah.
4 Peraturan lebih lanjut tentang Konservasi Energi akan dituangkan
dalam Peraturan Pemerintah.
2.2.3 Intensitas Konsumsi Energi (IKE)
Intensitas Konsumsi Energi (Energy Use Intensity) atau IKE (EUI)
berdasarkan formula perhitungan dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta
No. 38 tahun 2012 adalah besar energi yang digunakan suatu bangunan
gedung perluas area yang dikondisikan dalam satu bulan atau satu tahun.
Area yang dikondisikan adalah area yang diatur temperatur ruangannya
sedemikian rupa sehingga memenuhi standar kenyamanan dengan udara
sejuk disuplai dari sistem tata udara gedung. IKE dijadikan acuan untuk
melihat seberapa besar konservasi energi yang dilakukan gedung
tersebut. Bila diindustri/pabrik, istilah yang digunakan dan serupa
tujuannya adalah konsumsi energi spesifik (Spesific Energy
Consumption) yaitu besar penggunaan energi untuk satuan produk yang
dihasilkan. Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 38 tahun 2012, standar
IKE untuk berbagai tipe/fungsi bangunan adalah sebagai berikut. Pada
hakekatnya Intensitas Konsumsi Energi ini adalah hasil bagi antara
konsumsi energi total selama periode tertentu (satu tahun) dengan luasan
bangunan. Satuan IKE adalah kWh/m2 per tahun. Dan pemakaian IKE
ini telah ditetapkan di berbagai negara antara lain ASEAN dan APEC.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh ASEAN-USAID pada
tahun 1987 yang laporannya baru dikeluarkan tahun 1992, target
besarnya Intensitas Konsumsi Energi (IKE) listrik untuk Indonesia
adalah sebagai berikut:
(Direktorat Pengembangan Energi) IKE untuk perkantoran
(komersil) adalah 240 kWh/m2 per tahun, pusat belanja 330 kWh/ m2
per tahun, hotel/ apartemen: 300 kWh/ m2 per tahun dan untuk rumah
sakit: 380 kWh/ m2 per tahun. Jika nilai IKE lebih rendah daripada batas
bawah, maka bangunan gedung tersebut dikatakan hemat energi sehingga
perlu dipertahankan dengan melaksanakan aktivitas dan pemeliharaan
sesuai dengan standar prosedur yang telah ditetapkan perusahaan. Jika
nilai IKE berada di antara batas bawah dan acuan, maka bangunan
gedung tersebut dikatakan agak hemat sehingga perlu meningkatkan
kinerja dengan melakukan tuning up. Jika di antara acuan dan batas atas,
maka bangunan gedung tersebut dikatakan agak boros sehingga perlu
melakukan beberapa perubahan dengan mempertimbangkan tingkat
pencahayaan ruang, intensitas daya terpasang, konsumsi energi, juga
biaya energi bangunan.
2.2.4 Standarisasi Sistem Pencahayaan
Dalam pemasangan instalasi sistem pencahayaan terdapat suatu
acuan standar dalam pemasangannya. Untuk di Indonesia hal tersebut
telah tercantum dalam SNI 03- 6197-2000. Standar ini memuat ketentuan
pedoman pencahayaan pada bangunan gedung untuk memperoleh sistem
pencahayaan dengan pengoperasian yang optimal sehingga penggunaan
energi dapat efisien tanpa harus mengurangi dan atau mengubah fungsi
bangunan, kenyamanan dan produktivitas kerja penghuni serta
mempertimbangkan aspek biaya.
2.2.5 Standarisasi Sistem Tata Udara
Di Indonesia terdapat standar nasional yang dapat dijadikan suatu
rujukan dalam sistem tata udara yang tertera dalam SNI 03-6390-2000.
Standar ini memuat; perhitungan teknis, pemilihan, pengukuran dan
pengujian, konservasi energi dan rekomendasi sistem tata udara pada
bangunan gedung yang optimal, sehingga penggunaan energi dapat
effisien tanpa harus mengurangi dan atau mengubah fungsi bangunan,
kenyamanan dan produktivitas kerja penghuni, serta mempertimbangkan
aspek biaya.

Anda mungkin juga menyukai