Anda di halaman 1dari 27

22

BAB II
TINJAUAN UMUM

A. Ruang Lingkup Pertambangan


1. Pengertian
Pertambangan menurut pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Mineral dan Batubara adalah
sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian,
pengelolaan dan pengusahaan mineral dan batubara yang meliputi
penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, kontruksi,
penambangan, pengolaha dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan.
Serta kegiatan pasca tambang.
Istilah hukum pertambangan merupakan terjemahan dari bahasa
Inggris yaitu mining law. Hukum pertambangan1 adalah :”hukum yang
mengatur tentang penggalian atau pertambangan bijih-bijih dan mineral-
mineral dalam tanah”. Dalam Blacklaw Dictionary, Mining Law adalah:
“the act of apppropriatig a mining claim (parcel of land containing
precious metal in its soil or rock) according to certain established rule”2.
Kaidah hukum dalam hukum pertambangan dibedakan menjadi dua
macam, yaitu kaidah hukum pertambangan tertulis dan tidak tertulis.
Hukum pertambangan tertulis merupakan kaidah-kaidah huku yang
terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat dan

1
Salim, Hukum Pertambangan Di Indonesia, (Jakarta:Rajawali Pers,2012) hlm
7.
2
Artinya hukum pertambangan adalah ketentuan khusus ang mengatur hak menambang
(bagian dari tanah yang mengandung logam berharga di dalam tanah atau bebatuan)
menurut aturan-aturan yang ditetapkan.

22
23

yurisprudensi. Hukum pertambangan tidak tertulis merupakan ketentua-


ketentuan hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.
2. Dasar Hukum
Kegiatan pertambangan ini semula diatur Indonesische Mijnwe
(Stbl. 1899 No. 214 jo. Stbl,1970 No. 434)3. Kemudian setelah Indonesia
merdeka pada tanggal 14 Oktober 1960 dicabut dan diganti dengan
Undang-Undang No. 37 Prp Tahun 1960. Akan tetapi dalam
perkembangannya dirasakan UU No.37 Prp Tahun 1960 tidak dapat
memenuhi tuntutan masyarakat yang ingin berusaha di bidang
pertambangan. Masyarakat mengehendaki agar kepada pihak swasta
lebih diberikan kesempatan melakukan penambangan, sedangkan tugas
Pemerintah ditekankan kepada usaha pengaturan, bimbingan, dan
pengawasan pertambangan. Maka dipandang perlu adanya penggantian
Undang-undang Pertambangan yang baru.
Kegiatan pertambangan dapat dilakukan oleh swasta berdasarkan
izin pertambangan dari Pemerintah yang dikenal dengan istilah Kuasa
Pertambangan. Istilah Kuasa Pertambangan untuk pertama kali
digunakan dalam Undang-undnag No. 37 Prp tahun 1960. Istilah Kuasa
Pertambangan tersebut menggantikan pengertian “konsesi” atas dasar
Indische Mijnwer yaitu Undang-undang Pertambangan yang berlaku
pada zaman Penjajahan Belanda dulu.
Dalam prosesnya perubahan sesuai dengan Undang-Undang No.37
Prp tahun 1960 sudah dianggap tidak lagi memenuhi tuntutan
pembangunan, maka diganti dengan Undang-Undang No. 11 tahun 1967

3 Hadin Muhjad, Hukum Lingkungan Sebuah Pengantar untuk Konteks Indonesia, (Yogyakarta
: Genta Publishing, 2015), hlm, 142.
24

tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Di dalam penjelasan


istilah “Kuasa Pertambangan” sebagaimana tercantum dalam Pasal 2
Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 dikemukakan perbedaan antara
Konsesi Lama dan Kuasa Pertambangan. Perbedaaanya adalah kuasa
pertambangan ialah bahwa yang diberikan dengan kuasa pertambangan
hanyalah kekuasaan untuk melaksankan usaha pertambangan kepada si
pemegang kuasa pertambangan. Dalam Undang-Undang No. 11 Tahun
1967 tersebut dijelaskan juga bahwa Kuasa Pertambangan adalah
wewenang yang diberikan kepada badan/perseorangan untuk
melaksanakan usaha pertambangan di dalam wilayah hukum
pertambangan Indonesia, seluruh kepulauan hukum Indonesia, tanah
dibawah perairan Indonesia dan paparan benua (continental sheif)
kepulauan Indonesia.
Untuk mempertimbangkan perkembangan nasional maupun
internasional, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat, sehingga dibutuhkan
perubahan peraturan perundang-undangan di
bidang pertambangan mineral dan batubara yang dapat mengelola dan
mengusaha-kan potensi mineral dan batubara secara mandiri, andal,
transparan, berdaya saing, efisien, dan berwawasan lingkungan, guna
menjamin pembangunan nasional secara berkelanjutan.
Untuk menghadapi tantangan lingkungan strategis dan menjawab
sejumlah permasalahan tersebut, maka terbitlah UU No. 4 Tahun 2009
di bidang pertambangan mineral dan batubara yang dapat memberian
landasan hukum bagi langkah-langkah pembaruan dan penataan kembali
kegiatan pengelolaan dan pengusahaan pertambangan miineral dan
25

batubara. Secara substansi, terdapat perbedaan mendasar antara UU No.


