Anda di halaman 1dari 42

MANAJEMEN MUTU DALAM BENTUK KEGIATAN

PENJAMINAN MUTU DI PELAYANAN KEBIDANAN


PADA KLINIK BERSALIN

MAKALAH

Disusun Oleh:

1. Indria Fitriani NIM.11194862111280


2. Mariani Ulfah NIM.11194862111281
3. Masito NIM.11194862111282
4. Masturoh NIM.11194862111283
5. Norhalimatussa'diah NIM.11194862111284
6. Nur Hikmah Musfida NIM.11194862111285
7. Putri Dawaty S. NIM.11194862111286
8. Ramdana NIM.11194862111287
9. Rasmi M NIM.11194862111288

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2022

i
DAFTAR ISI

COVER i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Batasan masalah.....................................................................................6
1.3 Tujuan.....................................................................................................6
1.3.1 Tujuan Umum..............................................................................6
1.3.2 Tujuan Khusus..............................................................................6
1.4 Manfaat Penulisan..................................................................................6
BAB II TINJAUAN TEORITIS.............................................................................8
2.1 Mutu Pelayanan Kesehatan....................................................................8
2.1.1 Pengertian Mutu...........................................................................8
2.1.2 Pengertian Mutu Pelayanan Kesehatan......................................11
2.1.3 Trilogi Juran...............................................................................14
2.2 Dimensi Mutu.......................................................................................17
2.3 Manajemen Mutu.................................................................................18
2.4 Klinik Bersalin.....................................................................................20
2.4.1 Pengertian Klinik Bersalin.........................................................20
2.4.2 Jenis Klinik Bersalin..................................................................20
2.4.3 Perbedaan Klinik Bersalin..........................................................21
2.4.4 Bentuk Pelayanan Klinik Bersalin.............................................21
2.4.5 Kewajiban Klinik Bersalin.........................................................22
2.4.6 Kewajiban Pihak Penyelenggara Klinik Bersalin......................23
2.4.7 Sarana dan Prasarana Klinik Bersalin........................................23
2.5 Kepuasan Pelanggan.............................................................................28
2.4.1 Mengukur Kepuasan Pelanggan.................................................30
2.4.2 Mengukur Kepuasan Pelanggan di Klinik Bersalin...................30
BAB III PEMBAHASAN.....................................................................................33
BAB IV PENUTUP..............................................................................................37
4.1 Kesimpulan...........................................................................................37

ii
iii

4.2 Saran.....................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................38
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah hak dan investasi, dan semua warga negara berhak atas

kesehatannya. Berdasarkan UU RI No 36 tahun 2009 tentang kesehatan bahwa

kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang

harus diwujudkan oleh pelayanan kesehatan. Hal ini membutuhkan campur tangan

pelayanan kesehatan agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang sesuai

dengan cita-cita bangsa dengan pelayanan yang efektif, efisien dan terarah.

Diperlukan suatu sistem yang mengatur pelaksanaan bagi upaya pemenuhan hak

warga negara untuk tetap hidup sehat, dengan mengutamakan pada pelayanan

kesehatan bagi masyarakat (Candra A, 2010).

Untuk mengetahui kepuasan pelayanan dapat dilakukan dengan cara

membandingkan pelayanan yang diberikan kepada pasien dengan pelayanan yang

diharapkan oleh pasien. Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan

manfaat diantaranya hubungan perusahaan dengan pelanggannya menjadi

harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang, mendorong

terciptanya loyalitas pelanggan, membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke

mulut (word of mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan, reputasi

perusahaan menjadi semakin baik, serta laba yang diperoleh akan meningkat

(Azwar (2009).

1
2

Pada era sekarang peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang

memanfaatkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) guna mendapatkan pelayanan

kesehatan. Dengan semakin banyaknya pasien JKN membuat Klinik Bersalin

harus memperhatikan mutu pelayanan dan mutu fasilitas kesehatan. Penerapan

sistem kendali mutu Pelayanan Jaminan Kesehatan dilakukan secara menyeluruh

meliputi standar mutu, fasilitas kesehatan yang diberikan dengan upaya kesehatan

baik promotif (kegiatan pelayanan kesehatan yang mengutamakan kegiatan yang

bersifat promosi kesehatan), preventif (kegiatan pencegahan terhadap suatu

masalah kesehatan), kuratif (kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk

penyembuhan penyakit) maupun rehabilitatif (kegiatan untuk mengembalikan

penderita ke dalam masyarakat sehingga bisaditerima lagi di dalam masyarakat).

Pengguna jasa pelayanan Klinik Bersalin adalah pasien menuntut pelayanan

yang berkualitas tidak hanya menyangkut kesembuhan dari penyakit secara fisik

atau meningkatkan derajat kesehatannya, tetapi juga menyangkut kepuasan

terhadap sikap, tersedianya sarana dan prasarana yang memadai dan lingkungan

fisik yang dapat memberikan kenyamanan. Kepuasan pasien tergantung pada

kualitas pelayanan yang diberikan.

Pelayanan adalah semua upaya yang dilakukan karyawan untuk memenuhi

keinginan pelanggannya dengan jasa yang akan diberikan. Pasien merupakan

salah satu indikator kualitas pelayanan yang kita berikan dan kepuasan pasien

adalah suatu modal untuk mendapatkan pasien lebih banyak dan untuk

mendapatkan pasien yang loyal (setia). Pasien yang loyal akan menggunakan

kembali pelayanan kesehatan yang sama bila mereka membutuhkan kembali.


3

Bahkan pasien loyal akan mengajak orang lain untuk menggunakan fasilitas

pelayanan kesehatan yang sama (Supriyanto dan Ernawaty, 2010).

Menurut Perpres Nomor 12 tahun 2013 Kepuasan pasien merupakan

indikator utama dari standar suatu fasilitas kesehatan dan merupakan mutu

pelayanan kepuasan yang rendah akan berdampak terhadap jumlah kunjungan

yang akan mempengaruhi profitabilitas dan fasilitas kesehatan tersebut.

Pengukuran kepuasan pasien merupakan elemen penting dalam menyediakan

pelayanan yang lebih baik, efisien dan lebih efektif. Tingkat kepuasan pasien

terhadap pelayanan merupakan faktor penting yang mengembangkan suatu sistem

penyedia pelayanan yang tanggap terhadap keluhan pasien, meminimalkan biaya

dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap pasien.

Dari beberapa hasil studi lainnya menyatakan bahwa tingkat kepuasan

pasien masih cukup rendah yang diberikan Klinik Bersalin. Dimensi mutu dan

kualitas layanan (servicequality) belum disajikan secara baik oleh penyelenggara

layanan kesehatan. Dalam suatu Studi yang memakai metode kualitatif malah

menemukan betapa sukarnya menjumpai “secercah senyum pemberi layanan

kesehatan” Wijaya, T. (2008).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004

menjelaskan tentang setiap orang berhak atas Jaminan Sosial untuk dapat

memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya

menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur.

