Anda di halaman 1dari 37

ASPEK LEGAL,ETIK, HUKUM KEP.

GERONTIK
LATAR BELAKANG PERLUNYA KEBIJAKAN
1. Jumlah lansia thn 2005-2015 : 19.3 % penduduk di
Indonesia, thn 2020-2025 mnjadi urutan ke 4 .
2. Pertambahan cepat
3. Kondisi kesehatan
4. Kondisi Sosial ekonomi
5. Stigma Masyarakat
Kemunduran fisik mental Hubungan &
komunikasi terbatas.Produktivitas kerja menurun
Rawan terhadap penyakit;

Usila identik dengan pikun, renta, loyo, tidak produkif,
masa lalu, ketinggalan jaman, cerewet, beban.
CARE & DI GNI TY
KEKERASAN
Legal
Ilegal
STANDAR PROFESIONAL
Pelayanan yang diberikan pada pasien harus
sesuai dengan standar
Perawat bertanggungjawab memberikan pelayanan
kesehatan sesuai dengan tingkat
perawatan,ketrampilan dan keahlian
Standar perawatan digunakan untuk mengukur
adanya kelalaian
STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN GERONTIK
Semua perawatan gerontik harus melalui perencanaan,
pengorganisasian yang diberikan oleh perawat eksekutif, yaitu
sarjana/master yang berpengalaman di pelayanan long term
care or acut care

Standar I Organisasi Pelayanan Keperawatan Gerontik
Standar II Theory
Perawat menggunakan konsep theory sebagai pedoman dalam
memberikan perawatan

Standar III Pengumpulan Data
Untuk mengetahui status kesehatan lansia dengan cara di kaji
secara komprehensif, akurat, dan sistematis dan divalidasi
dengan anggota tim, klien dan keluarga.

Standar IV Diagnosa Keperawatan
Menggunakan data hasil pengkajian untuk menentukan diagnosa
keperawatan

Standar V Perencanaan dan perawatan berkelanjutan
Perawat selalu mengembangkan perencanaan yang sesuai,
penetapan tujuan, prioritas, pendekatan, perawatan melalui
terapeutik, preventiv, restorativ, dan rehabilitativ.
Perencanaan perawatan dalam rangka mencapai dan
mempertahankan derajad kesehatan yang tinggi, kesejahteraan,
kualitas hidup dan damai saat meninggal
Perencanaan dilakukan terus menerus sesuai dengan tempat
pelayanan

Standar VI Intervensi
Perawat dengan panduan renpra ditujukan untuk mengembalikan
kemampuan fungsional dan mencegah komplikasi serta excess
disability berdasarkan teori

Standar VII Evaluasi
Perawat secara berkelanjutan mengevaluasi respon klien dan
keluarga terhadap tindakan untuk menentukan kemajuan tujuan,
revisi data, diagnosa dan perencanaan.

Standar VIII Kolaborasi Interdisiplin
Perawat melakukan kolaborasi anggota tim yang lain diberbagai
tempat pelayanan
Melakukan pertemuan reguler untuk evaluasi efektifitas
perencanaan klien dan keluarga dan menyesuaikan perencanaan
sesuai perubahan kebutuhan

Standar IX Penelitian
Perawat berpartisipasi dalam penelitian untuk mengembangkan
ilmu gerontik, desiminasi hasil penelitian, dan menggunakan
dalam praktik


Standar X Etik
Perawat menggunakan kode etik profesi sebagai pedoman dalam
pengambilan keputusan praktik


Standar XI Pengembangan Profesional
Perawat bertanggungjawab mengembangkan dan berkontribusi
meningkatkan profesional dalam anggota tim dengan cara peer
review untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan


HUKUM DAN PERATURAN YANG BERKAITAN
DENGAN KESEJAHTERAAN LANSIA
Pemberian Bantuan Bagi Orang jompo
UU No. 4 Tahun 1965
Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja
Orang menjadi tenaga kerja sampai ia masuk keliang
kubur.
tenaga kerja yang tepat pada pekerjaan yang tepat