11 Tahun 1967 dengan UU No. 4 tahun 2009, baik dalam hal
penggolongan bahan galian, maupun dalam kaitannya dengan sistem
pengelolaannya..
Perubahan berbagai kebutuhan dalam siklus kehidupan manusia
membuat Undang-undang yang berlaku tersebut tidak relevan dan
dianggap tidak memenuhi berbagai dinamika yang berlngsug karenanya
pemerintah kemudian menerbitkan Undang-undang Republik Indonesia
nomor 4. Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Undang-undang tersebut diharapkan dapat memberikan legalitas
pembaruan dan penataan kembali atas kegiatan pengelolaan dan
pengusahaan pertambangan mineral dan batubara. Secara umum
Undang-undnag tersebut memiliki perbedaan dari aspek tata kelola yang
didiskripsikan perbedaan tersebut dalam tabel berikut.

Tabel 2.1
Perkembangan Peraturan Pertambangan Di Indonesia

Undang-Undang No. Undang-Undang Undang-Undang


37 Prp Tahun 1960 No. 11 Tahun 1967 No. 4 Tahun 2009
26

Dalam peraturan Dalam Undang- Undang-undang ini


perundang-undangan undang ini memberikan
ini pihak pemerintah dijelaskan bahwa landasan hukum
lebih dominan dalam kekuasaan bagi langkah-
pengelolaan pertambangan langkah
pertambangan, diberikan kepada pembaruan dan
sedangkan badan/perorangan penataan kembali
masyarakat untuk melaksankan kegiatan
menghendaki agar usaha pertambangan pengelolaan dan
pihak swasta juga diwilayah hukum pengusaan
turut andil dan diberi pertambangan di pertambangan
kesempatan untuk Indonesia. mineral dan
melakukan batubara.
penambangan.
Sumber : olah data 2018

3. Jenis-jenis Usaha Pertambangan


Menurut Undang-Undang Republik Indonsia No. 4 Tahun 2009
Tentang Mineral dan Batubara pasal 34, Usaha Pertambangan
dikelompokan atas Pertambangan Mineral, dan Pertambangan Batubara.
Pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud pada
Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010
Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batu
bara dikel-ompokkan ke dalam 5 (lima) golongan komoditas tambang4
:

4
Pasal 2 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010
27

a. Mineral radioaktif meliputi radium, thorium, uranium, monasit,


dan bahan galian radioaktif lainnya;
b. Mineral logam meliputi litium, berilium, magnesium, kalium,
kalsium, emas, tembaga, perak, timbal, seng, timah, nikel,
mangaan, platina, bismuth, molibdenum, bauksit, air raksa,
wolfram, titanium, barit, vanadium, kromit, antimoni, kobalt,
tantalum, cadmium, galium, indium, yitrium, magnetit, besi,
galena, alumina, niobium, zirkonium, ilmenit, khrom, erbium,
ytterbium, dysprosium, thorium, cesium, lanthanum, niobium,
neodymium, hafnium, scandium, aluminium, palladium,
rhodium, osmium, ruthenium, iridium, selenium, telluride,
stronium, germanium, dan zenotin;
c. Mineral bukan logam meliputi intan, korundum, grafit, arsen,
pasir kuarsa, fluorspar, kriolit, yodium, brom, klor, belerang,
fosfat, halit, asbes, talk, mika, magnesit, yarosit, oker, fluorit, ball
clay, fire clay, zeolit, kaolin, feldspar, bentonit, gipsum, dolomit,
kalsit, rijang, pirofilit, kuarsit, zirkon, wolastonit, tawas, batu
kuarsa, perlit, garam batu, clay, dan batu gamping untuk semen;
d. Batuan meliputi pumice, tras, toseki, obsidian, marmer, perlit,
tanah diatome, tanah serap (fullers earth), slate, granit,
granodiorit, andesit, gabro, peridotit, basalt, trakhit, leusit, tanah
liat, tanah urug, batu apung, opal, kalsedon, chert, kristal kuarsa,
jasper, krisoprase, kayu terkersikan, gamet, giok, agat, diorit,
topas, batu gunung, quarry besar, kerikil galian dari bukit, kerikil
sungai, batu kali, kerikil sungai ayak tanpa pasir, pasir urug, pasir
pasang, kerikil berpasir alami (sirtu), bahan timbunan pilihan
(tanah), urukan tanah setempat, tanah merah (laterit), batu
gamping, onik, pasir laut, dan pasir yang tidak mengandung
unsur mineral logam atau unsur mineral bukan logam dalam
jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan;
dan
e. Batubara meliputi bitumen padat, batuan aspal, batubara, dan
gambut.

