Anda di halaman 1dari 65

EFEKTIVITAS PELAYANAN KESEHATAN

DI BLUD RUMAH SAKIT UMUM KOTA BAUBAU

PROPOSAL PENELITIAN

Di Ajukan Dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Persyaratan Untuk

Mengikuti Seminar Proposal Penelitian Srata Satu (S1) Program Studi Ilmu

Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Dayanu

Ikhsanuddin

OLEH :

ANIS RAFIKA

NPM : 15 110 027

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS DAYANU IKHSANUDDIN

BAUBAU

2020

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

HALAMAN PERSETUJUAN..............................................................................v

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...........................................................................1

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah.........................................5

1.2.1 Identifikasi Masalah.......................................................5

1.2.2 Rumusan Masalah..........................................................6

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian................................................6

1.3.1 Maksud Penelitian.........................................................6

1.3.2 TujuanPenelitian............................................................6

1.4 Kegunaan Penelitian..................................................................6

1.4.1 Kegunaan Teoritis..........................................................6

1.4.2 Kegunaan Praktis...........................................................6

BAB II.....................................................................................................................1

TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................1

2.1 Landasan Teori..........................................................................1

2.1.1 Pengertian Efektivitas....................................................1

2.1.2 Konsep Pelayanan Kesehatan......................................15

2.1.3 Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit.........................16

ii
2.2. Kerangka Pikir.........................................................................20

BAB III..................................................................................................................22

METODE PENELITIAN....................................................................................22

3.1 Desain Penelitian......................................................................22

3.2 Definisi Operasional Variabel.................................................22

3.3 Jenis Data, Bentuk Data, dan Informan Penelitian..............23

3.4 Teknik Pengumpulan Data.....................................................23

3.5 Teknik Analisis Data...............................................................23

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................27

iii
iv
HALAMAN PERSETUJUAN

Telah diperiksa dan disetujui untuk dipertahankan di hadapan Sidang

Majelis Seminar Proposal Penelitian Program Studi Ilmu Administrasi Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Dayanu Ikhsanuddin.

Yang bertanda tangan di bawah ini, meneerangkan bahwa :

Nama : Anis Rafika

NPM : 15 110 027

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Program Studi : Ilmu Administrasi Negara

Jenjang Program Studi : Strata Satu (S1)

Judul Peneltian : Efektivitas Pelayanan Kesehatan Di BLUD Kota

Baubau

PEMBIMBING

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

v
Dr. La Ode Syaiful Islamy, M.Si.

NIDN. 0908038001 Wa Ode Arsyiah, S.Sos. , M.Si.

NIDN. 0907027101

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan publik yang baik merupakan hal wajib dipenuhi pada setiap

organisasi kerja baik Pemerintah maupun swasta. Pelayanan publik yang

maksimal tercermin dari sumberdaya yang mumpuni untuk mengerjakan dan

menyelesaikan tugas-tugas yang telah ditetapkan.Jika hal-hal tersebut tidak

menjadi pedoman maka pelayanan tidak mencerminkan harapan tentang

pelayanan yang berkualitas yangd idamba-dambakan oleh masyarakat.

Kualitas aparat pemerintah tercermin dari kemampuannya dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan beban tugas masing-

masing.Salah satu upaya yang dilakukan dalam mengembangkan dan memelihara

kualitas kerja aparat dapat dimulai dengan upaya motivasi.Disamping itu peranan

kepemimpinan juga merupakan faktor yang sangat mendukung kualitas pelayanan

aparat pemerintah.

Begitu pula dengan pelayanan kesehatan, Rumah sakit sebagai salah satu

fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya

mempercepat derajat kesehatan masyarakat Indonesia.Pemerintah telah

bersungguh-sungguh dan terus-menerus berupaya untuk meningkatkan mutu

pelayanan baik yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi.Peran

tersebut pada dewasa ini semakin dituntut akibat adanya perubahan-perubahan

epidemiologik penyakit, perubahan struktur organisasi, perkembangan ilmu

1
pengetahuan dan teknologi, perubahan sosio-ekonomi masyarakat dan pelayanan

yang lebih efektif, ramah dan sanggup memenuhi kebutuhan mereka.

Rumah Sakit sebagai bagian dari sistem kesehatan nasional dituntut untuk

meningkatkan kualitas penyediaan fasilitas, pelayanan dan kemandirian. Dengan

demikian rumah sakit merupakan salah satu pelaku pelayanan kesehatan yang

kompetitif harus dikelola oleh pelaku yang mempunyai jiwa wirausaha yang

mampu menciptakan efisiensi, keunggulan dalam kualitas dan pelayanan,

keunggulan dalam inovasi serta unggul dalam merespon kebutuhan pasien

(Jacobalis, 1995).

Dalam menerima dan melayani pasien sebagai konsumen dengan berbagai

karakteristik, rumah sakit harus melengkapi diri supaya senantiasa mendengarkan

suara konsumen, dan memiliki kemampuan memberikan respon terhadap setiap

keinginan, harapan konsumen dan tuntutan pengguna jasa sarana pelayanan

kesehatan.Hal ini erat berhubungan dengan tenaga kesehatan yang senantiasa

mendampingi dan melayani pasien sebagai konsumennya.

Hal tersebut di atas sejalan dengan pendapat yang dikemukakan

Waworuntu bahwa”Seseorang yang profesional dalam dunia administrasi negara

menguasai kebutuhan masyarakat dan mengetahui cara memuaskan dan

memenuhi kebutuhan masyarakat. Masyarakat perlu dipuaskan melalui

pemenuhan kebutuhannya. Sehingga masyarakat merasa sebagai seorang raja,

maka harus dilayani dengan baik” (Waworuntu, 1997)

Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat banyak hal

yang perlu diperhatikan.Salah satu diantaranya yang dianggap mempunyai

2
peranan yang cukup penting adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan.Sesuai

dengan peraturan Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Pelayanan

Kesehatan. Agar penyelenggaraan pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan

yang diinginkan maka pelayanan harus memenuhi berbagai syarat diantaranya;

tersedia dan berkesinambungan, dapat diterima dan wajar, mudah dicapai, mudah

dijangkau, dan bermutu (Azwar, 1996).

Pelayanan kesehatan yang bermutu merupakan salah satu tolak ukur

kepuasan yang berefek terhadap keinginan pasien untuk kembali kepada institusi

yang memberikan pelayanan kesehatan yang efektif. Untuk memenuhi kebutuhan

dan keinginan pasien sehingga dapat memperoleh kepuasan yang ada pada

akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan pada rumah sakit melalui pelayanan

prima. Melalui pelayanan prima, rumah sakit diharapkan akan menghasilkan

keunggulan kompetitif dengan pelayanan bermutu, efisien, dan inovatif. Misal,

bentuk pelayanan yang efektif antara pasien dan pemberi pelayanan disadari

sering terjadi perbedaan persepsi. Pasien mengartikan pelayanan yang bermutu

dan efektif jika pelayanannya nyaman, menyenangkan dan petugasnya ramah

yang mana secara keseluruhan memberikan kesan kepuasan terhadap pasien.

Sedangkan, provider mengartikan pelayanan yang bermutu dan efesien jika

pelayanan sesuai dengan standar pemerintah. Adanya perbedaan persepsi tersebut

sering menyebabkan keluhan terhadap pelayanan.

Bentuk pelayanan yang efektif antara pasien dan pemberi pelayanan

(provider) disadari sering terjadi perbedaan persepsi.

3
Pasien mengartikan pelayanan yang bermutu dan efektif jika pelayanannya

nyaman, menyenangkan dan petugasnya ramah yang mana secara keseluruhan

memberikan kesan kepuasan terhadap pasien.Sedangkan provider mengartikan

pelayanan yang bermutu dan efesien jika pelayanan sesuai dengan standar

pemerintah. Adanya perbedaan persepsi tersebut sering menyebabkan keluhan

terhadap pelayanan (Azwar, 1996).

Efektivitas pelayanan di lingkup BLUD Kota Baubau dalam pelaksanaan

tugasnya sehari-hari ternyata beragam, ada yang produktivitasnya tinggi dan juga

ada yang masih rendah. Kenyataan lain menunjukkan bahwa kepemimpinan,

motivasi dan sarana prasarana juga terdapat beraneka macam, ada yang rendah

sosial dan ada yang tinggi sosial.

BLUD Kota Baubau sebagai salah satu rumah sakit yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan pada masyarakat, jika dilihat dari aspek

ilmu dan teknologi kedokteran maupun ilmu dan teknologi administrasi, dapat

dikatakan masih belum memadai.Sebab hasil pengamatan awal menunjukan

bahwa, BLUD Kota Baubau sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan

masyarakat di Kota Baubau, saat ini masih dianggap belum mampu memberikan

pelayanan kesehatan secara optimal pada masyarakat.Kondisi ini ditunjukan oleh

banyaknya kritikan dan saran serta keluhan masyarakat mengenai pelayanan yang

diberikan. Keluhan-keluhan masyarakat itu dapat dibagi dalam dua kategori,

yaitu: (1) Keluhan yang berhubungan dengan tindakan dokter atau paramedis

yang terkadang terlambat mengambil tindakan pelayanan ketika pasien sudah

berada di rumah sakit, walaupun pasien tersebut membutuhkan penangan yang

4
cepat. (2) Keluhan yang berhubungan dengan pelayanan administrasi, seperti

dalam pengurusan kartu anggota, dan prosedur pelayanan kartu sehat dan askes

yang lambat.

Kritikan, saran dan keluhan masyarakat sebagaimana disebutkan di atas

lebih menekankan pada aspek pelayanan administrasi yang dianggap belum

efektif, hal ini boleh jadi benar sebab telah dijelaskan sebelumnya, bahwa

meskipun ilmu dan teknologi kedokteran relative masih rendah, tetapi jika ilmu

dan teknologi administrasi dianggap cukup memadai, maka penyelenggaraan

pelayanan kesehatan dapat memberikan kepuasan pada masyarakat sebagai

pengguna jasa layanan (Azwar, 1996).

Dalam hasil penelitian sebelumnya (Hartono, T. Y. (2016) yang berkaitan

dengan penelitian ini dengan judul Efektifitas Sistem Pelayanan Kesehatan

Masyarakat Oleh Dinas Kesehatan Kota Samarinda. Hasil dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui tentang efektivitas pelayanan kesehatan masyarakat oleh

Dinas Kesehatan Kota Samarinda dan untuk menganalisis kendala-kendala yang

dihadapi Dinas Kesehatan Kota Samarinda dalam meningkatkan efektivitas

strategi pelayanan kesehatan masyarakat.Penelitian ini dilakukan di Dinas

Kesehatan Kota Samarinda. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode deskriptif kualitatif, dimana instrumen utama dalam penelitian adalah

peneliti sendiri.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu (Hartono, T. Y. (2016) bahwa

berdasarkan visi dan misi serta sasaran strategis Dinas Kesehatan Kota Samarinda,

Sistem Pelayanan Kesehatan oleh Dinas Kesehatan Kota Samarinda telah

5
dilaksanakan dengan efektif karena telah mempunyai cukup berbagai ketersediaan

fasilitas yang memadai, ketersediaan SDM yang mencukupi serta ketersediaan

pendanaan yang cukup memadai untuk menunjang beberapa program-program

Dinas Keseahatan. Kendala-kendala yang dihadapai Dinas Kesehatan Kota

Samarinda antara lain kualifikasi dan kuantitas SDM yang secara langsung

menangani masalah pelayanan kesehatan atau ahli dalam bidangnya, salain itu

adanya keterlambatan anggaran seperti anggaran APBD dari Pemerintah Pusat

atau Daerah untuk mendukung aktifitas Pelayanan Kesehatan Masyarakat Dinas

Kesehatan Kota Samarinda, serta kendala seperti sosialisai maupun pelatihan yang

diberikan oleh Dinas Kesehatan Kota Samarinda dan Pemerintah sehingga banyak

dari masyarakat ssat ini lebih beralih kepelayanan yang diberikan pihak swasta

karena pasien tidak merasa puas dengan penyedia pelayanan kesehatan yang

diselenggarakan melalui program program Pemerintah. (Hartono, T. Y. (2016).