Jaminan Kesehatan Nasional merupakan jaminan yang berupa perlindungan

terhadap risiko kesehatan yang diberikan oleh Badan Penyelengara Jaminan Sosial
4

Kesehatan (BPJS Kesehatan) kepada peserta berupa pemeliharaan kesehatan juga

perlindungan terhadap kebutuhan dasar kesehatan. Jaminan tersebut diberikan

kepada peserta yang iurannya dibayarkan secara pribadi maupun yang dibayarkan

oleh pemerintah.

Sebagai badan penyelenggara yang bertanggung jawab langsung kepada

Presiden, BPJS Kesehatan berwenang menagih iuran, menempatkan dana,

melakukan pengawasan dan melakukan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan

pemberi kerja. Jika pelayanan yang diberikan rendah, maka akan berdampak

terhadap jumlah kunjungan yang akan mempengaruhi profitabilitas fasilitas

kesehatan tersebut.

Dalam Undang Undang Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 2012 mengenai

kewajiban Klinik Bersalin dan pasien, Klinik Bersalin adalah institusi pelayanan

kesehatan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,

dan gawat darurat pasien, dan setiap Klinik Bersalin mempunyai suatu kewajiban

yaitu berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan, menyediakan sarana

dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu/miskin, melaksanakan fungsi sosial,

melaksanakan etika Klinik Bersalin dengan baik, melaksanakan program

pemerintah baik secara regional maupun nasional, menyusun dan melaksanakan

peraturan internal Klinik Bersalin, mengupayakan keamanandan kenyamanan

pasien, pengunjung dan petugas diKlinik Bersalin, memberikan informasi yang

jelas mengenai tentang pelayanan Klinik Bersalin kepada masyarakat secara baik

dan terbuka. (Kemenkes RI,2012).


5

Klinik Bersalin sebagai agen perubahan diharapkan memberikan pelayanan

prima kepada pasien. Selama ini Kementrian Kesehatan 4 telah menyusun dan

melakukan akreditasi Klinik Bersalin, tetapi saat ini belum ada pedoman dan

indikator yang memudahkan penilaian kualitas pelayanan Klinik Bersalin dari sisi

pasien. Penilaian pelayanan dari sisi pasien memudahkan Kementrian Kesehatan

dalam melakukan pembinaan dan pengawasan Klinik Bersalin, dalam hal ini juga

memberikan masukan kepada manajemen untuk menentukan kebijakan demi

peningkatan kualitas Klinik Bersalin.

Hal tersebut mendukung penelitian yang dilakukan oleh Dahlan (2012)

bahwa jika jasa layanan yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka

kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika jasa

layanan yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka kualitas jasa

dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik atau tidaknya kualitas jasa tergantung

pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara

konsisten.

Persepsi pasien terhadap mutu pelayanan kesehatan di Klinik Bersalin

menunjukkan pelayanan yang diterima oleh pasien masih kurang memuaskan

dilihat dari harapan pasien. Hal ini mungkin disebabkan karena tenaga kesehatan

terutama bidan belum memberikan pelayanan maksimal kepada pasien. Tujuan

Penelitian. Mengetahui persepsi pasien rawat inap terhadap mutu pelayanan

kesehatan di Klinik Bersalin dari dimensi: kehandalan (reliability), ketanggapan

(responsiveness), jaminan (assurance), empati (empathy) dan berwujud/ tampil

(tangible).
6

1.2 Batasan masalah

Dalam penulisan ini permasalahan yang diambil mengenai Mutu Pelayanan

di Klinik Bersalin.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui sejauh mana pelayanan yang diberikan oleh suatu Klinik

Bersalin apakah sudah memenuhi kepuasaan pasien dalam mendapatakan

pelayanan yang optimal dari Klinik Bersalin.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui apa itu mutu pelayanan kesehatan.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menentukan mutu pelayanan kesehatan

terutama mutu pelayanan di sebuah Klinik Bersalin.

3. Untuk mengakaitkan hubungan antara mutu pelayanan di Klinik Bersalin

apakah sudah sesuai dengan dimensi mutu.

4. Untuk mengetahui aspek apa saja yang berhubungan dengan kepuasan pasien

di Klinik Bersalin.

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan dari makalah tentang mutu pelayanan kesehatan

dan kepuasan pasien adalah:

1. Untuk mengetahui definisi mutu dan mutu pelayanan kesehatan.

2. Dapat mengetahui faktor-faktor yang menentukan mutu pelayanan kesehatan

terutama mutu pelayanan di sebuah Klinik Bersalin.


7

3. Diharapkan tulisan ini bisa menjadi acuan dalam membuat pendekatan dan

penyediaan model pelayanan Klinik Bersalin sesuai dengan karakteristik

rumah tangga, kondisi sosial ekonomi dan geografis daerah.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Mutu Pelayanan Kesehatan

2.1.1 Pengertian Mutu

Philip. B. Crosby berpendapat bahwa mutu adalah derajat dipenuhinya

persyaratan yang ditentukan. Mutu adalah kesesuaian terhadap kebutuhan, bila

mutu rendah merupakan hasil dari ketidak sesuaian. Mutu tidak sama dengan

kemewahan. Suatu produk atau pelayanan yang sesuai dengan segala

spesifikasinya akan dikatakan bermutu, apapun bentuk produknya. Diakui bahwa

ada korelasi erat antara beaya dan mutu. Mutu harus dapat dicapai, dapat diukur,

dapat memberi keuntungan dan untuk mencapainya diperlukan kerja keras. Suatu

sistem yang berorientasi pada peningkatan mutu akan dapat mencegah kesalahan-

kesalahan dalam penilaian. Crosby mengidentifikasi 14 langkah peningkatan

mutu. Kata kunci mutu: kerjakan sesuatu dengan benar sejak awal dan kerjakan

tugas yang benar dengan baik.

Mutu produk dan jasa adalah seluruh gabungan sifat-sifat produk atau jasa

pelayanan dari pemasaran, engineering, manufaktur, dan pemeliharaan di mana

produk atau jasa pelayanan dalam penggunaannya akan bertemu dengan harapan

pelanggan (Dr. Armand V. Feigenbaum).

Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang

berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan

8
9

(American Society for Quality Control). Mutu adalah Fitness for use”, atau

kemampuan kecocokan penggunaan (J.M. Juran).

Mutu adalah kesesuaian terhadap permintaan persyaratan (The conformance

of requirements-Philip B. Crosby, 1979). Mutu adalah suatu sifat yang dimiliki

dan merupakan suatu keputusan terhadap unit pelayanan tertentu dan bahwa

pelayanan dibagi ke dalam paling sedikit dua bagian : teknik dan interpersonal

(Avedis Donabedian, 1980.