4. Studi Kelayakan Pertambangan


Studi kelayakan menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 2009
Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 1 ayat 16, adalah
tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi
28

secara rinci seluruh aspek yang bekaitan untuk menentukan kelayakan


ekonomis dan teknis usaha pertambangan, termasuk analisi mengenai
dampak lingkungan serta perancanaan pascatambang. Studi kelayakan
selain merupakan salah satu kewajiban normatif yang harus dipenuhi dan
persyaratan untuk memperoleh IUP (Izin Usaha Pertambangan) Operasi
Produksi5.
Studi kelayakan merupakan dokumen penting yang berguna bagi
berbagai pihak, khususnya bagi pelaku usaha, pemerintah, dan investor
atau perbankan. Dengan demikian, dokumen studi kelayakan bukan
hanya tumpukan kertas yang didalamnya memuat konsep, perhitungan
angka-angka dan gambar-gambar semata, tetpi merupakan dokumen
yang sangat berguna bagi manajemen dalam mengambil keputusan
strategis apakah rencana tambang tersebut layak untuk dijalankan atau
tidak. Hal lain yang harus dipahami adalah studi kelayakan bukan hanya
mengkaji secara teknis, atau membuat prediksi/proyeksi ekonomis, juga
mengkaji aspek nonteknis, seperti aspek sosial, budaya, hukum, dan
lingkungan.
Studi kelayakan selain berguna dalam mengambil keputusan jadi
atau tidaknya rencana usaha penambangan itu dijalanan, juga berguna
pada saat kejadian itu jadi dilaksanakan, yaitu6 :
1. Dokumen studi kelayakan berfungsi sebagai acuan pelaksanaan
kegiatan, baik acun kerja dilapangan, maupun acuan bagi staf
manjemen di dalam kantor;

5 Nandang Sudrajat, Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia, (Media Pressindo, 2013),
hlm116-117.

6
Ibid,hlm,117
29

2. Berfungsi sebagai alat kontrol dan pengendalian berjalannya


pekerjaan;
3. Sebagai landasan evaluasi kegiatan dalam mengukur prestasi
pekerjaan, sehingga apabila ditemukan kendala teknis ataupun
nonteknis, dapat segera ditanggulangi atau dicarikan jalan
keluarnya;
4. Bagi pemerintah, dokumen sudi kelayakan, merupakan pedoman
dalam melakukan pengawasan, baik yang menyagkut kontrol
realisasi produks, kontrol keselamatan dan kesehatan kerja, kontrol
pengendalian aspek lingkungan.
Adapun aspek-aspek yang menjadi kajian dalam studi kelayakan
adalah7:
a. Aspek Kajian Teknis
Aspek kajian teknis, meliputi:
1. Kajian hasil eksplorasi, berkaitan dengan aspek geologi, topografi,
sumur uji, parit uji, pemboran, kualitas endapan, dan jumlah
cadangan;
2. Hasil kajian data-data eksplorasi tersebut, sebagai data teknis dalam
menentukan pilihan sistem penambangan, apakah tambang terbuka,
tambang abwah tanah, atau campuran. Dalam perancanaan sistem
pertambangan dilakukan juga kajian aspek teknis lainnya, meliputi:
a. Kajian geoteknik dan hidrologi;
b. Kajian pemilihan jenis dan kapasitas alat produksi;
c. Proyeksi produksi tambang dan umur tambang;
d. Jadwal penambangan, berkaitan dengan sistem shift kerja;

7
Ibid
30

e. Tata letak sarana utama dan sarana penunjang;


f. Penyediaan infrastruktur tambang, meliputi pembuatan kantor,
perumahan jalan.
3. Kajian pemiliha sistem pengolahan bahan galian.
b. Aspek Kajian Nonteknis
Aspek kajian nonteknis, meliputi:
1. Kajian peraturan perundang-undangan yang terkait aspek
ketenagakerjaan, aturan K3, sistem perpajakan dan retribusi, aturan
administrasi pelaporan kegiatan tambang;
2. Kajian aspek sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat ,
meliputi kajian aspek hukum adat yang berlaku, pola prilaku da
kebiasaan masyarakat setempat.
c. Kajian Pasar
Kajian pasar, berkaitan dengan supply and demand, dapat dianalisis
dari karakteristik pasar, potensi, dan pesaing pasar (melalui analisis
terhadap kebutuhan pasar dan supply yang telah berjalan, maupun dari
analsisi substitusi produk). Selain itu hal yang paling penting adalah
karakteristik dan standarisasi produk di pasaran.
d. Kajian Kelayakan Ekonomis
Kajian kelayakan ekonomis adalah perhitungan tentang kelayakan
ekonomis, berupa estimasi-estimasi dengan mempergunakan beberapa
metode pendekatan. Secara umum, metode pendekatan dimaksud
biasanya melalui analis Net Present Value (NPV), Benefit Cos Ratio
(BCR), Profitability Index (PI), Internal Rate of Return (IRR), dan
Payback Period.
e. Kajian Kelayakan Lingkungan
31