Efektifitas sistem pelayanan kesehatan masyarakat oleh dinas kesehatan kota

samarinda. EJournal Ilmu Administrasi Negara, 4(2), 4027–4041).

Dari beberapa instansi yang ada di Kota Baubau baik itu instansi

Pemerintah maupun Swasta, Rumah Sakit Umum Daerah (BLUD) Kota Baubau

merupakan instansi yang sangat vatal dalam memberikan pelayanan. Berdasarkan

pengamatan awal kondisi yang sering dijumpai menunjukkan masalah mutu dan

keefektifan yang ada kususnya di rumah sakit yakni adanya keluhan yang sering

terdengar dari pihak pemakai layanan kesehatan yang biasanya menjadi sasaran

ialah sikap dan tindakan dokter atau perawat, sikap petugas administrasi, selain itu

6
juga tentang sarana yang kurang memadai, kelambatan pelayanan, persediaan

obat, tarif pelayanan kesehatan, peralatan medis dan lain-lain.

Berdasarkan data empiric di lapangan maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian secara empiric. Oleh karena itu penulis melakukan

penelitian dengan judul “Efektivitas Pelayanan Kesehatan di BLUD Rumah Sakit

Umum Kota Baubau”.

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah

1.2.1 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan penelitian ini dapat

diidentifikasi sebagai berikut :

1. Keluhan yang berhubungan dengan tindakan dokter atau paramedis (petugas

kesehatan) yang terkadang terlambat mengambil tindakan pelayanan ketika

pasien sudah berada di rumah sakit, walaupun pasien tersebut membutuhkan

penangan yang cepat..

2. Keluhan yang berhubungan dengan pelayanan administrasi, seperti dalam

pengurusan kartu anggota, dan prosedur pelayanan kartu sehat dan askes yang

lambat.

1.2.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas rumusan masalah pada penelitin

ini yaitu Bagaimanakah efektivitas pelayanan kesehatan di BLUD Kota Baubau?

7
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Adapun maksud dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui bagaimana

efektivitas pelayanan kesehatan di BLUD Kota Baubau

1.3.2 TujuanPenelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mendeskripsikan efektivitas

pelayanan kesehatan di BLUD Kota Baubau

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini di harapkan :

1. Bagi peneliti lain dapat di jadikan sebagai bahan referensi dalam melakukan

penelitian yang ada hubungannya dengan efektivitas pelayanan kesehatan.

2. Bagi peneliti sendiri merupakan media pengembangan ilmu pengetahuan

khususnya ilmu administrasi Negara dalam mengaplikasikan teori yang telah di

pelajari selama mengikuti perkuliahan.

3. Bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan

objek penelitian.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Kegunaan praktis yang dapat di perolah dari penelitian ini adalah :

1. Bagi manajemen rumah sakit di harapkan dapat menjadi masukan untuk

meningkatkan efektivitas pelayanan kesehatan di BLUD Kota Baubau.

8
2. Memberikan sumbangan pemikiran dariPasien dan bagi para medis di BLUD

Kota Baubau untuk lebih selektif dalam pelayanan kesehatan di BLUD Kota

Baubau.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Efektivitas

Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil

atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Menurut Harbani Pasolong,

efektivitas pada dasarnya berasal dari kata “efek” dan digunakan istilah ini sebagai

hubungan sebab akibat. Efektivitas dapat dipandang sebagai suatu sebab dari variabel

lain. Efektivitas berarti bahwa tujuan yang telah direncanakan sebelumnya dapat

tercapai atau dengan kata sasaran tercapai karena adanya proses kegiatan(Pasolong,

2007).

Robbins dalam (Tika, 2008) memberikan definisi efektivitas sebagai tingkat

pencapaian organisasi dalam jangka pendek dan jangka penjang. Maksudnya adalah

efektivitas merupakan suatu standar pengukuran untuk menggambarkan tingkat

keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan

sebelumnya.

Secaranyata Stoner dalam (Kurniawan, 2005) menekankan pentingnya

efektivitas dalam pencapaian tujuan-tujuan organisasi dan efektivitas adalah kunci

dari kesuksesan suatu organisasi. Menurut Mullins dalam (Rukman, 2006), efektif itu

harus terkait dengan pencapaian tujuan dan sasaran suatu tugas dan pekerjaan dan

terkait juga dengan kinerja dari proses pelaksanaan suatupekerjaan.

Menurut H. Emerson seperti yang dikutip Soewarno Handayanigrat,

memberikan definisi bahwa “Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya

sasaran atau tujuan yang ditentukan sebelumnya” (Handayaningrat, 1994).

Sedangkan Georgopolous dan Tannenbaum dalam bukunya yang berjudul

Efektivitas Organisasi , mengemukakan bahwa:

10
“Efektivitas ditinjau dari sudut pencapaian tujuan, dimana keberhasilan suatu

organisasi harus mempertimbangkan bukan saja sasaran organisasi tetapi juga

mekanisme mempertahankan diri dalam mengejar sasaran dengan kata lain,

penilaian efektivitas harus berkaitan dengan masalah sasaran maupun tujuan”

(Georgopolous dan Tannenbaum, 1985).

Selanjutnya Martani dan Lubis, menyatakan bahwa :

“Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok aktivitas untuk

mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan kata lain

suatu organisasi disebut efektif apabila tercapai tujuan atau sasaran yang telah

ditentukans ebelumnya”(Lubis, 1987). Dari beberapa pendapat yang dikemukakan

oleh para ahli tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang menjadi

penekanan dari pengertian efektivitas berada pada pencapaian tujuan. Ini berarti dapat

dikatakan efektif apabila tujuan atau sasaran yang dikehendaki dapat tercapai sesuai

dengan rencana semula dan menimbulkan efek atau dampak terhadap apa yang

diinginkan atau diharapkan.

Tingkat efektivitas dapat diukur dengan membandingkan antara rencana atau

target yang telah ditentukan dengan hasil yang dicapai, maka usaha atau hasil

pekerjaan tersebut itulah yang dikatakan efektif, namun jika usaha atau hasil

pekerjaan yang dilakukan tidak tercapai sesuai dengan apa yang direncanakan, maka

hal itu dikatakan tidak efektif.

Hari Lubis dan Martani Huseini, menyatakan efektifitas sebagai konsep yang

sangat penting dalam organisasi karena menjadi ukuran keberhasilan organisasi

dalam mencapai tujuannya. Karenanya, pengukuran efektifitas bukanlah hal yang

sederhana mengingat perbedaan tujuan masing- masing organisasi dan keragaman

tujuan organisasi itusendiri(Lubis, 1987).

Lebih lanjut, Hari Lubis dan Martani Huseini menyebutkan 3 (tiga) pendekatan utama

dalam pengukuran efektifitas organisasi, yaitu :


11
1. Pendekatan sumber (resource approach) yakni mengukur efektivitas dari input.

Pendekatan mengutamakan adanya keberhasilan organisasi untuk memperoleh

sumberdaya, baik fisik maupun nonfisik yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.

2. Pendekatan proses (process approach) adalah untuk melihat sejauh mana

efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal atau

mekanisme organisasi.

3. Pendekatan sasaran (goals approach) dimana pusat perhatian pada output,

mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil(output) yang sesuai

dengan rencana.(Lubis, 1987).

Dari ketiga pendekatan tersebut dapat dikemukakan bahwa efektivitas

organisasi merupakan suatu konsep yang mampu memberikan gambaran tentang

keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai sasarannya.

Menurut pendapat David Krech, Ricard S. Cruthfied dan Egerton L. Ballachey

dalam bukunya “Individual and Society” yang dikutip Sudarwan Danim,

menyebutkan ukuran efektivitas, sebagai berikut :

1. Jumlah hasil yang dapat dikeluarkan, artinya hasil tersebut berupa kuantitas atau

bentuk fisik dari organisasi, program atau kegiatan. Hasil dimaksud dapat dilihat

dari perbandingan (ratio) antara masukan (input) dengan keluaran(output).

2. Tingkat kepuasan yang diperoleh, artinya ukuran dalam efektivitas ini dapat

kuantitatif (berdasarkan pada jumlah atau banyaknya) dan dapat kualitatif

(berdasarkan padamutu).

3. Produk kreatif, artinya penciptaan hubungannya kondisi yang kondusif dengan

dunia kerja, yang nantinya dapat menumbuhkan kreativitas dan kemampuan.

4. Intensitas yang akan dicapai, artinya memiliki ketaatan yang tinggi dalam suatu

tingkatan intens sesuatu, dimana adanya rasa saling memiliki dengan kadar

yangtinggi.(Danim, 2004)

Efektivitas kerja organisasi sangat tergantung dari efektivitas kerja dari


12
orang-orang yang bekerja didalamnya. Ada beberapa kriteria yang dapat

digunakan untuk mengukur efektivitas kerja dari organisasi yang memberikan

pelayanan (Sondang P. Siagian, 1996) antara lain :

1. Faktor waktu

Faktor waktu di sini maksudnya adalah ketepatan waktu dan kecepatan

waktu dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi pelayanan. Hanya saja

penggunaan ukuran tentang tepat tidaknya atau cepat tidaknya pelayanan yang

diberikan berbeda dari satu orang ke orang lain. Terlepas dari penilaian

subjektif yang demikian, yang jelas ialah faktor waktu dapat dijadikan sebagai

salah satu ukuran efektivitaskerja.

2. Faktor kecermatan

Faktor kecermatan dapat dijadikan ukuran untuk menilai tingkat

efektivitas kerja organisasi yang memberikan pelayanan. Faktor kecermatan

disini adalah faktor ketelitian dari pemberi pelayanan kepada pelanggan.

Pelanggan akan cenderung memberikan nilai yang tidak terlalu tinggi kepada

pemberi pelayan, apabila terjadi banyak kesalahan dalam proses pelayanan,

meskipun diberikan dalam waktu yangsingkat.

3. Faktor gaya pemberian pelayanan

Gaya pemberian pelayanan merupakan salah satu ukuran lain yang

dapat dan biasanya digunakan dalam mengukur efektivitas kerja. Yang

dimaksud dengan gayadisini adalah cara dan kebiasaan pemberi pelayanan

dalam memberikan jasa kepada pelanggan. Bisa saja si pelanggan merasa

tidak sesuai dengan gaya pelanggan yang diberikan oleh pemberi pelayanan.

