Anda di halaman 1dari 28

TINDAK PIDANA

PERTAMBANGAN TERKAIT
KEHUTANAN

Oleh
Abrar Saleng

Disajikan pada Bimbingan Teknik IV


Perhimpunan Konsultan Hukum Pertambangan Indonesia (HKHPI)
di Hotel Sheraton Mustika, Yogyakarta, Sabtu, 3 Maret 2021
PENGANTAR

• Pengetahuan tentang Hutan dan tambang sangat penting dan


strategis.
• Hutan dan tambang pilar utama perekonomian, pertahanan
negara dan ketahanan nasional.
• Kedua SDA ini, penopang kehidupan ummat manusia
terutama pada peradaban modern.
• Pengelolaan dan pengusahaan Hutan dan Tambang tidak
sedikit menimbulkan masalah hukum yang kompleks dan
rumit, termasuk tindak pidana.
• Penegak hukum harus memiliki pengetahuan yang cukup
terkait tindak pidana kehutanan dan pertambangan.

2
PENGELOMPOKAN SUMBER DAYA ALAM

Kelompok hijau, mewakili perkebunan,


kehutanan, dan pertanian

Kelompok biru, mewakili air (laut dan


darat), laut dan pesisir

Kelompok coklat, mewakili bahan galian


tambang (mineral, batu bara dan migas)

Kelompok kuning, mewakili sumber


energi matahari.
3
HAK ATAS TANAH

Didalam hak-hak
Perkebunan, tersebut apabila
pertanian dengan hak terdapat bahan
atas tanah berupa tambang dan IUP tidak bisa
hak milik, hak guna mendapatkan izin dilaksanakan tanpa
usaha dan hak usaha pertambangan persetujuan
masyarakat adat (IUP) maka, terlebih pemegang hak atas
menggunakan dahulu harus tanah
permukaan bumi meminta persetujuan
yang luas. pemegang hak atas
tanah tersebut.

4
KEHUTANAN
• Kehutanan, pengelolaan dan pemanfaatannya
dibawah komando departemen kehutanan.
• Pemerintah daerah hanya berwenang untuk
memanfaatkan kawasan hutan, perizinan penggunaan
kawasan hutan masih sentralistik dibawah menteri
kehutanan.
• Pemegang IUP atau IUPK hanya bisa melakukan
usaha apabila mendapat izin tertulis dari menteri
kehutanan yang berupa : pinjam pakai, sewa hutan
dan penggantian lahan hutan dua kali lipat di tempat
lain.

5
PERTAMBANGAN VS KEHUTANAN

• Usaha pertambangan hampir selalu tumpang tindih dengan


kawasan hutan.
• Usaha Tambang Terbuka (open pit mining) dan pada kawasan hutan
tertentu, dan tambang bawah tanah (underground mining).
• Kehutanan bahkan disebut sebagai penghambat usaha
pertambangan, apabila dilihat beberapa Permenhut Nomor 12
Tahun 2004 dan Permenhut Nomor 14 Tahun 2006 Tentang
Konpensasi Kawasan Hutan.
• Melihat Pengelolaan pertambangan kawasan hutan perlu ada
kriteria prioritas kapan usaha pertambangan di dahulukan dari
kehutanan atau sebaliknya kapan kehutanan dipertahankan untuk
menolak usaha pertambangan.

6
IZIN USAHA PERTAMBANGAN

IUP OPERASI IUP EKSPLORASI


produksi dan IUP OPERASI
IUP EKSPLORASI
(konstruksi, produksi memuat
(penyelidikan penambangan, kewajiban yang
umum, eksplorasi pengolahan dan harus dipenuhi
dan studi
pemurnian serta oleh pemegang
kelayakan)
pengangkutan dan IUP yang
penjualan) bersangkutan

7
KEWENANGAN PENERBITAN IUP/IUPK DAN SIPB

IUP/IUPK diberikan SIPB dan IPR


kepada pemenang diberikan kepada IUP /IUPK, SIPB dan
lelang WIUP/WUPK Pemohon IPR diterbitkan
(logam dan (Tanpa melalui oleh Menteri
batubara) lelang WIUP)

8
SUBYEK PEMEGANG IUP

Badan Usaha (Swasta Nasional, Asing dan BUMN)

Koperasi dan

Perseorangan

Setiap pemegang IUP Eksplorasi dan IUP Operasi produksi harus


memenuhi kewajiban yang tertera dalam izin IUP.