Kajian kelayakan lingkungan, berbentuk Analisis Mengenai


Dampak Lingkungan (AMDAL) dan UKL-UPL. Kajian lingkungan
untuk industri pertambangan merupakan kegiatan yang wajib AMDAL,
karena baik dari sisi intensitas, ruang lingkup kegiatan, maupun dari sisi
operasional dan pengolahan bahan galian merupakan kegiatan-kegiatan
yang dapat menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan. Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan yang selanjutnya disebut AMDAL
adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan atau
kegiatan.
Beberapa prosedur dalam pelaksanaan Analasis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL)8.
a. Penapisan (Screening) atau penyaringan proyek bertujuan untuk
memilih rencana pembangunan mana yang harus dilengkapi
dengan AMDAL. Jadi, penapisan adalah suatu metode atau
teknik yang digunakan untuk menentukan secara selektif proyek-
proyek mana yang harus dilengkapi dengan AMDAL dan
proyek-proyek mana pula yag tidak perlu dilengkapi dengan
AMDAL. Langka ini sangat penting bagi pemrakarsa untuk dapat
mengetahui sedini mungkin apakah proyeknya akan terkena
AMDAL. Hal ini berkenaan dengan rencana anggaran biaya dan
waktu.
b. Pelingkupan (Scoping) diartikan sebagai pembatasan ruang
lingkup pelaksanaan Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL).

8Muhammad Erwin, Hukum Lingkungan, (Percetakan UNSRI, 2006) , hlm,97.


32

Pembatasan ruang lingkup atau memfokuskan ANDAL pada


komponen-komponen lingkungan tertentu sangat diperlukan,
maksudnya untuk menghasilkan data dan informasi lingkungan
yang relevan sesuai dengan rencana kegiatan/proyek yang
bersangkutan. Kegunaan scoping (pelingkupan) adalah untuk
kepentingan; (a) identifikasi dampak penting atau masalah utama
(man-issue) dari semua proyek; (b), menetapkan komponen-
komponen lingkungan akan terkena dampak nyata; (c)
menetapkan startegi penelitian pada komponen lingkungan yang
terkena dampak; (d) menetapkan parameter atau indikator dari
komponen lingkungan yang akan diukur; (e) efesien waktu studi
AMDAL; (f) efesiensi biaya studi AMDAL; (g) komponen-
komponen lingkungan yang ditetapkan sedikit atau sama sekali
tidak akan terkena dampak tidak akan dievaluasi lagi9.
c. Kerangka Acuan ialah ruang lingkup kajian analisis mengenai
dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan
serta merupakan uraian tugas yang harus dilaksanakan dalam
studi Analasis Dampak Lingkungan. Pembuatan kerangka acuan
tersebut harus dilakukan berama antara pemrakarsa dan instansi
yang bertanggung jawab.
d. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) adalah telaah secara
cermt dan mendalam tentang dampak besar penting suatu rencana
usaha dan/atau suatu kegiatan. Di dalam studi ANDAL hanya
diperkirakan dan di evaluasi dampak penting yang teridentifikasi

9
Harun M. Husein, Berbagai Aspek Hukum Analisis Mengenai Dampak Lingkungan,
(Jakarta:Bumi Aksara,1992), hlm,49.
33

dalam pelingkupan dan tertera dalam Kerangka Acuan sehingga


penelitian ANDAL terfokus pada dampak penting saja.
e. Rencana Pengelolaan Lingkungan, dokumen rencana
pengelolaan lingkungan merupakan dokumen yang memuat
upaya-upaya mencegah, mengendalikan dan menaggulangi
dampak penting lingkugan yang timbul sebagai akibat dari suatu
rencana atau kegiatan. Berbagai aspek yang perlu diperhatikan
dalam merumuskan Rencana Pengelolaan Lingkungan yaitu
rencana pengelolaan lingkungan harus secara jelas mengutarakan
upaya-upaya yang akan ditempuh untuk mencegah,
mengendalikan, dan menanggulangi dampak penting sosial yang
akan timbul, pihak yang melaksanakan pengelolaan lingkungan
tidak hanya pemrakarsa saja melainkan juga instansi pemerintah
dan /atau masyarakat yang berkepentingan, upaya pengelolaan
lingkungan aspek ditempuh dengan cara mencegah,
mengendalikan dan menanggulangi sumber dampak penting
tersebut bak yang bersumber dari aspek kimia, fisika, biologi,
kesehatan masyarakat maupun dari aspek sosial itu sendiri,
bentuk-bentuk peran serta masyarakat dalam mencegah,
menanggulangi dan mengendalikan dampak antara lain dapat
berupa pembentukan forum komunikasi lingkungan untuk
mengatasi masalah-masalah lingkungan yang timbul, yang
anggotanya terdiri dari pemrakarsa, masyarakat sekitar yang
terkena dampak, unsur-unsur pemerintah daerah setempat, serta
34

instansi sektoral terkait, dan kompensasi kepada masyarakat yang


terkena dampak10.
f. Rencana Pemantauan Lingkungan, merupakan rencana yang
disusun yang berkenaan dengan pengulangan pengukuran
komponen atau parameter lingkungan pada waktu-waktu
tertentu, guna mengetahui adanya perubahan lingkungan karena
pengaruh kegiatan atau proyek tersebut. Dengan demikian, inti
yang terkandung dalam pemantauan ialah memantau sejauh mana
aktivitas proyek menimbulkan perubahan pada lingkungan, guna
mengetahui sejauh mana pula efektifitas peralatan pengendalian
pencemaran yang dipergunakan.
g. Umumnya laporan terdiri atas tiga bagian, yaitu ringkasan
eksekutif (executive summary), laporan utama (main report), dan
lampiran (appendix).laporan harus dipertanggungjawabkan
secara ilmiah, baik isi maupun format, dengan bahasa yang harus
dimengerti dengan pakar dalam bidang yang berbeda-beda. Hal
ini mengingat AMDAL bersifat lintas sektoral an harus dipelajari
oleh pakar dalam berbagai bidang.
Studi kelayakan pertambangan merupakan studi yang cukup
kompleks, oleh karena itu harus dilakukan secara cermat dan integratif
dari setiap aspek yang berhubungan langsung dengan kegiatan
pertambangan.

