Tinjauan Pustaka
pertambangan. Pada dekade tahun 1960-an, undang- undang yang mengatur tentang
Ketentuan Pokok Pertambangan, sementara pada dekade tahun 2000 atau khususnya
pada tahun 2009, maka Pemerintah dengan persetujuan DPR RI telah menetapkan
Batubara.1
Ada dua hal yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, yaitu bahan tambang mineral dan batubara.
Apabila dikaji ketentuan atau pasal dalam undang- undang ini, tidak ditemukan
1
Salim HS., “Hukum Pertambangan Mineral Dan Batubara”, Cetakan ke- 2, Sinar Grafika, Jakarta,
hlm. 11, 2014.
22
pengertian hukum pertambangan, khususnya hukum pertambangan mineral dan
mining law, bahasa Belanda disebut dengan mijnrecht, sedangkan dalam bahasa
pertambangan. Mining law is: “have been set up to protect the interests of the mining
industry and to minimize the conflicts between mining companies by giving clarity to
who owns what rights to mine. They were never intended to control mining or its
impact on land or people. We have to look to other laws to protect these interests”. 3
yang bersifat umum kepada siapa saja yang mempunyai hak- hak untuk melakukan
kegiatan pertambangan atau dampaknya terhadap tanah atau orang. Kita harus
pertambangan.4
2
Ibid, hlm 12.
3
Joan Kuyek, 2005. “Canadian Mining Law and the Impacts on Indigenous Peoples lands and
Resources”. Backgrounder for a presentation to the North American Indigenous Mining Summit, July
28, 2005, hlm. 1.
4
Salim HS. Op., Cit, 2014, hlm 12.
23
Definisi ini menganalisis tujuan hukum pertambangan. Tujuan hukum
pertambangan, yaitu:5
5
Ibid, hlm 13.
6
Joseph F. Castrilli, “Environmental Regulation Of The Mining Industry In Canada: An Update of
Legal And Regulatory Requirements,” 1999, hlm 45.
7
Salim HS. Op., Cit, 2014, hlm 13.
8
Hannah Owusu- Koranteng At, “Presentation on the Social Impact of Gold Mining in Ghana-
Unequal Distribution Of Burdens And Benefits and Its Implications On Human Rights,” By The 11th
24
Dalam definisi ini, hukum pertambangan merupakan kaidah hukum yang
3. Menjamin keuntungan yang sama besar antara negara tuan rumah dengan
perusahaan multinasional.
galian (tambang) dan mengatur hubungan hukum antara negara dengan orang
dan atau badan hukum dalam pengelolaan dan pemanfaatan bahan galian
(tambang).”10
pada umumnya. Objek kajiannya pada bahan tambang pada umumnya. Sedangkan
bahan tambang itu sendiri, tidak hanya mineral dan batu bara, tetapi juga pans bumi,
minyak dan gas bumi serta air tanah. Menurut Salim,hukum pertambangan dibagi
Eadi General Conference Organised By German Development Institude In Bonn From 22nd- 24th
September 2005.
9
Salim HS. Op., Cit, 2014, hlm. 14.
10
Salim HS., Hukum Pertambangan di Indonesia. (Jakarta: RajaGrafindo, 2010), hlm. 8
11
Ibid, hlm 14
25
1. Hukum pertambangan umum
Hukum pertambangan umum disebut juga dengan general mining law (Inggris),
pertambangan umum mengkaji tentang panas bumi, minyak dan gas bumi, mineral
yaitu special mining laws, dalam bahasa Belanda disebut dengan speciale mijnrecht,
sedangkan dalam bahasa Jerman disebut dengan besondere gesetze bergbau. Yang
bahasa Inggris, yaitu mineral and coal mining law.Bahasa Belanda disebut dengan
mineraal- en kolenmijnen recht atau bahasa Jerman disebut dengan istilah mineral
und kohlebergbau gesetz. Ada empat unsur yang terkandung dalam Hukum
1. Hukum
2. Pertambangan
3. Mineral
12
Ibid.
13
Ibid, hlm 14- 15.
14
Ibid, hlm 15.
26
4. Batubara
` Hukum diartikan sebagai aturan yang mengatur hubungan antara negara dengan
rakyat, antara manusia dengan manusia dan hubungan antara manusia dengan
dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang
pascatambang.”
Kegiatan itu, meliputi (1) penelitian, (2) pengelolaan, dan (3) pengusahaan. Mineral
merupakan senyawa anorganik, yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan
kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk
batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu.” 16 Batubara adalah endapan senyawa
organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh- tumbuhan.
“Kaidah hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan mineral dan batubara
dan mengatur hubungan antara negara dengan subjek hukum, baik bersifat
perorangan maupun badan hukum dalam rangka pengusahaan mineral dan batubara.”
15
Ibid
16
Pasal 1 angka 2 Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara.
17
Salim HS., Op., Cit, 2014, hlm. 16.
27
Ada dua macam hubungan yang diatur dalam hukum pertambangan mineral
Hubungan antara negara dengan bahan mineral dan batubara adalah negara
perundang- undangan yang berkaitan dengan mineral dan batubara. Salah satu
undang- undang yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan DPR, yaitu
Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
18
Ibid.
19
Ibid.
28
Ada tiga unsur esensial yang tercantum dalam landasan filosofis atau
2. Penguasaan negara
sumber daya mineral dan batubara. Makna penguasaan negara ialah: “Negara
20
Ibid.
21
Abrar Saleng, “Hukum Pertambangan”, Yogyakarta: UII Press, 2004, hlm. 219.
22
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Nomor 002/ PUU-1/2003,hlm. 208- 209.
29
Kewenangan negara dalam putusan ini, meliputi:23
2. Pengaturan (regelendaad)
3. Pengelolaan (beheersdaad)
4. Pengawasan (toezichthoudensdaad)
dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham (share- holding) dan/ atau melalui
keterlibatan langsung dalam manajemen Badan Usaha Milik Negara atau Badan
untuk digunakan bagi sebesar- besarnya kemakmuran rakyat. Demikian pula fungsi
penguasaan oleh negara atas sumber- sumber kekayaan dimaksud benar- benar
23
Salim HS., Op., Cit, hlm. 18
24
Ibid, hlm 18- 19.
30
Pada hakekatnya, tujuan penguasaan negara atas sumber daya alam adalah
memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha
3. Menjamin tersedianya mineral dan batubara sebagai bahan baku dan/ atau
dan/ atau pemerintah daerah. Penguasaan oleh negara ini adalah memberi nilai
tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran
25
Pasal 3 Undang- Undang Nomor 4, op, cit.
26
Salim HS. op. cit, 2014, hlm. 19
31
2. Karakteristik Hukum Pertambangan Mineral Dan Batubara
1. Objeknya khusus
Yang menjadi objek kajian hukum pertambangan mineral dan batubara hanya
pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan. Bijih adalah:
“sekumpulan mineral yang daripadanya dapat dihasilkan satu atau lebih logam secara
ekonomis sesuai dengan keadaan teknologi dan lingkungan pada saat itu.” 27
dalam proses pemberian izin kepada pemegang IPR, IUP atau IUPK. Pemerintah
dalam pemberian izin tersebut adalah didasarkan kepada syarat- syarat yang telah
ditentukan dalam peraturan perundang- undangan. Apabila syarat- syarat itu dipenuhi
oleh calon pemegang izin, maka pemerintah dapat menetapkan izin secara sepihak
kepada pemegang IPR, IUP maupun IUPK. Namun, apabila syarat- syarat itu tidak
dipenuhi, maka pemerintah dapat menolak izin yang diajukan oleh calon pemegang
27
Irwandi Arif, “Undang- Undang Pertambangan Minerba dan Otonomi Daerah.” Disajikan pada
Seminar Pertambangan Nasional Menyongsong Undang- Undang Pertambangan Minerba 23 Februari
2009, hlm. 10.
32
izin. Di samping itu, pemerintah juga dapat membatalkan segala bentuk izin, baik
berupa IPR, IUP, maupun IUPK secara sepihak, apabila pemegang IPR, IUP, maupun
IUPK tidak mematuhi dan menaati segala ketentuan- ketentuan yang terdapat dalam
1. Sumber hukum pertambangan mineral dan batubara yang bersumber dari hukum
2. Sumber hukum pertambangan mineral dan batubara yang bersumber dari hukum
Sumber hukum pertambangan mineral dan batubara yang utama yang berlaku
perkembangan zaman.30
28
Salim HS., Op., Cit, 2014, hlm. 21-22.
