Anda di halaman 1dari 19

RESUME

ETIK DAN LEGAL KEPERAWATAN

Disusun Oleh

Syafira Faradila 1130122009


Nabella Kusdya Ningtyas 1130122029
Puput Sumarlin 1130122028

Pembimbing
Siti Damawiyah ,S.Kep.,Ns.,M.Kep.

PROGRAM STUDI LINTAS JALUR S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2022-2023
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii

BAB I TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 1

1.4. Prinsip-Prinsip Legal Dalam Praktik ...................................................... 1

1.2. Aspek Hukum Dalam Keperawatan ....................................................... 3

1.3. Perlindungan Hukum Dalam Praktik Keperawatan................................ 8

1.4. Nursing Advocacy ................................................................................ 11

1.5. Pengambilan Keputusan Legal Etis ...................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 17

ii
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.4. Prinsip-Prinsip Legal Dalam Praktik


Prinsip-prinsip etik dapat menjadi sebuah dilema dalam penelitian
keperawatan. Perawat membutuhkan manusia untuk mengembangkan ilmu
keperawatan dalam proses penelitian, sementara itu manusia memiliki
martabat yang harus dihargai dan diperhatikan. Masalah dalam penelitian
keperawatan yang berhubungan dengan prinsip etik menurutdiantaranya :
1.1.1. Autonomy
Konsep otonomi didasari oleh penilaian kebenaran manusia untuk
memilih apa yang terbaik untuk dirinya sendiri. Perawat menghargai
dan menghormati keputusan pasien, serta melindungi pasien yang
tidak bisa memberikan keputusan bagi dirinya sendiri. Namun
perawat harus tau siapa saja yang bisa atau kompeten mengambil
keputusan. Dalam penelitian keperawatan, subejk atau partisipan
berhak untuk memilih apakh dia setuju atau tidak untuk terlibat dalam
penelitian.
1.1.2. Justice
Prinsip justice berdasarkan pada konsep keadilan (fairness). Sebagai
hasil bahwa pemberian pelayanan ini sama dan seimbang, baik
manfaat maupun kerugian. peneliti diminta untuk mempertimbangkan
siapa yang menerima manfaat dan siapa yang menanggung beban
kerugian dari penelitian. Hal ini menjadi sangat penting untuk
mempertahankan kebutuhan untuk memasukkan dan mengecualikan
kelompok tertentu dalam studi penelitian. Persyaratan penting
berkaitan dengan menghormati orang juga terkait erat dengan prinsip
keadilan. Dalam konteks etika penelitian, tuntutan prinsip ini bagi
mereka yang tidak mampu untuk melindungi kepentingan mereka
sendiri tidak dimanfaatkan untuk memajukan pengetahuan baru atau
dimanfatkan oleh peneliti.

1
1.1.3. Beneficience.
Beneficence, bahwa perawat harus memberikan yang terbaik pada
pasien dan tidak merugikan pasien (prinsip nonmaleficence). Ketika
seorang peneliti mencoba untuk mengambil informasi partisipan
secara terperinci, rasa tidak menyenangkan pada partisipan dapat
terjadi. Dalam penelitian perlu memperhatikan semua kemungkinan
konsekuensi penelitian dalam keseimbangan keuntungan dan
kerugian bagi partisipan.
1.1.4. Confidentiality.
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien
harus dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam
dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka
pengobatan pengobatan klien. Tidak ada seorangpun seorangpun
dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien
dengan bukti persetujuan. Diskusi persetujuan. Diskusi tentang
tentang klien diluar area pelayanan, pelayanan, menyampaikan
menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga
kesehatan lain harus dihindari.
1.1.5. Non Maleficience
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan p fisik
dan psikologis pada klien.
1.1.6. Veracity
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan
oleh pemberi pelayanan pelayanan kesehatan kesehatan untuk
menyampaikan menyampaikan kebenaran kebenaran pada setiap
klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip
veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk
mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat,
komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan
penerimaan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan
mengatakan yang seben yang sebenarnya kepada klien tentang tentang