5. Izin Usaha Pertambangan (IUP)

10 Op.Cit., hlm,107-108.
35

Pasal 40 Undang-undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan


Mineral dan Batubara diantaranya menyebutkan bahwa Izin Usaha
Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan Izin Usaha Pertambangan (IUP)
Produksi diberikan untuk 1 (satu) jenis miner al atau batubara. Dalam
pengusahaan pertambangan tidak lagi dikenal adanya sistem kotrak,satu-
satunya bentuk pengusahaan pertambangan dengan menggunakan Izin
Usha Pertambangan (IUP) yang diberikan kepada pengusaha atas dasar
jenis usaha, yang dikelompokkan dalam11:
a. Pertambanga Mineral:
a.1. Pertambangan Mineral Radioaktif;
a.2. Pertambangan Mineral Loam;
a.3. Pertambangan Mineral Bukan Logam;
a.4. Pertambangan Batuan;
b. Pertambangan Batubara.
1. Prosedur Memperoleh Izin Usaha Pertambangan

Prihal Penjelasan

Pemohon a. Badan usaha (swasta, BUMN atau BUMD)


b. Koperasi
c. Perseorangan (orang perseorangan,
perusahaan firma, atau perusahaan
komanditer)
Pemberi Izin Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai
kewenangan wilayahnya.
Pemberi  WIUP adalah wilayah yang diberikan kepada
Wilayah Izin pemegang IUP (pasal 1 ayat 31 Undang-
Usaha undang No. 4 Tahun 2009)

11
Tri Hayati, Era Baru Hukum Pertambangan: Di Bawah Rezim UU No, 4 Tahun 2009,(
Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2015) hlm 76-77
36

Pertambangan  Pemberian WIUP terdiri atas


(WIUP)
a) WIUP radiioaktif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
b) WIUP mineral logam melalui lelang
c) WIUP batubara melalui lelang
d) WIUP mineral bukan logam melalui
pengajuan permohonan wilayah
e) WIUP batuan melalui pengajuan
permohonan wolayah

Pemeberian  IUP terdiri dari


IUP
a. IUP Eksplorasi, yaitu Izin usaha yang
diberikan untuk melakukan tahapan
kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi,
dan studi kelayakan, yang terdiri dari (1)
mineral logam, (2) batubara, (3) mineral
bukan logam, dan/atau (4) batuan.
b. IUP Operasi Produksi adalah izin usaha
yang diberikan setelah pelaksanaan IUP
Eksplorasi untuk melakukan tahpan
kegiatan operasi produksi, yaitu kegiatan
konstruksi, penambangan, pengolahan
dan pemurnian, serta pengangkutan dan
penjualan, yang terdiri dari (1) mineral
logam, (2) batubara, (3) mineral bukan
logam, dan/atau (4) batuan.

 IUP tidak dapat digunakan selain yang


dimaksud dalam pemberian IUP

 Persyaratan IUP Eksplorasi dan IUP Operasi


Produksi meliputi persyaratan:
a. Administratif;
37

b. Teknis
c. Lingkungan, dan
d. Finansial

 IUP diberikan oleh:


a. Bupati/walikota apabila Wilayah Izin
Usaha Pertambangan berada di dalam
satu wilayah kabupaten/kota,
b. Gubernur apabila Wilayah Izin Usaha
Pertambangan berada pada batas wilayah
kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi
setelah mendapatkan rekomendasi dari
bupati/walikota setempat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan, dan
c. Menteri apabila Wilayah Izin Usaha
Pertambangan berada pada lintas wilayah
provinsi setelah mendapatkan
rekomendasi dari gubernur dan
bupati/walikota setempat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Sumber: Undang-undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan mineral dan
Batubara dan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

6. Persyaratan Memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP)


Persyaratan IUP Eksplorasi dan IUP Produksi terdiri dari pesyaratan
administratif, teknis, lingkungan dan finansial.
a. Persyaratan Administratif, meliputi :(1) Surat Permohonan; (2)
Susanan direksi/ pengurus dan daftar pemegang saham;(3)
Susuanan pengurus: (4) Surat keterangan domisili ;(5) NPWP (6)
38