Walaupun fokus utama dari setiap teori tentang "mutu" nampak ada

perbedaan, namun secara umum menunjukkan persamaan bila diterapkan dalam

pelayanan kesehatan. Persamaan yang bisa dipetik dari teori-teori tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Mutu dapat didefinisikan dan diukur, dengan basis spesifikasi suatu

organisasi disatu sisi dan harapan pelanggan disisi yang lain. Aplikasi

prinsip-prinsip bisnis kedalam pelayanan kesehatan, bisa dikembangkan.

Spesifikasi menjadi pertimbangan terhadap kepuasan pelanggan.

2. Mutu itu dinamis. Mutu yang baik, tidak saja untuk dicapai kemudian

diacuhkan, tetapi dikembangkan berkelanjutan. Tom Peter menyatakan bahwa

mutu itu relatif. Setiap hari, setiap produk, khususnya pelayanan akan

menjadi relatif baik atau relatif buruk, dan tidak pemah berdiri tegak. Ini

merupakan kenyataan dalam bisnis pelayanan kesehatan, karena tidak

mungkin melakukan inventarisasi suatu produk pelayanan.

3. Mutu melibatkan kompetisi tanpa batas. Crosby menyatakan mutu itu bebas,

bukan pemberian. Mutu dan beaya berjalan dan berkaitan erat.


10

4. Mutu harus dilakukan dengan mengerjakan sesuatu yang "benar" dengan cara

benar pula.

5. Mutu berhubungan dengan hasil, fokus dari semua usaha adalah untuk

memperoleh hasil. Dalam pekerjaan banyak orang dibingungkan bagaimana

menemukan sesuatu untuk dikerjakan, karena kurang memahami essensi

mutu dan kaitannya dengan pekerjaannya.

6. Perhatian utama semestinya dicurahkan pada apa yang telah dicapai bukan

Apa yang sudah dikerjakan. Peter Drucker mendukung pendapat ini dengan

penyatannya "Mutu suatu produk atau pelayanan bukan apa yang diberikan,

tetapi apa yang diperoleh oleh pelanggan dan pantas untuk dibayar.

Pendekatan ini juga berorientasi pada hasil. Semua penilaian terhadap mutu

dalam pelayanan kesehatan di dunia, akan menjadi mubasir, bilamana hasil

kinerja klinisnya tidak meningkat.

7. Mutu menjadi tanggung jawab setiap orang. Peter dan Waterman

menganjurkan perhatian terhadap akontabilitas yang besar dari semua

karyawan. Sikap dan pandangan bahwa "setiap anggota adalah perusahan itu

sendiri" harus berlaku. O'Leary, President JCAHO, menyatakan bahwa sudah

terlalu lama berlaku tradisi tidak ada suatu kelebihan yang bisa diberikan,

kecuali “lip service” saja. Mutu adalah urusan stan kepentingan setiap orang.

Komitmen harus dimulai dari stakeholders dan merasuk pada sistem dalam

organisasi. Ini semestinya menjadi agenda utama dari setiap orang dan dari

sebagian besar pemikir. Seperti slogan dari Ford company "Mutu adalah satu

tugas".
11

8. Mutu dan beaya sangat terkait, peningkatan mutu dapat menjadi kunci untuk

mengendalikan pengeluaran dan peningkatan revenue, tetapi proses dari

peningkatan mutu itu sendiri dapat memberikan kerugian yang hebat bila

tidak dikontrol atau bila organisasi meningkatkan proses yang salah..

9. Mutu dan kinerja merupakan kata sinonim atau mempunyai makna yang

hampir sama. Garvin mendefinisikan kinerja merupakan karakteristik

operasional utama dari suatu produk pelayanan. Apa yang terjadi dalarn

pelayanan kesehatan adalah kurangnya pengertian terl1adap arti "mutu"

dalam setiap kegiatannya.

10. "The National Association of Quality Assurance Professional"

menggambarkan "Mutu" sebagai produk dan pendokumentasiannya berada

pada tingkat prima, diterapkan berdasarkan tingkat pengetahuan terbaik

dalam proses pelayanan kesehatan serta dapat dicapai pada suasana khusus.

2.1.2 Pengertian Mutu Pelayanan Kesehatan

Mutu Pelayanan Kesehatan adalah penampilan yang pantas dan sesuai

(yang berhubungan dengan standar-standar) dari suatu intervensi yang diketahui

aman, yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan

yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian,

kesakitan, ketidakmampuan dan kekurangan gizi (Milton I Roemer dan C

Montoya Aguilar, WHO, 1988).


12

Arti Mutu Pelayanan Kesehatan dari beberapa sudut pandang yaitu:

1. Pasien, Petugas Kesehatan dan Manajer

Mutu merupakan fokus sentral dari tiap uapaya untuk memberikan

pelayanan kesehatan.

2. Pasien dan Masyarakat

Mutu pelayanan berarti suatu empathi, respek dan tanggap akan

kebutuhannya, pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka diberikan

dengan cara yang ramah pada waktu mereka berkunjung.

3. Petugas Kesehatan

Mutu pelayanan berarti bebas melakukan segala sesuatu secara profesional

untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai

dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang maju, mutu peralatan

yang baik dan memenuhi standar yang baik.

4. Kepuasan Praktisioner

Suatu ketetapan “kebagusan” terhadap penyediaan dan keadaan dari

pekerja praktisioner, untuk pelayanan oleh kolega-kolega atau dirinya

sendiri

5. Manajer

6. Bagi yayasan atau pemilik Klinik Bersalin

Mutu" adalah tingkat dimana pelayanan kesehatan pasien ditingkatkan

mendekati hasil yang diharapkan dan mengurangi faktor-faktor yang tidak

diinginkan (JCAHO 1993).


13

Definisi tersebut semula melahirkan faktor-faktor yang menentukan mutu

pelayanan kesehatan yaitu :

1. Kelayakan adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan yang dilakukan

relevan terhadap kebutuhan klinis pasien dan memperoleh pengetahuan

yang berhubungan dengan keadaannya.

2. Kesiapan adalah tingkat dimana kesiapan perawatan atau tindakan yang

layak dapat memenuhi kebutuhan pasien sesuai keperluannya.

3. Kesinambungan adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan bagi

pasien terkoordinasi dengan baik setiap saat, diantara tim kesehatan dalam

organisasi .

4. Efektifitas adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan terhadap pasien

dilakukan dengan benar, serta mendapat penjelasan dan pengetahuan

sesuai dengan keadaannya, dalam rangka memenuhi harapan pasien.

5. Kemanjuran adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan yang diterima

pasien dapat diwujudkan atau ditunjukkan untuk menyempurnakan hasil

sesuai harapan pasien.

6. Efisiensi adalah ratio hasil pelayanan atau tindakan bagi pasien terhadap

sumber-sumber yang dipergunakan dalam memberikan layanan bagi

pasen.

7. Penghormatan dan perhatian adalah tingkat dimana pasien dilibatkan

dalam pengambilan keputusan tentang perawatan dirinya. Berkaitan

dengan hal tersebut perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan pasien serta

harapan-harapannya dihargai.
14

8. Keamanan adalah tingkat dimana bahaya lingkungan perawatan

diminimalisasi untuk melindungi pasien dan orang lain, termasuk petugas

kesehatan.

9. Ketepatan waktu adalah tingkat dimana perawatan atau tindakan diberikan

kepada pasien tepat waktu sangat penting dan bermanfaat.

2.1.3 Trilogi Juran

Menurut Juran, mutu adalah Fitness for use”, atau kemampuan kecocokan

penggunaan. Trilogi Mutu Menurut Juran yaitu:

1. Perencanaan Mutu :

Suatu mutu seharusnya direncanakan atau dirancang, yang terdiri atas tahap-

tahap sebagai berikut :

a. Menetapakan (Identifikasi) siapa pelanggan

b. Menetapkan (identifikasi) kebutuhan pelanggan

c. mengembangkan keistimewaan produk merespon kebutuhan pelanggan.

d. mengembangkan proses yang mampu menghasilkan keistimewaan produk

e. Mengarahkan perencanaan ke kegiatan-kegiatan operasioanal.

f. Pengendalian Mutu

Kontrol mutu adalah proses deteksi dan koreksi adanya penyimpangan atau

perubahan segera setelah terjadi, sehingga mutu dapat dipertahankan.

Langkah Kegiatan yang dikerjakan, antara lain :

1. Evaluasi kinerja dan kontrol produk

2. Membandingkan kinerja aktual terhadap tujuan produk.

3. Bertindak terhadap perbedaan atau penyimpangan mutu yang ada.


15

4. Peningkatan Mutu

Peningkatan mutu mencakup dua hal yaitu :

1. Fitness for use

2. Mengurangi tingkat kecacatan dan kesalahan

Kegiatan-kegiatan Peningkatan Mutu :

1. Mengadakan infrastruktur yang diperlukan bagi upaya peningkatan mutu.

2. Identifikasi apa yang perlu ditingkatkan dan proyek peningkatan mutu.

3. Menetapkan tim proyek

4. Menyediakan tim dengan sumber daya, pelatihan, motivasi untuk :

5. Mendiagnose penyebab

6. Merangsang perbaikan

7. Mengadakan pengendalian agar tetap tercapai perolehan

2.1.4 Penilaian Mutu Pelayanan Kesehatan

Pada umumnya untuk meningkatkan mutu pelayanan ada dua cara:

1. Meningkatkan mutu dan kualitas sumber daya, tenaga, biaya, peralatan,

perlengkapan dan material

2. Memperbaiki metode atau penerapan teknologi yang dipergunakan dalam

kegiatan pelayanan.

Ada tiga Pendekatan evaluasi (penilaian) mutu, yaitu :

1. Struktur

a. Struktur meliputi sarana fisik perlengkapan dan peralatan, organisasi dan

manajemen, keuangan, sumber daya manusia lainnya di fasilitas

kesehatan.
16

b. Struktur = input

c. Baik tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari :

1) Jumlah, besarnya input.

2) Mutu struktur atau mutu input.

3) Besarnya anggaran atau biaya.

4) Kewajaran.

2. Outcomes

a. Outcome adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan tenaga kesehatan

profesional terhadap pasien.

b. Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik

positif maupun negatif.

c. Outcome jangka pendek adalah hasil dari segala suatu tindakan

tertentu atau prosedur tertentu.

d. Outcome jangka panjang adalah status kesehatan dan kemampuan

fungsional pasien.

3. Proses

a. Proses merupakan semua kegiatan yang dilaksanakan secara

profesional oleh tenaga kesehatan (dokter, perawat dan tenaga profesi

lain) dan interaksinya dengan pasien.

b. Proses mencakup diagnosa, rencana pengobatan, indikasi tindakan,

prosedur dan penanganan kasus.

c. Baik tidaknya proses dapat diukur dari :

1) Relevan tidaknya proses itu bagi pasien


17

2) Fleksibilitas dan efektifitas

3) Mutu proses itu sendiri sesuai dengan standar pelayanan yang

semestinya

4) Kewajaran, tidak kurang dan tidak berlebihan.

2.2 Dimensi Mutu

Zeithmalh, dkk (1990: 23) menyatakan bahwa dalam menilai kualitas jasa/

pelayanan, terdapat sepuluh ukuran kualitas jasa/ pelayanan, yaitu :

1) Tangible (nyata/berwujud)

2) Reliability (keandalan)

3) Responsiveness (Cepat tanggap)

4) Competence (kompetensi)

5) Access (kemudahan)

6) Courtesy (keramahan)

7) Communication (komunikasi)

8) Credibility (kepercayaan)

9) Security (keamanan)

10) Understanding the Customer (Pemahaman pelanggan)

Namun, dalam perkembangan selanjutnya dalam penelitian dirasakan

adanya dimensi mutu pelayanan yang saling tumpang tindih satu dengan yang

lainnya yang dikaitkan dengan kepuasan pelanggan. Selanjutnya oleh

Parasuraman (1990) dimensi tersebut difokuskan menjadi 5 dimensi (ukuran)

kualitas jasa/pelayanan, yaitu :


18

1) Tangible (berwujud); meliputi penampilan fisik dari fasilitas,

peralatan,karyawan dan alat-alat komunikasi.

2) Realibility (keandalan); yakni kemampuan untuk melaksanakan jasa yang telah

dijanjikan secara konsisten dan dapat diandalkan (akurat).

3) Responsiveness (cepat tanggap); yaitu kemauan untuk membantu pelanggan

(konsumen) dan menyediakan jasa/ pelayanan yang cepat dan tepat.

4) Assurance (kepastian); mencakup pengetahuan dan keramah-tamahan para

karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan

keyakinan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas

dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.

5) Empaty (empati); meliputi pemahaman pemberian perhatian secara individual

kepada pelanggan, kemudahan dalam melakukan komunikasi yang baik, dan

memahami kebutuhan pelanggan.

2.3 Manajemen Mutu

1. Manajemen Mutu Philip B. Crosby:

Menurut, Philip B. Crosby, ada “empat hal yang mutlak (absolut)” menjadi

bagian integral dari manajemen mutu, yaitu bahwa :

a. Definisi mutu adalah kesesuaian terhadap persyaratan (The definition

of Quality is conformance to requirements)

b. Sistem mutu adalah pencegahan (The system of quality is prevention)

c. Standar penampilan adalah tanpa cacat (The performance standard is

Zero Defects)
19

d. Ukuran mutu adalah harga ketidaksesuaian (The measurement of

quality is the price of nonconformance)

Ada 14 langkah yang diperlukan untuk pelaksanaan rencana Zero Defects,

yaitu

a. Komitmen Manajemen (Management Commitment)

b. Tim Peningkatan Mutu (Quality improvement Team)

c. Pengukuran-Pengukuran (Measurement)

d. Biaya Mutu (Cost of Quality)

e. Sadar akan Mutu (Quality awareness)

f. Kegiatan koreksi (Corrective action)

g. Rencana ZD (zero deffects planning)

h. Pelatihan pekerja (employee education)

i. Hari ZD (zero deffects day)

j. Menyusun tujuan (Goal setting)

k. Mengganti penyebab kesalahan (error cause removal)

l. engakuan (recognition)

m. Dewan Mutu (Quality council)

n. Kerjakan sekali lagi (Do it ever again)

2. Faktor-faktor Fundamental yang mempengaruhi mutu 9 M:

a. Men: kemajuan teknologi, computer dan lain-lain memerlukan

pekerja-pekerja spesialis yang makin banyak.

b. Money: meningkatnya kompetisi disegala bidang memerlukan

penyesuaian pembiayaan yang luar biasa termasuk untuk mutu.


20

c. Materials: bahan-bahan yang semakin terbatas dan berbagai jenis

material yang diperlukan.

d. Machines dan mechanization: selalu perlu penyesuaian – penyesuaian

seiring dengan kebutuhan kepuasan pelanggan.

e. Modern Information Methods: kecepatan kemajuan teknologi

computer yang selalu harus diikuti.

f. Markets: tuntutan pasar yang semakin tinggi dan luas.

g. Management: tanggung jawab manajemen mutu oleh perusahaan.

h. Motivation: meningkatnya mutu yang kompleks perlu kesadaran mutu

bagi pekerja-pekerja.

i. Mounting Product Requirement: persyaratan produk yang meningkat

yang diminta pelanggan perlu penyesuaian mutu terus menerus.

2.4 Klinik Bersalin

2.4.1 Pengertian Klinik Bersalin

Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan dan

menyediakan pelayanan medis dasar dan atau spesialistik, diselenggarakan oleh

lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis

(Permenkes RI No.9, 2014).

2.4.2 Jenis Klinik Bersalin

1) Klinik Pratama

Klinik pratama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar

yang dilayani oleh dokter umum dan dipimpin oleh seorang dokter umum.
21

Berdasarkan perijinannya klinik ini dapat dimiliki oleh badan usaha ataupun

perorangan.

2) Klinik Utama

Klinik utama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik

spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik. Spesialistik berarti

mengkhususkan pelayanan pada satu bidang tertentu berdasarkan disiplin ilmu,

golongan umur, organ atau jenis penyakit tertentu. Klinik ini dipimpin seorang

dokter spesialis ataupun dokter gigi spesialis. Berdasarkan perijinannya klinik ini

hanya dapat dimiliki oleh badan usaha berupa CV, ataupun PT.

2.4.3 Perbedaan Klinik Bersalin

Adapun perbedaan antara klinik pratama dan klinik utama adalah:

1. Pelayanan medis pada klinik pratama hanya pelayanan medis dasar,

sementara pada klinik utama mencangkup pelayanan medis dasar dan

spesialis;

2. Pimpinan klinik pratama adalah dokter atau dokter gigi, sementara pada

klinik utama pimpinannya adalah dokter spesialis atau dokter gigi spesialis;

3. Layanan di dalam klinik utama mencangkup layanan rawat inap, sementara

pada klinik pratama layanan rawat inap hanya boleh dalam hal klinik

berbentuk badan usaha;

4. Tenaga medis dalam klinik pratama adalah minimal dua orang dokter atau

dokter gigi, sementara dalam klinik utama diperlukan satu orang spesialis

untuk masing-masing jenis pelayanan.


22

2.4.4 Bentuk Pelayanan Klinik Bersalin

Adapun bentuk pelayanan klinik dapat berupa:

1) Rawat jalan;

2) Rawat inap;

3) One day care;

4) Home care;

5) Pelayanan 24 jam dalam 7 hari.

Perlu ditegaskan lagi bahwa klinik pratama yang menyelenggarakan rawat inap,

harus memiliki izin dalam bentuk badan usaha. Mengenai kepemilikan klinik,

dapat dimiliki secara perorangan ataupun badan usaha. Bagi klinik yang

menyelenggarakan rawat inap maka klinik tersebut harus menyediakan berbagai

fasilitas yang mencakup: (1) ruang rawat inap yang memenuhi persyaratan; (2)

minimal 5 bed, maksimal 10 bed, dengan lama inap maksimal 5 hari; (3) tenaga

medis dan keperawatan sesuai jumlah dan kualifikasi; (4). dapur gizi dan (5)

pelayanan laboratorium klinik pratama (Permenkes RI No.9, 2014).

2.4.5 Kewajiban Klinik Bersalin

Klinik memiliki kewajiban yang meliputi:

1) Memberikan pelayanan aman, bermutu, mengutamakan kepentingan pasien,

sesuai standar profesi, standar pelayanan dan standar prosedur operasional;

2) Memberikan pelayanan gawat darurat pada pasien sesuai kemampuan tanpa

meminta uang muka terlebih

dahulu/mengutamakan kepentingan pasien;

3) Memperoleh persetujuan tindakan medis;


23

4) Menyelenggarakan rekam medis;

5) Melaksanakan sistem rujukan;

6) Menolak keinginan pasien yang tidak sesuai dengan standar profesi, etika dan

peraturan perundang-undangan;

7) Menghormati hak pasien;

8) Melaksanakan kendali mutu dan kendali biaya;

9) Memiliki peraturan internal dan standar prosedur operasional; 10)

Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan (Permenkes RI No.9,

2014)

2.4.6 Kewajiban Pihak Penyelenggara Klinik Bersalin

Pihak penyelenggara klinik memiliki kewajiban yaitu:

1) Memasang papan nama klinik;

2) Membuat daftar tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya yang bekerja di

klinik beserta nomor surat tanda registrasi (STR) dan surat izin praktik (SIP) atau

surat izin kerja (SIK) dan surat izin praktik apoteker (SIPA) bagi apoteker;

3) Melaksanakan pencatatan untuk penyakit-penyakit tertentu dan melaporkan

kepada dinas kesehatan kabupaten/kota dalam rangka melaksanakan program

pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penyelenggaraan klinik ini

dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Bagi klinik yang melakukan

pelanggaran, maka pemerintah dapat mengenakan sanksi administratif berupa

teguran, teguran tertulis dan pencabutan izin (Permenkes RI No.9, 2014).