29
Ibid, hlm.25
30
Ibid.
33
Landasan filosofis ditetapkan Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai peranan penting dalam
memenuhi hajat hidup orang banyak, karena itu pengelolaannya harus dikuasai
oleh Negara untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian
berkeadilan.
kegiatan usaha pertambangan di luar panas bumi, minyak dan gas bumi serta air
tanah mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata
internasional
31
Ibid.
34
andal, transpasan, berdaya saing, efisien, dan berwawasan lingkungan, guna
Istilah mineral berasal dari bahasa Inggris, yaitu “mineral”, bahasa Belanda
disebut dengan istilah “mineraal”, sedangkan dalam bahasa Jerman disebut dengan
istilah “mineral.” Yang menjadi pertanyaan kini, apa yang disebut mineral? Untuk
mengkaji dan memahami pengertian mineral, maka kita harus mengkaji dari
pengertian yang tercantum dalam undang- undang maupun yang disajikan oleh para
ahli. Dalam Undeveloped Mineral Areas Act 2006 Kanada telah dirumuskan
metallic and non- metallic, and includes quarry materials and salt, and also includes
Pengertian mineral dalam definisi ini, sangat luas, karena tidak hanya mineral
2. Batubara
Seksi 3 huruf a the Philippine Mining Act of 1995 telah dijelaskan pengertian
mineral. Minerals refers to all: “Naturally occuring inorganic substance in solid, gas,
32
Section 2 huruf c Undeveloped Mineral Areas Act 2006 Kanada.
35
liquid, or any intermediate state excluding energy minerals such as coal, petrolenum,
bahan anorganik yang terjadi secara alamiah. Mineral digolongkan menjadi delapan
macam, yaitu:
2. Gas
3. Liquid (cairan)
4. Batubara
5. Minyak bumi
7. Radioaktif
8. Energi geothermal
terjemahan bahasa Inggris, yaitu coal, bahasa Belanda, yaitu kolen, sedangkan dalam
rumusan yang tercantum dalam undang- undang dan pendapat ahli. Dalam Pasal 1
angka 3 Undang- Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
33
Salim HS., Op., Cit, 2014, hlm 40
36
senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-
tumbuhan.”
organik merupakan campuran yang sudah bersatu padu pada alam. Pengertian
batubara atau coal juga ditentukan dalam Business Dictionary. Coal is:
terjadinya batubara. Batubara terbentuk dari tumbuhan yang telah membatu melalui
oksidasi (penggabungan). Hasil akhirnya adalah zat keras hitam yang mengeluarkan
karbon dioksida ketika dibakar. Batubara saat ini adalah zat yang paling banyak
Batubara
pertambangan mineral dan batubara. Sikap batin atau pandangan bangsa Indonesia
34
Business Dictionary. Com, http//www.businessdictionary.com/definition/coal.html, Akses, 5 Juni
2011.
35
Salim HS., Op., Cit, 2014, hlm 40.
37
terhadap pelaksanaan kegiatan pertambangan mineral dan batubara, ditegaskan dalam
Pembukaan UUD 1945, Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, dan Undang- Undang Nomor 4
Salah satu tujuan utama dari keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia
masyarakat, maka segala sumber daya yang ada di Indonesia harus diupayakan dan
dimanfaatkan secara optimal. Sementara itu, dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945
ditegaskan bahwa:“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat.”
P.L. Coutrier memberikan pengertian tentang arti penting Pasal 33 ayat (3)
UUD 1945. Ada dua bagian penting yang menarik dari Pasal 33 ayat (3) UUD 1945,
yaitu:
1. Kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi dan di dalam air dikuasai oleh
negara dan dengan demikian mengandung arti bahwa kepemilikan sumber kekayan
36
Ibid, hlm 41
38
alam (SKA) tersebut bukan milik pribadi dan juga bukan hanya milik daerah di
mana SKA itu ditemukan tetapi juga “milik rakyat negara Indonesia lainnya.”
Secara implisit ini juga mengandung arti diatur pemanfaatannya oleh negara.
untuk kemakmuran rakyat. Pelaksanaan ini tentu di dalam batas rambu- rambu yang
mungkin.37
karunia Tuhan Yang Maha Esa. Ini mengandung makna bahwa keberadaan sumber
daya alam mineral dan batubara itu berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Negara
37
P.L. Coutrier, “Hak Penguasaan Negara Atas Bahan Galian Pertambangan dalam Perspektif
Otonomi Daerah,” (Makasar, 2001), hlm. 1.
39
kesejahteraan masyarakat banyak. Kekayaan alam yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia baru mempunyai makna apabila dikelola dan diusahakan secara optimal.
Dalam pengelolaan itu, diberikan ruang kepada badan usaha domestik dan
pertambangan mineral dan batubara. Landasan hukum ini tercantum dalam berbagai
batubara, tidak hanya diatur di dalam undang- undang yang berlaku di Indonesia,
tetapi juga peraturan perundang- undangan yang ada di negara lain. Peraturan
perundang- undangan yang mengatur tentang mineral dan batubara di negara lain,
Mining law No. 289, 20 December, 1950 Latest Amandment in 1962, Philippine
Mineral dan Batubara. Undang- Undang ini telah dijabarkan lebih lanjut dalam
38
Salim HS., Op., Cit,2014, hlm 43
39
Ibid, hlm. 46
40
Ibid.
40
3. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan
Pascatambang
masyarakat akan perlindungan hak- hak mereka di dalam pengelolaan mineral dan
terutama penduduk setempat diberi ruang yang cukup untuk mengelola pertambangan
mineral dan batubara. Masyarakat diberi hak untuk mengajukan IPR dan IUP.
dengan baik. Dengan adanya kegiatan itu, maka masyarakat tersebut menjadi
kontrak pemerintah, dan juga tinjauan umum tentang Kontrak Karya, agar dapat
memahami karakteristik, konsep dan juga hukum yang mengatur era KK.
41
Ibid.
41
B. Hukum Kontrak
1. Pengertian Kontrak.
yang berarti perjanjian. Istilah kontrak semula hanya merupakan padanan kata dari
perjanjian.42 Perikatan yang bersumber pada perjanjian kontrak, hal tersebut diatur
dalam Buku III Bab II Bagian I Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang
persetujuan. Akan tetapi perikatan juga dapat terjadi karena adanya ketentuan-
ketentuan Undang-undang.
Perikatan yang bersumber pada perjanjian diatur dalam Pasal 1313 Kitab
“perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang
atau lebih.”
ikatan yang berupa hak dan prestasi. Sementara menurut M. Yahya Harahap,43 suatu
kontrak adalah suatu hubungan hukum kekayaan antara dua orang atau lebih, yang
memberikan kekuatan hak pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus
42
P.J. Supratignyo, S.H. Not., Panduan Singkat Metode dan Teknik Pembuatan Akta Kontrak, Penerbit
Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, 1997, hal. 1.
43
M.Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perikatan, PT. Alumni, Bandung, 1982, hal. 3.
42
Menurut dokrin ( teori lama ) yang disebut perjanjian adalah: 44 “perbuatan
berikut:
d. Perbuatan hukum terjadi karena kerja sama antara dua orang atau lebih.
e. Pernyataan kehendak yang sesuai harus saling bergantung satu sama lain.
g. Akibat hukum itu untuk menimbulkan kepentingan yang satu atas beban yang
Sedangkan menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne dalam buku
yang diartikan dengan kontrak, adalah:45 “suatu hubungan hukum antara dua pihak
44
Salim. HS, Hukum Kontrak ( teori dan teknik penyusunan kontrak ),Penerbit Sinar Grafika, cetakan
ke 3, Jakarta, 2006, hal. 25
45
Ibid.
43
Sehingga oleh teori baru, bahwa kontrak ada 3 (tiga) tahap, yaitu sebagai
berikut :
Kontrak merupakan bagian yang melekat dari transaksi bisnis baik dalam skala
besar maupun kecil, baik domestik maupun internasional. Fungsinya sangat penting
dalam menjamin bahwa seluruh harapan yang dibentuk dari janji- janji para pihak
dapat terlaksana dan dipenuhi. Dalam hal terjadi pelanggaran maka terdapat
kompensasi yang harus dibayar. Kontrak dengan demikian merupakan sarana untuk
memastikan bahwa apa yang hendak dicapai oleh para pihak dapat diwujudkan.