2
segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama
menjalani perawatan.
1.1.7. Fidelity
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya
dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan,
kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan
komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan
perawat perawat terhadap terhadap kode etik yang menyatakan
menyatakan bahwa tanggung tanggung jawab dasar dari perawat
perawat adalah untuk meningkatkan meningkatkan kesehatan,
kesehatan, mencegah mencegah penyakit, penyakit, memulihkan
memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
1.1.8. Accountability
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang
profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa
terkecuali.(Kurniawan 2019)

1.2. Aspek Hukum Dalam Keperawatan


1.2.1. Pengertian Hukum
Pada umumnya hukum didefinisikan sebagai Ugeran (Norma) yang
mengatur hubungan kemasyarakatan. Menurut KBBI, hukum adalah :
Undang-undang, peraturan atau adat yang secara resmi dianggap
mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah, atau
otoritas.(Dermawan 2013)
1.2.2. Fungsi Hukum
1. Aturan/pedoman dalam perikehidupan berbangsa, bernegara dan
bermasyarakat.
2. Memberikan jaminan ketertiban, keamanan dan perlindungan
hukum
3. Memberikan jaminan memperoleh kadilan dan kepastian hukum
bagi setiap orang

3
1.2.3. Sifat Hukum
Sifat hukum adalah : mengikat/sebagai instruksi kepada pemerintah,
lain-lain penyelenggara negara, lembaga masyarakat dan setiap
orang/warganegaranya.
1.2.4. Sumber Hukum
1. Pancasila
Kedudukan/fungsi pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara adalah
a. Sebagai dasar negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan
UUD 1945 alinea keempat
b. Sebagai jiwa dan pandangan hidup bangsa Indonesia
c. Meliputi suasana kebatinan dari UUD Negara Indonesia
d. Mewujudkan cita-cita hukum, yang menguasai hukum, dasar
negara, baik yang tertulis (UUD) maupun hukum dasar yang
tidak tertulis (aturan-aturan dasar yang tumbuh dan terpelihara
dalam politik penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis),
aturan-aturan semacam ini disebut : KONVENSI
e. Dalam sistem/tata urutan hukum di Indonesia, pancasila sebagai
sumber dari segala sumber hukum.
2. Undang-Undang Dasar 1945
a. Menciptakan pokok-pokok pikiran (pancasila) dalam pasal-
pasalnya.
b. Memuat aturan-aturan pokok, sedang aturan yang
menyelenggarakan aturan pokok diserahkan kepada undang-
undang yang lebih mudah caranya membuat, merubah dan
mencabut.
c. Dalam sistem hukum, UUD 1945 sebagai sumber hukum
dengan demikian peraturan perundang-undangan yang lebih
rendah tidak boleh bertentang dengan UUD 1945.
d. UUD 1945 berisi norma, aturan atau ketentuan yang harus
dilaksanakan dan ditaati oleh pemerintah, setiap lembaga

4
Negara, lembaga masyarakat dan juga setiap warga negara dan
penduduk Indonesia.
e. Dalam kerangka tata susunan atau tata tingkatan norma hukum
yang berlaku merupakan hukum yang menempati kedudukan
tertinggi.
f. UUD 1945 juga mempunyai fungsi sebagai alat kontrol apakah
norma hukum yang lebih rendah sesuai atau tidak sesuai dengan
ketentuan UUD 1945.
1.2.5. Pembagian Hukum
1. Ruang Lingkup hukum memang cukup luas karena hukum
berupaya mengatur semua aspek kehidupan manusia dalam
bermasyarakat.
2. Dari berbagai cara pembagian yang terutama perlu dipahami oleh
tenaga kesehatan/tenaga keperawatan adalah pembagian hukum
menurut fungsinya, yaitu:
a. Hukum Sipil (Privat)
1) Hukum sipil mengatur hubungan antara satu orang dengan
orang lainnya, dengan menitiberatkan pada kepentingan
perorangan
2) Hukum sipil, meliputi : hukum perdata dan hukum dagang
3) Hukum perdata diatur pada Kitab Undang-Undang Hukum
Sipil (KUHS), yang meliputi : hukum perorangan, hukum
keluarga, hukum kekayaan dan hukum warisan
b. Hukum Publik (Hukum Negara)
1) Hukum publik mengatur hubungan antara negara dengan
Alat-alat perlengkapannya atau hubungan negara dengan
perseorangan (warga negara)
2) Hukum publik meliputi : hukum tata negara, hukum
administrasi negara, hukum pidana dan hukum
internasional.

5
3) Hukum pidana mempunyai objek pada aturan-aturan
hukum yang mengenai kejahatan atau yang bertalian
dengan pidana
4) Hukum pidana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP)
1.2.6. Tata Hukum
1. Tata hukum Indonesia mengandung arti : tatanan hukum atau
aturan-aturan hukum yang sedang berlaku di Indonesia.
a. Tata Hukum di Indonesia adanya sejak Proklamasi
Kemerdekaan, tanggal 17 Agustus 1945, dengan Proklamasi
Kemerdekaan berarti Negara RI dibentuk oleh bangsa
Indonesia. Sejak saat itu bangsa Indonesia telah mengambil
keputusan menentukan dan melaksanakan hukumnya sendiri.
b. Untuk menyempurnakan tata hukum di Indonesia pada tanggal
18 Agustus 1945 ditetapkan berlakunya UUD 1945 oelh PPKI,
yang masih berlaku bersama pancasila sampai sekarang.
c. UUD 1945 dan Pancasila kemudian mmenjadi acuan politik
hukum di Indonesia.
2. Tata Urutan/Hierarki hukum di Indonesia
Hierarki Hukum di Indonesia diatur melalui Undang-Undang RI
Nomor : 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
disebutkan :
Pasal 7
a. Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-Undangan adalah
sebagai berikut:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
2) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang
3) Peraturan Pemerintah
4) Peraturan Presiden
5) Peraturan Daerah

6
Disebutkan juga pada pasal 7, ayat:

b. Jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana


dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
c. Kekuatan Hukum Peraturan Perundang-Undangan adalah sesuai
dengan Hierarki sebagiamana tersebut pada ayat (1)
1.2.7. Hukum Kesehatan
Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kesehatan yang wajib
dipahami, ditaati dan menjadi pedoman tenaga kesehatan (termasuk
tenaga keperawatan) dalam melaksanakan pelayanan kesehatan
sebagai berikut:
1. Peraturan Pemerintah Nomer: 10 Tahun 1966 tentang Wajib
Simpan Rahasia Kedokteran.
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor:575/MENKES/PER/IX/1898
tentang persetujuan Tindakan Medis/Informed Consent.
3. Peraturan Pemerintah RINomor: 32 tahun 1996, tentang Tenaga
Kesehatan.
4. Undang-Undang RI Nomor : 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran
5. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009, tentang Kesehatan.
Peraturan Perundangan yang terkait dengan Praktik Asuhan
Keperawatan
a. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
HK.02.02/MENKES/148/I/2010 tentang Ijin Dan
Penyelenggaraan Praktik Perawat.
b. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
161/MENKES/PER/I/2010; tentang Registrasi Tenaga Kesehatan.
c. Peraturan Menteri Kesehatan RI No:
1796/MENKES/PER/VIII/2011; tentang Registrasi Tenaga
Kesehatan.