IUP hanya diberikan untuk satu jenis mineral atau batu bara

Pemegang IUP yang menemukan mineral lain dalam WUPnya


diberikan prioritas untuk mengusahakannya

9
JENIS USAHA PERTAMBANGAN
Usaha Pertambangan
Mineral Radio Aktif

Usaha Usaha
Pertambangan Pertambangan
Batu Bara Mineral Logam

Usaha
Usaha Pertambangan
Pertambangan
Mineral Bukan
Batuan
Logam

10
IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT

Jenis Pertambangan Rakyat :


• Pertambangan Mineral Logam
• Pertambangan Mineral Bukan Logam
• Pertambangan Batuan dan atau Pertambangan Batu Bara

Kewenangan memberikan IPR adalah Bupati yang


dapat direalisasikan ke Camat

11
IZIN USAHA PERTAMBANGAN KHUSUS (IUPK)

Pemegang IUPK IUPK terdiri atas


yang dua tahap :
menemukan
IUPK diberikan mineral lain • IUPK Ekplorasi
oleh menteri dalam WIUPK • IUPK Operasi IUPK tidak boleh
dengan dapat Produksi digunakan selain
memperhatikan mengajukan yang dimaksud
kepentingan permohonan dalam IUPK
daerah kepada Menteri
untuk
mendapatkan
IUPK baru

12
ISI IUP

Tidak ada
pilihan Akibat
Hubungan Penerapan hukum yang hukum bisa
Hukum Hukum berlaku dibebankan Penyelesaian
bersifat dilakukan adalah kepada sengketa
Peradilan
publik oleh hukum pemberi izin Tata Usaha
(Publiek pemerintah administrasi dan Negara
rechtelijk) (Imperatif) negara penerima
(Hukum izin
Publik)

13
IUP, LANJUTAN

Kepastian hukum dalam berinvestasi tidak jelas karena


mengikuti peraturan perundang-undangan yang
berubah-ubah atau tidak pasti yang berimplikasi kepada
banyaknya pos-pos pungutan baik resmi maupun
tidak resmi.

Hak dan kewajiban ditentukan secara sepihak oleh


pemerintah dalam perizinan

Sumber hukum perizinan dan pelaksanaannya adalah


Peraturan Perundang-undangan dan izin itu sendiri

14
PERJANJIAN USAHA PERTAMBANGAN (PUP)

Penerapan
Hubungan hukum
hukum terikat
perjanjian bersifat oleh isi perjanjian
Perdata (Privaate
dan berlaku
rechtelijk) berlaku sebagai undang-
azas
undang kedua
kesederajatan. belah pihak

Akibat hukum
Pilihan hukum dibebankan
secara tegas kepada kedua
ditentukan dalam belah pihak
perjanjian sesuai dengan
perjanjian

15
PUP, LANJUTAN

Penyelesaian sengketa
ditentukan dalam perjanjian
antara lain mediasi, arbitrase
dan pengadilan

Sumber hukum perjanjian


adalah peraturan perundang- Kepastian hukum tunduk dan
undangan yang berlaku dan
ditentukan oleh perjanjian
pelaksanaan perjanjian
bersumber pada perjanjian.

Hak dan kewajiban setara


antara kedua belah pihak
(azas kesederajatan)

16
PERBANDINGAN ANTARA IUP DAN PUP

Subyek Izin Perjanjian


Perjanjian bersifat Perdata
Hubungan Hukum Bersifat publik (Publiek rechtelijk)
(Privaate rechtelijk)
Terikat oleh perjanjian
Penerapan Hukum Oleh pemerintah (imperatif) (berlaku sebagai undang-
undang)
Pilihan hukum ditentukan
Pilihan Hukum Tidak berlaku pilihan hukum
dalam perjanjian
Kesepakatan kedua belah
Akibat Hukum Sepihak
pihak
Penyelesaian
PTUN Arbitrase/Pengadilan
Sengketa
Mengikuti peraturan perundang-
Kepastian Hukum Ditentukan oleh perjanjian
undangan yang berlaku
Hak dan Kewajiban Pemerintah lebih Setara antara kedua belah
Hak dan Kewajiban
besar pihak (azas kesederajatan)
Peraturan perjanjian itu
Sumber Hukum Peraturan Perundang-undangan sendiri dan peraturan
perundang-undangan

17
PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN UNTUK KEPENTINGAN DI
LUAR KEGIATAN KEHUTANAN (PASAL 38)

• Hanya boleh dilakukan dalam kawasan hutan produksi


dan hutan lindung
• Dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawsan hutan
• Untuk kepentingan pertambangan, dilakukan dengan
melalui izin pinjam pakai oleh menteri dengan
mempertimbangkan batasan luas, jangka waktu dan
kelestarian lingkungan (untuk yang berdampak penting
dan cakupan yang luas dan bernilai strategis harus dgn
persetujuan DPR).
• Pada kawasan hutan lindung dilarang melakyukan
penambangan dengan pola penambangan terbuka.

18
TINDAK PIDANA (TP) KEHUTANAN

• Perbuatan melanggar ketentuan UU No. 41 Tahun


1999 Tentang Kehutanan & UU No. 18 Tahun
2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Perusakan Hutan (P3H) dengan ancaman sanksi
pidana.
• Jenis TP Kehutanan,;Perusakan hutan, illegal
logging (pembalakan liar, penambangan tanpa
izin, perkebunan tanpa izin) yang menimbulkan
kerugian negara, kerusakan kehidupan sosial
budaya dan lingkungan hidup.