Atiyah mengatakan bahwa isi kontrak pada umumnya berkaitan dengan pertukaran
instrumen hukum yang mengatur terjadinya pertukaran itu dan sekaligus memberikan
Menurut Beatson terdapat dua fungsi penting dari kontrak, yaitu: pertama,
untuk menjamin terciptanya harapan atas janji yang telah dipertukarkan, dan kedua,
46
P.S. Atiyah, An Introduction to the Law of Contract, Oxford University Press, New York, 1996, p. 3.
(P.S. Atiyah II)
47
Simamora Sogar, op, cit. p. 25- 26. 2017.
48
J. Beatson, Anson’s Law of Contract, Oxford University Press, Oxford, 2002, p.3.
44
akan semakin tinggi kebutuhan mengenai perencanaan dan semakin rinci pula
ketentuan- ketentuan (dalam kontrak) yang dibuat. Dalam kaitan dengan fungsi
kontrak bagi perencanaan transaksi, Beatson memberikan perhatian pada empat hal,
yaitu:
kewajiban.
Dalam dunia bisnis, waktu dan kepastian merupakan faktor penting. Hukum
kontrak dalam hal ini memberikan sarana yang memungkinkan para pihak
dan janji tersebut menimbulkan harapan- harapan yang layak. Hukum kontrak dalam
hal ini merupakan instrumen hukum yang berfungsi untuk menjamin pelaksanaan
janji dan harapan itu. Secara fundamental terdapat 3 tujuan hukum sebagaimana
45
an unjust enrichment of one party at the expense of the other.
Thirdly, Contract law is also designed to prevent certain binds of
harm, particulary harm of an economic nature, at least to
compensate those who suffer such harm. 50
2. Objek Kontrak.
dan tata susila. Sementara itu, prestasinya harus benar-benar riil agar benar-benar
dapat dilaksanakan.
3. Subjek Kontrak.
Pada praktek sehari-hari, dalam kontrak yang menjadi subjek adalah bukan
hanya orang perorangan yang membuat kontrak, termasuk juga badan hukum yang
merupakan subjek hukum. Hal ini ditegaskan oleh Salim HS, yang mendefinisikan
kontrak adalah :51 “Hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek
hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan, di mana subjek hukum yang satu
berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk
Dalam mengadakan suatu kontrak, setiap subjek hukum harus memenuhi suatu
kondisi tertentu agar dapat mengikat para pihak yang membuatnya. Jika subjek
50
P.S. Atiyah II, op. cit, p. 35.
51
Salim. HS, op. cit, hal. 27
46
hukumnya adalah “orang”, maka orang tersebut harus sudah dewasa, namun jika
subjeknya “badan hukum” harus memenuhi syarat formal suatu badan hukum.
Sehingga kedua jenis subjek hukum tersebut memiliki hak dan kewajiban yang sama
Menyusun suatu kontrak, baik kontrak itu bersifat bilateral maupun multilareal
maupun perjanjian dalam lingkup nasional, regional, dan internasional harus didasari
oleh pada prinsip hukum atau klausula tertentu. 52 Prinsip hukum dan klausula tertentu
ini dimaksudkan untuk mencegah para pihak pembuat suatu kontrak terhindar dari
unsur-unsur yang dapat merugikan mereka sendiri. Prinsip dan klausula dalam
suatu kontrak apa saja, baik yang sudah diatur dalam undang- undang maupun yang
belum diatur dalam undang-undang. Asas kebebasan berkontrak di sini tidak berarti
bahwa tidak ada batasannya sama sekali, melainkan kebebasan seseorang dalam
membuat kontrak tersebut hanya sejauh kontrak yang dibuatnya itu tidak
di sebut dalam Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Asas kebebasan
52
Joni Emirzon, Dasar-Dasar dan Teknik Penyusunan Kontrak, Inderalaya, Universitas Sriwijaya,
1998, hal. 19
47
berkontrak ini di atur dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang dirumuskan sebagai
berikut :
1. Semua persetujuan yang di buat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi
2. Persetujuan itu tidak dapat di tarik kembali selain dengan sepakat kedua belah
untuk itu.
Asas ini merupakan topik dalam setiap kajian hukum yang berkaitan dengan
kontrak. Ini mungkin menjadi domain terpenting dalam kontrak tetapi dalam
perkembangannya mengalami pasang surut. Tidak seperti asas itikad baik yang
besar seiring dengan menguatnya kritik terhadap faham individualism dan liberalism,
dan pada saat yang hampir bersamaan menguatnya konsep negara kesejahteraan
welfare state justru menghendaki negara secara aktif ikut campur tangan dalam
48
peraturan perundang- undangan. Dengan instrumen ini, negara membatasi kebebasan
dilakukan oleh pemerintah, melahirkan suatu keadaan yang oleh Hugh Collins
disebut regulating contract.55 Suatu istilah yang sejatinya merupakan ironi kalau
dilihat dari perspektif kebebasan berkontrak, karena banyaknya rambu- rambu yang
harus dipatuhi oleh para pihak yang akan membuat kontrak. Sindiran ini sebenarnya
mana suatu fihak telah menyusun isi perjanjian, dan fihak lain yang akan masuk
dalam perjanjian tinggal memiliki dua pilihan, yaitu menyetujui (take it) atau tidak
perjanjian baku dipersiapkan oleh mereka yang secara ekonomi memiliki posisi
dominan.57
Sesuai dengan Pasal 1338 ayat (1) dan (2) KUHPerdata, pada dasarnya setiap
49
tidak boleh di ubah dengan jalan dan cara apapun, kecuali atas persetujuan kedua
belah pihak. Kekuatan mengikat kontrak ini dimulai sejak saat dipenuhinya syarat
sahnya kontrak berarti sejak saat itu pihak-pihak harus memenuhi apa yang
diperjanjikan.58
Pacta Sunt Servanda tidak dapat berubah kecuali kalau ada resiko perdagangan yang
merupakan “act of God” (keadaan memaksa) atau kalau di tanggung oleh salah satu
pihak.
Setiap orang yang membuat suatu kontrak harus dilaksanakan dengan itikad
baik. Itikad baik dapat dibedakan antara itikad baik subjektif dengan itikad baik yang
objektif.60 Itikad baik subjektif adalah kejujuran seseorang yang terletak pada sikap
batin pada waktu mengadakan perbuatan hukum. sedangkan itikad baik objektif
adalah terletak pada norma atau kepatutan atau apa yang dirasakan sesuai dan patut
dalam masyarakat.
sesuai dengan klausula yang telah disepakati dalam kontrak. Fungsi itikad baik dalam
58
Juaji Sumardi, Aspek-Aspek Hukum Franchise dan Perusahaan Transnasional, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1995, hal. 42
59
Ibid, hal 42
60
Ibid, hal 19
50
kontraktual. Fungsi ini tidak boleh dijalankan begitu saja, melainkan hanya apabila
terdapat alasan yang amat penting. Pembatasan itu hanya dapat dilakukan apabila
suatu klausula tidak dapat diterima karena tidak adil.61 Para pihak memang bebas
dalam menentukan hak dan kewajiban kontraktual tetapi otonomi mereka dibatasi.62
Dengan demikian terdapat tiga fungsi itikad baik dalam hubungan kontraktual. Tiga
fungsi ini berikut ketentuan tentang kewajiban untuk menafsir isi kontrak berdasar
itikad baik telah diatur dalam NBW sebagaimana dikemukakan oleh Hartkamp:
Suatu kontrak timbul apabila telah ada consensus atau persesuaian kehendak
antara para pihak64, maksud dari asas ini adalah bahwa suatu kontrak hanya cukup
ada satu kata sepakat dari mereka yang membuat kontrak itu tanpa diikuti dengan
61
P.L. Wery, Perkembangan Hukum Tentang Itikad Baik di Netherland, Percetakan Negara RI.
Jakarta, 1990, h. 15.