7
d. Surat Keputusan Direktur Jendral Pelayanan Medik Nomor:
YM.00.03.2.6.7637 tentang Berlakunya Standar Asuhan
Keperawatan di Rumah Sakit. (Dermawan 2013)

1.3. Perlindungan Hukum Dalam Praktik Keperawatan

Secara yuridis Undang-undang Keperawatan dtujukan untuk hak


asasi manusia akan butuhan kesehatan yang diakui secara konstitusional
dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hak warga
negara dan tanggung jawab negara. Hak asasi bidang kesehatan ini harus
diwujudkan melalui pembangunan di bidang kese hatan dalam hal fasilitas,
sumberdaya manusia hingga produk hokum yang di keluarkan pemerintah
diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan perorang an, keluarga,
masyarakat, dan semua profesi dalam lingkup kesehatan. Diatur pula
peraturan hukum yang secara khusus Undang-undang Nomor 38 Tahun 2014
tentang Keperawatan, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan, Permenkes Nomor HK. 02.02/Menkes/148/I/2010 tentang Izin
dan Penyelenggaraan Prak tik Perawat jo Permenkes Nomor 17 ta hun 2013
tentang Perubahan atas, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
untuk pelayanan keperawatan dalam pelaksanaan standar praktik
keperawatan.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan diwujudkan melalui
pemberian layanan kesehatan yang didukung oleh sumber daya kesehatan,
baik tenaga profesi kesehatan maupun tenaga non-kesehatan. Perawat dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan berperan sebagai pelaksana atau
penyelenggara praktik keperawatan, pemberi ASKEP (Asuhan
Keperawatan), penyuluh dan konselor bagi pasien, Pelayanan keperawatan
yang diberikan oleh perawat didasarkan pada keilmuan dan kompetensi di
bidang keperawatan yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan Klien,
perkembangan ilmu pengetahuan, dan Pelayanan kesehatan tersebut termasuk
pelayanan keperawatan yang dilakukan secara bertanggung jawab, bermutu,
dan aman oleh perawat yang telah mendapatkan STR (Surat Tanda Registrasi)
dan SIP (Surat Izin Praktik).

8
Praktik keperawatan sebagai wujud nyata dari layanan Asuhan
Keperawatan dilaksanakan secara mandiri dan juga dapat dilakukan
berdasarkan pelimpahan wewenang, penugasan dalam keadaan darurat,
ataupun kolaborasi antar lintas profesi dalam lingkup kesehatan. Untuk
menjamin perlindungan terhadap pasien atau masyarakat sebagai penerima
Pelayanan Asuhan Keperawatan dan untuk menjamin pelindungan terhadap
perawat sebagai pelaksana dalam pemberian layanan asuhan keperawatan,
diperlukan regulasi sebagai paying hokum mengenai keperawatan secara
komprehensif yang diatur dalam undang-undang. Selain sebagai kebutuhan
perlindungan dan kepastian hukum bagi perawat, peraturan ini juga ditujukan
sebagai pemenuhan kebutuhan Perawat dalam lingkup dunia, sehingga sistem
keperawatan Indonesia dapat dikenal oleh Negara luar dan kondisi ini
sekaligus dapat mengangkat citra dan harkat martabat bangsa Indonesia di
bidang kesehatan. Berdasarkan itu, maka dibentuk undang-undang tentang
keperawatan untuk memberikan kepastian hukum dan pelindungan hukum
serta untuk menata dan melengkapi berbagai perangkat hukum yang
mengatur penyelenggaraan Praktik Keperawatan yang bermutu, dan aman
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada Undang-
Undang ini dibahas juga pengaturan mengenai jenis perawat, pendidikan
tinggi keperawatan, STR, SIP, SIPP (izin praktik), sampai dengan registrasi
ulang, hak dan kewajiban bagi perawat dan klien, kelembagaan terkait dengan
perawat PPNI (organisasi profesi, kolegium, dan konsil), pengembangan,
Pembinaan, dan pengawasan bagi anggota perawat, serta sanksi-sanksi jika
melanggar.
Dalam penegakan hukum ada tiga unsur yang harus selalu
diperhatikan yaitu unsur keadilan, unsur kepastian hukum dan unsur
kemanfaatan. Jika dalam menegakan hukum hanya diperhatikan kepastian
hukum saja maka unsur lain harus dikorbankan. Demikian pula kalau
diperhatikan unsur keadilan maka unsur kepastian hukum dan kemanfaatan
hukum juga harus dikorbankan dan begitu selanjutnya. Itulah yang disebut
dengan antimony yaitu sesuatu yang bertentangan namun tidak dapat
diperhatikan satu sama lainnya. Dalam menegakan hukum harus ada