19
ILLEGAL LOGGING

Pengertian illegal logging dilihat dari segi perilaku yang dapat merusak hutan
menurut Nurdjana dkk (Korupsi dan Illegal Logging), dalamSistem
Desentralisasi, 2005), terbagi dua:

Pertama, dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai izin yang


kebanyakan dilakukan oleh masyarakat kecil, kemudian hasilnya dijual kepada
penadah hasil hutan

Kedua, dilakukan oleh pihak-pihak yang mempunyai izin, namun dalam


melakukan kegiatan usahanya cenderung merusak hutan, yaitu:
a) Melakukan penebangan di luar konsesinya (over cutting);
b) Melanggar persyaratan seperti yang ditetapkan dalam konsesinya;
c) Kolusi dengan pejabat atau aparat;
d) Pemalsuan dokumen dan manipulasi kebijakan.

20
FAKTOR PENYEBAB SUBURNYA ILLEGAL LOGGING

Pertama, pergeseran nilai-nilai masyarakat dan situasi


penduduk di desa-desa dekat hutan ke orientasi
ekonomi;

Kedua, Ekonomi supplay dan permintaan normal


berkaitan dengan industri penebangan kayu;

Ketiga, hubungan baik antara pengusaha dengan


pemimpin setempat dan para politisi bermuara pada
kolusi.

21
CASE PAPUA
Kebutuhan lapangan kerja dan pendapatan;
a) Pengaruh tenaga kerja lain yang sudah bekerja secara illegal;
b) Ketidakpuasan lokal atas kebijakan kehutanan pusat; dan
c) Dukungan terhadap penglolaan hutan lestari.

Kebutuhan kapasitas terpasang industri kayu dalam negeri dan permintaan


kayu di luar negeri;
a) Kemampuan pasokan kayu dan kebijakan jatah kayu terbangun;
b) Tinggi rendahnya laba dan perusahaan industri kayu.

Keuntungan yang diperoleh oleh pengusaha;


a) Besarnya pengaruh pengausaha kayu dan bos-bos penebangan terhadap
pejabat lokal;
b) Besarnya partisipasi pejabat lokal dalam kegiatan illegal logging; dan
c) Banyaknya kerjasama illegal yang dialkukan oleh pengusaha dengan
penguasa atau pejabat lokal.
22
ILLEGAL LOGGING ADALAH
KEJAHATAN TERORGANISIR

• Pelaku terlibat buruh penebang kayu, pemilik modal


(cukong), penjual, pembeli, backing dari oknum
aparat pemerintah, TNI/Polri dan oknum tokoh
masyarakat.
• Ketidakseimbangan antara kebutuhan (Demand) dan
pasokan (Supply).
• Penyalahgunaan dokumen Surat Keterangan Sahnya
Hasil Hutan (SKSHH), motif menghindari kewajiban
pajak Provisi SDH dan Dana Reboisasi.

23
PELAKU ILLEGAL LOGGING

• Masyarakat setempat dan masyarakat pendatang;


– Melakukan penebangan secara langsung
• Pemilik Modal (Cukong)
– Sebagai fasilitator atau penadah kayu curian atau
– Menjadi otak dari pencurian kayu
• Pemilik Industri kayu atau pemilik HPH;
– Pencuri kayu atau penadah kayu
• Nahkoda Kapal
– Turut serta melakukan atau membantu melakukan
penyelundupan kayu atau kejahatan illegal logging
• Oknum Pejabat Pemerintah atau oknum aparat pemerintah
– Pelaku: oknum TNI, oknum Polri, Jagawana/PNS Kehutanan,
PNS Beacukai, oknum pemerintah daerah, oknum anggota
DPRD, Oknum politisi.
24
MODUS OPERANDI (HULU)

• Melakukan penebangan tanpa izin


– Biasanya dilakukan oleh masyarakat
– Hasil tegangnya dijual kepada cukong kayu atau
pengusaha atau kepada industri pengolahan kayu.
• Melakukan penebangan di luar izin yang telah ditetapkan
konsesinya oleh Pemerintah
– Pemegang HPH
– Pemegang Izin Penebangan Kayu (IPK)

25
MODUS OPERANDI (HILIR)

• Pengangkutan kayu tanpa dilengkapi dengan dokumen


SKSHH.
• Pengangkutan kayu dilengkapi dengan dokumen palsu
(Blanko dan isinya palsu, Blanko asli akan tetapi isinya palsu,
SKSHH dari daerah lain)
• Jumlah kayu yang diangkut tidak sesuai dengan data yang
ada dalam dokumen SKSHH.
• Penggunaan satu dokumen SKSHH yang berulang-ulang,
• Menggantikan dokumen pengganti SKSHH, seperti surat
tilang di darat atau di laut sebagai pengganti SKSHH yang
disita atau faktur kayu sebagai pengganti SKSHH atau surat-
surat lain.

26
PERATURAN KEJAKSAAN NO. 15 TAHUN 2020
TENTANG PENGHENTIAN PENUNTUTAN
BERDASARKAN KEADILAN RESTORATIF.

• Penerapannya dibutuhkan ketelitian dan kehati-


hatian
• Pelaksanaanya secara selektif, proporsional,
dan profesional.
• Dapat dipertanggungjawabkan secara hukum
dan berlandaskan pada hati nurani.

27
SEKIAN DAN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai