Anda di halaman 1dari 8

UU Pertambangan Mineral Batubara

No. Bagian Undang-Undang Nomor 04 Tahun 2009 (Minerba) Undang-Undang Nomor 03 Tahun 2020 (Perubahan) Penjelasan
1. Perizinan Pertambangan Pasal 1 Pasal 1 IUP Eksplorasi dan IUP Produksi sebelumnya dipisah kemudian
disederhanakan langsung dengan IUP. Penyederhanaan perizinan tersebut
angka 7. Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP, adalah angka 7. Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP, adalah izin adalah dengan menghapus beberapa perizinan tentu dapat mempengaruhi
izin untuk melaksanakan usaha pertambangan. untuk melaksanakan Usaha Pertambangan. regulasi lainnya yang juga terkait dengan perizinan tersebut, bahkan dapat
juga seperti mengurangi persyaratan, mengurangi waktu proses perizinan.
angka 8. IUP Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk angka 8. Dihapus.
melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi angka 9. Dihapus. Sementara masih terdapat berbagai permasalahan dalam berbagai sektor
kelayakan. dengan berbagai lembaga kementerian terkait. Contoh seperti izin KLHK,
angka 10. Izin Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut IPR, adalah izin Kelautan dan Perikanan yang tumpang tindih dengan kementerian
angka 9. IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah untuk melaksanakan Usaha Pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat perindustrian dalam perizinan operasi produksi.
selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan dengan luas wilayah dan investasi terbatas.
operasi produksi. Pada angka 13a ada ketentuan, yakni izin yang diberikan untuk
angka 11. Izin Usaha Pertambangan Khusus, yang selanjutnya disebut dengan melaksanakan kegiatan usaha pertambangan batuan jenis tertentu atau
angka 10. Izin Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut IPR, IUPK, adalah izin untuk melaksanakan Usaha Pertambangan di wilayah izin untuk keperluan tertentu yang dapat membuka ruang masalah baru.
adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah usaha pertambangan khusus.
pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas. Ayat 28a mengatur bahwa Wilayah Hukum Pertambangan adalah seluruh
angka 12. Dihapus. ruang darat, ruang laut, termasuk ruang dalam bumi sebagai satu kesatuan
angka 11. Izin Usaha Pertambangan Khusus, yang selanjutnya disebut angka 13. Dihapus. wilayah. Definisi baru ini mengancam ruang hidup masyarakat karena
dengan IUPK, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan di seluruh kegiatan pertambangan dari awal masuk ke dalam ruang hidup
wilayah izin usaha pertambangan khusus. + angka 13a. Surat lzin Penambangan Batuan, yang selanjutnya disebut SIPB, masyarakat.
adalah izin yang diberikan untuk melaksanakan kegiatan Usaha Pertambangan
angka 12. IUPK Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk batuan jenis tertentu atau untuk keperluan tertentu.
melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi
kelayakan di wilayah izin usaha pertambangan khusus. + angka 13b. IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian adalah izin
usaha yang diberikan sebagai perpanjangan setelah selesainya pelaksanaan
angka 13. IUPK Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara.
setelah selesai pelaksanaan IUPK Eksplorasi untuk melakukan tahapan
kegiatan operasi produksi di wilayah izin usaha pertambangan khusus. + angka l3c. lzin Pengangkutan dan Penjualan adalah izin usaha yang diberikan
kepada perusahaan untuk membeli, mengangkut, dan menjual komoditas tambang
Mineral atau Batubara.