9
kompromi antara ketiga unsur tersebut. Meski dalam prakteknya tidak selalu
mudah menjalankan kompromi secara seimbang antara ketiga unsur tersebut.
Menurut Gustav Radbruch tujuan hukum yaitu keadilan, kepastian dan
kemanfaatan. Keadilan harus mempunyai posisi pertama dan paling utama
dari pada kepastian dan kemanfaatan. Mochtar Kusumaatmadja menyatakan
bahwa untuk mencapai ketertiban diusahakan adanya kepastian hukum dalam
pergaulan manusia di masyarakat, karena tidak mungkin manusia dapat
mengembangkan bakat secara optimal adanya kepastian hukum dan
ketertiban. Pengertian kepastian hukum menurut Sudikno: Kepastian hukum
adalah sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara
yang baik. Kepastian hukum merupakan tujuan utama dari hukum itu sendiri.
Kepastian hukum adalah suatu jaminan bahwa suatu hukum harus dijalankan
dengan baik dan tepat. Kepastian merupakan tujuan utama dari hukum. Jika
tidak ada kepastian hukum maka hukum akan kehilangan jati diri serta makna
dari hukum tersebut . Jika hukum tidak memiliki jati diri maka hukum tidak
lagi digunakan sebagai pedoman perilaku seseorang.
Berdasarkan penjelasan diatas, jika dihubungkan dengan analisis
perlindungan bagi Praktik Keperawatan dalam rangka mewujudkan
Kepastian Hukum maka dengan terbitnya Undang-undang No. 38 Tahun
2014 tentang Keperawatan, hal tersebut harus dijadikan landasan dasar bagi
profesi Keperawatan dalam memberi kan asuhan keperawatan yang bermutu
dengan upaya melaksanakan seusai Standar Praktik Keperawatan dan
keilmuannya kepada pasien yang telah diatur berdasarkan kompetensi
perawat, sehingga dapat terwujud kepastian hukum didalam pelayanan
keperawatan, dan dapat meningkatkan derajat kesehatan Secara yuridis,
undang-undang keperawatan adalah adanya amanat Undang-undang Dasar
1945 pasal 28 ayat (1), serta UU No. 36 tahun 2009 pasal 63 ayat (1), (2), (3),
dan (4). “Keperawatan adalah sebuah entitas yang telah diakui secara yuridis,
dalam hal penyembuhan, pemulihan, dan pengendalian, berdasarkan ilmu
keperawatan. Hal ini kemudian pengaturan lebih lanjut secara profesi di atur
dalam undang-undang Keperawatan. Selain itu, secara kuantitas, bahwa
sekitar 60% tenaga kesehatan merupakan perawat. Banyaknya jumlah

10
perawat di Indonesia ini sangat mempeng aruhi pelayanan kesehatan pada
masyarakat, dan ini sangat diperhatikan dalam undang-undang. Dalam
landasan filosofis, bahwa pelayanan keperawatan merupakan bagian integral
dari pelayanan kesehatan masyarakat. Dengan demikian, perawat sangat
mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan. Secara teknis pula ditambahkan
bahwa perawat perlu mengamalkan keilmuannya secara otonom dan mandiri
sehingga ada kejelasan atas kewenangan dan batas tangung jawab dalam
pelayanan kesehatan, untuk output pelayanan yang optimal dalam melayani
masyarakat. Dalam mewujudkan kepastian hukum yang mengandung arti,
yakni adanya kejelasan, tidak menimbulkan tafsir yang berbeda, dan dapat
dilaksanakan. Hukum harus berlaku tegas didalam masyarakat, mengandung
keterbukaan sehingga siapapun dapat memahami makna atas suatu peraturan
tersebut. Hukum yang satu dengan yang lain tidak boleh tumpang tindih
sehingga menjadi sumber keraguan. Kepastian hukum menjadi perangkat
hukum suatu negara yang mampu men jamin hak dan kewajiban setiap
manusianya sesuai dengan budaya yang ada.(Dwimantama 2018)