Jika berbicara tentang sesuatu hal yang menyangkut kesesuaian, sesungguhnya

apa yang dibicarakan termasuk hal yang tidak terlepas kaitannya dengan nilai-

nilai sosial yang dianut oleh orang yang bersangkutan.

Selanjutnya, (Ricard M Steers, 1986), mengemukakan ada 4 faktor


13
utama atas efektivitas organisasi:

1. CiriOrganisasi

Struktur dan teknologi organisasi dapat mempengaruhi segi-segi

tertentu dari efektivitas, dengan berbagai cara. Mengenai struktur, ditemukan

bahwa meningkatnya produktivitas danefisiensi sering merupakan hasil dari

meningkatnya spesialisasi fungsi, ukuran organisasi, sentralisasi pengambilan

keputusan dan formalisasi. Walaupun produktivitas danefisiensi cenderung

mempunyai hubungan yang positif dengan beberapa variabel.Bukti ini

menunjukan bahwa para manajer bertanggung jawab mengidentifikasikan

dengan jelas sasaran-sasaran pokok dan mengenali akibat terhadap sikap dan

perilaku individu oleh variasi struktur yang ditujukan pada sasaran itu.

2. Ciri Lingkungan

Lingkungan luar dan dalam juga dinyatakan berpengaruh atas

efektivitas. Keberhasilan hubungan organisasi dengan lingkungan tampak

amat bergantung pada 3 variabel kunci yaitu: 1) Tingkat keterdugaan keadaan

lingkungan, 2) Ketepatan persepsi dan 3) Tingkat rasionalitas organisasi.

Ketiga faktor ini mempengaruhi ketepatan organisasi terhadap perubahan

lingkungan. Makin tepat tanggapannya, makin berhasil adaptasi yang

dilakukan oleh organisasi.

3. Ciri Pekerja

Faktor pengaruh penting yang ketiga atas efektivitas adalah para

pekerja itu sendiri. Karena perilaku merekalah yang dalam jangka panjang

akan memperlancar atau merintangi tercapainya tujuan organisasi. Sarana

pokok untuk mendapatkan dukungan yang diperlukan ini dari pekerja adalah

mengintegrasikan tujuan pribadi dengan sasaran. Jika pekerja dapat

memperbesar kemungkinan tercapainya tujuan pribadi dengan kerja mencapai

sasaran organisasi adalah logis untuk membuat asumsi bahwa baik keterikatan
14
pada organisasi maupun prestasi kerja akan meningkat.

4. Kebijakan dan Praktek Manajemen

Beberapa mekanisme khusus alat para manajer meningkatkan

efektivitas organisasi. Mekanisme ini meliputi penetapan strategi, pencarian

dan pemanfaatan sumber-sumber daya secara efisien, menciptakan lingkungan

prestasi, proses komunikasi, kepemimpinan danpengambilan keputusan,

adaptasi dan inovasi organisasi.

Sehubungan dengan hal-hal yang dikemukakan di atas, efektivitas suatu

konsep yang dapat dipakai sebagai sarana untuk mengukur keberhasilan suatu

organisasi yang dapat diwujudkan dengan memperhatikan faktor biaya, tenaga,

waktu, sarana dan prasarana serta tetap memperhatikan resiko dan keadaan yang

dihadapi.

2.1.2 Pengertian Pelayanan

Istilah pelayanan berasal dari kata “layan” yang artinya menolong

menyediakan segala apa yang diperlukan oleh orang lain untuk perbuatan

melayani(Lijan Poltak Sinambela, 2006), menyatakan pada dasarnya setiap

manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan

bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia.Menurut

Harbani Pasolong (Pasolong, 2007), pelayanan pada dasarnya dapat

didefinisikan sebagai aktivitas seseorang, sekelompok dan/atau organisasi baik

langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan.

Jika ditinjau secara terminology, beberapa pakar yang memberikan

pengertian mengenai pelayanan diantaranya adalah The Liang Gie dalam

bukunya Ensiklopedia administrasi, yang mengemukakan bahwa: Pelayanan

adalah kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi, mengamalkan, dan

mengabdikan diri(Gie, 1998). Menurut H.A.S Moenir, menyatakan

15
bahwaproses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain yang

langsung inilah yang dinamakan pelayanan(Moenir, 2006).

Menurut Kotler dalam (Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat,

2009) mengemukakan bahwa :

“Pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau

kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu

produk secara fisik”.

Selanjutnya Cristhoper (Tjiptono and Tjandra, 2005) menyatakan :

“Pelayanan dapat diartikan sebagai suatu sistem manajemen, diorganisir untuk

menyediakan hubungan pelayanan yang berkesinambungan antara waktu pemesanan

dan waktu barang atau jasa itu diterima dan digunakan dengan tujuan untuk

memenuhi kebutuhan/harapan pelanggan dalam jangka panjang”.

Sedangkan definisi yang lebih rinci diberikan oleh Gronroos dalam (Ratminto dan

Atik Septi Winarsih, 2005)yaitu :

”Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat

mata yang terjadi akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-

hak lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan

untuk memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan”.

Tingkat pelayanan dan derajat kepuasan masyarakat merupakan salah

satu ukuran efektivitas. Ukuran ini tidak mempertimbangkan berapa biaya,

tenaga, dan waktu yang digunakan dalam memberikan pelayanan, tetapi lebih

menitik beratkan pada tercapainya tujuan organisasi pelayanan publik.

Layanan umum yang bisa dilakukan oleh siapapun, bentuknya tidak terlepas dari 3

(tiga) macam menurut Ahmad Batinggi (Batinggi, 1998), yaitu :

1. Layanan dengan lisan

dengan lisan dilakukan oleh petugas-petugas di bidang Hubungan Masyarakat

(HUMAS), bidang layanan Informasi, dan bidang- bidang lain yang tugasnya
16
memberikan penjelasan atau keterangan kepada siapapun yang memerlukan. Agar

supaya layanan lisan berhasil sesuai dengan yang diharapkan, ada syarat-syarat

yang harus dipenuhi oleh pelaku layanan yaitu:

a. Memahami masalah-masalah yang termasuk ke dalam bidang tugasnya.

b. Mampu memberikan penjelasan apayang diperlukan, dengan lancar, singkat

tetapi cukup jelas sehingga memuaskan bagi mereka yang memperoleh

kejelasan mengenaisesuatu.

c. Bertingkah laku sopan danramah

2. Layanan dengan tulisan

Layanan melalui tulisan merupakan bentuk layanan yang paling menonjol

dalam melaksanakan tugas. Sistem layanan pada abad informasi ini menggunakan

sistem layanan jarak jauh dalam bentuk tulisan. Layanan tulisan ini terdiri dari 2

(dua) golongan yaitu, berupa petunjuk Informasi dan yang sejenis dapat di

ditujukan kepada orang-orang yang berkepentingan, agar memudahkan mereka

dalam berurusan dengan instansi atau lembaga pemerintah. Kedua, layanan

berupareaksi tertulis atau dalam bentuk permohonan laporan,

pemberian/penyerahan, pemberitahuan dan sebagainya.

Adapun kegunaannya yaitu :

a. Memudahkan bagi semua pihak yangberkepentingan.

b. Menghindari orang yang banyak bertanya kepadapetugas

c. Memperlancar urusan dan menghemat waktu bagi kedua pihak, baik petugas

maupun pihak yang memerlukan pelayanan.

d. Menuntun orang ke arah yang tepat

3. Layanan dengan perbuatan

Pada umumnya layanan dalam bentuk perbuatan dilakukan oleh

petugas-petugas yang memiliki faktor keahlian dan keterampilan.Dalam

kenyataan sehari-sehari layanan ini memang tidak terhindar dari layanan lisan
17
jadi antara layanan perbuatan dan lisan sering digabung. Hal ini disebabkan

karena hubungan pelayanan secara umum banyak dilakukan secara lisan

kecuali khusus melalui hubungan tulis yang disebabkan oleh faktor jarak.

Menurut L.P. Sinambela, dalam bukunya “Reformasi Pelayanan Publik: Teori,

Kebijakan dan Implementasi” (Lijan Poltak Sinambela, 2006). Secara teoritis,

tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk

mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari:

1. Transparansi, yakni pelayanan bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh

semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta

mudahdimengerti;

2. Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggung jawabkan dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan;

3. Kondisional, yakni pelayanan yang dapat sesuai dengan kondisi dan kemampuan

pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi

dan efektivitas;

4. Partisipatif, yakni pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat

dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi,

kebutuhan dan harapan masyarakat;

5. Kesamaan hak, yakni pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari

aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial, danlain-lain;

6. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang mempertimbangkan

aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik.

Menurut(Parasuraman, A., Zeithaml, V. A., &Berry,1985), ada tiga

karakteristik utama tentang pelayanan, yaitu:

1. Intangibility, berarti bahwa pelayanan pada dasarnya bersifat performance dan

hasil pengalaman dan bukannya suatu objek. Kebanyakan pelayanan tidak dapat

18
dihitung, diukur, diraba, atau ditest sebelum disampaikan untuk menjamin

kualitas.

2. Heterogeneity, berarti bahwa pemakai jasa atau pelanggan memiliki kebutuhan

yang sangat heterogen. Pelanggan dengan pelayanan yang sama mungkin

mempunyai prioritas yangberbeda.

3. Inseparability, berarti bsahwa produksi dan konsumsi suatu pelayanan tidak

terpisahkan. Kualitas terjadi selama penyampaian pelayanan, biasanya terjadi

selama interaksi klien dan penyediajasa.

Menurut Gasper dalam Azis Sanapiah (Azis, 2000), karakteristik atau atribut

yang harus diperhitungkan dalam perbaikan kualitas jasa pelayanan ada 10

(dimensi), antara lain sebagai berikut :

1. Kepastian waktu pelayanan adalah Ketetapan waktu yang di harapkan berkaitan

dengan waktu proses atau penyelesaian, pengiriman, penyerahan, jaminan atau

garansi , dan menanggapi keluhan.

2. Akurasi pelayanan adalah Akulturasi pelayanan berkaitan dengan reabilitas

pelayanan, bebas dari kesalahan-kesalahan.

3. Kesopanan dankeramahan, dalam memberikan pelayanan personil yang berada di

garis depan yang berinteraksi langsung dengan pelanggan harus dapat

memberikan sentuhan pribadi yang menyenangkan. Sentuhan pribadi yang

menyenangkan tercermin melalui penampilan, bahasa tubuh dan tutur bahasa

yang sopan, ramah, lincah dan gesit.

4. Tanggung jawab, Bertanggung jawab dalam penerimaan pesan atau permintaan

dan penanganan keluhan pelanggan eksternal.

5. Kelengkapan, Kelengkapan pelayanan menyangkut lingkup (cakupan) pelayanan

ketersediaan sarana pendukung.

6. Kemudahan mendapatkan pelayanan, berkaitan dengan banyaknya petugas yang

melayani dan fasilitas yang mendukung.