+ angka 28a. Wilayah Hukum Pertambangan adalah seluruh ruang darat, ruang
laut, termasuk ruang dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah yakni
kepulauan Indonesia, tanah di bawah perairan, dan landas kontinen.
2. Penguasaan Minerba Pasal 4 Pasal 4 SDA Minerba yang dikuasai oleh negara dapat diselenggerakan oleh
Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah, yang kemudian
ayat (1) Mineral dan batubara sebagai sumber daya alam yang tak ayat (1) Mineral dan Batubara sebagai sumber daya alam yang tak terbarukan dilimpahkan langsung hanya kepada pemerintah pusat. Ditambah ayat yang
terbarukan merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara merupakan kekayaan nasional dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar mempertegas bahwa penguasaan yang dimaksud tidak hanya dalam
untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat. kesejahteraan rakyat. pengelolaan produksi tetapi mengatur secara keseluruhan termasuk masalah
kebijakan, hingga pengawasan. Sentralisasi ini bertentangan dengan
ayat (2) Penguasaan mineral dan batubara oleh negara sebagaimana ayat (2) Penguasaan Mineral dan Batubara oleh negara sebagaimana dimaksud semangat otonomi daerah.
dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan
pemerintah daerah. Undang-Undang ini.

ayat (3) Penguasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui
fungsi kebijakan, pengaturan, pengurusan, pengelolaan, dan pengawasan.
Pasal 5 Pasal 5 Dalam upaya pelaksanaan untuk menjalankan amanat konstitusi, yaitu
kepentingan nasional, pemerintah harus berkonsultasi dengan perwakilan
ayat (1) Untuk kepentingan nasional, Pemerintah setelah berkonsultasi ayat (1) Untuk kepentingan nasional, Pemerintah Pusat setelah berkonsultasi rakyat untuk menetapkan pengutamaan kepentingan dalam negeri dengan
dengan DPR RI dapat menetapkan kebijakan pengutamaan mineral dengan DPR RI menetapkan kebijakan nasional pengutamaan Mineral dan/atau mengendalikan nilai-nilai produksi per tahun setiap provinsi dan ekskpor.
dan/atau batubara untuk kepentingan dalam negeri. Batubara untuk kepentingan dalam negeri. Dan pemerintah daerah wajib mematuhi ketentuan yang dimaksud yang
telah diatur dalam peraturan pemerintah.
ayat (2) Kepentingan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ayat (2) Untuk melaksanakan kepentingan nasional sebagaimana dimaksud pada Namun, dalam perubahan regulasi, pemerintah pusat berwenang secara
dilakukan dengan pengendalian produksi dan ekspor. ayat (1), Pemerintah Pusat mempunyai kewenangan untuk menetapkan jumlah penuh untuk menetapkan nilai produksi, penjualan, serta harga tanpa ada
produksi, Penjualan, dan harga Mineral logam, Mineral bukan logam jenis batasan yang harus ditentukan untuk dipenuhi oleh tiap-tiap provinsi.
ayat (3) Dalam melaksanakan pengendalian sebagaimana dimaksud pada tertentu, atau Batubara.
ayat (2), Pemerintah mempunyai kewenangan untuk menetapkan jumlah
produksi tiap-tiap komoditas per tahun setiap provinsi. ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengutamaan Mineral dan/atau
Batubara untuk kepentingan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (4) Pemerintah daerah wajib mematuhi ketentuan jumlah yang penetapan jumlah produksi, Penjualan, serta harga Mineral logam, Mineral bukan
ditetapkan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3). logam jenis tertentu, atau Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
ayat (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengutamaan mineral dan/atau
batubara untuk kepentingan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan pengendalian produksi dan ekspor sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.
3. Kewenangan Pemerintah Pasal 6 Pasal 6