KTP; (7) Akte pendirian yang bergerak di bidang usaha


pertambangan; dan, (8) Profil entitas.
b. Persyaratan Teknis dan Lingkungan
IUP Syarat Deskripsi
IUP Eksplorasi Teknis 1. Daftar riwayat
hidup dan surat
pernyataan tenaga
ahli pertambangan
dan/atau geologi
yang
berpengalaman
paling sedikit 3(
tiga) tahun,
2. Peta WIUP yang
dilengkapi dengan
batas koordinat
geografis lintang
dan bujur sesuai
dengan ketentuan
sistem informasi
geografi yang
berlaku secara
nasional.
lingkungan Pernyataan untuk
mematuhi ketentuan
peraturan perundang-
undangan di bidang
perlindungan dan
pengelolaan lingkugan
hidup.
IUP Oerasi Produksi Teknis 1. Peta wilayah
dilengkapi
dengan batas
koordinat
geografis
lintang dan
bujur sesuai
dengan
39

ketentuan
sistem
informasi
geografi yang
berlaku secara
nasional,
2. Laporan
lengkap
eksplorasi,
3. Laporan studi
kelayakan,
4. Rencana
reklamasi dan
pascatambang,
5. Rencana kerja
dan anggaran
biay,
6. Rencana
pembangunan
sarana dan
prasarana
penunjang
kegiatan operasi
produksi, dan
7. Tersedianya
tenaga ahli
pertambangan
dan/atau
geologi yang
berpengalaman
paling sedikit
3(tiga) tahun.
Lingkungan 1. Pernyataan
kesanggupan
untuk mematuhi
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan di
bidang
40

perlindungan
dan pengelolaan
lingkungan
hidup, dan
2. Persetujuan
dokumen
lingkungan
hidup sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
Sumber: Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

c. Persyaratan Finansial
1. Laporan keuangan tahun terakhir yang sudah diaudit akuntan
publik
2. Menempatkan jaminan kesungguhan lelang dalam bentuk
uang tunai di bank pemerintah sebesar 10% (sepuluh persen)
dari nilai kompensasi data informasi atau dari total biaya
pengganti investasi untuk lelang WIUP yang telah berakhir
3. Pernyataan bersedia membayar nilai lelang WIUP dalam
jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja, setelah
pengumuman pemenang lelang.
Usaha pertambangan mineral logam dan batubara diperoleh dengan
cara lelang. Sedangkan usaha pertambangan mineral bukan logam dan
batuan diperoleh dengan cara mengajukan permohonan wilayah12.

12Tri Hayati, Era Baru Hukum Pertambangan: Di Bawah Rezim UU No. 4 Tahun 2009. hlm,
110.
41

3. Jangka Waktu dan Berakhirnya Izin Usaha Pertambangan


(IUP)
Izin usah pertambangan sebagaimana diatur dalam Undang-undang
Nomor 4 Tahun 2009, terdiri dari tahap ekspolrasi dan operasi produksi.
Jangka waktu untuk masing-masing ditentukan sebagai berikut13:
a. IUP Eksplorasi
Untuk kegiatan penambangan Mineral Logam maksimum 8
tahun; pertambangan Mineral bukan logam maksimum 3 tahun;
pertambangan Mineral bukan logam jenis tertentu maksimum 7
tahun; dan Pertambangan Batubara maksimum 7 tahun.
b. IUP Operasi Produksi
(1) Mineral logam maksimum 20 tahun dan dapat diperpanjang
dua kali dengan perpanjangan masing-masing 10 tahun;
(2) Mineral bukan logsm maksimum 10 tahun dan dapat
diperpanjang dua kali dengan perpanjagan maksimum 10
tahun;
(3) Mineral bukan logam jenis tertentu maksimum 20 tahun dan
dapat diperpanjang dua kali sepuluh tahun;
(4) Pertambangan Batubara maksimum 5 tshun dan dapat
diperpanjang dua kali sepuluh tahun;
(5) Pertambangan Batubara maksium 20 tahun dan dapat
diperpanjang dua kali sepuluh tahun.

7. Konsep Kerusakan Lingkungan

13Tri Hayati, Era Baru Hukum Pertambangan: Di Bawah Rezim UU No. 4 Tahun 2009. hlm,
169-170.
42

Kerusakan lingkungan adalah deteriorasi lingkungan dengan


hilangnya sumber daya air, udara, dan tanah, kerusakan ekosistem dan
punahnya fauna liar. Kerusakan lingkunga terdiri dari berbagai tipe.
Ketika alam rusak dihancurkan dari sumber daya menghilang, maka
lingkungan sedang mengalami kerusakan. Enviromental Change and
Human Health, bagian khusus dari laporna World Resources 1998-99
menjelaskan bahwa penyakit yang dapat dicegah dan kematian dini
masih terdapat pada jumlah yang sangat tinggi14.
a. Hukum Positif
Lingkungan Hidup menurut Munadjat Danusaputra adalah semua
benda dan daya serta kondisi termasuk didalamnya manusia dan tingkah
perbuatannya yang terdapat didalam ruangan, dimana manusia berada
dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia dan
jasad hidup lainnya15. Hubungan timbal balik antara manusia dengan
komponen-komponen alam harus berlangsung dalam batas
keseimbangan. Apabila hubungan timbal balik tersebut terlaksana tidak
seimbang, maka akan mengakibatkan adanya kerusakan lingkungan
fisik, ekonomi, sosial dan budaya.
Undang-undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindunga dan
pengelolaan Lingkungan Hidup atau disingkat dengan PPLH, secara
filosofi, memandang bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat
merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia. Pada hakekatnya

14 http://id,m,wikipidea,org/wiki/kerusakan_lingkungan diakses 30 Mei 2018, 04:25.