19
7. Pelayanan pribadi, berkaitan dengan ruang/tempat pelayanan kemudahan,

ketersediaan, data/Informasi dan petunjuk – petunjuk.

8. Variasi model pelayanan, berkaitan dengan inovasi untuk memberikan pola baru

pelayanan.

9. Kenyamanan dalam memperolehpelayanan, berkaitan dengan ruang

tunggu/tempat pelayanan, kemudahan, ketersediaan data dan Informasi dan

petunjuk- petunjuk.

10. Atribut pendukung pelayanan dalam hal ini adalah sarana dan prasarana yang di

berikan dalam proses pelayanan.

Menurut Boediono, ada lima dimensi yang dapat digunakan untuk

mengevaluasi mutu pelayanan yaitu:

1. Bukti langsung (Tangible) yaitu, sejauh mana pegawai mampu memberikan

kesanyang komunikasi dengan pengguna layanan publik.

2. Kehandalan, kemampuan organisasi untuk menjalankan janji pelayanan

terpercaya, tepat waktu dan dapat di andalkan.

3. Daya tanggap yaitu kesiapan pegawai dalam membantu masyarakat memberikan

pelayanan seperti yang diinginkan masyarakat serta mendengarkan keluhan yang

diajukan oleh masyarakat.

4. Jaminan yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya,

reputasi yang baik dalam hal pelayanan karyawan yang kompeten.

5. Toleransi yaitu mengenal pelanggan, pendengar yang baik dan sabar, yang

meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan

memahami kebutuhan masyarakat.(Boediono, 2003)

Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

No. 63 Tahun 2004 (Ratminto dan Atik Septi Winarsih, 2005) tentang pedoman

umum penyelenggaraan pelayanan publik, standar pelayanan publik sekurang-

kurangnya meliputi:
20
1. Prosedur pelayanan dimana prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi

dan penerima pelayanan termasuk pengaduan.

2. Waktu penyelesaian dimana waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat

pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian termasuk pengaduan.

3. Biaya pelayanan bahwa biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang

ditetapkan dalamproses pemberianlayanan.

4. Produk pelayanan bahwa hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan

ketentuan yang telah ditetapkan.

5. Sarana dan prasarana bahwa penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang

memadai oleh penyelenggaraan pelayanan publik.

6. Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan Publik bahwa kompetensi petugas

pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat sesuai berdasarkan

pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan prilaku yang dibutuhkan.

Dilihat dari pola penyelenggaraannya, pelayanan publik di Indonesia

masih memiliki beberapa kelemahan yang dikemukakan Agus Fanar Syukri,

antara lain:

1. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur

pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line staff) sampai

dengan tingkatan penanggung jawab instansi. Respons terhadap berbagai

keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat sering kali lambat atau bahkan

diabaikan samasekali.

2. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada

masyarakat, lambat penyampaiannya, atau bahkan tidak sampai sama sekali

kepada masyarakat.

3. Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari

jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan

pelayanan.
21
4. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya

kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun

pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan

lain yangterkait.

5. Terlalu Birokratis. Pelayanan, khususnya pelayanan perizinan, pada umumnya

dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari beberapa meja yang harus

dilalui, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalulama.

6. Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Akibatnya,

pelayanan yang diberikan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu kewaktu.

7. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan, khususnya dalam pelayanan

perizinan, seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan(Syukri,

2009).

Selanjutnya, menurut (Tangkilisan, 2005), ada beberapa faktor yang

mempengaruhi kualitas pelayanan itu sendiri adalah:

1. Faktor internal antara lain kewenangan direksi, sikap yang berorientasi terhadap

perubahan, budaya organisasi, etika organisasi, sistem internship maupun

semangatkerjasama.

2. Faktor eksternal antara lain budaya politik, dinamika dan perkembangan politik,

pengelolaan konflik lokal, kondisi sosial ekonomi dan kontrolyang dilakukan

oleh masyarakat serta organisasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).

Dalam pelayanan umum terdapat beberapa faktor yang pentingguna

tercipta dan terwujudnya pelaksanaan pelayanan secara efektif. Seperti yang

dikemukakan oleh H.A.S Moenirdalam bukunya yang berjudul “Manajemen

Pelayanan Umum di Indonesia”, (Moenir, 2006)adalah sebagaiberikut:

1. Faktor kesadaran

Adanya kesadaran dapat membawa seseorang kepada keikhlasan dan

kesungguhan dalam menjalankan atau melaksanakan suatu kehendak. Kehendak


22
dalam lingkungan organisasi kerja tertuang dalam bentuk tugas, baik tertulis

maupun tidak tertulis, mengikat semua orang dalam organisasi kerja.Karena itu

dengan adanya kesadaran pada pegawai atau petugas, diharapkan dapat

melaksanakan tugas dengan penuh keikhlasan, kesungguhan dan disiplin.

Kelebihan dan tingkah laku orang lain jika disadari lalu dikembangkan dapat

menjadi faktor pendorong bagi kemajuan dan keberhasilan.

2. Faktor aturan

Aturan adalah perangkat penting dalam segala tindakan dan perbuatan

orang.Makin maju dan majemuk suatu masyarakat makin besar peranan aturan

dan dapat dikatakan orang tidak dapat hidup layak dan tenang tanpa aturan.Oleh

karena itu aturan demikian besar dalam hidup masyarakat maka dengan

sendirinya aturan harus dibuat, dipatuhi, dan diawasi sehingga dapat mencapai

sasaran sesuai dengan maksudnya.Dalam organisasi kerja dibuat oleh manajemen

sebagai pihak yang berwenang mengatur segala sesuatu yang ada di organisasi

kerjatersebut.Oleh karena setiap orang pada akhirnya menyangkut langsung atau

tidak langsung kepada orang, maka masalah manusia serta sifat kemanusiaannya

harus menjadi pertimbangan utama. Pertimbangan harus diarahkan kepada

sebagai subyek aturan, yaitu mereka yang akan dikenai aturan itu.

3. Faktor organisasi

Organisasi pada dasarnya tidak berbeda dengan organisasi pada umumnya,

namun ada perbedaan sedikit dalam penerapannya, karena sasaran pelayanan

ditujukan secara khusus, kepada manusia yang mempunyai dan kehendak

multikompleks, kepada manusiayang mempunyai dan kehendak multi kompleks.

Oleh karena itu organisasi yang dimaksud disini tidak semata-mata dalam

perwujudan susunan organisasi, melainkan lebih banyak pada pengaturan dan

mekanisme kerjanya yang harus mampu menghasilkan pelayanan yang memadai.

4. Faktor pendapatan
23
Pendapatan adalah seluruh penerimaan seseorang sebagai imbalan

atas tenaga, dana, serta pikiran yang telah dicurahkan untuk orang lain atau

badan/organisasi, baik dalam bentuk uang, maupun fasilitas, dalam jangka waktu

tertentu. Pada dasarnya pendapatan harus dapat memenuhi kebutuhan hidup baik

untuk dirinya maupun keluarganya.

5. Faktor kemampuan dan keterampilan

Kemampuan yang dimaksud disini adalah keadaan yang ditujukan pada sifat

atau keadaan seseorang dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan atas ketentuan-

ketentuan yang ada. Istilah yang “kecakapan” selanjutnya keterampilan adalah

kemampuan melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan menggunakan anggota

badan dan pengetahuan kerja yang tersedia. Dengan pengertian ini dapat

dijelaskan bahwa keterampilan lebih banyak menggunakan unsur anggota badan

dari pada unsur lain.

6. Faktor sarana pelayanan

Sarana pelayanan yang dimaksud disini adalah segala jenis pelayanan,

perlengkapan kerja dan fasilitas lain yang berfungsi sebagai alat utama atau

pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga berfungsi social dalam rangka

kepentingan orang-orang yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja itu.

Fungsi sarana pelayanan itu antara lain:

a. Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan sehingga dapat menghemat waktu.

b. Meningkatkan produktivitas, baik barang maupunjasa.

c. Kualitas produk yang lebihbaik.

d. Kecepatan susunan dan stabilitasterjamin.

e. Menimbulkan rasa kenyamanan bagi orang-orang yang berkepentingan

f. Menimbulkan perasaan puas orang-orang yang berkepentingan sehingga dapat

mengurangi sifat emosional mereka.

24
2.1.2 Konsep Pelayanan Kesehatan

Kesehatan menurut Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan, pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik

secara fisik, mental,spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap oranguntuk

hidup produktif secara sosial dan ekonomis

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara

sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara,

meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta

memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat

(Azwar, 1998). Pelayanan oleh Moenir dirumuskan setiap kegiatan yang dilakukan

oleh pihak lain yang ditujukan untuk memenuhi kepentingan orang banyak

(Moenir, 2006).

Pengertian pelayanan kesehatan lainnya, dikemukakan oleh Gani bahwa pelayanan

kesehatan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat berupa tindakan penyembuhan,

pencegahan, pengobatan, dan pemulihan fungsi organ tubuh seperti sediakala(Gani,

1995).

Berdasarkan rumusan pengertian di atas, Gani menambahkan bahwa

bentuk dan jenis pelayanan kesehatan tergantung dari beberapa faktor yakni:

1. Pengorganisasian pelayanan; pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan secara sendiri

atau bersama-sama sebagai anggota dalam suatu organisasi.

2. Tujuan atau ruang lingkup kegiatan; pencegahan penyakit, memelihara dan

meningkatkan derajat kesehatan, penyembuhan/ pengobatan dan pemulihan kesehatan.

3. Sasaran pelayanan; perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat(Gani, 1995).

Pelayanan rumah sakit merupakan salah satu bentuk upaya yang

diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.Pelayanan rumah sakit

berfungsi untuk memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu

yang dilakukan dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,


25
penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan yang bermutu dan terjangkau

dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.(Adikoesoemo, 1994).

Berikut Syarat pokok pelayanan kesehatan :

1. Tersedia dan berkesinambungan : Syarat yang pertama pelayanan kesehatan yang baik

adalah pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat serta bersifat

berkesinambungan.

2. Dapat diterima dan wajar : Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah

dapat diterima oleh masyarakat serta bersifat wajar. Artinya pelayanan kesehatan

tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.

3. Mudah dicapai:Syarat pokok yang ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah

dicapai oleh masyarakat (dari sudut lokasi).

4. Mudah dijangkau : Syarat pokok keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah

mudah dijangkau oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksud disini

termasuk dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus

dapat diupayakan pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi

masyarakat.

5. Bermutu :Syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik adalah bermutu. Pengertian

yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan

kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai

jasa pelayanan, dan dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik

serta standar yang telah ditetapkan.

26
Dalam upaya pelayanan di rumah sakit, maka pasien yang memperoleh jasa

pelayanan memiliki harapan tertentu. Bila jasa rumah sakit yang diterimanya dapat

memenuhi bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dalam waktu ke waktu tumbuh

pemikiran dalam diri pasien bahwa inilah suatu jasa pelayanan rumah sakit yang

efektif dan memiliki mutu.