ayat (1) Kewenangan Pemerintah dalam pengelolaan pertambangan mineral ayat (1) Pemerintah Fusat dalam pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara,
dan batubara, antara lain, adalah: berwenang:
a. penetapan kebijakan nasional; a. menetapkan rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional;
b. pembuatan peraturan perundang-undangan; b. menetapkan kebijakan Mineral dan Batubara nasional;
c. penetapan standar nasional, pedoman, dan kriteria; c. menetapkan peraturan perundang-undangan;
d. penetapan sistem perizinan pertambangan mineral dan d. menetapkan standar nasional, pedoman, dan kriteria;
batubara nasional; e. melakukan Penyelidikan dan Penelitian Pertambangan pada seluruh Wilayah
e. penetapan WP yang dilakukan setelah berkoordinasi dengan Hukum Pertambangan;
pemerintah daerah dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat f. menetapkan WP setelah ditentukan oleh Pemerintah Daerah provinsi sesuai
Republik Indonesia; dengan kewenangannya dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat
f. pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat, dan Republik Indonesia;
pengawasan usaha pertambangan yang berada pada lintas wilayah provinsi g. menetapkan WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara;
dan/atau wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil dari garis pantai; h. menetapkan WIUP Mineral bukan logam dan WIUP batuan;
g. pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat, dan i. menetapkan WIUPK;
pengawasan usaha pertambangan yang lokasi penambangannya berada j. melaksanakan penawaran WIUPK secara prioritas;
pada lintas wilayah provinsi dan/atau wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) k. menerbitkan Perizinan Berusaha;
mil dari garis pantai; 1. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan Usaha
h. pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat, dan Pertambangan Mineral dan Batubara yang dilakukan oleh pemegang perizinan
pengawasan usaha pertambangan operasi produksi yang berdampak Berusaha;
lingkungan langsung lintas provinsi dan/atau dalam wilayah laut lebih dari m. menetapkan kebijakan produksi, pemasaran, pemanfaatan, dan konservasi;
12 (dua belas) mil dari garis pantai; n. menetapkan kebijakan kerja sama, kemitraan, dan Pemberdayaan Masyarakat;
i. pemberian IUPK Eksplorasi dan IUPK Operasi Produksi; o. melakukan pengelolaan dan penetapan penerimaan negara bukan pajak dari
j. pengevaluasian IUP Operasi Produksi, yang dikeluarkan oleh hasil Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara;
pemerintah daerah, yang telah menimbulkan kerusakan lingkungan serta p. melakukan pengelolaan informasi geologi, informasi potensi sumber daya
yang tidak menerapkan kaidah pertambangan yang baik; Mineral dan Batubara, serta informasi Pertambangan;
k. penetapan kebijakan produksi, pemasaran, pemanfaatan, dan q. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Reklamasi dan
konservasi; Pascatambang;
l. penetapan kebijakan kerja sama, kemitraan, dan pemberdayaan r. melakukan penyusunan neraca sumber daya Mineral dan Batubara tingkat
masyarakat; nasional;
m. perumusan dan penetapan penerimaan negara bukan pajak dari hasil s. melakukan pengembangan dan peningkatan nilai tambah kegiatan Usaha
usaha pertambangan mineral dan batubara; Pertambangan;
n. pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pengelolaan t. melakukan peningkatan kemampuan aparatur Pemerintah Pusat dan Pemerintah
pertambangan mineral dan batubara yang dilaksanakan oleh pemerintah Daerah provinsi dalam penyelenggaraan pengelolaan Usaha Pertambangan.
daerah; u. menetapkan harga patokan Mineral logam, Mineral bukan logam jenis
o. pembinaan dan pengawasan penyusunan peraturan daerah di bidang tertentu, Mineral radioaktif, dan Batubara;
pertambangan; v. melakukan pengelolaan inspektur tambang; dan
p. penginventarisasian, penyelidikan, dan penelitian serta eksplorasi w. melakukan pengelolaan pejabat pengawas Pertambangan;
dalam rangka memperoleh data dan informasi mineral dan batubara
sebagai bahan penyusunan WUP dan WPN; + ayat (2) Kewenangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
q. pengelolaan informasi geologi, informasi potensi sumber daya mineral dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
dan batubara, serta informasi pertambangan pada tingkat nasional;
r. pembinaan dan pengawasan terhadap reklamasi lahan pascatambang; + ayat (3) Pemerintah Pusat menetapkan batasan nilai investasi atau jumlah
s. penyusunan neraca sumber daya mineral dan batubara tingkat nasional; persentase kepemilikan saham badan usaha penanaman modal asing yang
t. pengembangan dan peningkatan nilai tambah kegiatan usaha bergerak di bidang Pertambangan.
pertambangan; dan
u. peningkatan kemampuan aparatur Pemerintah, pemerintah provinsi,
dan pemerintah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pengelolaan usaha
pertambangan.
Pasal 7 dihapus Dengan diambil alihnya ketentuan terkait penguasaan pertambangan
Pasal 8 dihapus mineral dan batubara dari Pemerintah Daerah (Provinsi, kabupaten, Kota)
membuat pemerintah daerah tidak lagi memiliki kewenangan untuk
menerbitkan Izin Usaha Pertambangan, melakukan pengawasan,
pembinaan masyarakat, dan sebagainya.
4. Bab Tambahan Rencana Bab IVA
Pengelolaan
Pasal 8A