1.4. Nursing Advocacy


Advocacy, berarti melindungi. Melindungi pasien supaya selamat
berada dalam asuhan keperawatan pasien. Advocacy dapat dilakukan dengan
cara menjamin intervensi yang diberikan perawat agar selalu aman. Hal ini
dapat diperoleh bila perawat memberikan asuhan keperawatan sesuai
kompetensi yang dimilikinya. Bila perawat memiliki kompetensi, maka ia
tidak layak diberi penugasan untuk intervensi tersebut.
Advokasi merupakan peran profesional perawat untuk melakukan
pembelaan dan perlindungan kepada pasien. Penelitian ini adalah penelitian
kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Definisi peran advokasi
perawat yaitu tindakan perawat untuk memberikan informasi dan bertindak
atas nama pasien. Pelaksanaan tindakan peran advokasi meliputi memberi
informasi, menjadi mediator dan melindungi pasien. Faktor yang
mempengaruhi pelaksanaannya terdiri dari faktor penghambat dan faktor
pendukung. Faktor yang menjadi penghambat antara lain: kepemimpinan
dokter, lemahnya dukungan organisasi, kurangnya perhatian terhadap

11
advokasi, kurangnya jumlah tenaga perawat, kondisi emosional keluarga,
terbatasnya fasilitas kesehatan dan lemahnya kode etik. Sementara itu faktor
yang mendukung meliputi: kondisi pasien, pengetahuan tentang kondisi
pasien, pendidikan keperawatan yang semakin tinggi, kewajiban perawat dan
dukungan instansi rumah sakit. Kesimpulan dari penjelasan di atas adalah
advokasi tidak hanya diartikan sebatas pada tindakan membela pasien tetapi
juga meliputi tindakan memberi informasi, bertindak atas nama pasien,
menjadi mediator dan melindungi pasien. Perawat diharapkan dapat
mengoptimalkan perannya sebagai advokat yaitu dengan memberikan
informasi yang dibutuhkan oleh pasien, menjadi penghubung antara pasien
dan tim kesehatan lain, membela hak-hak pasien dan melindungi pasien dari
tindakan yang merugikan.(Windyastuti 2016)

1.5. Pengambilan Keputusan Legal Etis


Pengambilan keputusan legal etik adalah cara mengambil keputusan
dari suatu permasalahan yang disesuaikan dengan keabsahan suatu tata cara
pengambilan keputusan baik secara umum ataupun secara khusus.(miftahul
hasanah 2022)

1.5.1. Teori Dasar Pembuatan Keputusan


1. Teori Teleologi
Merupakan suatu doktrin yang menjelaskan fenomena berdasarkan
akibat yang dihasilkan. Teleologi dibedakan menjadi :
a. Rule Utilitarianisme
b. Act Utilitarianismeri Teologi
2. Teori Deontologi
Deontologi berprinsip pada aksi atau tindakan, perhatian
difokuskan pada tindakan melakukan tanggung jawab moral yang
dapat menjadi penentu apakah suatu tidakan benar atau salah.