2.1.3 Efektifitas Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit

Rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis

profesional yang terorganisasi serta sarana kedokteran yang permanen

menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan perawatan yang

berkesinambungan, diagnosis, serta pengobatan yang diderita oleh pasien(Azwar,

1998). Sementara itu, dalam PeraturanPresiden Republik Indonesia nomor 72

tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional dinyatakan bahwa Pengelolaan

kesehatan diselenggarakan melalui pengelolaan administrasi kesehatan, informasi

kesehatan, sumber daya kesehatan, upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, peran

serta dan pemberdayaan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang

kesehatan, serta pengaturan hukum kesehatan secara terpadu dan saling

mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Semua peran tersebut diperankan oleh rumah sakit sebagi bagian dari Sisem

Kesehatan Nasional.Pengertian serupa dikemukakan oleh Association of Hospital

Care (Azwar, 1998) bahwa rumah sakit adalah pusat pelayanan kesehatan

masyarakat, pendidikan serta penelitian kedokteran diselenggarakan.

Batasan pengertian rumah sakit di atas, menunjukkan bahwa fungsi

kegiatan rumah sakit sangat bervariasi, sesuai dengan perkembangan

zaman.Artinya rumah sakit tidak hanya berfungsi sebagai tempat penyembuhan

penyakit, tempat pengasuhan, tempat pelayanan, pendidikan dan penelitian

sederhana, dan bersifat sosial. Dewasa ini, rumah sakit fungsinya berkembang
27
sesuai dengan tuntunan perkembanganilmupengetahuan dan teknologi, antara lain;

sebagaipengembangan pendidikan dan penelitian, spesialistik/subspesialistik, dan

mencari keuntungan.Implikasinya adalah setiap rumah sakit dituntut untuk

senantiasa meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pasiennya dalam semua aspek

pelayanan, baik yang bersifat fisik maupun non fisik agar efektivitas pelayanan

kesehatan dapat terwujud.

Efektivitas pelayanan kesehatan yaitu suatu keadaan dimana tujuan yang

ingin dicapai yaitu memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan

menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan dan diselenggarakan secara

tepat waktu dan manfaatnya secara nyata dirasakan oleh perorangan, keluarga,

kelompok, maupun masyarakat. Indikator Pelayanan Kesehatan yaitu:

a. Tercapainya tujuan

1. Memelihara kesehatan dan mencegah penyakit

2. Menyembuhkan penyakit

3. Memulihkan kesehatan

b. Tepat Waktu

1. Jadwal pelayanan yang teratur

2. Prosedur pelayanan yang tudak berbelit-belit

3. Respon petugas terhadap pelayanan yang bersifat cepat dan tepat waktu

c. Adanya manfaat

1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

2. Berkurangnya penyakit menular

3. Berkuramgnya rasa sakit

Dalam menciptakan efektivitas pegawai harus juga memberikan pelayanan

yang baik bagi masyarakat. Menurut Sudayasa (2009:76) ada lima nilai dasar

dalam aspek pelayanan kesehatan yang sebaiknya selalu dijunjung tinggi oleh para

28
pegawai dan aparat kesehatan dalam upaya memberdayakan masyarakat untuk

hidup bersih dan sehat. Lima nilai dasar tersebut adalah:

a. Bertindak cepat

Cepat mengambil keputusan dalam memberikan pelayanan atau tindakan

kesehatan terhadap kasus atau masalah yang bisa bersifat mendadak (emergency)

maupun mendesak (urgency). Tepat dalam melaksanakan proses pelayanan

kesehatan sesuai dengan prosedural yang telah ditentukan.

b. Berpihak pada Masyarakat

Masyarakat sebagai subyek pelayanan berhak menetukan jenis pelayanan

kesehatan yang terbaik sesuai masalah yang dihadapinya. Masyarakat sebagai

subyek pelayanan wajib diberikan pelayanan kesehatan yang bermutu agar

mencapai derajat kesehatan yang optimal.

c. Menegakkan Kedisiplinan

Disiplin kerja adalah menegakkan semangat kerja dalam memberikan pelayanan

yang terbaik kepada masyarakat atau sasaran pelayanan. Disiplin administrasi

adalah melakukan pencatatan dan pelapiran hasil kegiatan pelayanan secara tertib,

teratur, terarah, terbuka dan terukur.

d. Menegakkan Transparansi

Menunjukkan keterbukaan pelayanan dengan aturan kerja yang jelas, ringkas dan

tuntas, sehingga bisa dipahami oleh sasaran pelayana. Dan menunjukkan

keterbukaan anggaran sesuai hukum dan peraturan yang berlaku dalam lingkup

pelayanan kesehatan.

e. Mewujudkan Akuntabilitas

Hasil kegiatan Pelayanan diarahkan secara bertanggung jawab terhadap institusi

internal di dalam lingkung pelayanan kesehatan. Tanggung jawab kepada

masyarakat sangat penting sekali karena menyangkut upaya penongkatan

pemberdayaan derajat kesehatan masyarakat secara holistik.


29
Untuk mencapai tujuan yang optimal, jalur komunikasi memegang peranan

yang sangat penting dimana hal ini tidak terlepas dari faktor petugas pelayanan,

sehingga menurut Ngatimin (1987) dalam (Ngatimin, 2003), mengemukakan

seorang petugas kesehatan ideal adalah mereka yang memiliki ability

(kemampuan), performance (kinerja), personality (kepribadian), credibility

(kepercayaan) dan maturity (kematangan).

Dari beberapa unsur di atas, dapat didefinisikan sebagai berikut:

1. Ability : Petugas kesehatan memiliki kemampuan teori dan pengalaman

lapangan sehingga pada pelaksanaan tugasnya, petugas kesehatan

yang dimaksud mampu menunjukkan prestasi.

2. Performance : Membina dan memelihara kinerja dari petugas dan institusi yang

diwakilinya merupakan kewajiban petugas yang ideal.

3. Personality : Seorang petugas kesehatan sangat erat hubungannya dengan rasa

tanggung jawab sebagai petugas kesehatan serta memelihara

tugas-tugas dibidang kesehatan yang berkaitan dengan

keselamatan jiwa orang lain yang menjadikan kepribadian yang

sangat penting.

4. Credibility : Merupakan batu ujian bagi para petugas kesehatan yang berusaha

mendukung upaya kesehatannya, tanpa memiliki rasa ragu dalam

menangani masalah yang diberikan.

5. Maturity : Mampu mengendalikan kondisi, dalam hal ini kemampuan jiwa

yang dewasa dan cukup matang untuk mengendalikan diri orang

lain.

Sedangkan pengertian mutu adalah faktor keputusan mendasar dari pasien,

mutu adalah penentuan pelanggan, bukan ketetapan insinyur, pasar atau ketetapan

manajemen, ia berdasarkan atas pengalaman nyata pelanggan terhadap produk dan

jasa pelayanan, mengukurnya, mengharapkannya, dijanjikan atau tidak, sadar atau


30
hanya dirasakan, operasional teknik atau subjektif sama sekali dan selalu

menggambarkan target yang bergerak dalam pasar kompetitif. (Wijono, 1993).

Mutu pelayanan kesehatan menurut WHO 1998 dalam (Wijono,

1999)adalah “penampilan yang pantas atau sesuai yang berhubungan dengan

standar-standar dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan

hasil kepada masyarakat yang bersangkutan yang telah mempunyai kemampuan

untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan, ketidakmampuan, dan

kekurangan gizi.

Pengertian lain dari mutu pelayanan kesehatan mengenai keefektifan

pelayanan kesehatan dapat dilihat dari beberapa sudut pandang adalah sebagai

berikut:

1. Untuk pasien dan masyarakat, mutu pelayanan berarti suatu empathy, respect dan

tanggapan akan kebutuhannya, pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka,

diberikan dengan cara ramah pada waktu berkunjung ke rumah sakit.

2. Dari sudut pandang petugas kesehatan, “mutu pelayanan berarti bebas melakukan

segala sesuatu secara profesional untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan

masyarakat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang maju, mutu

peralatan yang baik dan memenuhi standar yang baik (state of the art).

3. Dari sudut pandang manajer (administrator), mutu pelayanan tidak berhubungan

langsung dengan tugas mereka sehari-hari, namun tetap sama pentingnya. Untuk para

manajer focus pada mutu akan mendorongnya untuk mengatur staf, pasien dan

masyarakat dengan baik.

4. Bagi yayasan atau pemilik rumah sakit, mutu dapat berarti memiliki tenaga profesional

yang bermutu dan cukup. Pada umumnya para manajer dan pemilik institusi

mengharapkan efesiensi dan kewajaran penyelenggaraan pelayanan, minimal tidak

merugikan dipandang dari berbagai aspek seperti tiadanya pemborosan tenaga,

peralatan, biaya dan waktu.


31
Pengertian tentang mutu pemeliharaan kesehatan (quality of health care)

sering diartikan sebagai mutu pelayanan kesehatan, mutu asuhan kesehatan, mutu

perawatan kesehatan yang menjadi acuan dalam pelaksanaan operasional sehari-

hari adalah sebagai berikut; derajat terpenuhi standar profesi atau standar

operating procedure dalam pelayanan pasien dan terwujudnya hasil-hasil out-

comes yang diharapkan oleh profesi maupun pasien yang menyangkut dengan

pelayanan diagnosa, terapi, prosedur atau tindakan pemecahan masalah klinis. Jadi

defenisi ini berorientasi pada proses dari hasil. (Wijono, 1999).

2.2. Kerangka Pikir

Dalam penelitian ini berdasarkan pengamatan awal penulis menemukan

beberapa masalah dalam penelitian ini yaitu adanya keluhan yang berhubungan

dengan tindakan dokter atau paramedis (petugas kesehatan) dan keluhan yang

berhubungan dengan pelayanan administrasi seperti dalam pengurusan kartu

anggota dan prosedur pelayanan kartu sehat dan akses yang lambat.

Sehingga untuk memecahkan masalah tersebut penulis mencoba membedah

dengan menggunakan teori efektivitas organisasi oleh Lubis (1987) yang

mengatakan bahwa untuk mencapai efektifitas organisasi, lembaga harus

menggunakan beberapa pendekatan yang terdiri dari : (1) Pendekatan sumber

merupakan pendekatan yang mengutamakan adanya keberhasilan organisasi

untuk memperoleh sumberdaya, baik fisik maupun non fisik yang sesuai

dengan kebutuhan organisasi, (2) Pendekatan proses merupakan pendekatan

yang melihat sejauh mana efektivitas pelaksanaan program dari semua

kegiatan proses internal atau mekanisme organisasi, dan (3) Pendekatan sasaran

merupakan pendekatan yang pusat perhatiannya pada output,mengukur

keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output) yang sesuai dengan

rencana. Sehingga dalam pelayanan kesehatan dapat tersedia dan


32
kessinambungan, dapat diterima dan wajar, mudah dicapai, mudah dijangkau, dan

bermutu.