ayat (1) Menteri menetapkan rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional
secara sistematis, terpadu, terarah, menyeluruh, transparan, dan akuntabel.

ayat (2) Rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) disusun dengan mempertimbangkan:
a. daya dukung sumber daya alam dan lingkungan menurut data dan informasi
geospasial dasar dan tematik;
b. pelestarian lingkungan hidup;
c. rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana zonasi;
d. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
e. tingkat pertumbuhan ekonomi;
f. prioritas pemberian komoditas tambang;
g. jumlah dan luas WP;
h. ketersediaan lahan Pertambangan;
i. jumlah sumber daya dan/atau cadangan Mineral atau Batubara; dan
j. ketersediaan sarana dan prasarana.

(3) Rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) harus disesuaikan dengan:
a. rencana pembangunan nasional; dan
b. rencana pembangunan daerah.
Wilayah Pertambangan Pasal 22 Pasal 22 kriteria penetapan WPR telah membuka ruang bagi penambangan di sungai
dengan luas maksimal 100 hektar, setelah mengubah luas maksimal
Kriteria untuk menetapkan WPR adalah sebagai berikut: Wilayah dalam WP yang dapat ditentukan sebagai WPR harus memenuhi kriteria: sebelumnya 25 hektar. Serta menambahkan jumlah cadangan dengan
a. mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau a. mempunyai cadangan Mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau di kedalaman 100 meter.
di antara tepi dan tepi sungai; antara tepi dan tepi sungai;
b. mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman b. mempunyai cadangan primer Mineral logam dengan kedalaman maksimal 100
maksimal 25 (dua puluh lima) meter; (seratus) meter;
c. endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba; c. endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba;
d. luas maksimal WPR adalah 25 (dua puluh lima) hektare; d. luas maksimal WPR adalah 100 (seratus) hektare;
e. menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang; dan/atau e. menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang; dan/atau
f. merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah f. memenuhi kriteria pemanfaatan ruang dan kawasan untuk kegiatan Usaha
dikerjakan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun. Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
IUP Eksplorasi Pasal 42 Pasal 42 Pengusaha pertambangan mineral dan batubara dalam menguasai lahan
dalam jangka waktu yang lebih lama untuk keperluan eksplorasi
ayat (1) IUP Eksplorasi untuk pertambangan mineral logam dapat diberikan Jangka waktu kegiatan Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) mendapatkan peluang yang lebih mudah. Sebelumnya waktu yang
dalam jangka waktu paling lama 8 (delapan) tahun. huruf a diberikan selama: diberikan untuk eksplorasi adalah 2 tahun.
a. 8 (delapan) tahun untuk Pertambangan Mineral logam;
ayat (2) IUP Eksplorasi untuk pertambangan mineral bukan logam dapat b. 3 (tiga) tahun untuk Pertambangan Mineral bukan logam;
diberikan paling lama dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun dan mineral bukan c. 7 (tujuh) tahun untuk Pertambangan Mineral bukan logam jenis tertentu; Pengusaaan tanah dalam skala besar oleh pengusaha tambang setidaknya 8
logam jenis tertentu dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 7 d. 3 (tiga) tahun untuk Pertambangan batuan; atau tahun dan dapat diperpanjang satu tahun setiap kali perpanjangan.
(tujuh) tahun. e. 7 (tujuh) tahun untuk Pertambangan Batubara.

ayat (3) IUP Eksplorasi untuk pertambangan batuan dapat diberikan dalam
jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun.