24

2.4.7 Sarana dan Prasarana Klinik Bersalin

1. Bangunan dan Ruangan

Klinik diselenggarakan pada bangunan yang permanen dan tidak bergabung

dengan tempat tinggal atau unit kerja lainnya. Dan juga bangunan klinik harus

memenuhi persyaratan lingkungan sehat sesuai ketentuan peraturan

perundangundangan. Bangunan klinik juga harus memperhatikan fungsi,

keamanan, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta

perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat,

anak-anak dan orang usia lanjut. Bangunan klinik paling sedikit terdiri atas:

1) Ruang pendaftaran/ruang tunggu;

2) Ruang konsultasi;

3) Ruang administrasi;

4) Ruang obat dan bahan habis pakai untuk klinik yang melaksanakan pelayanan

farmasi;

5) Ruang tindakan;

6) Ruang/pojok asi;

7) Kamar mandi/wc; dan

8) Ruangan lainnya sesuai kebutuhan pelayanan (Permenkes RI No.9, 2014) .

2. Prasarana Klinik

Berdasarkan permenkes RI No.9, 2014 tentang klinik disebutkan bahwa

prasarana klinik meliputi:

1) Instalasi air;
25

2) Instalasi listrik;

3) Instalasi sirkulasi udara;

4) Sarana pengelolaan limbah;

5) Pencegahan dan penanggulangan kebakaran;

6) Ambulans, untuk klinik yang menyelenggarakan rawat inap; dan

7) Sarana lainnya sesuai kebutuhan.

Prasarana sebagaimana dimaksud di atas harus dalam keadaan terpelihara

dan berfungsi dengan baik.

3. Peralatan Klinik

Klinik harus dilengkapi dengan peralatan medis dan nonmedis yang

memadai sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan. Peralatan medis dan

nonmedis harus memenuhi standar mutu, keamanan, dan keselamatan. Selain

memenuhi standar, peralatan medis juga harus memiliki izin edar sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Peralatan medis yang digunakan di klinik harus diuji dan dikalibrasi secara

berkala oleh institusi penguji atau pihak pengkalibrasi yang berwenang untuk

mendapatkan surat kelayakan alat. Peralatan medis yang menggunakan radiasi

pengion harus mendapatkan izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penggunaan peralatan medis untuk kepentingan penegakan diagnosis, terapi dan

rehabilitasi harus berdasarkan indikasi medis (Permenkes RI No.9, 2014) .

4. Ketenagaan Klinik

Pimpinan klinik pratama adalah seorang dokter atau dokter gigi. Pimpinan

klinik utama adalah dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang memiliki
26

kompetensi sesuai dengan jenis kliniknya. Pimpinan klinik sebagaimana

dimaksud pada ayat dan ayat merupakan penanggung jawab klinik dan merangkap

sebagai pelaksana pelayanan.

Tenaga medis pada klinik pratama minimal terdiri dari 2 (dua) orang dokter

dan/atau dokter gigi. Lain hal nya dengan klinik utama, minimal harus terdiri dari

1 (satu) orang dokter spesialis dari masingmasing spesialisasi sesuai jenis

pelayanan yang diberikan. Klinik utama dapat mempekerjakan dokter dan/atau

dokter gigi sebagai tenaga pelaksana pelayanan medis. Dokter atau dokter gigi

sebagaimana dimaksud di atas harus memiliki kompetensi setelah mengikuti

pendidikan atau pelatihan sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan oleh

klinik. Jenis, kualifikasi, dan jumlah tenaga kesehatan lain serta tenaga non

kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis pelayanan yang diberikan oleh

klinik.

Setiap tenaga medis yang berpraktik di klinik harus mempunyai surat tanda

registrasi dan surat izin praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan. Begitu juga tenaga kesehatan lain yang bekerja di klinik harus

mempunyai surat izin sebagai tanda registrasi/ surat tanda registrasi dan surat izin

kerja (SIK) atau surat izin praktik apoteker (SIPA) sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di klinik harus bekerja sesuai dengan

standar profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika profesi,

menghormati hak pasien, mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien.


27

dan juga klinik dilarang mempekerjakan tenaga kesehatan warga negara asing

(Permenkes RI No.9, 2014) .

5. Perijinan Klinik

Untuk mendirikan dan menyelenggarakan klinik harus mendapat izin dari

pemerintah daerah kabupaten/kota setelah mendapatkan rekomendasi dari dinas

kesehatan kabupaten/kota setempat. Dinas kesehatan kabupaten/kota

mengeluarkan rekomendasi setelah klinik memenuhi ketentuan persyaratan klinik.

Permohonan izin klinik diajukan dengan melampirkan:

1) Surat rekomendasi dari dinas kesehatan setempat;

2) Salinan/fotokopi pendirian badan usaha kecuali untuk kepemilikan perorangan;

3) Identitas lengkap pemohon;

4) Surat keterangan persetujuan lokasi dari pemerintah daerah setempat;

5) Bukti hak kepemilikan atau penggunaan tanah atau izin penggunaan bangunan

untuk penyelenggaraan kegiatan bagi milik pribadi atau surat kontrak minimal

selama 5 (lima) tahun bagi yang menyewa bangunan untuk penyelenggaraan

kegiatan;

6) Dokumen upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan

lingkungan (UPL);

7) Profil klinik yang akan didirikan meliputi struktur organisasi kepengurusan,

tenaga kesehatan, sarana dan prasarana, dan peralatan serta pelayanan yang

diberikan; dan

8) Persyaratan administrasi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang

undangan.
28

Izin klinik diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat

diperpanjang dengan mengajukan permohonan perpanjangan 6 (enam) bulan

sebelum habis masa berlaku izinnya. Pemerintah daerah kabupaten/kota dalam

waktu 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima harus menetapkan menerima atau

menolak permohonan izin atau permohonan perpanjangan izin. Permohonan yang

tidak memenuhi syarat ditolak oleh pemerintah daerah kabupaten/kota dengan

memberikan alasan penolakannya kepada pihak penanggung jawab klinik pratama

yang bersangkutan (Permenkes RI No.9, 2014).

2.5 Kepuasan Pelanggan

Kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang merupakan

hasil dari membandingka penampilan atau outcome produk yang dirasakan dalam

hubungannya dengan harapan seseorang (Philip Kotler).

Kepuasaan pelanggan adalah suatu keadaan dimana keinginan, harapan dan

kebutuhan pelanggan dipenuhi. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila

pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan.

Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam menyediakan

pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Apabila pelanggan

merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan

tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien. Hal ini terutama sangat

penting bagi pelayanan publik.

Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting

dalam mengembangkan suatu sistim penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap

kebutuhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan


29

dampak pelayanan terhadap populasi sasaran (Triatmojo, 2006). Dalam rangka

mengembangkan mekanisme pemberian pelayanan yang memenuhi kebutuhan,

keinginan dan harapan pelanggan, perlu mengetahui apa yng dipikirkan pelanggan

tentang jenis, bentuk dan orang yang memberi pelayanan.

Lupiyoadi (2001:158) menyatakan bahwa dalam menentukan tingkat

kepuasan, terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan,

yaitu:

a. Kualitas produk; Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka

menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.

b. Kualitas pelayanan; Terutama untuk industri jasa, pelanggan akan merasa puas

bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang

diharapkan.

c. Emosional; Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa

orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek

tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan lebih tinggi.

Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai social

atau self esteem yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek

tertentu.

d. Harga; Produk yang mempunyai kualitas sama tetapi menetapkan harga yang

relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya.

e. Biaya; Pelanggan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu

membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas

terhadap produk atau jasa itu.


30

Keistimewaan produk yang memenuhi kebutuhan pelanggan diantaranya yaitu:

 Mutu yang lebih tinggi dari produk memungkinkan (memberikan manfaat)

untuk:

– Meningkatkan kepuasan pelanggan.

– Membuat produk mudah laku dijual

– Memenangkan persaingan

– Meningkatkan pangsa pasar

– Memperoleh pemasukan dari penjualan

– Menjamin harga premium

– Dampak yang teruatama adalah terhadap penjualan

– Biasanya, mutu yang lebih tinggi membutuhkan biaya lebih banyak

 Mutu yang bebas dari kekurangan :

– Mengurangi tingkat kesalahan

– Mengurangi pekerjaan ulang dan pemborosan

– Mengurangi kegagalan di lapangan, beban garansi

– Mengurangi ketidakpuasan pelanggan

– Mengurangi keharusan memeriksa dan menguji

– Memendekkan waktu guna melempar produk baru ke pasar

– Tingkatkan hasil/kapasitas

– Meningkatkan kinerja pengiriman

– Dampak utama biaya

– Biasanya mutu lebih tinggi biayanya lebih sedikit


31

2.4.1 Mengukur Kepuasan Pelanggan

Puas atau tidak puas seseorang tergantung pada

 Sikapnya terhadap ketidaksesuaian (rasa senang atau tidak senang).

 Tingkatan daripada evaluasi “baik atau tidak” untuk dirinya, melebihi atau di

bawah standar.

2.4.2 Mengukur Kepuasan Pelanggan di Klinik Bersalin

Kepuasan pelanggan adalah indikator pertama dari standar suatu Klinik Bersalin

dan merupakan suatu ukuran mutu pelayanan. Kepuasan pelanggan yang rendah

akan berdampak terhadap jumlah kunjungan yang akan mempengaruhi

provitabilitas Klinik Bersalin, sedangkan sikap karyawan terhadap pelanggan juga

akan berdampak terhadap kepuasan pelanggan dimana kebutuhan pelanggan dari

waktu ke waktu akan meningkat, begitu pula tuntutannya akan mutu pelayanan

yang diberikan.

Kepuasan pelanggan, sangat berhubungan dengan kenyaman, keramahan, dan

kecepatan pelayanan. Kepuasan pelanggan, merupakan indikator yang

berhubungan dengan jumlah keluhan pelanggan atau keluarga, kritik dalam kolom

surat pembaca, pengaduan mal praktek, laporan dari staf medik dan perawatan

dsb.

Bentuk kongkret untuk mengukur kepuasan pelanggan Klinik Bersalin, dalam

seminar survai kepuasan pelanggan di RS, Junadi (2007), mengemukakan ada

empat aspek yang dapat diukur yaitu: Kenyamanan, Hubungan pelanggan dengan

petugas, kompetensi petugas dan biaya.


32

1. Kenyaman, aspek ini dijabarkan dalam pertanyaan tentang lokasi Klinik

Bersalin, kebersihan, kenyamanan ruangan, makanan dan minuman,

peralatan ruangan, tata letak, penerangan, kebersihan WC, pembuangan

sampah, kesegaran ruangan dll.

2. Hubungan pelanggan dengan petugas Klinik Bersalin, dapat dijabarkan

dengan pertanyaan yang menyangkut keramahan, informasi yang

diberikan, sejauh mana tingkat komunikasi, responsi, support, seberapa

tanggap dokter/perawat di ruangan IGD, rawat jalan, rawat inap, farmasi,

kemudahan dokter/perawat dihubungi, keteraturan pemberian meal, obat,

pengukuran suhu dsb.

3. Kompetensi teknis petugas, dapat dijabarkan dalam pertanyaan kecepatan

pelayanan pendaftaran, keterampilan dalam penggunaan teknologi,

pengalaman petugas medis, gelar medis yang dimiliki, terkenal,

keberanian mengambil tindakan, dsb.

4. Biaya, dapat dijabarkan dalam pertanyaan kewajaran biaya, kejelasan

komponen biaya, biaya pelayanan, perbandingan dengan Klinik Bersalin

yang sejenis lainnya, tingkat masyarat yang berobat, ada tidaknya keringan

bagi masyarakat miskin dsb.


BAB III

PEMBAHASAN

Pemanfaatan Klinik Bersalin untuk mengatasi masalah mortalitas khususnya

yang banyak terjadi pada ibu dan anak, pemerintah sadar bahwa tidak mungkin

mengatasi masalah itu sendiri. Peran serta masyarakat untuk terlibat langsung

mengatasi masalah tersebut, sangat diperlukan. Pada akhir tahun 80-an,

pemerintah merintis usaha untuk mengembangkan kegiatan partisipasi masyarakat

untuk memudahkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di desa,

membantu menurunkan angka kematian ibu, bayi dan balita, menurunkan angka

kelahiran dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk dapat hidup bersih dan

sehat.

Bentuk partisipasi masyarakat adalah dengan mengembangkan program

bidan di setiap desa. Melihat pada tujuan yang akan dicapai melalui keberadaan

Klinik Bersalin dengan bidan desanya, harus diakui bahwa program tersebut

sangat bagus. Penerapan prinsip ”kalau masyarakat tidak dapat datang, maka

pelayanan yang harus mendatangi masyarakat” tampaknya sudah mendapat

apresiasi dari masyarakat. Namun demikian, harus diakui bahwa masih banyak

faktor yang mempengaruhi keberhasilan program Klinik Bersalin ini.

Persepsi peruntukan Klinik Bersalin yang ada di masyarakat adalah hanya

untuk pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan kesehatan ibu

dan anak (termasuk KB). Sesungguhnya Klinik Bersalin juga berfungsi sebagai

tempat konsultasi, penyuluhan dan pendidikan kesehatan bagi masyarakat, dukun

33
34

bayi, kader, serta media deteksi dini masalah kesehatan yang ada di pedesaan agar

dapat ditangani dengan cepat sesuai kondisi dan potensi masyarakat setempat.