Pengambilan keputusan merupakan suatu tindakan yang


melibatkan berbagai komponen yang harus dipertimbangkan secara
matang oleh perawat, terutama yang terkait dengan permasalahan
pada tatanan klinik. Hal ini sangat erat kaitannya dengan

12
perkembangan praktik keperawatan yang semakin kompleks, adanya
tuntutan efisiensi layanan kesehatan ditengah situasi yang selalu
berubah, serta perkembangan budaya yang ada menyebabkan tugas
pengambilan keputusan menjadi lebih berat. Dampak dari
pengambilan keputusan yang tepat akan dibayar dengan harga yang
tinggi baik untuk individu yang memutuskan maupun institusi
individu tersebut bekerja.

1.5.2. Berpikir Kritis

Untuk dapat mengambil keputusan yang benar perawat harus


dapat menerapkan pola berpikir kritis. Marriner A-Tomey (1996)
menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan elemen-elemen yang
yang berasal dari dimensi dasar yang memberikan logika umum untuk
suatu alasan mengapa kegiatan tersubut dilakukan. Elemen-elemen
tersebut meliputi tujuan, pusat masalah atau pertanyaan yang
mengarah pada isu yang berkembang, sudut pandang atau kerangka
referensi, dimensi empiris, dimensi konsep, asumsi, implikasi dan
konsekuensi yang ada, serta kesimpulan.

1.5.3. Analisis Kritis

Analisis kritis merupakan instrumen yang digunakan dalam


berpikir kritis dengan mengembangkan beberapa pertanyaan tentang
isu yang ada dan validitasnya, karena pertanyaan-pertanyaan tersebut
dapat membantu dalam menganalisis tahap-tahap dalam pengambilan
keputusan.

1.5.4. Berpikir Logis Dan Kreatif

Hernacki M. dan Bobbi D.P (2001) menyatakan bahwa


berpikir logis dan kreatif mempunyai keuntungan-keuntungan seperti
memaksimalkan proses-proses pemecahan masalah secara kreatif,
membiarkan otak kanan bekerja pada situasi-situasi yang menantang,
memahami peran paradigma pribadi dalam proses-proses kreatif,
mempelajari bagaimana curah-gagasan(brain Storming) dapat

13
memberikan pemecahan inovatif bagi berbagai masalah, dan
menemukan keberhasilan dalam “berpikir tentang hasil(outcome
thinking)”.

1.5.5. Pemecahan Masalah

Marriner A-Tomey (1996), dalam Sumijatun (2009)


menyatakan bahwa mekanisme berpikir dari otak manusia telah
dikonsepkan dalam dua sisi, sisi kanan adalah intuitif dan
konseptualyang digunakan untuk mendorong kreativitas berpikir;
sedangkan sisi kiri adalah analisis dan rangkaian-rangkaian. Hernacki
M. dan Bobbi D.P (2001) menyatakan bahwa pemecahan masalah
dikenal adanya 7 istilah yang sering digunakan, yakni berpikir
vertikal, lateral, kritis, analitis, strategis, berpikir tentang hasil, dan
juga berpikir kreatif.

1.5.6. Kedudukan Etika Dalam Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan etik merupakan salah satu proses dari


pengambilan keputusan, yang didalamnya terdapat ilmu, kedudukan,
dan etika. Proses ini mencakup ara pemecahan masalah, situasi dari
permasalahan atau dilema yang dapat dicapai. Jadi proses
pengambilan keputusan merupakan hal yang sama dan di temukan di
berbagai situasi yang bermasalah, dengan demikian situasi sangat
bergantung dari norma yang diacu masyarakat seperti etika, interaksi
sosial, dan situasional kontekstual.

1.5.7. Prinsip Etik sebagai Panduan Pengambilan Keputusan

Dikatakan bahwa praktik keperawatan melibatkan interaksi


yang kompleks antara nilai individu, sosial dan politik, serta
hubungannya dengan masyarakat tertentu. Sebagai dampaknya
perawat sering mengalami situasi yang berlawanan dengan hati
nuraninya. Meskipun demikian, perawat tetap akan menjaga
kewajibannya sebagai pemberi pelayanan yang lebih bersifat
kemanusiaan. Dalam membuat keputusan, perawat akan berpegang

14
teguh pada pola pikir rasional serta tanggung jawab moral dengan
menetapkan prinsip etik dan hukum yang berlaku.

