Oleh :
SUHAYRI SEPRIWANDI
FEBRIAN VALENTINO
GUSNALIA
ROWITA NOVITA SARI
PEKANBARU
2021
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Berfungsi sejalan dengan legislasi dan standar praktek keperawatan yang sesuai
dengan tingkat pendidikannya.
2. Menunjukan minat , empati , percaya , jujur dan hangat pada saat bertinteraksi
dengan klien.
3. Bertindak sebagai perwakilan klien dengan membantu klien memahami
informasi yang relevan.
2
4. Bertindak sebagai perwakilan klien dengan melindungi dan meningkatkan hak
– hak klien untuk :
a. Memperoleh informasi yang sah.
b. Menyepakati secara sadar akan asuhan keperawatan , pengobatan dan peran
sertanya dalam kegiatan penelitian.
c. Privasi dan dan kerahasiaan.
d. Pengobatan yang sesuai dengan manusia sebagai individu.
e. Berpartisipasi dalam membuat keputusan yang mempengaruhi asuhan
keperawatan yang ditujukan padanya.
5. Bertanggung gugat terhadap tindakan yang dilakukan .
6. Menunjukan kemampuan dalam hal pengetahuan yang mutakhir pada saat
menjalankan praktek.
7. Mencari bantuan dan bimbingan bila tidak dapat melaksanakan tugas – tugas
nya secara kompenten.
8. Menghindari mempraktekkan hal hal diluar batas kemampuan.
9. Bekerjasama sesama anggota profesi.
10. Bekerjasama dengan anggota kesehatan lain.
11. Membuat pertimbangan dalam menjalankan rencana keperawatan yang bersifat
multidisplin yang telah disusun.
12. Berbagi pengetahuan dan keahlian dengan orang lain.
13. Melakukan tindakan pada kondisi dimana keamanan atau kesejahteraan klien
tidak diperhatikan / terancam.
14. Melaporakan kejadian tentang praktek yang tidak benar atau kekeliruan dalam
menjalankan pelayanan keperawatan oleh tenaga lain ( bukan perawat ) kepada
yang berwenang.
15. Membantu mengembangkan kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan
asuhan klien.
16. Membantu pengembangan keperawatan atau sistem pelayanan keperawatan.
3
B. Tujuan Penulisan
Secara umum tujuan pembahasan aspek legal etik dan manajemen resiko dalam
dokumentasi keperawatan adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
dalam pemberian pelayanan yang konfrehensif dan optimal pada individu , keluarga
dan masyarakat.
Tujuan khusus :
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
4. Legal dalam bidang keperawatan adalah kerangka aturan atau norma yang
secara etik dan hukum dalam bentuk fisik atau moral yang berlaku secara wajar
dalam memberikan perlindungan pada perawat dan klien.
6. Resiko asuhan keperawatan adalah bentuk ancaman dan atau dampak dalam
pemberian asuhan keperawatan yang muncul akibat dari pemberian asuhan
keperawatan itu sendiri serta unsur lain ( luar ) yang mengintervensinya.
5
B. Aspek Legal, Etika Komunikasi dan Managemen Kasus
D. Sumber Hukum
Pada umumnya, ada 4 sumber hukum yang utama, yaitu sebagai berikut:
1. Konsitusi. Konstitusi adalah suatu aturan yang mengemukakan prinsip dan
ketentuan pembentukan undang-undang tertentu. Sebagai contoh, konstitusi
federal dan Negara bagian di Amerika serikat menunjukan bagaimana
pemerintahan dibentuk dan diberi wewenang.
2. Badan legeslatif. Lembaga legislative ini disebut kongres ditingkat federal dan
ditingkat Negara bagian.
6
3. Sistem peradilan (yudikatif). Sekali suatu keputusan ditetapkan didalam
peradilan hukum, keputusan itu menjadi aturan yang perlu dicontoh jika timbul
kasus-kasus serupa. Kasus pertama yang menetapkan aturan keputusan ini disebut
preseden. Keputusan peradilan ini dapat diubah jika ada alasan yang kuat.
Misalnya, mahasiswa keperawatan yang dikendalikan di rumah sakit
diperlakukan sebagai pegawai rumah sakit.
4. Peraturan administrative. Kumpulan dari peraturan perundang-undangan disebut
undang-undang administrative.
7
tempat praktik mahasiswa keperawatan yang dapat menjamin mutu prakti yang
optimal.
2. Peraturan perundangan yang mengatur setelah lulus pendidikan keperawatan. Dalam
kaitan dengan praktik keperawatan ini, disiapkan peraturan perundangan yang
mengatur penempatan dan praktik keperawatan, antara lain sebagai berikut:
a. Peraturan perundangan tentang sistem penempatan tenaga perawat, baik didalam
negeri maupun luar negeri.
b. Peraturan perundangan tentang kewenangan praktik keperawatan yang dikaitkan
dengan sertifikasi registrasi dan lisensi keperawatan.
c. Peraturan perundangan tentang etika profesi keperawatan yang dikeluarkan oleh
organisasi profesi dan pemerintah.
d. Peraturan perundangan tentang standar profesi keperawatan sesuai dengan
undang-undang kesehatan No.23 tahun 1992, pasal 53 ayat 1-4 yang diatur oleh
peraturan pemerintah. Peraturan perundangan ini pada hakekatnya mencegah
pelanggaran dan kejahatan dalam praktik keperawatan. Jika pelanggaran terjadi
dengan alasan tertentu, peraturan perundangan ini juga mengatur bagaimana
mengatasinya dan sangsi-sangsinya.
2. Kejahatan adalah suatu perlakuan merugikan orang lain, tetapi perbuatan tersebut
dianggap merugikan public. Karena terlalu paarah, kejahatan yang dianggap
tindakan perdata (tort) dapat digolongkan tindakan criminal (tindakan pidana).
Tindak criminal/ pidana ini dapat dijatuhi hukuman denda atau penjara, atau
kedua-duanya. Contoh:
a. Kecerobohan luar biasa yang menunjukan bahwa pelaku tidak mengindahkan
sama sekali nyawa orang lain (korban). Kejahatan ini dapat dikenakan tindak
perdata maupun pidana.
b. Kealpaan mematuhi undang-undang kesehatan yang mengakibatkan
tewasnya orang lain atau mengonsumsi/mengedarkan obat-obatan terlarang.
8
Kejahatan ini dapat dianggap sebagai tindakan criminal (lepas dari kenyataan
disengaja atau tidak).
3. Kecerobohan dan praktik sesat. Kecerobohan adalah suatu perbuatan yang tidak
akan dilakukan oleh seseorang yang bersikap hati-hati dalam situasi yang sama.
Dengan kata lain, perbuatan yang telah dilakukan diluar koridor standar
keperawatan yang telah ditetapkan dan dapat menimbulkan kerugian. Apabila hal
tersebut terjadi dan ada penuntutan hakim/juri biasanya menggunakan saksi ahli
(orang yang ahli dibidang tersebut). Contoh :
a. Sembarang mengurus barang pribadi klien (pakaian, uang, kacamata, dll)
sehingga rusak atau hilang.
b. Tidak menjawab panggilan klien yang dirawat sehingga klien mencoba
mengatasinya sendiri dan terjadi cidera.
c. Tidak melakukan tindakan perlindungan pada klien yang mengakibatkan
klien cidera, misalnya tidak mengambilkan air panas dari dekat klien yang
mengakibatkan air tersebut tumpah kena klien dank lien mengalami luka
bakar.
d. Gagal melaksanakan perintah perawatan, gagal memberi obat secara tepat
atau melaporkan tanda/gejala yang tidak sesuai dengan kenyataan, tidak
menyelidiki perintah yang meragukan sebelumnya sehingga dengan
kelalaian/ke gagalan tersebut menimbulkan cidera.
Selanjutnya, secara professional dikatakan bahwa kecerobohan sama dengan
pelaksaan praktik buruk, praktik sesat, atau mal praktik.
4. Pelanggaran penghinaan, yaitu suatu perkataan atau tulisan yang tidak benar
mengenai seseorang sehingga orang tersebut merasa terhina dan dicemooh. Jika
pernyataan tersebut dalam bentuk lisan, disebut slander dan jika berbantuk
tulisan, disebut libel. Contoh:
a. Pernyataan palsu
b. Menuduh orang secara keliru
c. Member keterangan paslu kepada klien
Orang yang didakwa dengan tuduhan slander atau libel tidak dapat diancam
hukuman jika ia dapat membuktikan kebenaran pernyataannya (lisan/tulisan).
Tuduhan ini dapat dibela dengan kominikasi berprivilese, yakni komunikasi yang
didasarkan pada anggapan bahwa petugas professional tidak dapat member
9
pelayanan yang baik tanpa pembeberan fakta secara lengkap mengenai masalah
yang dihadapinya. Jadi, informasi berprivilese merupakan informasi rahasia antar
petugas professional dengan kliennya, misalnya antara perawat/dokter dengan
kliennya, antara pengaca dengan kliennya, antara kiai dengan pemeluk agamanya.
5. Penahan yang keliru adalah penahanan klien tanpa alasan yang tepat atau
pencegahan gerak sesorang tanpa persetujuannya, misalnya menahan klien pulang
dari rumah sakit guna mendapat perawatan tambahan tanpa persetujuan dari klien
yang bersangkutan, kecuali jika klien tersebut mengalami gangguan jiwa atau
penyakit menular yang apabila dipulangkan dari rumah sakit akan
membahayakan masyarakat. Untuk itu, rumah sakit mempunyai formulir khusus
yang ditandatangani klien/keluarga, yang menyatakan bahwa rumah sakit yang
bersangkutan tidak bertanggung jawab apabila klien cidera karena meninggalkan
rumah sakit tersebut.
6. Pelanggaran privasi, yaitu tindakan mengespos/memamerkan/menyampaikan
seseorang (klien) kepada public, baik orangnya langsung, gambar, ataupun
rekaman, tanpa persetujuan orang/klien yang bersangkutan, kecuali ekspos klien
tersebut memang diperlukan menurut prosedur keperawatannya. Contoh:
a. Menyebar gossip atau member informasi klien kepada orang yang tidak
berhak memperoleh informasi itu.
b. Member perawatan tanpa memperhatikan kerahasiaan klien, yaitu klien
dilihat/didengar orang lain sehingga klien merasa malu.
7. Ancama dan pemukulan ancaman (assault) adalah suatu percobaan/ancaman,
melakukan kontak badan dengan orang lain tanpa persetujuannya. Pemukulan
(batter) adalh ancama yang dilaksanakan. Setiap orang diberi kebebasan dari
kontak badan dengan orang lain, kecuali jika ia telah menyatakan persetujuannya.
Contoh: Jika klien dioprasi tanpa persetujuan yang bersangkutan/keluarganya,
dokter/rumah sakit tersebut dapat dituntut secara hukum.
8. Penipuan adalah pemberian gambaran salah secara sengaja yang dapat
mengakibatkan atau telah mengakibatkan kerugian atau cidera pada seseorang
atau hartanya. Contoh: member data yang keliru guna mendapat lisensi
keperawatan.
10
F. Managemen Kasus
Dalam kaitan aspek legal dan standar keperawatan, perlu dijembatani dengan
manajemen keperawatan. Salah satu manajemen yang perlu dipahami adalah
menjemen kasus. Menurut brokopp (1992), manajemen kasus adalah sistem yang
dirancang sebagai proses kontinu identifikasi dan penyelesaian masalah dengan tujuan
memengaruhi biaya dan kualitas populasi klien atau pasien tertentu. Manajemen kasus
mengalami pengembangan. Menurut Cesta (1993), perkembangan manajemen kasus
dipengaruhi oleh :
Manajemen kasus sangat perlu dipahami oleh tenaga perawat karena menurut Bower
(1993), ada ± 20%total populasi klien atau pasien yang memerlukan manajemen
kasus. Kriteria yang membutuhkan manajemen kasus menurut Bower adalah :
1. Perawatan dengan biaya yang tinggi
2. Klien tidak terprediksi atau tidak terpolakan yang diantisipasi
3. Masuk rumah sakit berulang secara kronis
4. Adanya varian bermakna
5. Faktor sosio ekonomi risiko tinggi
6. Keterlibatan banyak doktek atau disiplin ilmu
7. Populasi yang ditargetkan dengan misi strategis, misalnya jalur produk
Perawat yang melakukan manajemen kasus disebut perawtan manajer kasus (Nurse
Case Manager/ NCM) yang terdiri atas 3 tipe yaitu :
1. Perawat primern dengan kontak langsung dan harian dengan klien dan
keluarganya
11
2. Setiap anggota tim keperawatan, misalnya perawat klinis spesialis
3. Perawat spesilis dalan manajemen kasus (Taban, 1993).
12
yang berhubungan (KDB), lama perawatan, dan pergantian biaya
b. Menunjukkan pengetahuan modalitas tindakan yang biasa untuk KDB
c. Mengontrol duplikasi dan fragmentasi perawatan
d. Mengontrol alokasi sumber
e. Mengontrol atau mencegah lama tinggal dirumah sakit yang tidak tepat
f. Bekerja keras untuk memperkirakan lama rawat klien
g. Mengidentifikasi masalah sistem rumah sakit
h. Mengidentifikasi masalah sistem keperawatan
Alur kritis merupakan kegiatan multidisiplin yang dapat menjadi standar pada
disiplin lain untuk penambahan intervensi spesifik pada standar tersebut, misalnya
terapi pernapasan, terapi fisik, terapi nutrisi, dll.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca , khususnya untuk mahasiswa
keperawatan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Salemba Medika.
15