Penyebab lainnya yaitu:

1. tradisi masyarakat yang lebih memilih persalinan si ibu di rumah

sendiri dengan pertolongan bidan desa atau mantri senior kesehatan,

maupun oleh dukun bayi

2. fasilitas di Klinik Bersalin kurang lengkap

3. bidan desa tidak berdomisili di Klinik Bersalin

4. kurangnya promosi

5. rendahnya partisipasi dan komitmen kepemilikan masyarakat

6. image bidan jelek

7. pelaporan data yang kurang lengkap

8. rendahnya mutu pelayanan.

Pendekatan konseptual yang digunakan tulisan ini untuk menganalisis

pemanfaatan UKBM, khususnya pelayanan yang diberikan oleh Klinik Bersalin,

adalah model perilaku kesehatan yang dikembangkan oleh Anderson (Muzaham,

1995).

Ada tiga hal yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh

keluarga, antara lain predisposisi keluarga untuk menggunakan jasa pelayanan

kesehatan, kemampuan keluarga untuk melaksanakan dan faktor kebutuhan

keluarga terhadap jasa pelayanan kesehatan tersebut.

Pemanfaatan Klinik Bersalin berdasarkan karakteristik Sebagaimana konsep

model perilaku kesehatan oleh Anderson, maka komponen predisposisi yang


35

diterjemahkan dengan karakteristik rumah tangga terdapat kecenderungan yang

berbeda dalam penggunaan pelayanan kesehatan Klinik Bersalin. Dengan asumsi

usia istri (ibu hamil) tidak jauh dari usia kepala rumah tangga.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pemanfaatan Klinik Bersalin oleh rumah tangga di Indonesia masih rendah.

Alasan rendahnya pemanfaatan Klinik Bersalin yaitu karena sedang tidak hamil

sehingga tidak membutuhkan pelayanan Klinik Bersalin, tidak ada Klinik Bersalin

karena bertempat tinggal di perkotaan, karena letak yang jauh, dan pelayanan

tidak lengkap. Secara keseluruhan, baik berdasarkan jarak, waktu tempuh dan

ketersediaan angkutan menuju Klinik Bersalin, keberadaan Klinik Bersalin masih

dimanfaatkan oleh beberapa kelompok rumah tangga meskipun hanya sebagian

kecil.

Adapun rumah tangga yang memanfaatkan Klinik Bersalin, memiliki

karakteristik yaitu semakin tua usia kepala rumah tangga makin tidak banyak

memanfaatkan, kepala rumah tangga dengan pendidikan SD dan SMP adalah

kelompok yang paling banyak memanfaatkan, masyarakat perdesaan lebih banyak

memanfaatkan Klinik Bersalin dibanding perkotaan, dan berdasarkan

pengeluaran, makin tinggi pengeluaran makin sedikit yang memanfaatkan.

Berdasarkan jarak dan waktu tempuh, diperoleh gambaran pemanfaatan

Klinik Bersalin bahwa semakin dekat jarak tempuh ke Klinik Bersalin, semakin

besar kemungkinan memanfaatkan Klinik Bersalin, dan semakin sedikit waktu

tempuh ke Klinik Bersalin, semakin besar kemungkinan memanfaatkan Klinik

Bersalin. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya Klinik

37
38

Bersalin lebih tepat didesain untuk kelompok rumah tangga yang sangat miskin

(kuintil 1) dan miskin (kuintil 2), berpendidikan rendah, bermata pencaharian

petani atau nelayan, berlokasi di perdesaan atau daerah terpencil dengan

keterbatasan alat transportasi. Namun demikian kualitas pelayanan yang diberikan

juga harus memenuhi standar pelayanan minimal Klinik Bersalin dan ditunjang

dengan sumber daya, peralatan yang memadai, harga terjangkau, dan

reward/kompensasi kesejahteraan yang sesuai kepada bidan desa yang telah

melaksanakan tugasnya dengan baik, bahkan jemput bola pasien.

4.2 Saran

Adapun beberapa saran yang dapat penulis berikan tentang mutu pelayanan

Klinik Bersalin yang diukur dari segi kepuasan pelanggannya adalah:

1. Pelayanan yang baik akan memuaskan pelanggannya, untuk itu setiap Klinik

Bersalin harus dapat memberikan pelayanan kesehatan yang dapat

memuaskan pasiennya.

2. Tidak hanya sarana dan pra sarana yang lengkap saja yang dapat memuaskan

pelanggan/ pasien yang datang berobat pada Klinik Bersalin tersebut tapi juga

ketanggapan petugas kesehatannya (dokter, bidan, mantri, perawat), serta

keramahtamahannya kepada pasien sehingga aspek inilah yang harus

ditingkatkan oleh Klinik Bersalin.

3. Jangan sampai aspek komunikasi dengan pasien tidak diperhatikan oleh

petugas kesehatan baik dokter, bidan maupun perawat karena itu merupakan

dimensi mutu yang menunjukkan Klinik Bersalin tersebut bermutu baik.


DAFTAR PUSTAKA

Ajik P. Suwondo (ed). 2019. Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD),

Pengertian dan pandangan dasar, Pusat Penelitian dan Pengembangan

Pelayanan Kesehatan, Surabaya.

Kemenkes R.I, 2020. Pusat Promosi Kesehatan. Pedoman Pelaksanaan

Pengembangan Desa Siaga, Jakarta, Departemen Kesehatan. 2006 a. 3

Martodipuro, Subagyo dan Soeharti. Indepth Interview Dengan Para Bidan di

NTB dan Kabupaten Malang. Majalah Kesehatan Masyarakat

Munijaya, A.Gde.2004. “Manajemen Kesehatan Edisi 2”. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC

Muzaham, Fauzi. 2020. Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan, UI Press, Jakarta.

S Sumantri, Siregar KN. 2019. Kajian kematian ibu dan anak di Indonesia,

Ringkasan Eksekutif. Jakarta: Badan Litbangkes

Scholl J., dan Lago D. 2019. Using Non-reactive Methods to Study and Improve

4-H Programs. Journal of Extension. Vol. 32 No 3 (October).

http://www.joe.org/joe/1994october/tt3.php.

Siswanto. KLINIK BERSALIN. 25 Mei 2021.

http://yuniafriani.blogspot.com/2011/05/normal-0-falsefalse-false-en-us-x-

none.html.

Suripto. 2018. Tesis. Pemanfaatan Pondok Bersalin Desa sebagai Sarana

Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di Kabupaten Sukabumi, Universitas

Indonesia, Jakarta. 1997.

38
39

WHO. 1995. “Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer”.Jakarta: Buku

Kedokteran EGC

Wijono, Djoko. 1999. “Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan”. Surabaya:

Airlangga University Press.

Anda mungkin juga menyukai