1.5.8. Model Pengambilan Keputusan Etik


1. Kozier, dkk(1997)
a. Mengidentifikasi fakta dan situasi spesifik · Menerapkan prinsip
dan teori etika keperawatan
b. Mengacu kepeda kode etik keperawatan
c. Melihat dan mempertimbangkan kesesuaiannya untuk klien
d. Mengacu pada nilai yang dianut · Mempertimbangkan faktor
lain seperti nilai, kultur, harapan, komitmen, penggunaan waktu,
kurangnya pengalaman, ketidaktahuan atau kecemasan terhadap
hukum, dan adanya loyalitas terhadap publik.
2. Potter dan Perry (2005)
a. Menunjukkan maksud baik, mempunyai anggapan bahwa
semua orang mempunyai maksud yang baik untuk menjelaskan
masalah yang ada.
b. Mengidentifikasi semua orang penting, menganggap bahwa
semua orang yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan
merupakan orang penting dan perlu didengar pendapatnya.
c. Mengumpulkan informasi yang relevan, informasi yang relevan
meliputi data tentang pilihan klien, sistem keluarga, diagnosis
dan prognosis medis, pertimbangan sosial, dan dukungan
lingkungan.
d. Mengidentifikasi prinsip etik yang dianggap penting
e. Mengusulkan tindakan alternatif
f. Melakukan tindakan terpilih
1.5.9. Tahap- Tahap Pengambilan Keputusan
1. Mengidentifikasi masalah.
2. Mengumpulkan data masalah.
3. Mengidentifikasi semua pilihan/ alternative
4. Memikirkan masalah etis secara berkesinambungan.
5. Membuat keputusan

15
6. Melakukan tindakan dan mengkaji keputusan dan hasil evaluasi
tindakan.
1.5.10. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Etis
Dalam Praktik Keperawatan
1. Factor agama dan adat istiadat
2. Factor sosial
3. Factor IPTEK
4. Factor Legislasi dan eputusan yuridis
5. Factor dana atau keuangan
6. Factor pekerjaan atau posisi klien atau perawat
7. Factor kode etik keperawatan

16
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, Deden. 2013. Pengantar Keperawatan Profesional. Disunting oleh


Tutik S.Kep.Ns Rahayuningsih. 1 ed. Vol. 231 hlm. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.

Dwimantama,Gilang.2018.“PERLINDUNGAN_PRAKTIK_KEPERAWATAN
_DALAM.” Keperawatan, Kepastian Hukum, Peningkatan Derajat
Kesehatan 12: 56–67. https://maksigama.wisnuwardhana.ac.id.

Kurniawan, Endrian Dicky. 2019. “PENYELESAIAN MASALAH ETIK DAN


LEGAL DALAM PENELITIANKEPERAWATAN.Pdf.” Https://E-
Journal.Akesrustida.Ac.Id , Agustus (Agustus), 408–13.

Miftahul hasanah. 2022.“Pengambilan-Keputusan-Legal-Etis-


Keperawatan_compress.” Pengambilan Keputusan Legal Etis
Keperawatan, 6–10. https://vbook.pub/documents/pengambilan-
keputusan-legal-etis-keperawatan-8o41em1lzqod.

Windyastuti, Erlina, Aria Nurahman H.K, Utari Kusumaningrum. 2016.


“Hubungan Peran Advokasi Perawat Dengan Pemenuhan Kebutuhan
Rasa Aman Pada Keluarga Dan Pasien Yang Dilakukan
Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) Di Ruang ICU Rumah Sakit
Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri Utari Kusumaningrum.”
http://digilib.ukh.ac.id/files/disk1/33/01-gdl-utarikusum-1636-1-
artikel-m.pdf.

17

Anda mungkin juga menyukai