ayat (4) IUP Eksplorasi untuk pertambangan batubara dapat diberikan


dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) tahun.
Pasal 43 Pasal 43 dihapus Pasal yang mengatur jika terdapat mineral lain yang tergali dalam satu
Pasal 44 dihapus eksplorasi, maka tak akan terkena iuran. Hal ini akan menjadi celah
ayat (1) Dalam hal kegiatan eksplorasi dan kegiatan studi kelayakan, Pasal 45 dihapus pelanggaran hukum dan eksploitasi berlebihan.
pemegang IUP Eksplorasi yang mendapatkan mineral atau batubara yang
tergali wajib melaporkan kepada pemberi IUP.

ayat (2) Pemegang IUP Eksplorasi yang ingin menjual mineral atau
batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengajukan izin
sementara untuk melakukan pengangkutan dan penjualan.
Pasal 45

Mineral atau batubara yang tergali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43


dikenai iuran produksi.
Izin Usaha Pertambangan Khusus Pasal 83 Pasal 83 Pasal 83 huruf c, menyebut WIUPK Mineral Logam dan BatuBara
(IUPK) diberikan berdasarkan hasil evaluasi menteri terhadap rencana
Persyaratan luas wilayah dan jangka waktu sesuai dengan kelompok usaha Persyaratan luas wilayah dan jangka waktu sesuai dengan kelompok Usaha pengembangan seluruh wilayah yang diusulkan oleh pemegang IUPK.
pertambangan yang berlaku bagi pemegang IUPK meliputi: Pertambangan yang berlaku bagi pemegang IUPK meliputi:
a. luas 1 (satu) WIUPK untuk tahap kegiatan eksplorasi pertambangan a. luas 1 (satu) WIUPK untuk tahap kegiatan Eksplorasi Pertambangan Mineral
mineral logam diberikan dengan luas paling banyak 100.000 (seratus ribu) logam diberikan paling luas 100.000 (seratus ribu) hektare; Pada jangka waktu pertambangan mineral logam dan batubara pemegang
hektare. b. luas 1 (satu) WIUPK untuk tahap kegiatan Eksplorasi Pertambangan IUPK juga dapat mengantongi izin perpanjangan selama 10 tahun setiap
b. luas 1 (satu) WIUPK untuk tahap kegiatan operasi produksi Batubara diberikan paling luas 50.000 (lima puluh ribu) hektare; kali melakukan perpanjangan izin jika terintegrasi dengan fasilitas
pertambangan mineral logam diberikan dengan luas paling banyak 25.000 c. luas 1 (satu) WIUPK untuk tahap kegiatan Operasi Produksi Pertambangan pengolahan dan/atau permurnian,
(dua puluh lima ribu) hektare. Mineral logam atau Batubara diberikan berdasarkan hasil evaluasi Menteri
c. luas 1 (satu) WIUPK untuk tahap kegiatan eksplorasi pertambangan terhadap rencana pengembangan seluruh wilayah yang diusulkan oleh pemegang
batubara diberikan dengan luas paling banyak 50.000 (lima puluh ribu) IUPK;
hektare. d. jangka waktu kegiatan Eksplorasi Pertambangan Mineral logam dapat
d. luas 1 (satu) WIUPK untuk tahap kegiatan operasi produksi diberikan selama 8 (delapan) tahun;
pertambangan batubara diberikan dengan luas paling banyak 15.000 (lima e. jangka waktu kegiatan Eksplorasi Pertambangan Batubara dapat diberikan
belas ribu) hektare. selama 7 (tujuh) tahun;
e. jangka waktu IUPK Eksplorasi pertambangan mineral logam dapat f. jangka waktu kegiatan Operasi Produksi Mineral logam atau Batubara dapat