62
Daniel Friedman, “Good Faith and Remedies for Breach of Contract”, dalam Good Faith and Fault
in Contract Law, Jack Beatson and Daniel Friedman (ed.), Clarendon Press. Oxford, 1995, p. 401- 402
63
Arthur S. Hartkamp, “Judicial Discretion Under the New Civil Code of the Netherlands”, the
American Journal of Comparative Law, vol. 40, Summer 1992, p. 569-570. (Arthur S. Hartkamp II)
64
Syahmin, Hukum Kontrak Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal. 5.
51
5. Fungsi Kontrak.
a. Fungsi yuridis kontrak adalah dapat memberikan kepastian hukum bagi para
pihak.
b. Fungsi ekonomi kontrak adalah menggerakkan (hak milik) sumber daya dari nilai
sebagai kontrak yang di dalamnya pemerintah terlibat sebagai pihak dan objeknya
adalah pengadaan barang dan jasa. Government contract demikian diberi makna sama
65
Salim HS, Abdullah, Wiwiek Wahyuningsih, Perancangan Kontrak ( Memorandum of
Understanding ), Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal 23- 24.
66
Ibid, hal 23.
67
Colin Turpin, Government Contracts, Penguin Books, harmonds, 1972, p. 468.
68
Mariam Darus Badrulzaman, “Perjanjian Dengan Pemerintah (Government Contract)”, dalam
Hukum Kontrak Di Indonesia, Proyek Elips, Jakarta, 1998, h. 159.
52
penguasa”69 atau “kontrak yang diadakan oleh pemerintah.” 70 Istilah government
“kontrak pemerintah” tanpa kata “dengan” atau “oleh”. Kata “dengan/ oleh”
dalam kontrak (kontraktan), tetapi ini berlebihan. Secara universal dipahami bahwa
dalam “government contract” memang pemerintah dilihat sebagai subjek dan untuk
itu tidak lazim istilah “contract by government”. Oleh sebab itu lebih tepat kalau
privat.73 namun demikian hubungan hukum yang dibentuk melalui sarana kontrak itu
sering menimbulkan bias karena tindakan administrasi dalam banyak hal bertumpu
disebut sebagai kontraktualisasi, terjadi percampuran antara elemen privat dan publik
69
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata (Hukum Perutangan Bagian B), Seleksi hukum
Perdata Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta, 1980, h. 9.
70
Soebagijo Soemodihardjo, Kontrak- Kontrak yang Diadakan Oleh Pemerintah (Government
Contract), Badan Pembinaan Hukum Nasional. Jakarta, 1994, h. 39.
71
Simamora Sogar, op. cit, h. 42.
72
Hugh Collins, Regulating Contracts, Oxford University Press, London, 1999, p. 3.
73
Camille Jauffret- Spinosi, “The Domain of Contract (French Report)”, dalam Harris, Donald and
Tallon, Denis (ed.), Contract Law Today (Anglo- French Comparison), Clarendon Press, Oxford,
1989, p. 149- 150
74
Simamora Sogar, Op., Cit, p. 32
53
dalam hubungan kontraktual yang terbentuk.75 Kontrak yang dibuat oleh pemerintah
umumnya. Implikasi adanya percampuran elemen privat dan publik itu tidak saja
hukum publik inilah yang menyebabkan aturan dan prinsip hukum dalam kontrak
privat tidak sepenuhnya berlaku bagi kontrak yang dibuat oleh pemerintah. 76
pertambangan di luar minyak dan gas bumi, seperti kontrak karya dalam
penambangan batu bara dan pertambangan umum. Istilah kontrak karya merupakan
terjemahan dari kata bahasa Inggris work of contract. Kontrak Karya dalam beberapa
literatur dapat diartikan sebagai kontrak kerja sama modal asing dalam bentuk
kontrak karya, hal tersebut dapat terjadi apabila terjadi penanaman modal asing yang
telah membentuk satu badan hukum Indonesia dan badan hukum ini mengadakan
kerja sama dengan satu badan hukum yang mempergunakan modal nasional.77
75
Camille Jauffret- Spinosi. Op., Cit.
76
Simamora Sogar, op., cit, Hal. 41. 2017.
77
Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2010,
hlm. 63
54
dengan Indonesia dan perusahaan swasta nasional untuk melaksanakan usaha
pertambangan diluar minyak dan gas bumi.78 Sedangkan Sri Woelan Aziz
mengartikan kontrak karya adalah merupakan bentuk kerja sama antara pihak asing
dengan badan hukum Indonesia dan badan hukum Indonesia ini bekerja sama dengan
Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa badan hukum asing
yang akan bergerak dalam bidang kontrak karya harus melakukan kerja sama dengan
mewajibkan adanya kerja sama dengan badan hukum Indonesia. Sehingga masih
terdapat beberapa pemahaman yang simpang siur terkait dengan pengertian kontrak
karya.80
posisi dominan kepada negara untuk merumuskan berbagai kaidah penuntun untuk
menjadi kontrak-kontrak yang berciri publik, disamping kaidah yang terdapat dalam
pengaturan hukum terhadap monopoli, Pasal 33 UUD 1945 memberikan ruang yang
cukup luas terhadap pengembangan hukum kontrak di satu sisi dan intervensi
pemerintah (negara) di sisi lain. Intervensi pemerintah itu bersumber dari konsep hak
Penguasaan Negara atas cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
menguasai hajat hidup orang banyak serta kekayaan sumberdaya alam. Bentuk
78
Adrian Sutedi, Hukum Pertambangan, Sinar Grafika, Jakarta, 2012.
79
Ibid.
80
Fitria Nur Ngaini., Loc., Cit, hal 62.
55
intervensi melalui peraturan perundang-undangan, peraturan kebijaksanaan termasuk
kontrak.81
Kontrak Karya merupakan jalan masuk bagi penanam modal asing ingin
saat Kontrak Karya I tahun 1967 dan Kontrak Karya II Tahun 1991 berpedoman pada
Pertambangan Mineral dan Batubara diwujudkan dalam bentuk Kontrak Karya yang
berdasarkan pada Pasal 10 Ayat (1) Undang- undang Nomor 11 Tahun 1967.17
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1996. Kontrak yang dianut dalam
dengan tetap tunduk pada aturan- aturan dalam bidang publik yang juga dibuat oleh
Pemerintah sebagai Pejabat Publik. Hal ini tentunya sangat terkait dengan amanat
Pasal 33 UUD 1945 yang mengamanatkan konsep penguasaan oleh negara terhadap
sumber daya alam di Indonesia. Tidak mungkin dapat dihilangkan konsep negara
81
Abrar Saleng, Op., Cit.
56
sebagai pemegang hak penguasaan atas sumber daya alam, di dalam pembuatan
kontrak tersebut.82
Perbedaan kontrak karya sebagai kontrak publik dengan kontrak perdata pada
umumnya, terlihat bahwa awal setelah adanya kesepakatan kedua belah pihak untuk
melakukan kontrak karya, belum dapat langsung membuat kontrak sebelum terlebih
dahulu mendapatkan izin publik yaitu izin menteri. Menteri yang menunjuk
kontrak perdata, bila kedua belah pihak sudah sepakat melakukan perjanjian, maka
adalah sebagai perwujudan dari penguasaan negara terhadap sumber daya alam, yang
diberikan oleh Menteri yang bertindak selaku pejabat publik yang mewakili
Pemerintah. Berarti penuangan isi dari perjanjian pun harus tunduk dengan kebijakan-
kebijakan yang dibuat menteri selaku pejabat publik. Setelah perjanjian disepakati
bersama dan telah ditandatangani, masih ada satu tahap lagi yaitu adanya pengesahan
82
Arman Nefi dan Irawan Malebra dan Dyah Puspitasari, “Implikasi Keberlakuan Kontrak Karya PT.
Freeport Indonesia Pasca Undang- Undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan
Batubara”, Jurnal Hukum dan Pembangunan 48 No. 1 (2018): 137- 163, Universitas Indonesia. Hlm
143.
83
Ibid, hlm. 145
57
Rakyat. Pengesahan dan konsultasi kepada DPR adalah juga sebagai wujud
implementasi Pasal 33 UUD NRI 1945, di mana rakyatlah sebagai pemilik dari bahan
galian yang ada di wilayah pertambangan Indonesia, maka untuk itu harus juga
kontrak perdata pada umumnya sebagaimana disebutkan pada Pasal 1320 KUH
bentuk Kontrak Karya dengan perjanjian perdata pada umumnya. Posisi Pemerintah
sebagai pemegang hak penguasaan diberi authority untuk mengatur dan mengurus
milik rakyat (Public ownership) bukan obyek perdata pada umum (private goods).86
perusahaan asing atau perusahaan yang akan menjalin kerja sama dengan Pemerintah
84
Ibid.