15
Rangkuri, Siti Sudari, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan
Nasional, (Surabaya: Airlangga UnivSersity Press,2005), hlmn,134.
43

Undang-undang PPLH, menempatkan penghargaan dan jaminan atas


hak lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi warga negara.
Kegiatan prtambangan batubara secara langsung memberikan
dampak negatif terhadap kelestarian alam dan lingkungan karena
merubah bentuk topografi, terbentuknya lubang besar, gangguan
hidrologi, penurunan mutu udara dan hilangnya ekosistem alami.
Perubahan kualitas lingkungan dapat didektif dengan estimasi nilai
perubahan produksi tanaman karet, peningkatan biaya kesehatan dan
kehilangan penerimaan masyarakat.
b. Konsep Islam Terhadap kerusakan Lingkungan
Kerusakan hutan, kerusakan lapisan ozon, kerusakan dalam
pemakaian lbahan bakar fosil, pencemaran lingkungan. Dalam Al Quran
dan Al-Hadits, kerusakan yang ditimbulkan oleh perbuatan manusia,
karena keserakahan dan ketamakan terhadap alam yang melimpah,
sehingga meniadakan nilai-nilai keseimbangan keseimbangan dalam
hidup yang tergantung pada lingkungan.
Menurut Munadjat Danusaputra lingkungan hidup adalah semua
benda dan daya serta kondisi termasuk didalamnya manusia dan tingkah
perbuatannya yang terdapat didalam ruangan, dimana manusia berada
dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia dan
jasad hidup lainnya. Hubungan timbal balik antara manusia dengan
komponen-kompenen alam harus berlangsung dalam batas
keseimbangan. Apabila hubungan timbal balik tersebut terlaksana tidak
seimbang, maka akan mengakibatkan adanya kerusakan lingkungan
fisik, ekonomi, sosial dan budaya .
Hal ini sesuai dalam ajaran agama, agama mempunyai hubungan
erat dengan moral manusia. Dalam ajaran agama Islam, mengandung
44

prinsip-prinsip etika lingkungan yang merupakan perwujudan kekuatan


moral untuk pelestarian daya dukung lingkungan hidup, antara lain
dalam: Surat Al-A’raaf, Ayat 56, dan janganlah kamu merusak dimuka
bumi setelah Tuhan memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan
rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan(akan dikabulkan),
Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat dengan orang-orang yang
berbuat baik.

8. Illegal Mining dalam Teori dan Praktik


Hukum Pertambangan adalah keseluruhan kaidah hukum yang
mengatur kewenangan negara dalam pengelolaan bahan galian
(tambang) dan mengatur hubungan hukum antara negara dengan orang
dan atau badan hukum dalam pengelolaan dan pemanfaatan bahan galian
(tambang)16.
Penyelenggaraan kegiatan pertambangan di Indonesia dewasa ini
banyak sekali menimbulkan permasalahan, salah satunya adalah masalh
maraknya praktik Illegal Mining di masyarakat. Kegiatan Illegal Mining
atau penambangan liar biasanya dilakukan oleh sekelompok penduduk
asli dan juga bukan penduduk asli dan juga bukan penduduk asli
setempat di luar area yang telah ditetapkan sebagai Wilayah
Pertambanga, tanpa izin Pemeritah Daerah, bahkan pelaku penambang
tidak jarang menggunakan peralatan yang cukup canggih seperti
generator listrik, mesin diesel, pompa air bermesin, mesin
tumbuk/giling. Sehingga kegiatan pertambangan dilakukan dengan tidak
terkendali. Berlangsungnya kegiatan pertambangan tanpa izin

16
Salim,Hukum Pertambangan di Indonesia, hlm 8.
45

menyebabkan besarnya dampak negatif yang timbul terhadap


lingkungan17.
Kegiatan Illegal Mining yang mengakibatkan kerusakan lingkungan
juga diatur dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Di samping itu
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan illegal mining dan
perlindungan lingkungan salah satunya adalah Undang-undang No. 41
Tahun 1999 Tentang Kehutanan yang telah diubah dengan Undang-
undang No. 19 Tahun 2004 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan18.
Penanggulangan terhadap peristiwa atau kasus-kasus yang berkaitan
dengan illegal mining, menunjukan upaya penindakan terhadap
kejahatan di bidang illegal mining dengan menggunakan suatu kebijakan
pidana (penal policy)19. Menurut Sudarto penal policy dari sudut
tujuannya, yakni untuk mewujudkan peraturan perundang-undangan
pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan
utuk masa-masa yang akan datang. Dalam hal kebijakan pidana dalam
arti penal law enforcement policy meliputi beberapa tahap, diantaranya
tahap formulasi, tahap aplikasi tahap eksekusi, akan tetapi dalam
kaitannya ini, pembahasan akan difokuskan pada tahap aplikasi atas