diberikan paling lama 8 (delapan) tahun. diberikan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dijamin memperoleh
f. jangka waktu IUPK Eksplorasi pertambangan batubara dapat diberikan perpanjangan 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun setelah memenuhi
paling lama 7 (tujuh) tahun. persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
g. jangka waktu IUPK Operasi Produksi mineral logam atau batubara g. jangka waktu kegiatan Operasi Produksi Mineral logam yang terintegrasi
dapat diberikan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat dengan fasilitas pengolahan dan/atau pemurnian diberikan jangka waktu selama
diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun. 30 (tiga puluh) tahun dan dijamin memperoleh perpanjangan selama 10
(sepuluh) tahun setiap kali perpanjangan setelah memenuhi persyaratan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
h. jangka waktu kegiatan Operasi Produksi Batubara yang terintegrasi dengan
kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara diberikan jangka waktu
selama 30 (tiga puluh) tahun dan dijamin memperoleh perpanjangan selama 10
(sepuluh) tahun setiap kali perpanjangan setelah memenuhi persyaratan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Ketentuan Pidana Pasal 158 Pasal 158 Berangkat dari konstitusi yang menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan
alam lainnya dikuasai oleh negara. Sehingga, dalam hal ini tanah yang
Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud menjadi lokasi penambangan merupakan milik negara, membutuhkan izin
IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan untuk melaksanakan kegiatan penambangan.
Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 159 Pasal 159 Dalam melakukan kegiatan pertambangan, diperlukan data atau informasi
yang diberikan oleh pelaku usaha, seperti data studi kelayakan, laporan
Pemegang IUP, IPR, atau IUPK yang dengan sengaja menyampaikan Pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang dengan sengaja menyampaikan kegiatan usaha, laporan penjualan hasil tambang, dan lain-lain untuk
laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1), Pasal 70 huruf e, laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf e, Pasal 105 ayat (4), Pasal dipertanggungjawabkan.
Pasal 81 ayat (1), Pasal 105 ayat (4), Pasal 110, atau Pasal 111 ayat (1) 110, atau Pasal 111 ayat (1) dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan
dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu dipidana dengan palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling Penyampaian laporan tersebut menjadi kewajiban bagi pelaku usaha
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). pertambangan kepada pemerintah. Sehingga, ketika terdapat perbuatan
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) memberikan data atau laporan yang tidak benar akan dikenai sanksi pidana.
Hal ini termasuk juga dengan perbuatan manipulasi data terkait.

Pasal 160 Pasal 160 Dalam memperoleh perizinan pertambangan, terdapat prosedur-prosedur
yang harus diikuti oleh pelaku usaha. Tidak diperbolehkan melompati
ayat (1) Setiap orang yang melakukan eksplorasi tanpa memiliki IUP atau ayat (1) dihapus. prosedur yang ada. Sebagai contoh, pada tahapan eksplorasi, pengusaha
IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37atau Pasal 74 ayat (1) pertambangan minerba dilarang melakukan tahapan berikutnya, yaitu
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda ayat (2) Setiap orang yang mempunyai IUP atau IUPK pada tahap kegiatan operasi produksi, tanpa seizin pemerintah.
paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Eksplorasi tetapi melakukan kegiatan Operasi Produksi dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paiing banyak Rp
ayat (2) Setiap orang yang mempunyai IUP Eksplorasi tetapi melakukan 100.000.000.O00,O0 (seratus miliar rupiah).
kegiatan operasi produksi dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
Pasal 161 Pasal 161

Setiap orang atau pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan Pengolahan dan/atau
Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan Pemurnian, Pengembangan dan/atau Pemanfaatan, Pengangkutan, Penjualan
pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batubara yang bukan dari Mineral dan/atau Batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR,
pemegang IUP, IUPK, atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, SIPB atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf c dan huruf g,
Pasal 40 ayat (3), Pasal 43 ayat (2), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 Pasal 104, atau Pasal 105 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
ayat (1), Pasal 81 ayat (2), Pasal 103 ayat (2), Pasal 104 ayat (3), atau Pasal tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
105 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).
+ Pasal 161A Perizinan menjadi bukti yang mendasari dilaksanakannya kegiatan
penambangan. Hanya pemegang izin saja yang diperbolehkan melakukan
Setiap pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang memindahtangankan IUP, kegiatan penambangan. Tidak diperbolehkan perizinan yang telah diberikan
IUPK, IPR, atau SIPB sebagaimana dimaksud Pasal 70A, Pasal 86G huruf a, dan oleh pemerintah tersebut dialihkan kepada pihak lain yang tidak berwenang
Pasal 93 ayat (1) dipidana dengan pindana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan tanpa memberitahukan kepada pemerintah.
denda paling banyak Rp5.000.0O0.00O,00 (lima miliar rupiah).
+ Pasal 161B Aktivitas penambangan jelas merupakan aktivitas yang merusak
lingkungan. Oleh karena itu, perusahaan pertambangan wajib melakukan
ayat (1) Setiap orang yang IUP atau IUPK dicabut atau berakhir dan tidak penambangan yang bertanggungjawab melalui kegiatan reklamasi dan
melaksanakan: pascatambang, pun berikut dengan menyediakan dana jaminannya. Tak
a. Reklamasi dan/atau Pascatambang; dan/atau hanya pidana penjara maupun denda, dalam ayat (2) dari pasal yang sama
b. penempatan dana jaminan Reklamasi dan/atau dana jaminan Pascatambang, memberikan hukuman tambahan berupa upaya paksa pembayaran dana
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling dalam rangka pelaksanaan kewajiban Reklamasi dan/atau Pascatambang
banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). yang menjadi kewajibannya.

ayat (2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), eks pemegang
IUP atau IUPK dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran dana dalam
rangka pelaksanaan kewajiban Reklamasi dan/atau Pascatambang yang menjadi
kewajibannya.
Pasal 162 Pasal 162 Ketika izin telah dipegang oleh perusahaan pertambangan, maka aktivitas
penambangan dapat dimulai. Dalam hal ini, UU Minerba juga memberikan
Setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha Setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan Usaha Pertambangan dari proteksi terhadap kelangsungan aktivitas pertambangan yang sah. Hal ini
pertambangan dari pemegang IUP atau IUPK yang telah memenuhi syarat- pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang telah memenuhi syarat-syarat tentu membawa kepastian hukum bagi pengusaha pertambangan karena ada
syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (2) dipidana dengan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan payung hukum yang melindungi kegiatan usaha mereka dari oknum-oknum
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus pengganggu aktivitas penambangan.
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). juta rupiah).
Namun di sisi lain, dalam frasa “merintangi” tidak diberikan penjelasan
lebih lanjut mengenai definisi maupun kriterianya. Hal ini tentu berbahaya,
sebab dapat membuka keran kriminalisasi perusahaan pertambangan
kepada masyarakat yang mempertahankan ruang hidup/lingkungannya dari
dampak pertambangan. Belum ada putusan MK terkait yang memberikan
penafsiran baku mengenai frasa “merintangi” ini.
Pasal 163