85
Ibid, hlm 146.
86
Ibid.
58
luar minyak dan gas bumi. Hal yang telah tertuang dalam bentuk tertulis suatu
kontrak karya. Adapun subtansi dari kontrak karya tersebut telah disiapkan oleh
87
Fitria Nur Ngaini., Op., Cit, hal 62
88
Adrian Sutedi, Op., Cit, hal 224
89
Subtansi disesuaikan dengan contoh Kontrak Karya Pertambangan antara Pemerintah Republik
Indonesia dengan PT. Newmont Nusa Tenggara (NTT)
90
Ibid.
59
6) Wilayah kontrak karya.
8) Periode eksplorasi.
13) Pemasaran.
60
29) Pengalihan hak.
30) Pembiayaan.
Secara keseluruhan subtansi dari Kontrak Karya ditentukan oleh kedua belah
pihak. Sedangkan pemerintah daerah tidak turut serta dalam perumusan subtansi
tersebut. Hal ini terjadi karena sistem pemerintah bersifat sentralistik. Di mana segala
sesuatunya ditentukan oleh pemerintah pusat. Sehingga pada waktu itu segala
ketentuan subtansi terkait dengan kontrak karya dikuasai oleh pemerintah Indonesia
daerah akan tetapi peraturan dan segala sesuatunya dikuasai oleh pemerintah pusat. 91
Unsur yang tidak boleh tertinggal dalam kontrak karya adalah adanya subyek
dan obyek yang jelas. Subyek hukum merupakan para pihak yang terlibat langsung
dalam kontrak karya. Khusus subyek kontrak karya terkait dengan Pemerintah
Indonesia di wakili oleh Menteri Pertambangan dan Energi yang telah bekerja sama
dengan pihak asing atau gabungan antara pihak asing dan domestik. Sedangkan
91
Fitria Nur Ngaini., Op., Cit, hal 64
92
Salim H.S, op. cit, 2006, hlm. 81
61
Salah satu kelemahan dalam pengelolaan pertambangan dengan model Kontrak
Karya (contract of work) adalah munculnya pandangan bahwa antara negara dengan
perusahaan atau badan usaha yang merupakan pihak dalam membuat perjanjian,
berposisi sejajar. Kesetaraan itu karena hubungan hukum tersebut semata-mata dilihat
dari perspektif hukum kontrak, yang berjalan pada pijakan bahwa masing-masing
pihak dalam membentuk kesepakatan tidak ada yang lebih rendah atau yang lebih
tinggi. Dengan posisi yang sejajar itu, pemerintah tidak memiliki mekanisme untuk
mengontrol produksi dan setiap perselisihan yang terjadi, umumnya korporasi asing
Namun, banyak yang berpendapat juga bahwa kedudukan para pihak di dalam
Kontrak Karya tidak seimbang, dengan posisi Pemerintah Indonesia yang lebih lemah
menggunakan pola Kontrak Karya banyak menuai kritik karena dianggap sangat
juga terdapat beberapa kewajiban yang tidak diatur secara jelas dan rinci. Pemerintah
juga dianggap memberikan kewajiban yang terlalu ringan dan cenderung lebih
93
Imron Ali. ‘’Jurnal Cakrawala Hukum, Fakultas Hukum Universitas Merdeka Malang.’’ Vol.18,
No.2 Desember 2013, hlm. 105
94
Trihastuti, Nanik, op, cit. hlm. 5, 2013
95
Ibid, hlm 103.
62
Kontrak Karya yang dilakukan PT Freeport Indonesia dilandasi dengan klausul
tersudutkan dan sama sekali tidak menguntungkan pihak Indonesia, dalam kasus
Freeport tersebut tampak jelas bahwa era kontrak karya tidaklah sesuai kepentingan
rakyat banyak. Hal tersebut tentu bertentangan dengan norma dasar yang tercantum
dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 sekaligus tidak sesuai dengan keinginan
masyarakat. Kontrak Karya dalam kondisi saat ini tentu tidak sesuai lagi dengan
karya.96
Dan Batubara
merupakan hak dan kekuasaan yang dimiliki oleh negara untuk melakukan penataan,
96
Arifin Ma’ruf, “Problematika Stabilization Clauses dalam Kontrak Karya PT Freeport Indonesia
Dan Kewajiban Membangun Smelter Pasca Putusan MK No 10/PUU-XII/2014”, Supremasi Hukum,
Vol 5, No 1, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Juni 2016.
97
Salim HS. op. cit, 2014, hlm 62
63
Dalam Pasal 6 Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara telah ditentukan dua puluh satu kewenangan dari pemerintah
Indonesia;
pengawasan usaha yang berada pada lintas wilayah provinsi dan/ atau wilayah
lintas wilayah provinsi dan/ atau wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil
98
Ibid.
64
lingkungan langsung lintas provinsi dan/ atau dalam wilayah laut lebih dari 12
13. Perumusan dan penetapan penerimaan negara bukan pajak dari hasil usaha
pertambangan;
dan
65
21. Peningkatan kemampuan aparatur Pemerintah, pemerintah provinsi, dan
pertambangan.
F. Imunitas Negara
immunity), pada dasarnya negara memiliki kekebalan dari jurisdiksi pengadilan hanya
untuk kasus atau sengketa tertentu saja. Dalam hal ini, tindakan negara dapat
digolongkan ke dalam dua bentuk, yaitu Pertama “jure imperii”, yaitu tindakan-
tindakan negara berkaitan dengan kedaulatan negara semata- mata (Government acts)
dan, Kedua, “jure gestiones”, yaitu tindakan- tindakan negara di bidang komersial
(Commercial acts)99
apakah suatu tindakan atau perbuatan negara adalah “jure imperii” atau “jure
gestiones”, yaitu:100
tersebut.
99
Huala Adolf, “Aspek- Aspek Negara Dalam Hukum Internasional”, Edisi Revisi, Rajagrafindo
Persada, Jakarta, hlm. 197- 198.
100
Ibid. hlm. 199- 202.
66
2) Sifat dari suatu tindakan (nature of the act), dimana untuk menentukan apakah
suatu tindakan negara tersebut adalah komersial atau bukan cukup melihat sifat
tindakan.
3) Pokok persoalan (subject matter of the act), yaitu dengan cara menentukan
tindakan suatu negara adalah dengan melihat berbagai bentuk atau tipe dari
tindakan negara.
Di Indonesia tidak ada ketentuan khusus yang mengatur immunitas bagi negara
lain. Hanya “imunitas” internal yang dikenal yaitu imunitas bagi negara sendiri
seperti yang secara implisit dapat ditarik dari ketentuan dalam Pasal 65 dan 66 ICW
Beberapa hal yang perlu dipahami lebih dahulu dalam konstruksi hukum
kontrak ini adalah: Pertama, pihak Kontraktor (PTFI) dan Pemerintah dalam Kontrak
Karya ini statusnya adalah seimbang sederajat dalam pemenuhan hak-hak dan
kewajiban para pihak, sesuai dengan yang telah disepakati. Kedudukan Pemerintah
dalam hal ini adalah bertindak sebagai pihak biasa yang melaksanakan aktivitas
komersial (jure gestiones). Termasuk di dalam hal ini adalah apabila ada sengketa
baik karena penafsiran Kontrak, atau satu pihak merasa pihak lainnya wan prestasi
atau tidak memenuhi kewajiban kontrak, maka mereka tunduk kepada forum dan
101
Simamora Sogar, Op., Cit. p. 79.
67
mekanisme penyelesaian sengketa adalah secara arbitrase, dengan forum
hukum Internasional dikenal dengan jure imperii. Pemerintah adalah subjek hukum
yang sempurna, karena itu dalam melaksanakan kedaulatan (sovereignty) nya tidak
Pada salah satu pasal Kontrak Karya, disebut bahwa PTFI berhak untuk mengajukan
perpanjangan berturut- turut dua kali 10 tahun, tergantung kepada (subject to)
alasan (shall not unreasonably with hold). Permohonan Perusahaan (PTFI) dapat
merumuskan bahwa para pihak setuju bahwa perjanjian yang dibuat merupakan
pula bahwa dalam hal ada proses hukum yang diajukan terhadap masing- masing
pihak atau aset- asetnya yang berhubungan dengan perjanjian, tidak akan ada
102
http://www.satuharapan.com/read-detail/read/freeport-dimensi-kontraktual-versus-kebijakan-
publik, diakses pada tanggal 24 April 2020.
103
Ibid.
104
Ibid.
68
kekebalan.105 Dalam perspektif hukum Indonesia klausula semacam ini batal demi
hukum (nietig van rechswege) sebab bertentangan dengan Pasal 1337 BW. Kontrak
yang memuat klausula pelepasan hak atas kekebalan negara dari tuntutan, termasuk
penyitaan atas aset negara, bertentangan dengan aturan memaksa (mandatory rules)
yang terdapat dalam undang- undang, dalam hal ini Pasal 50 UU No. 1/ 2004.
Dengan demikian sekalipun di dalam kontrak diatur klausula pelepasan hak atas
kekebalan negara, klausula ini tidak ada kekuatan hukumnya sepanjang kontrak
Dari uraian tersebut di atas nampak bahwa implikasi larangan sita atas aset
negara dalam kaitan dengan kontrak pemerintah yang dibuat dan tunduk pada hukum
Indonesia maka secara substansial pemerintah kebal atas tuntutan di muka hakim.
Konsekuensi ini berlaku pula sekalipun terdapat klausula pelepasan hak atas
kekebalan negara. Tetapi apabila dalam kontrak yang dimaksud terdapat klausula
governing law yang menunjuk sistem hukum negara lain, aturan bahwa pemerintah
sebagai kontraktan kebal dari tuntutan dapat disampingi dengan mengatur klausula
dirinya kebal.107
105
Klausula “Melepaskan Hak Kekebalan” dalam Pasal 15.8 Perjanjian Jual Beli Enerji antara PT.
PLN (Persero) dan Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara dan Karaha Bodas
Company, L.L.C.
106
Simamora Sogar, Op., Cit. p. 80.
107
Ibid.
69
Menurut Ivar Alvik di dalam bukunya yang berjudul Contracting with
pemerintah memiliki posisi tawar lebih tinggi terhadap kontraktor karena pemerintah
adalah penguasa. Hal ini berkaitan erat dengan adanya kedaulatan suatu bangsa, yang
108
Brownlie, Principles of International Law (Oxford University Press, Oxford, 2003) p. 287.
109
Alvik Ivar, op, cit.
110
Ibid.
70
Dengan demikian sekalipun pemerintah tidak kebal dari gugatan tetapi pemerintah
1. Sistem Perizinan
Izin hanya merupakan otoritas dan monopoli pemerintah. Tidak ada lembaga lain di
luar pemerintah yang bisa memberikan izin pengelolaan pertambangan, dan ini
berkaitan dengan prinsip kekuasaan Negara atas semua sumber daya alam demi
Izin merupakan salah satu alat yang digunakan pemerintah untuk mencapai
dilakukan oleh pemerintah. Bestuurszorg merupakan salah satu tugas dari pemerintah
yakni welfare state yaitu negara hukum modern yang memperhatikan kepentingan
111
Simamora Sogar, Op., Cit. p. 82.
112
Helmi, “ Hukum Perizinan Lingkungan Hidup”, Sinar Grafika, cet. 1, Jakarta, 2012. Hlm. 26.
113
E. Utrecht, pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, (Bandung : FH Universitas
Padjajaran, 1960), hlm. 23.
71
Izin merupakan alat pemerintah yang bersifat yuridis prefentif, dan digunakan
karena itu, sifat suatu izin adalah preventif, karena dalam instrumen izin, tidak bisa
dilepaskan dengan perintah dan kewajiban yang harus ditaati oleh pemegang izin.114
Selain itu, fungsi izin adalah represif. Izin dapat berfungsi sebagai instrumen untuk
menanggulangi masalah yang mungkin dapat terjadi, yang disebabkan oleh aktivitas
manusia yang melekat dengan dasar perizinan. Artinya, suatu perusahaan yang
melakukan kegiatan pertambangan sesuai dengan apa yang telah diamanatkan oleh
tertentu memang tidak dapat dilakukan oleh warga masyarakat tanpa izin dari organ
114
N. H. T Siahaan, “Hukum Lingkungan”, Pancuran Alam. Jakarta, 2009, hlm. 44.
115
Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, “Tata Perizinan Pada Era Otonomi Daerah”,
Makalah, Surabaya, November 2001, hlm.1.
116
Helmi. Op., Cit, hlm. 28- 29.
72
hal sering kali terkait dengan kegiatan yang akan dilakukan oleh pemohon izin. Izin
menjadi alas hukum bagi pelaku kegiatan dapat memulai kegiatan tersebut. Hak dan
kewajiban pemohon izin berkaitan dengan kegiatan setelah ada izin. Tanpa izin, suatu
pihak tidak dapat melakukan usaha atau kegiatan. Kalau tetap saja dilakukan, dapat
Mengacu kepada pendapat Van der Pot sebagaimana dikutip oleh Hagenaars
sepihak yang bersifat administrasi negara, yang dilakukan oleh suatu instansi atau
badan pemerintah (penguasa) yang berwenang dan berwajib khusus untuk itu.” 120
117
Helmi. Op., Cit, hlm. 86.
118
E. Utrecht, Op., Cit.
119
Alfiandri Reza M., “Tinjauan Yuridis Pengalihan Izin Usaha Pertambangan Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral Dan Batubara,” FH Universitas Indonesia, Depok,
Januari 2012.
120
Prayudi Atmosudirdjo, “Hukum Administrasi Negara,” cetakan 10 (Jakarta: Ghalian Indonesia,
1995), hlm. 50.
73
Adapun izin yang termasuk dalam bentuk ketetapan mempunyai empat unsur di
dalamnya:121
peraturan adalah fungsi dari pemerintah yang dilakukan oleh badan pemerintah
(eksekutif), bukan oleh peradilan (yudikatif) atau bukan juga oleh pembuat
pemerintahan yang dilakukan oleh organ- organ atau badan- badan pemerintah
(bestuur).
diperoleh dari undang- undang yang diberikan khusus kepada pemerintah saja dan
121
Safri Nugraha, dkk. Hukum Administrasi Negara. (Depok: Penerbit fakultas Hukum Universitas
Indonesia, 2009)
74
Izin sebagai keputusan yang merupakan instrumen perlindungan kepentingan,
baik itu kepentingan pemohon, kepentingan pemerintah, maupun kepentingan lain. 122
karena untuk diizinkan melakukan kegiatan tertentu sering kali tidak lepas dari
pengujian. Apabila pemohon diberikan izin maka kegiatan itu telah teruji sehingga
dapat dilaksanakan dengan baik. Izin juga dapat dikatakan melindungi kepentingan
pemerintah karena dalam izin seringkali ada beberapa klausul yang memungkinkan
Selain pengertian izin yang diberikan oleh beberapa sarjana di atas, ada
pengertian izin yang dimuat dalam peraturan yang berlaku, misalnya dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata
Kerja Unit Pelayanan Perizinan Terpadu di Daerah. Izin sebagai dokumen yang
dikeluarkan oleh pemerintah yang merupakan bukti legalitas, menyatakan sah atau
diperbolehkan seseorang atau badan untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu.124
122
Ten Berge, Y. Sri Pudyatmoko, dalam Perizinan: Problem dan Upaya Pembenahan, Grasindo,
Jakarta, 2009, hlm. 11.
123
Helmi. Op., Cit.
124
Nugroho Agus, “Perizinan Dalam Kerangka Negara Hukum Demokratis,” Fakultas Hukum
Universitas Sriwijaya, Jurnal Hukum.