17
Diponegoro Law Jurnal, Penegakan Sanksi Administrasi Terhadap Pelaku
Illegal Mining di Kabupaten Sekadau Provinsi Kalimantan Barat, Volume 6,
Nomor 2 (2017): 3. Diakses 29 Mei 2018 , http://www.ejournal-
s1.unidio.ac.id/index.php/dlr/
18
Diponegoro Law Jurnal, Penegakan Sanksi Administrasi Terhadap Pelaku
Illegal Mining di Kabupaten Sekadau Provinsi Kalimantan Barat, Volume 6,
Nomor 2
19
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan
Penaggulangan Kejahatan, (Bandung:Citra Aditya Bakti,2001) hlm,73.
46

penerapan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009, tentang


pemberantasan tindak pidana illegal mining, yang terjadi belakangan ini.
Dalam hal law enforcement peradilan pidana (penyidikan kasus
illegal mining) merujuk pada operasionalisasi peraturan perundang-
undangan oleh aparat penegak hukum pidana dalam upaya
menanggulangi dan membrantas kejahatan illegal mining.
Operasionalisasi itu dilakukan melalui proses peradilan (criminal justice
proces), yaitu diperlukan suatu proses dari kerja aparat penegak hukum
dalam memeriksa pelaku yang diduga melakukan kejahatan untuk
memastikan bersalah tidaknya pelaku yang bersangkutan secara hukum.
Pada tahap pemeriksaan ini, merupakan suatu proses, yaitu tahap
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, sampai pada tahap pada
penentuan hukuman atau penjatuhan vonis hakim20.
Dari interkoneksi sistem penegak hukum dalam arti sempit, meliputi
: Polri selaku penyidik/ Penyidik Pegawai Negeri Sipil Tertentu, Jaksa
selaku Penutut dan Hakim selaku pemutus terhadap seseorang yang
melakukan pebuatan pidana. Sedangkan penegak hukum dalam arti luas
yaitu Polri selaku penyidik/ Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu,
Jaksa selaku Penuntut dan Hakim selaku pemutus, ditambah Advokad
dan Lembaga Pemasyarakatan sebagai lembaga yang menjalankan dan
membina serta mengawasi terpidana yang sedang dan selama
menjalankan vonis hakim. Interkoneksi sistem penegaka hukum dalam
arti luas dan sepit tersebut, tentunya harapan yang dikehendaki dapat
berjalan dengan baik sesuai yang dicita-citakan hukum dan keadilan.

20
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan
Penaggulangan Kejahatan,, hlm,74
47

Akan tetapi dalam prakteknya harapan tersebut tidak berjalan


sebagaimana mestinya.
Dalam praktik penegakan hukum dalam kasus illegal mining,
khususnya kasus illegl mining, khususnya kasus mineral dan batubara
dan batu mangan, ada 2 (dua) cara yaitu21:
1. Barang yang disita disimpan di gudang dengan mengeluarkan
biaya penyimpanan selama proses penyidikan yang dikenal
dengan istilah “demorit”
2. Barang yang disita dititipkan kepada pemegang atau pemilik
barang yang disita selama proses penyidikan.
Suatu fenomena yang dialami oleh seseoarang yang melakukan
pelangaran di bidang illegal mining, suatu perlakuan yang seharusnya
tidak perlu terjadi jika instrumen hukumnya telah tersedia dalam hal
penegakan hukum.
Tindakan kebijakan hukum yang menyimpan barang sitaan,
khususnya benda sitaan batubara dan batu mangan dalam prose
penyidikan secara langsung telah terjadi suatu pelanggaran hukum dan
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), dalam tatanan hukum di
Indonesia telah diamanatkan sebagaimana diatur dalam Undang-undang
Nomor 39 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999 Noor 165,
Tambahan Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 3885, pasal ke 6
menyatakan , bahwa:
“Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang
atau sekelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja atau

Yahman, “Arena Hukum: Problematika Penegakan Hukum Mengacu pada


21

Undang-undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan


Batubara, volume 6, no,1 (April 2012) , hlm, 111.
48

kelalaian yang seara melawan hukum mengurangi, mengahalangi,


membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau
kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini, dan tidak
mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme
hukum yang berlaku”.
Filosofi dan dasar pertimbangan Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia adalah:
a) Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dianugerahi
hak asasi manusia untuk menjamin keberadaan harkat dan
martabat kemulian dirinya serta keharmonisan lingkungannya;
b) Hak Asasi Manusia(HAM) merupakan hak dasar yang secara
kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan
langgeng, sehingga harus dilindungi, dihormati, dipertahankan
dan tidak boleh diabaikan, dikurnagi atau dirampas oleh
siapapun;
c) Untuk melaksanakan Deklarasi Universal tntang Hak Asasi
Manusia (HAM) Instrumen internasional lainnya mengenai Hak
Asasi Manusia (HAM) yang telah diratifikasi Indonesia.
Hak Asasi Manusia (HAM), harus dilindungi termasuk dalam
penegakan hukum pelanggaran di bidang illegal mining tidak boleh
diabaikan walaupu seseorang melakukan pelanggaran hukum, namun
hak-hak dan martabatnya tetap dijamin, dihormati dan dilindungi,
dipertahankan, tidak boleh dirampas oleh siapsapun termasuk negara
maupun para penegak hukum.

Anda mungkin juga menyukai