UU No. 14 Tahun 1969
Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial
UU No. 6 Tahun 1974
Jaminan Sosial tenaga kerja
UU No. 3 Tahun 1992
Sistem Pendidikan Nasional
UU No. 2 Tahun 1989
Usaha Perasuransian
UU No. 2 Tahun 1992
Perumahan dan Pemukiman
UU No. 4 Tahun 1992
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
Sejahtera
UU No. 10 Tahun 1992
Dana Pensiun
UU No. 11 Tahun 1992
Kesehatan
UU No. 23 Tahun 1992
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
Sejahtera
UU No. 21 Tahun 1994
Pengelolaan Perkembangan Kependudukan
UU No. 27 Tahun 1994
Kesejahteraan lansia
Hak, kewajiban, tugas, serta tanggung jawab pemerintah,
masyarakat, dan kelembagaan
Upaya pemberdayaan
Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lansia potensial dan
tidak potensial
Pelayanan terhadap lansia
Perlindungan sosial
Bantuan sosial
Koordinasi
Ketentuan pidana dan sanksi administrasi
Ketentuan peralihan

UU No. 13 Tahun 1998
Hak Asasi Manusia
Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita
hamil, dan anak-anak berhak memperoleh kemudahan dan
perlakuan khusus

Pasal 41 (Ayat 2) UU No.39 Tahun 1999
Pasal 42 UU No.39 Tahun 1999
Setiap warganegara yang berusia lanjut, cacat fisik dan atau cacat
mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan dan
bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang
layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa
percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Hak Asasi Manusia
Pihak yang paling bertanggung jawab untuk melindungi dan
memenuhinya adalah pemerintah

Pasal 8 UU No.39 Tahun 1999
Hak Asasi Manusia
Setiap orang/badan/lembaga yang dengan sengaja tidak
menyediakan aksesibilitas bagi lansia, sebagaimana diatur undang-
undang ini dapat dikenai sanksi administrasi, berupa teguran lisan,
tertulis, atau pencabutan izin.

Pasal 27 UU No.39 Tahun 1999
Pertama
Mengajak negara-negara : bersama-sama atau sendiri, untuk
mengembangkan dan menerapkan kebijakan peningkatan kehidupan
lansia sejahtera lahir batin, damai, sehat dan aman.
Kedua
Mengkaji dampak menuanya penduduk terhdp pembangunan untuk
mengembangkan potensi lansia. Untuk mendorong terciptanya
pembanguna yg selaras, dibutuhkan lansia yg sehat dan mandiri
dengan dukungan dari segala pihak, yaitu pemerintah, lembaga
swadaya masyarakat, dan keluarga. Bentuknya berupa penyediaan
fasilitas dan pelayanan kesehatan bagi lansia utk meningktkan derjat
keshtn dan mutu kehdupannya dgn menanamkan cara pola hidup
sehat.
International Plan Of Action of Ageing (Vienna Plan) yang ditetapkan dengan Resolusi
No.37/51 tahun 1982 menegaskan dalam Inti Plan Action
ETIKA
Ilmu yang membahas perbuatan baik dan
perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat
dipahami oleh pikiran manusia

Perawat
PRINSIP ETIKA
a. Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan
bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu
membuat keputusan sendiri. Orang dewasa
dianggap kompeten dan memiliki kekuatan
membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai
keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh
orang lain. Praktek profesional merefleksikan
otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien
dalam membuat keputusan tentang perawatan
dirinya
b. Berbuat baik (Beneficience)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik.
Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau
kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan
peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang,
dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara
prinsip ini dengan otonomi.

c. Keadilan (J ustice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama
dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-
prinsip moral, legal dan kemanusiaan.

d. Tidak merugikan (Nonmaleficience)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik
dan psikologis pada klien.

e. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini
diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk
menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk
meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity
berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk
mengatakan kebenaran.
f. Menepati janji (Fidelity)
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada
komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia
klien
g. Karahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi
tentang klien harus dijaga privasi klien. Segala sesuatu
yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien
hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien.

h. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa
tindakan seorang profesional dapat dinilai dalam situasi
yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
KODE ETIK
Pernyataan standar profesional yang digunakan
sebagai pedoman perilaku dan menjadi kerangka
kerja untuk membuat keputusan.
FUNGSI KODE ETIK PERAWAT
Kode etik perawat yang berlaku saat ini berfungsi sebagai landasan bagi
status profesional dengan cara sebagai berikut:
1. Kode etik perawat menunjukkan kepada masyarakat bahwa perawat
diharuskan memahami dan menerima kepercayaan dan tanggungjawab
yang diberikan kepada perawat oleh masyarakat.
2. Kode etik menjadi pedoman bagi perawat untuk berperilaku dan menjalin
hubungan keprofesian sebagai landasan dalam penerapan praktek etikal.
3. Kode etik perawat menetapkan hubungan-hubungan profesional yang
harus dipatuhi yaitu hubungan perawat dengan pasien/klien sebagai
advokator, perawat dengan tenaga profesional kesehatan lain sebagai
teman sejawat, dengan profesi keperawatan sebagai seorang kontributor
dan dengan masyarakat sebagai perwakilan dari asuhan kesehatan.
4. Kode etik perawat memberikan sarana pengaturan diri sebagai profsi

KODE ETIK KEPERAWATAN INDONESIA
1. Tanggung jawab perawat terhadap individu, keluarga dan
masyarakat

2. Tanggungjawab terhadap tugas

3. Tanggungjawab terhadap sesama perawat dan profesi
kesehatan lainnya

4. Tanggungjawab terhadap profesi keperawatan

5. Tanggungjawab terhadap pemerintah, bangsa dan negara


INFORM CONCENT
Tiga elemen Informed consent
1. Threshold elements
2. Information elements
3. Consent elements

THRESHOLD ELEMENTS
Syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang
yang kompeten (cakap).


Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk
membuat keputusan medis.


(keputusan yang reasonable berdasarkan alasan
yang reasonable)
INFORMATION ELEMENTS
disclosure (pengungkapan) understanding
(pemahaman).

berdasarkan pemahaman yang adekuat membawa
konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan
informasi (disclosure) sedemikian rupa sehingga pasien
dapat mencapai pemahaman yang adekuat.
CONSENT ELEMENTS
voluntariness (kesukarelaan, kebebasan)


authorization (persetujuan)

a. Dinyatakan (expressed)
b. Tidak dinyatakan (implied)

Lisan
Tertulis
Tingkah laku (gerakan)
PROXY CONSENT
Consent yang diberikan oleh orang yang bukan si
pasien itu sendiri, dengan syarat bahwa pasien tidak
mampu memberikan consent secara pribadi, dan
consent tersebut harus mendekati apa yang sekiranya
akan diberikan oleh pasien, bukan baik buat orang
banyak




suami/istri, anak, orang tua, saudara kandung, dst
DOKTRIN INFORMED CONSENT TIDAK BERLAKU
1. Keadaan darurat medis
2. Ancaman terhadap kesehatan masyarakat
3. Pelepasan hak memberikan consent (waiver)
4. Clinical privilege (penggunaan clinical privilege
hanya dapat dilakukan pada pasien yang
melepaskan haknya memberikan consent.
5. Pasien yang tidak kompeten dalam memberikan
consent.

KELUHAN PASIEN TENTANG PROSES INFORMED
CONSENT
Bahasa yang digunakan untuk menjelaskan terlalu
teknis
Perilaku dokter yang terlihat terburu-buru atau tidak
perhatian, atau tidak ada waktu untuk tanya
jawab.
Pasien sedang dalam keadaan stress emosional
sehingga tidak mampu mencerna informasi
Pasien dalam keadaan tidak sadar atau
mengantuk.

KELUHAN DOKTER TENTANG INFORMED CONSENT
1. Pasien tidak mau diberitahu.
2. Pasien tak mampu memahami.
3. Resiko terlalu umum atau terlalu jarang terjadi.
4. Situasi gawat darurat atau waktu yang sempit

Anda mungkin juga menyukai