Bagan kerangka pikir

RSUD Kota Baubau

Efektivitas Organisasi :

 Pendekatan Sumber (resource


Masalah Penelitian : approach)
• Keluhan yang berhubungan  Pendekatan proses (process
dengan tindakan dokter atau approach)
paramedis (petugas kesehatan).  Pendekatan sasaran (goals
approach).
• Keluhan yang berhubungan .(Lubis, 1987).
dengan pelayanan administrasi,
seperti dalam pengurusan kartu
anggota dan prosedur pelayanan Efektivitas Pelayanan Kesehatan :
kartu sehat dan akses yang  Tersedia dan berkesinambungan.
lambat.  Dapat diterima dan wajar.
 Mudah dicapai
 Mudah dijangkau.
 Bermutu.
(Adikoesoemo, 1994)

33
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif analisis

dengan pendekatan kuantitatif. Artinya penelitian yang dilakukan menekankan

analisisnya pada persepsi pasien Rumah sakit umum Kota Baubau. Metode

Penelitian Kuantitatif, sebagaimana dikemukakan oleh Sugiyono (2012: 8) yaitu

Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk

meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan

instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik, dengan tujuan

untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Metode ini digunakan untuk memperoleh dan menyatukan data secara

maksimal dan menyeluruh sesuai dengan teori yang digunakan dalam penelitian,

sehingga data yang diperoleh benar-benar mengkualifikasikan temuan-temuan

(Jalaludin, 2010:24).

34
3.2 Definisi Operasional Variabel

Variabel Sub Variabel Indikator


Efektivitas  Ketepatan Pelayanan
Organisasi  Pelayanan Maksimal
Bertindak Cepat
 Pelaksanaan Program
 Kecapatan Pelayanan (Emergency)
 Adil dalam pelayanan
Berpiak pada
 Perhatian tenaga Kesehatan
masyarakat
 Sosialisasi pada masyarakat
 Petugas Kesehatan datang dan
pulang tepat waktu
Menegakkan
 Selalu berada ditempat pada jam
Kedisiplinan
kerja
 Melakukan pemeriksaan rutin/ulang
Transparansi  Pelayanan sesuai SOP
 Terbuka dalam memberikan
informasi pelayanan
 Terbuka saat sosialisasi kesehatn
 Tanggung Jawab atas Kesehatan
pasien
Akuntabilitas  Melakukan pemeriksaan ulang jika
harus
 Kepuasan pasien

3.3 Jenis data, Sumber Data, Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu

penjelasan mengenai persepsi pasien terhadap pelayanan Kesehatan di BLUD RSUD

Kota Baubau yang diarahkan kedalam analisa kuantitatif sehingga jenis penelitian ini

adalah deskriptif kuantitatif.

3.3.2. Sumber Data

a. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada

pengumpul data. Dalam penelitian ini maka sumber primer didapat dari pasien

BLUD RSUD Kota Baubau melalui kuesioner.

35
Data primer adalah sumber data yang diperoleh langsung di lokasi penelitian

yaitu berupa observasi, kuesioner, wawancara dan juga dokumentasi. Dengan

demikian, data dan informasi yang diperoleh adalah data yang dapat

dipertanggung jawabkan kebenarannya.

b. Sumber data sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data

pada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen.

Selanjutnya kalau dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka

teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan interview, kuesioner (angket),

observasi (Sugiyono 2012: 193).

Berdasarkan data sekunder maka didalam Penelitian ini peneliti mendapkan

tambahan data berupa dokumen dari orang lain selain objek penelitian. Data

tersebut sebagai data tambahan untuk melengkapi data yang sudah ada.

3.3.3. Popolasi dan Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh pasien rawat jalan

BLUD RSUD Kota Baubau selama bulan April 2022 yang berjumlah 155 orang.

Untuk menentukan ukuran sampel dari populasi, maka peneliti menggunakan

pendapat Arikunto, yaitu jika populasi lebih besar atau lebih dari 100 orang, maka dapat

diambil 10-15% atau 20-25% tetapi jika populasi lebih kecil atau kurang dai 100, maka

seluruh populasi dijadikan sampel (Arikunto, 1998:120).

Mengingat populasi dalam penelitian ini seluruh seluruh pasien rawat jalan BLUD

RSUD Kota Baubau selama bulan April 2022 yang berjumlah 793 maka peneliti

menentukan 10% dari populasi dengan perhitungan sebagai berikut:

a. Penetapan ukuran sampel ditentukan formulanya menurut Yamane (Rakhmat,

2001:82)

N
n=
N d 2 +1

36
Keterangan :

n = Besarnya ukuran sampel

N = Besarnya populasi

d = Presisi yang digunakan (10%)

b. Presisi yang digunakan antara ±10% dengan menggunkan rumus tersebut, maka

diketahui ukuran sampel pasien rawat jalan BLUD RSUD Kota Baubau selama

bulan April 2022 yaitu :

N
n= 2
N d +1

793
n= 2
793 ( 0,1 ) +1

793
n=
8,93
= 88,80 = 89

Pada penelitian ini untuk ukuran populasi 793 orang dengan presisi ±10% maka

ukuran sampelnya 89 orang.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Setelah sumber data ditentukan maka langkah selanjutnya adalah

pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data yang akan digunakan oleh

peneliti yaitu :

a. Angket/Kuesioner

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden

untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien

bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yan

diharapkan dari responden (Sugiyono, 2012:141).

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner

tertutup, artinya kuesioner diberikan langsung kepada responden kemudian

37
responden memilih jawaban yang sudah disediakan di dalam kuesioner.

Pertanyaan dalam kuisioner adalah indikator dari konsep atau variable.

Kuesioner akan disebar kepada pasien rawat jalan BLUD RSUD Kota Baubau.

Skala yang digunkan dalam penelitian ini menggunakan skala likert. Skala likert

merupakan metode pengukuran yang digunakan untuk mengukur sikap,

pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok tentang fenomena sosial

(Sugiyono, 2012:93).

Skala likert akan digunakan oleh peneliti untuk mengukur kategori hasil

penelitian. Kesimpulannya adalah skala likert merupakan metode penghitungan

kuisioner yang dibagikan kepada responden untuk mengetaui skala sikap objek

tertentu. Maka, responden akan diminta jawaban sebagai berikut:

Skala Jawaban Nilai/Skor

Sangat Tidak Setuju 1

(STS)

Tidak Setuju (TS) 2

Netral 3

Setuju (S) 4

Sangat Setuju (SS) 5

b. Observasi

Observasi yaitu pengamatan langsung terhadap suatu obyek penelitian, dalam

penelitian ini observasi dianggap cukup penting untuk mengumpulkan sebuah

fakta melalui pengamatan yang dilakukan kepada pasien rawat jalan di BLUD

38
RSUD Kota Baubau, sehingga akan diperoleh persepsi atau respon yang mereka

tanggapi sesuai dengan fokus penelitian.

c. Wawancara

Wawancara merupakan teknik untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan

yang tidak tergali oleh kuesioner. Wawancara yang akan dilakukan peneliti

terhadap responden yaitu berupa pertanyaan-petanyaan secara bertatap muka

langsung untuk menggali lebih jauh tentang argumen yang akan dikemukakan

oleh responden. Selain pasien, peneliti mewawancara tenaga kesehatan sebagai

data tambahan peneliti mengenai kasus efektivitas pelayanan kesehatan.

d. Dokumentasi

Dokumentasi yang akan disiapkan oleh peneliti berupa catatan otentik dimana

dokumentasi tersebut berisi data lengkap dan nyata untuk menunjang dalam

proses penelitian.

3.7 Validasi dan Reabilitas

a. Validasi

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan

atau keshahihan suatu instrument. Suatu instrument yang valid atau sahih

mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti

memiliki validitas rendah (Arikunto, 2010:211).

Dalam melakukan uji validitas peneliti menggunakan program SPSS

(Statistical Product and Service Solution) dengan mengolah data yang diperoleh di

lapangan ke dalam program tersebut untuk mengukur validitas instrumen dalam

penelitian ini. Uji Validitas dilakukan dengan menghitung kolerasi antara masing-

masing pernyataan dengan skor total menggunakan rumus correlation product

moment sebagai berikut: (Singarimbun & Effendi , 2006:3010).

39
𝑁 ∑ 𝑋𝑌 − (∑𝑥)(∑𝑦)
𝑟𝑥𝑦 =
√{𝑁∑𝑋2 − (∑𝑋)2}{𝑁∑𝑌2 − (∑𝑌)2}

Keterangan:

r = Koefisien Kolerasi

n = Jumlah Responden X =

Skor Pernyataan

Y = Skor Total

b. Reabilitas

Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup

dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen

tersebut sudah baik (Arikunto, 2006: 154).

Uji reabilitas adalah tingkat kestabilan alat pengukur dalam mengukur suatu

gejala atau kejadian. Semakin tinggi reabilitas suatu alat pengukur maka semakin

stabil pula alat pengukur tersebut. Dalam Sugiyono pengujian reabilitas dalam

penelitian ini adalah dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach, yaitu sebagai

berikut (Sugiyono, 2012:365)

𝑎= 𝑘 ∑
𝑆2
(1 − )

𝑘−1 𝑆2
𝑡

40
Keterangan :

α = Koefisien Reliability Cronbach

K = Banyaknya item

Si = Varian dari item ke-i (i = banyaknya item)

St = Varian total (semua item digabungkan)

Kriteria penerimaan uji reliabilitas untuk menguji apakah keputusan pada

sebuah butir pertanyaan dikatakan reliabel atau tidal reliabel adalah:

a. Jika ralpha > rtabel maka dapat dikatakan reliabel.


b. Jika ralpha < rtabel maka dapat dikatakan tidak reliabel.

Adapun tingkat reliabilitas berdasarkan nilai Alpha dapat diuraikan dalam

table berikut :

Nilai Alpha Tingkat Reabilitas

0,00 – 0,20 Sangat Kurang Reliabel

>0,20 - 0,40 Kurang Reliabel

>0,40 – 0,60 Cukup Reliabel

>0,60 – 0,80 Reliabel

>0,80 – 0,100 Sangat Reliabel

1
3.8 Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang

lebih mudah dibaca dan dinterpetasikan (Singarimbun & Effendi, 1995:263).

Teknik analisis data ini digunakan untuk menganalisis data hasil penelitian

lapangan yang sudah dilakukan oleh peneliti terhadap responden. Dalam

penelitian ini peneliti menggunakan statistik deskriptif dalam menganalisis data

yang sudah didapatkan.

Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis

data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah

terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang

berlaku untuk umum atau generalisasi (Sanusi, 2003:115).

Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan persentase mengenai persepsi

pasien terhadap pelayanan Kesehatan yang dilakukan pada BLUD RSUD Kota

Baubau dalam analisis deskriptif ini, langkah-langkah yang digunakan sebagai

berikut:

1. Membuat tabel distribusi jawaban angket

2. Menentukan skor jawaban dengan ketentuan skor yang telah ditentukan

3. Menjumlahkan skor jawaban yang diperoleh dari tiap-tiap responden

4. Memasukan skor tersebut kedalam rumus sebagai berikut:

𝑛
% = 𝑁 𝑥 100%

2
Keterangan:

n = Skor empirik yang diperoleh

N = jumlah nilai harapan (jumlah responden x jumlah soal x skor tertinggi)

% = Tingkat keberhasilan yang dicapai

Berdasarkan rumus di atas untuk mengetahui kriteria tersebut. Selanjutnya

skor yang akan di analisis oleh peneliti menggunakan analisis deskriptif

presentase (%) diperoleh sebagai berikut:

Kriteria Analisis Deskriptif Presentase

Rentang Presentase Kriteria

≥80% Sangat Baik

61% - 80% Baik

41% - 60% Cukup Baik

21% - 40% Tidak Baik

≤20% Sangat Tidak Baik

Berdasarkan tabel di atas maka peneliti akan mengetahui bagaimana

kriteria yang akan dipilih oleh responden, dengan cara hasil keseluruhan

responden yang sudah dihitung presentasenya. Dengan demikian akan

memudahkan peneliti dalam menentukan bagaimana kriteria responden terhadap

pelayanan di BLUD RSUD Kota Baubau.

3
3.4 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di BLUD Rumah Sakit Umum Daerah Kota

Baubau, Pemilihan lokasi ini dilakukan secara purposive sebagaimana di

kecenderungan kajian yang berkembang dalam ilmu administrasi publik.

1. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Baubau merupakan Rumah sakit terbesar di

kawasan Kepulauan Buton.

2. Rumah sakit umum daerah Kota Baubau melayani pasien bukan hanya pada

masyarakat Kota Baubau saja tetapi juga melayani masyarakat di luar Kota

Baubau.

4
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

a. Profil BLUD Rumah Sakit Daerah Kota Baubau

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Baubau secara geografis terletak di

Kecamatan Murhum bagian utara diantara 5º47’-5º48’ Lintang Selatan dan

122º59’-122º60’ Bujur Timur, berlokasi di Jalan Drs. H. La ode Manarfa No.20

Kelurahan Baadia,Kecamatan Murhum, Kota Baubau, dengan luas tanah 6000 m²

dan luas bangunan 2071,10 m². Dengan lokasi yang sangat strategis dan

dikelilingi oleh pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya sehingga

sangat potensial untuk pengembangan di masa mendatang.

RSUD Kota Baubau merupakan rumah sakit rujukan bagi fasilitas kesehatan

yang menjadi milik Pemerintah Kota Baubau untuk itu keadaan geografis dan

demografi RSUD Kota Baubau digambarkan dari keadaan geografis dan

demografi Kota Baubau.

Seiring dengan pertumbuhan penduduk Kota Baubau dan perkembangan

pembangunan wilayah Kota Baubau, sarana dan prasarana rumah sakit yang ada

dinilai sudah tidak layak lagi, maka sejak tahun 2002 Pemerintah Kota Baubau

merencanakan relokasi ke tempat yang lebih luas di kawasan Palagimata.

Pembangunan fisik secara bertahap dimulai tahun 2003 sampai sekarang dan

dibangun diatas lahan seluas 41.470 m² dan luas bangunan 2071,10 m².

5
Sejarah RSUD Kota Baubau bermula dari pendirian rumah sakit ini pada

zaman kolonial Belanda yang berlokasi di pusat kota Baubau tepat di depan

Pelabuhan Baubau. Setelah kemerdekaan dan pembentukan Provinsi Sulawesi

Tenggara pada tahun 1959, rumah sakit tersebut kemudian menjadi Rumah Sakit

Kabupaten Buton. Pada tahun 1978 Rumah Sakit Kabupaten Buton ditetapkan

sebagai Rumah Sakit Type D, dan selanjutnya sesuai Keputusan Menteri

Kesehatan tahun 1997 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Type C.

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2001

tentang Pembentukan Kota Baubau, maka RSUD Kabupaten Buton diserahkan

kepada Pemerintah Kota Baubau dan berubah nama menjadi RSUD Kota Baubau.

Hal tersebut sejalan dengan penyerahan aset-aset Pemerintah Kabupaten Buton

yang ada di wilayah administratif Kota Baubau kepada Pemerintah Kota Baubau,

termasuk seluruh SDM yang ada di RSUD Kabupaten Buton tersebut. Pada bulan

Agustus tahun 2008 rumah sakit pindah di Palagimata dan beroperasi secara

penuh dengan status kepemilikin oleh Pemerintah Kota Baubau.

RSUD Kota Baubau merupakan salah satu rumah sakit yang ada di eks

Kabupaten Buton yang kini telah dimekarkan menjadi 4 Kabupaten/Kota yaitu

Kota Baubau, Kabupaten Buton, Kabupaten Bombana dan Kabupaten Wakatobi.

Posisi strategis Kota Baubau membuat pusat rujukan Pelayanan Kesehatan bagi

keempat daerah tersebut bertumpu pada RSUD Kota Baubau Hal ini merupakan

peluang pengembangan RSUD untuk meningkatkan pelayanan.

Sebagai salah satu instrument dalam pelayanan kesehatan tersebut adalah

pengelolaan manajemen Rumah Sakit yang multi kompleks. Sebagai satu institusi,

6
RSUD Kota Baubau selalu dituntut meningkatkan kualitas peralatan, namun di

pihak lain dituntut pula untuk mengutamakan pelayanan kepada masyarakat

banyak. Kedua fungsi tersebut dapat dipadukan sehingga RSUD dapat menjadi

suatu ” Lembaga Sosial Economi ” dimana fungsi -fungsi ekonomi dapat

digunakan untukmembiayai fungsi sosialnya.

Bertolak dari pemikiran tersebut dengan memperhatikan posisi strategis

Kota Baubau, maka ke depan sudah saatnya dipikirkan pengembangan RSUD

Kota Baubau sebagai pusat rujukan ke-2 di Propinsi Sulawesi Tenggara. Hal ini

dimungkinkan mengingat.

1. Kesehatan merupakan investasi jangka panjang, sehingga efisiensi dan

efektivitas selalu diprioritaskan.

2. RSUD mempunyai kewajiban untuk melayani masyarakat miskin

(Publict Goods) sekaligus harus proaktif terhadap tuntutan segmen

masyarakat mampu (Privat Goods).

3. RSUD sudah terlibat dalam persaingan dengan Rumah Sakit lain yang

sangat agresif dalam menangkap peluang pasar dan memperebutkan

sumber daya manusia.

4. RSUD berhadapan dengan perkembangan teknologi kedokteran dan

teknologi manajemen modern yang memerlukan biaya besar.

5. RSUD merupakan organisasi padat karya, profesi, fungsi, teknologi dan

modal.

6. RSUD Kota Baubau telah memiliki kesiapan sumber daya manusia hanya

tertinggal dalam sarana dan prasarana.

7
RSUD Kota Baubau berdasarkan PERDA Kota Baubau No 6 Tahun 2017

menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-

BLUD) dan sekarang disebut dengan BLUD RSUD Kota Baubau.

b. Organisasi dan Manajemen BLUD Rumah Sakit Daerah Kota

Baubau

Sejak pelaksanaan Otonomi Daerah, maka telah diadakan perubahan

struktur organisasai dan tata kerja RSUD Kota Baubau berdasarkan Perda No.3

Tahun 2003 yang bertujuan :

1. Melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dengan mengutamakan

upaya penyembuhan/pemulihan yang dilakukan secara serasi terpadu dengan

upaya peningkatan dan pencegahan serta fungsi rujukan .

2. Melaksanakan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar pelayanan

Rumah Sakit.

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Baubau adalah unsur penunjang

penyelenggaraan pemerintah daerah di bidang pelayanan kesehatan. Rumah Sakit

Umum Daerah dipimpin oleh Direktur yang berada di bawah dan bertanggung

jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah yang bertugas untuk membantu

Walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan kota di bidang pelayanan

kesehatan dan mempunyai fungsi:

1. Perumusan kebijakan teknis di bidang Pelayanan Kesehatan

8
2. Pelayanan penunjang dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di

bidang pelayanan Kesehatan

3. Penyusunan rencana dan program, monitoring, evaluasi dan pelaporan

di bidang Pelayanan Kesehatan

4. Pelayanan medis Kesehatan

5. Pelayanan penunjang medis dan non medis

6. Pelayanan keperawatan

7. Pelayanan rujukan

8. Pendidikan dan pelatihan tenaga Kesehatan

9. Penelitian dan pengembangan serta pengabdian masyarakat

10. Pengelolaan urusan kepegawaian, keuangan, hukum, hubungan

masyarakat, organisasi dan tatalaksana, serta rumah tangga,

perlengkapan umum

Untuk melaksanakan fungsi tersebut, RSUD Kota Baubau mempunyai

wewenang atau tugas:

1. Penyelenggaraan pelayanan medis,

2. Penyelenggaraan pelayanan penunjang medis dan non medis,

3. Penyelenggaraan pelayanan dan asuhan keperawatan,

4. Penyelenggaraan pelayanan rujukan,

5. Penyelenggaraan pendidikan dan latihan,

6. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan,

7. Penyelenggaraan administrasi umum dan keuangan di bidang pelayanan

kesehatan,

9
8. Pengelolaan personil, keuangan dan perlengkapan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku,

9. Pemanfaatan peluang pasar sesuai kemampuannya dengan tetap

melaksanakan fungsi sosial,

10. Penyelenggaraan kerjasama di bidang pelayanan kesehatan.

4.2. Hasil Penelitian

A. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini terdiri dari 89 orang pasien Rawat jalan

RSUD Kota baubau. Responden pasien dalam penelitian ini dapat dikategorikan

dalam beberapa karakteristik responden, yaitu berdasarkan usia, jenis kelamin,

dan pendidikan responden, Jumlah Kunjungan. Uraian berikut ini merupakan

penjelasan karakteristik demografis responden tersebut.

Responden dalam penelitian ini terdiri dari 89 orang pasien Rawat Inap

RSUD Kota baubau. Responden pasien dalam penelitian ini dapat dikategorikan

dalam beberapa karakteristik responden, yaitu berdasarkan usia, jenis kelamin,

dan pendidikan responden, Jumlah Kunjungan. Uraian berikut ini merupakan

penjelasan karakteristik demografis responden tersebut

Tabel
Distribusi frekuensi Responden Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Karakteristik
Frekuensi (n) Presentasi (%)
responden
Laki-laki 56 62,9
Perempuan 33 37,1
Sumber ; olahan data primer 2022

10
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 89 responden, terdapat 62,9 %

berjenis kelamin laki-laki dan 37,1 % berjenis kelamin perempuan. Dengan

demikian dapat dinyatakan bahwa kebanyakan responden penelitian ini

adalah berjenis kelamin laki-laki.

Tabel
Distribusi frekuensi Responden Penelitian Berdasarkan Umur

Karakteristik
Frekuensi (n) Presentasi (%)
responden
SD 9 10,1
SMP 8 9,0
SMA 15 16,9
D-III 12 13,5
S-1 45 50,6
Sumber : olahan data primer 2022

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 89 responden, terdapat 10,1 %

berpendidikan SD, 9,0 % berpendidikan SMP, 16,9 % berpendidkan SMA, 13,5

% berpendidikan D-III, dan 50.6 % berpendidikan S-1. Dengan demikian dapat

dinyatakan bahwa kebanyakan responden penelitian ini adalah

berpendidikan S-1.

Tabel 4.12
Distribusi frekuensi Responden Penelitian Berdasarkan Pekerjaan

Karakteristik
Frekuensi (n) Presentasi (%)
responden
PNS 15 16,9
Pegawai Swasta 14 15,7
Wiraswasta 34 38,2
Pelajar 15 16,9
Lain-lain 11 12.4
Sumber : olahan data primer 2022

11
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 89 responden, terdapat 16,9%

PNS, 15,7 % Pegawai Swasta, 38,2% Wiraswasta, 16,9 % , Pelajar 12,4 % Lain-

lain. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kebanyakan responden

penelitian ini adalah Wiraswasta.

Tabel
Distribusi frekuensi Responden Penelitian Berdasarkan Penghasilan

Karakteristik responden Frekuensi (n) Presentasi (%)


< Rp. 500 ribu 8 9,0
>Rp 500 Ribu- Rp 1 Juta 5 5,6
<Rp. 1 Juta – Rp. 2 Juta 18 20,2
< Rp 2 Juta- Rp. 5 Juta 51 57,3
>Rp. 5 Juta 7 7,9
Sumber : olahan data primer 2022

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 89 responden, terdapat

9,0 % berpenghasilan <Rp 500 Ribu, 5,6 % berpenghasilan ,>Rp 500

Ribu – 1 Juta, 20,2 % berpenghasilan >Rp 1 Juta- 2 Juta, 57,3 %

berpenghasilan >Rp 2 Juta- Rp 5 Juta, 7,9 % berpenghasilan >Rp 5 Juta.

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kebanyakan responden

penelitian ini adalah berpenghasilan > Rp 5 juta.

Tabel
Distribusi frekuensi Responden Penelitian Berdasarkan Kunjungan

Karakteristik
Frekuensi (n) Presentasi (%)
responden
1 Kali 4 4,5
2 Kali 32 36,0
3 Kali 22 24,7
4 kali 25 28,1
5 Kali 6 6,7
Sumber :olahan data primer 2022

12
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 89 responden, terdapat 4,5 %

berkunjung 1 kali, 36,0 % berkunjung 2 kali, 24,7 % berkunjung 3 kali, 28,1 %

berkunjung 4 kali, dan 6,7 % berkunjung 5 kali. Dengan demikian dapat

dinyatakan bahwa kebanyakan responden penelitian ini adalah

berkunjung 2 kali.

B. Penyajian Data Tentang Efektivitas Pelayanan Kesehatan di BLUD

RSUD Kota Baubau

Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara terhadap kepada

beberapa pasien rawat jalan di RSUD Kota Baubau dengan memberikan kuesioner

sebanyak 89 responden sesuai dengan sampel penelitian. Dimana setiap pasien

harus menjawab 15 buah pertanyaan dan 15 pernyataan berdasarkan indikator

yaitu bertindak cepat, berpihak kepada masyarakat, menegakkan kedisiplinan,

transparansi, dan wewujudkan akuntabilitas.

Distribusi Jawaban Responden Pernyataan Tentang Efektivitas Pelayanan

Kesehatan di BLUD RSUD Kota Baubau :

No Pernyataan Keterangan F %
SS S Rr ST STS
Bertindak Cepat
1 Pasien selalu ditangani 50 30 7 2 0 89 100
dengan cepat oleh
pihak Puskesmas
2 Pihak Puskesmas selalu 60 20 9 0 0 89 100
memberikan pelayanan
yang maksimal kepada
pasien.
3 Pihak Puskesmas menangani 15 70 4 0 0 89 100

13
dengan cepat pasien yang
emergency

Berpihak Kepada Masyarakat


4 Pelayanan yang 65 19 3 2 0 89 100
diberikan pihak
Puskesmas adil.
5 Pasien yang berobat ke 50 36 1 2 0 89 100
Puskesmas selalu dilayanai
dan mendapat perhatian
dari pegawai maupun
tenaga medis.
6 Pihak Puskesmas Rutin 75 12 2 0 0 89 100
dalam memberikan sosialisasi
kesehatan ibu dan anak.
Menegakkan Kedisiplinan
7 Pegawai dan tenaga medis 25 62 2 0 0 89 100
Puskesmas datang dan
pulang sesuai dengan jadwal
yang telah ditentukan.
8 Pegawai dan tenaga medis 60 20 9 0 0 89 100
selalu berada di
Puskesmas sesuai dengan
jam kerja.
9 Pihak Puskesmas pernah 19 70 0 0 0 89 100
melakukan pemeriksaan
ulang kepada pasien.
Transparansi
10 Pihak Puskesmas 15 70 4 0 0 89 100
muarasoma memberikan
pelayanan kesehatan
sesuai dengan SOP
Puskesmas.
11 Puskesmas terbuka 60 20 9 0 0 89 100
memberikan informasi dan
pelayanan melalui
website.
12 Pihak Puskesmas terbuka 65 19 3 2 0 89 100

14
tentang sosialisasi
kesehatan lingkungan
kepada masyarakat.
N0 Pernyataan SS S Rr ST STS F %

Akuntabilitas
13 Pihak Puskesmas selalu 75 12 2 0 0 89 100
bertanggungjawab terhadap
kesehatan pasien.
14 Pihak Puskesmas 15 70 4 0 0 89 100
melakukan pemeriksaan
ulang kepada pasien jika
memang harus diperiksa
kembali.
15 Pasien selalu puas dengan 65 19 3 2 0 89 100
pelayanan dan
tanggungjawab yang
diberikan oleh pihak
Puskesmas.

15
DAFTAR PUSTAKA

Adikoesoemo, S. (1994). Manajemen Rumah Sakit. Jakarta: Sinar Harapan.

Azis, S. (2000). Pelayanan yang Berorientasi Kepada Kepuasan Masyarakat.

Jurnal Administrasi Negara, Vol . 6 No.

Azwar, A. (1996). Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan.

Azwar, A. (1998). Pengantar Administrasi Kesehatan (Edisi kedu). Jakarta: PT.

Binarupa. Aksara.

Batinggi, A. (1998). Manajemen Pelayanan Umum. Jakarta: Universitas Terbuka

Bentley.

Boediono, B. (2003). Pelayanan Prima Perpajakan. Jakarta: Rineka Cipta.

Bungin, B. (2006). Metode penelitian kualitatif.

Danim, S. (2004). Motivasi Kepemimpinan & Efektivitas Kelompok. Jakarta: PT.

Rineka Cipta.

Denzim, N. (2009). Hand Book of Qualitative Research (B. S. F. Dariyatno, ed.).

Yogyakarta: Putaka Pelajar.

Gani, A. (1995). Aspek-Aspek Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Rajawali Press.

Georgopolous dan Tannenbaum. (1985). Efektivitas Organisasi. Jakarta:

Erlangga.

Gie, T. L. (1998). Ensiklopedia Administrasi. Jakarta: Guning Agung.

Handayaningrat, S. (1994). Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan. Manajemen.

Jakarta: Haji Masagung.

16
Jacobalis, S. (1995). Liberalisasi Bisnis Jasa Kesehatan dan Dampaknya Bagi

Rumah Sakit Indonesia. Jakarta: IRSJAM XXXVII.

Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat. (2009). Hukum Administrasi

Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik. Bandung: PT. Nuansa Cendekia.

Kurniawan, A. (2005). Transformasi Pelayanan Publik. Yogyakarta:

Pembaharuan.

Lijan Poltak Sinambela. (2006). Reformasi pelayanan publik : teori, kebijakan,

dan implementasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Lubis, H. S. B. dan M. H. (1987). Teori Organisasi (Suatu Pendekatan. Makro).

Jakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu-ilmu Sosial.

Miles, Matthew and Huberman, M. (2014). Analisis Data Kualitatif : Buku

Tentang Sumber-Sumber Baru (T. Rohendi, ed.). Jakarta: Universitas

Indonesia (UI-Press).

Moenir. (2006). Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: PT. Bumi

Aksara.

Moleong, L. J. (2004). Metodelogi penelitian. Bandung: Penerbit Remaja

Rosdakarya.

Ngatimin, R. (2003). Disability Orented Approach. Makassar: Yayasan “PK-3.”

Parasuraman, A., Zeithaml, V. A., & Berry, L. L. (1985). A Conceptual Model of

Service Quality and Its Implications for Future Research. Journal of

Marketing, 49(4), 41–50. https://doi.org/10.1177/002224298504900403

Pasolong, H. (2007). Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta.

Ratminto dan Atik Septi Winarsih. (2005). Manajemen pelayanan :

17
Pengembangan Model Konseptual, Penerapan “Citizen’s Charter” dan

Standar Pelayanan Minimal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ricard M Steers. (1986). Efektifitas organisasi (kaida perilaku) (4th ed; M. Jamin,

ed.). Jakarta: Erlangga.

Rukman. (2006). Efektifitas Kerja Karyawan. Bandung: Budi Mulia.

Sondang P. Siagian. (1996). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi

Aksara.

Syukri, A. F. (2009). Standar Pelayanan Publik Pemda : Berdasarkan ISO

9001/IWA-4. Bantul: Kreasi Wacana.

Tangkilisan, H. N. S. (2005). Manajemen publik. Jakarta: Gramedia Widia.

Tika, P. (2008). Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan.

Jakarta: Bumi Aksara.

Tjiptono and Tjandra. (2005). Service. Quality &Satisfaction. Yogyakarta: Andi.

Waworuntu, B. (1997). Dasar-Dasar Manajemen Personalia. Jakarta: Pustaka

Dian.

Wijono. (1993). Konflik Dalam Organisasi. Semarang: Satya Wacana.

Wijono, D. (1999). Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan,. Surabaya: Airlangga

University Press.

Yin, R. K. (2006). Sudi Kasus; Desain dan Metode (Djauzi Mudzakir, ed.).

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

18
PEDOMAN WAWANCARA

1. Bagaimana cara organisasi memperoleh keberhasilan dalam mengelolah

sumberdaya fisik?

2. Bagaimana cara organisasi memperoleh keberhasilan dalam mengelolah

sumberdaya non fisik?

3. Bagaimana pelaksanaan program kerja di rumah sakit

4. Bagaimana mekanisme kerja dii rumah sakit?

5. Bagaiama perhatian pada output atau capaian keberhasilan?

6. Bagaimana pelayanan kesehatan dapat tersedia di masyarakat secara

berkesinambungan?

7. Bagaimana pelayanan kesehatan dapat diterima oleh masyarakat?

8. Bagaimana cara pelayanan kesehatan yang wajar menurut kaidah dan dapat

diterima oleh masyarakat?

9. Apakah ada keluhan masyarakat tentang jarak lokasi pelayanan kesehatan dan

bagaimana cara mengatasi keluhan masyarakat tersebut?

10. Apakah harga yang di tentukan dalam pelayanan kesehatan sudah sesuai

dengan kemampuan masyarakat?

11. Bagaimana upaya yang dilakukan pelayan kesehatan kepada maysrakat yang

kurang mampu sesuai dengan keadaan ekonominya?

12. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan pelayan kesehatan untuk memuaskan

para pemakai jasa pelayanan kesehatan?

13. Metode apa yang di gunakan agar penyelenggaraan pelayanan kesehatan

sesuai dengan kode etik serta standar yang telah di tetapkan ?

19

Anda mungkin juga menyukai