75
H. Tinjauan Umum Tentang Izin Usaha Pertambangan
masyarakat atau badan hukum atau badan usaha, dapat diklasifikasi menjadi dua
macam, yaitu:
1. Illegal mining
2. Legal mining
Illegal mining merupakan kegiatan yang dilakukan oleh orang atau masyarakat
tanpa adanya izin dari pejabat yang berwenang. Legal mining merupakan kegiatan
pertambangan yang dilakukan oleh badan usaha atau badan hukum didasarkan pada
izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Salah satu bentuk izin itu, yaitu
izin usaha pertambangan (IUP).125 Istilah izin usaha pertambangan berasal dari
terjemahan bahasa Inggris, yaitu mining permit. Izin usaha pertambangan (IUP)
Apabila definisi ini dianalisis, maka ada 2 unsur yang paling penting pada IUP,
yaitu:
1. Adanya izin
2. Usaha pertambangan
125
Salim HS., 2010, op, cit, hlm 108.
126
Pasal 1 angka 7 Undang- Undang Nomor 4, op, cit.
76
Izin adalah suatu pernyataan atau persetujuan yang membolehkan pemegangnya
1. Penyelidikan umum
2. Eksplorasi
4. Konstruksi
5. Penambangan
127
Pasal 1 angka 6 Undang- Undang nomor 4, op, cit.
77
2. Dasar Hukum Izin Usaha Pertambangan
Izin Usaha Pertambangan (IUP) diatur dalam Undang- Undang Nomor 4 Tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Undang- undang ini dijabarkan
Wilayah Pertambangan.
Batubara.
Pascatambang.
Isi dari ketiga ketentuan itu didominasi oleh ketentuan- ketentuan yang
pluralistik karena berlakunya beraneka ragam kontrak atau izin pertambangan, baik
yang berlaku sebelum berlakunya Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 maupun
128
Salim HS. Op. Cit, 2014, hlm 159.
78
mineral dan batubara yang berlaku saat ini, meliputi: kontrak karya, perjanjian karya
pertambangan (KP), IUP dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Istilah izin
usaha pertambangan khusus (IUPK) berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu
special mining permit atau special mining license, sedangkan dalam bahasa Belanda
Dalam bahasa Jerman disebut dengan istilah besondere bergbau. Izin Usaha
Definisi IUPK di atas, tidak jelas karena tidak nampak subjek dan ciri khusus
dari IUPK itu sendiri. Subjek hukum yang dimaksud di sini, yaitu pejabat yang
menerbitkan IUPK dan pemegang IUPK. Dalam definisi ini juga tidak nampak apa
yang dimaksud dengan izin khusus tersebut. Sehingga definisi di atas perlu
merupakan:130 “izin yang diberikan oleh penerbit izin kepada pemegang IUPK untuk
melakukan usaha pertambangan di wilayah IUPK sesuai dengan jangka waktu yang
Dalam definisi ini telah nampak subjek, objeknya, dan jangka waktu
berlakunya IUPK. Subjek IUPK, yaitu penerbit izin dan pemegang izin. Yang
129
Salim HS., Op., Cit, 2014, hlm 156
130
Ibid, hlm 157.
79
berwenang menerbitkan IUPK hanya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral,
sebagai berikut:131
1. Mineral dan batubara sebagai sumber daya yang tak terbarukan dikuasai oleh
mineral dan batubara berdasarkan izin, yang sejalan dengan otonomi daerah,
kewenangannya masing-masing.
pemerintah daerah.
131
Silalahi Daud Dan Kristianto P.H., “Perizinan Dalam Kegiatan Pertambangan Di Indonesia Pasca
Undang- Undang Minerba No. 40 Tahun 2009”, Law Review Volume XI No. 1 - Juli 2011, FH
UPAD, Bandung; FH Unika Atma Jaya, Jakarta, 2011.
80
4. Usaha pertambangan harus memberi manfaat ekonomi dan sosial yang sebesar-
secara substansi hanya dalam satu bentuk, yaitu izin usaha, berbeda dengan legalitas
pengusahaan pada saat berlakunya UU No. 11 Tahun 1967, terdiri dari berbagai
macam bentuk, yaitu KP, Kontrak Karya, PKP2B, dan Izin Pertambangan Rakyat
untuk tambang rakyat. Beragam legalitas saat berlakunya UU No. 11 Tahun 1967,
dilaksanakan tidak dalam koordinasi yang baik. Sehingga, seringkali kalau ada
dikeluarkan pemerintah, Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD atau Dinas Daerah
132
Nandang Sudrajat, Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia, Pustaka Yustisia,Yogyakarta, 2013,
hlm. 85
81
Kelemahan pengelolaan dan pengusahaan bahan galian pada masa lalu, maka
Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang
berlaku saat ini, memberikan panduan bahwa pengelolaan dan pengusahaan bahan
galian dilakukan secara sistematis sejak dari tata ruang nasional. Proses pelaksanaan
kewenangan penguasaan pengelolaan sumber daya alam mineral dan batubara kepada
domain Negara.134 Oleh sebab itu salah satu pokok pikiran yang sangat fundamental,
bahwa siapapun yang melakukan pengusahaan tambang mineral dan batubara adalah
berdasarkan izin.135
Hak menguasai negara merupakan nama lain dari teori negara kesejahteraan,
teori yang digunakan penulis sebagai alat alanisis dari temuan penelitian terkait
rumusan masalah pada Bab I. Teori ini berhubungan erat dengan rumusan masalah
pada Bab I tentang apakah IUPK lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan
133
Ibid.
134
Imron Ali., Op., Cit., hlm. 105–115
135
Ibid. hlm. 111
82
bagi kedua belah pihak (pemerintah dan kontraktor pertambangan), dibandingkan
dengan KK? Tujuan penguasaan oleh negara (pemerintah) adalah agar kekayaan
Konsep dasar hak menguasai negara terdapat di dalam Pasal 33 ayat (3) UUD
1945, yang mengatakan bahwa: “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar- besar kemakmuran
rakyat”.
Sebelum amandemen UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) tersebut dijelaskan dalam
penjelasan Pasal 33 alenia 4 bahwa: “bumi dan air dan kekayaan alam yang
rakyat”.
tentang peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (dalam lembaran negara 1960- 104
136
Abrar Saleng, op, cit, hlm. 21.
137
Muhammad Yamin, Abdul Rahim Lubis, “Hukum Pendaftaran Tanah”, Mandar Maju, Bandung,
2008, hlm. 19.
83
mengisyaratkan bahwa pada hakekatnya negara yang menguasai tanah secara
Atas dasar ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan hal-hal sebagai yang
dimaksud Pasal 1, “bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai
Hak menguasai negara tersebut dalam ayat (1) pasal ini memberikan
wewenang untuk:139
atau mengusahakan. Dengan demikian pengertian kata penguasaan lebih luas dari
kata menguasai.140
138
Muhammad Bakhri, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk Reformasi
Agraria)”, Citra Medika, Yogyakarta, Cetakan I, 2007, hlm. 35
139
Ibid.
140
Kamus Besar Bahasa Indonesia, departemen pendidikan dan kebudayaan & Balai Pustaka, Jakarta,
1995, hlm. 533.
84
Hak menguasai negara atas pertambangan dapat diartikan sebagai negara
bahan galian yang terdapat dalam wilayah pertambangan yang terdapat di Indonesia.
Hal tersebut sesuai yang tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945. 141
Pengertian hak menurut Apeldoorn, yaitu kekuasaan yang teratur oleh hukum
yang berdasarkan kesusilaan. Akan tetapi pada dasarnya kekuasaan bukan hanya hak,
melainkan hak yang dibenarkan oleh hukum saja yang kemudian dijadikan dasar bagi
adanya hak untuk mengatur oleh negara.142 Pengertian penguasaan dikaitkan dengan
pengertian hak, maka hak penguasaan tertuju kepada negara sebagai subjek hukum.
Dari hubungan yang demikian, hak penguasaan negara dapat dipahamii bahwa di
dalamnya terdapat sejumlah kewajiban dan tanggungjawab yang bersfat publik. 143
atas bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya berdasarkan kostitusi
pengelolaan dan penggunaan sumber daya alam nasional. Tujuan ini dipandang
sebagai kepentingan yang tidak dapat diabaikan, sebab selain dipandang sebagai
141
Fitria Nur Ngaini., Op., Cit, hal 85.
142
Van Apeldoorn (diterjemahkan oleh Oetarid Sadino), Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita,
Jakarta, 1980, hlm. 22
143
Fitria Nur Ngaini., Op., Cit.
144
Van Apeldoorn, Op., Cit.