(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini
dilakukan oleh suatu badan hukum, selain pidana penjara dan denda
terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap badan
hukum tersebut berupa pidana denda dengan pemberatan ditambah 1/3
(satu per tiga) kali dari ketentuan maksimum pidana denda yang
dijatuhkan.
Pasal 165 dihapus Pejabat negara yang dapat mengeluarkan perizinan pertambangan telah
dicabut sehingga menimbulkan kekhawatiran terdapat kesewenangan
Setiap orang yang mengeluarkan IUP, IPR, atau IUPK yang bertentangan menyalahgunakan kuasa dalam mengeluarkan izin pertambangan yang
dengan Undang-Undang ini dan menyalahgunakan kewenangannya diberi tidak sesuai dengan Undang-Undang.
sanksi pidana paling lama 2 (dua) tahun penjara dan denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Ketentuan Peralihan Pasal 169 + Pasal 169A Pasal tambahan ini mengatur tentang perpanjangan kontrak karya (KK) dan
Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) tanpa
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: ayat (1) KK dan PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 diberikan melalui lelang. KK dan PKP2B diberi jaminan perpanjangan otomatis 2x10
a. Kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan jaminan perpanjangan menjadi IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak tahun tanpa harus mengurangi perluasan wilayahnya.
batubara yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap /Perjanjian setelah memenuhi persyaratan dengan ketentuan:
diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya kontrak/perjanjian. a. kontrak/perjanjian yang belum memperoleh perpanjangan dijamin Padahal, UU yang lama mengatur kawasan harus dikembalikan kepada
b. Ketentuan yang tercantum dalam pasal kontrak karya dan perjanjian mendapatkan 2 (dua) kali perpanjangan dalam bentuk IUPK sebagai Kelanjutan negara setiap habis kontrak dan dilelang ulang. Hal ini dinilai dapat
karya pengusahaan pertambangan batubara sebagaimana dimaksud pada Operasi Kontrak/Perjanjian masing-masing untuk jangka waktu paling lama 10 membuka celah perpanjangan sejumlah perusahaan raksasa minerba yang
huruf a disesuaikan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Undang- (sepuluh) tahun sebagai kelanjutan operasi setelah berakhirnya KK atau PKP2B akan selesai masa kontraknya.
Undang ini diundangkan kecuali mengenai penerimaan negara. dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara.
Pemegang KK dan PKP2B dalam mengajukan permohonan IUPK sebagai
+ Pasal 169B kelanjutan Operasi Produksi Kontrak/Perjanjian diluar wilayah WIUPK.
Pasal ini dianggap memberikan keistimewaan bagi pemegang IUPK untuk
ayat (5) Pemegang KK dan PKP2B dalam mengajukan permohonan IUPK mendapatkan konsesi tambahan.
sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dapat mengajukan permohonan
wilayah di luar WIUPK untuk tahap kegiatan Operasi Produksi kepada Menteri
untuk menunjang kegiatan Usaha Pertambangannya.

No. Bagian Undang-Undang 02 Tahun 2002 Penjelasan


Kewenangan dan Tugas Pasal 1 angka 3

Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah anggota Kepolisian


Negara Republik Indonesia yang berdasarkan undang-undang memiliki
wewenang umum Kepolisian.
Pasal 4 Gangguan kamtibmas, akibat adanya ilegal mining merupakan salah satu
bentuk tanggung jawab Polri.
Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan
keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan
ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta
terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia.
Pasal 13

Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:


a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. menegakkan hukum; dan
c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.
Pasal 14

ayat (1) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas :
a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap
kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,
ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;
c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap
hukum dan peraturan perundang-undangan;
d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap
kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk
pengamanan swakarsa;
g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana
sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan
lainnya;
h. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas
kepolisian;
i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan
lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk
memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia;
j. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum
ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan
kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta
l. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

ayat (2) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam


ayat (1) huruf f diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15

ayat (1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum
berwenang:
a. menerima laporan dan/atau pengaduan;
b. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat
mengganggu ketertiban umum;
c. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
d. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa;
e. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan
administratif kepolisian;
f. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan
kepolisian dalam rangka pencegahan;
g. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
h. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;
i. mencari keterangan dan barang bukti;
j. menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;
k. mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan
dalam rangka pelayanan masyarakat;
l. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan
pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;
m. menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

ayat (2) Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan


perundang-undangan lainnya berwenang :
a. memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan
masyarakat lainnya;
b. menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;
c. memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;
d. menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;
e. memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak,
dan senjata tajam;
f. memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan
usaha di bidang jasa pengamanan;
g. memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus
dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;
h. melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik
dan memberantas kejahatan internasional;
i. melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang
berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;
j. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian
internasional;
k. melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas
kepolisian.

ayat (3) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam


ayat (2) huruf a dan d diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 16

ayat (1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara
Republik Indonesia berwenang untuk :
a. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
b. melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian
perkara untuk kepentingan penyidikan;
c. membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka
penyidikan;
d. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri;
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan;
i. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang
berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau
mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka
melakukan tindak pidana;
k. memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai
negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil
untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan
l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

ayat (2) Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf l adalah
tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi
syarat sebagai berikut :
a. tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
b. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut
dilakukan;
c. harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
d. pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan
e. menghormati hak asasi manusia.
Aturan Tambahan Pasal 17
Pasal 18
Pasal 19

Anda mungkin juga menyukai