85
amanat konstitusi maka dipandang sebagai tanggungjawab negara. Hal tersebut
sebagai salah satu konsekuensi dari adanya hak penguasaan negara. 145
Menurut Maria Rita Ruwiastuti, sejak awal UUPA telah mengemukakan bahwa
negara diberikan kewenangan yang seluas- luasnya untuk menguasai sumber daya
dengan hak menguasai negara. Hak tersebut sama sekali tidak dapat disamakan
dengan hak keperdataan pada umumnya. Karena hak ini memiliki cakupan yang luas
dan memiliki sifat publik. Dan hal tersebut hanya dipegang oleh badan kenegaraan. 146
Sehingga hak menguasai negara dengan hak-hak penduduk negeri ini sudah ada
turun- temurun bahkan mendahului lahirnya negara. Seperti telah dijelaskan dalam
UUPA: “adapun kekuasaan yang dimaksudkan itu mengenai semua bumi, air, dan
ruang angkasa baik yang telah dimiliki oleh seseorang maupun yang tidak.”
Kekuasan negara mengenai tanah sudah dipunyai orang dengan sesuatu hak
yang dibatasi oleh isi dari hak tersebut. Artinya sampai seberapa besar negara
145
Fitria Nur Ngaini., Op., Cit. hlm. 86.
146
Maria Rita Ruwiastuti, Sesat Pikir Politik Hukum Agrari, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001, hlm.
113
147
Fitria Nur Ngaini., Op., Cit. hlm. 87.
148
Supriadi, Hak Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 59
86
a. Sebutan isinya
Hak menguasai negara atas tanah adalah sebutan yang diberikan oleh UUPA
kepada lembaga hukum dan hubungan hukum konkret atara negara dan tanah
terlibat bukan saja penguasa legislatif dan eksekutif tetapi juga penguasa
yudikatif.
b. Kekuasaan legislatif
c. Kekuasaan eksekutif
menetukan. Dimana dilakukan oleh presiden dibantu menteri atau pejabat tinggi
d. Kekuasaan yudikatif
antara rakyat sendiri amaupun di antara rakyat dan pemerintah melalui badan
peradilan umum.
87
e. Pemegang haknya
Subyek dari hak menguasai negara atas tanah adalah negara Republik
Hak menguasai negara tidak dapat dipindahkan kepada pihak lain. Akan tetapi
tanah negara dapat diberikan dengan sesuatu hak atas tanah kepada pihak lain.
Hak menguasai negara sebagai pelimpahan hak bangsa, tidak akan dihapus
selama negara Indonesia masih ada sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
Hak menguasai negara atas tanah merupakan salah satu hak yang diberikan
bangsa Indonesia kepada negara untuk mengatur segala macam permaslahan dalam
pertanahan. Dalam hal ini negara sebagai otoritas tertinggi memiliki hak atas tanah
149
Fitria Nur Ngaini., Op., Cit. hlm. 94
88
Negara sebagai salah satu subyek hak atas tanah memiliki kewenangan
khususnya yang diberikan oleh negara untuk mengatur dan mengelola tanah yang
terdapat di Indonesia. Hak menguasai dari negara tersebut umunya tidak terbatas dan
tidak dapat dihapuskan selama eksistensi keberadaan negara Indonesia masih ada.150
No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba sebagi perpanjangan tangan dari
a. Mewujudkan amanat konstitusi yang terdapat dalam Pasal 33 UUD 1945. Bahwa
mineral yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah atas nama
diskriminatif baik antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD) dan Swasta, antara asing dan nasional serta untuk skala
besar dan kecil. Keseluruhan harus berprinsip menguntungkan bagi negara dan
150
Ibid.
151
DPR RI, Risalah Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Tentang Mineral dan Batubara,
Raker, 4 Juli 2005, hlm. 235.
89
c. Perlakuan yang sama terhadap calon investor di bidang pertambangan mineral
batubara.
untuk hasil produksi yang dimaksudkan agar penerimaan tersebut dapat secara
langsung dinikmati oleh rakyat daerah yang bersangkutan. Untuk maksud wajib
menyerahkan pungutan negara berupa iuran tetap dan iuran produksi, pajak-
pajak,pajak daerah dan retribusi daerah yang berlaku. Pungutan negara lebih
dan batubara baik skala besar, menengah dan kecil/tambang rakyat serta
penyediaan dan pelayanan kebutuhan bahan sumber daya mineral baik bagi
kepentingan industri dalam negeri serta jaminan hukum atas wilayah kegiatan
90
investasi yang kondusif dengan pengaturan fiskal serta kewajiban keuangan lain
bagi pelaku ekonomi bidang pertambangan mineral dan batubara yang saling
menguntungkan.
kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara baik secara kualitas maupun
lain.
tugas ini kepada Gubernur, terutama fungsi pengawasan yang selama ini menjadi titik
152
Trihastuti, Nanik, Op., Cit, hlm. 259.
91
Dalam rangka mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat
yang berasal dari kegiatan pertambangan terutama bagi masyarakat sekitar lokasi
tambang, beberapa pemerintah daerah telah ikut serta membeli saham- saham dari
divestasi saham.153
Adanya kewajiban Divestasi saham ini telah diatur secara tegas di dalam pasal
112 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang
menyatakan bahwa:154
(1) Setelah 5 (lima) tahun berproduksi, badan usaha pemegang IUP dan IUPK yang
sahamnya dimiliki oleh asing wajib melakukan divestasi saham pada Pemerintah,
pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai divestasi saham sebagaimana dimaksud pada
tersebut untuk mendivestasikan sahamnya secara bertahap, paling sedikit 51% pada
153
Ibid.
154
UU Nomor 4 Tahun 2009., Op., Cit, Pasal 112.
92
tahun kesepuluh, yang harus dilaksanakan setelah lima hingga sepuluh tahun sejak
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), badan usaha Milik Daerah (BUMD), atau
perusahaan swasta nasional. Apabila proses divestasi saham tidak tercapai, maka
dominan sejak perubahan dari Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 hingga
Peraturan Pemerintah Nomor 77 tahun 2014. Pasal 97 ayat (1) dan ayat (1a) Peraturan
tahun kesepuluh adalah 51% dengan rincian tahapan pada tahun keenam sebesar
20%, tahun ketujuh 30%, tahun kedelapan 37%, tahun kesembilan 44%, dan tahun
kesepuluh 51% dari seluruh jumlah saham. Ketentuan dari peraturan pemerintah ini
mengeneral kepada semua pihak asing pemegang IUP dan IUPK. Namun,
yang baru khususnya pasal 97 ayat (1a), ayat (1b), ayat (1c) dan ayat (1d). 156
Rincian dan bentuk perubahan setelah adanya pasal 97 ayat (1a), ayat (1b), dan
ayat (1d) Peraturan Pemerintah Nomor && Tahun 2014 Tentang Perubahan ketiga
155
Trihastuti, Nanik, Op., Cit, hlm. 259- 260.
156
Rudi Hartono, “Divestasi Saham Bidang Pertambangan Pada Kepemilikan Saham PT. Freeport
Indonesia”, Skripsi, Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2015, hlm. 69.
93
atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan
a. Ayat (1a) mewajibkan divestasi saham bagi pemegang IUP dan IUPK yang tidak
melakukan sendiri kegiatan pengolahan dan/ atau pemurnian, setelah akhir tahun
kelima sejak berproduksi paling sedikit pada tahun keenam 20%, tahun ketujuh
30%, tahun kedelapan 37%, tahun kesembilan 44%, dan tahun kesepuluh 51%
b. Ayat (1b) mewajibkan divestasi saham bagi pemegang IUP dan IUPK yang
kelima sejak berproduksi paling sedikit pada tahun keenam 20%, tahun
c. Ayat (1c) mewajibkan divestasi saham bagi pemegang IUP dan IUPK yang
bawah tanah, setelah akhir tahun kelima sejak berproduksi paling sedikit pada
tahun keenam 20%, tahun kesepuluh 25%, dan tahun kelimabelas 30% dari
d. Ayat (1d) mewajibkan divestasi saham bagi pemegang IUP dan IUPK yang
bawah tanah dan penambangan terbuka, setelah akhir tahun kelima sejak
berproduksi paling sedikit pada tahun keenam 20%, tahun kedelapan 25%, dan
157
Ibid.
94