Anda di halaman 1dari 10

‫‪KHUTBAH PERTAMA‬‬

‫ت َأ ْع َمالِنَا َم ْن يَ ْه ِد ِه هللاُ‬
‫ِإ َّن ْال َح ْم َد هللِ نَحْ َم ُدهُ َونَ ْستَ ِع ْينُهُ َونَ ْستَ ْغفِ ُرهُ َونَعُوْ ُذ بِاهللِ ِم ْن ُشرُوْ ِر َأ ْنفُ ِسنَا َو َسيَِّئا ِ‬
‫ك لَهُ َوَأ ْشهَ ُد َأ َّن ُم َح َّمداً‬ ‫ي لَهُ َوَأ ْشهَ ُد َأ ْن الَ ِإلَهَ ِإالَّ هللاُ َوحْ َدهُ الَ َش ِر ْي َ‬
‫ض َّل لَهُ َو َم ْن يُضْ لِلْ فَالَ هَا ِد َ‬ ‫فَالَ ُم ِ‬
‫‪َ .‬ع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُهُ‬

‫ق تُقَاتِ ِه َوالَ تَ ُموتُ َّن ِإالَّ َوَأنتُم ُّم ْسلِ ُمونَ “‬ ‫وا اتَّقُ ْ‬
‫وا هّللا َ َح َّ‬ ‫‪”.‬يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُ ْ‬

‫ث ِم ْنهُ َما ِر َجاالً َكثِيراً“‬ ‫ق ِم ْنهَا َزوْ َجهَا َوبَ َّ‬‫اح َد ٍة َو َخلَ َ‬
‫س َو ِ‬ ‫يَا َأيُّهَا النَّاسُ اتَّقُ ْ‬
‫وا َربَّ ُك ُم الَّ ِذي خَ لَقَ ُكم ِّمن نَّ ْف ٍ‬
‫وا هّللا َ الَّ ِذي تَ َساءلُونَ بِ ِه َواَألرْ َحا َم ِإ َّن هّللا َ َكانَ َعلَ ْي ُك ْم َرقِيبا ً‬
‫‪َ ”.‬ونِ َساء َواتَّقُ ْ‬

‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َوقُولُوا قَوْ الً َس ِديداً ‪ .‬يُصْ لِحْ لَ ُك ْم َأ ْع َمالَ ُك ْم َويَ ْغفِرْ لَ ُك ْم ُذنُوبَ ُك ْم َو َمن ي ُِط‪ T‬عْ“‬
‫”هَّللا َ َو َرسُولَهُ فَقَ ْد فَا َز فَوْ زاً ع ِ‬
‫َظيما ً‬

‫أما بعد‬

‫‪Jamaah Jumat rahimakumullah‬‬


‫‪Mari kita tingkatkan ketakwaan kepada Allah Ta’ala dengan ketakwaan yang sebenar-benarnya,‬‬
‫‪yaitu mengamalkan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa‬‬
‫‪sallam serta menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.‬‬
‫‪Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi kita Muhammad shallallahu‬‬
‫‪‘alaihi wa sallam, kemudia keluarga, sahabat-sahabatnya, serta pengikutnya sampai akhir zaman.‬‬
Jamaah Jumat rahimani wa rahimakullah

Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan secara umum kepada hamba-hamba-Nya untuk


beristiqamah, firman-Nya:
‫فَا ْستَقِي ُموا ِإلَ ْي ِه‬

“Maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya.” (QS. Fushshilat: 6)


Demikian juga kepada Nabi-Nya secara khusus, firman-Nya:

ْ ‫ك َوالَت‬
‫َط َغوْ ا‬ َ ‫فَا ْستَقِ ْم َك َمآُأ ِمرْ تَ َومن ت‬
َ ‫َاب َم َع‬

“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan orang
yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas..” (QS. Hud: 112)
Allah Ta’ala juga menjanjikan pahala yang banyak kepada mereka yang istiqamah, firman-Nya:
‫انُوا‬T‫ا َك‬T‫ زَ آ ًء بِ َم‬T‫ا َج‬Tَ‫ ِدينَ فِيه‬Tِ‫ َحابُ ْال َجنَّ ِة خَ ال‬T‫ص‬ َ ‫} ُأوْ لَِئ‬13{ َ‫ون‬TTُ‫ف َعلَ ْي ِه ْم َوالَهُ ْم يَحْ َزن‬
ْ ‫ك َأ‬ ْ ‫ا هللاُ ثُ َّم‬TTَ‫ِإ َّن الَّ ِذينَ قَالُوا َربُّن‬
ٌ ْ‫ و‬Tَ‫تَقَا ُموا فَالَخ‬T‫اس‬
}14{ َ‫يَ ْع َملُون‬

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan Kami ialah Allah”, kemudian mereka
tetap istiqamah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula)
berduka cita.– Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai
balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Ahqaaf: 13-14). 

Ta’rif (pengertian) Istiqamah

Secara bahasa istiqamah berarti menjadikan sesuatu tegak, lurus, dan sejajar. Sedangkan secara
istilah ada beberapa pengertian dari para ulama.

Al-Qadhiy ‘Iyadh berkata: “Tauhidkanlah Allah, beriman kepadanya kemudian beristiqamahlah.


Jangan menyimpang dari tauhid dan teruslah menjalankan ketaatan kepada-Nya hingga kamu
mati dalam keadaan seperti itu.”
Ibnu Katsir mengartikan istiqamah sebagai mengikhlaskan amal untuk Allah dan menjalankan
ketaatan kepada Allah sesuai yang Dia syariatkan.

Al-Qurthubiy berkata, “Bersikap luruslah dalam ketaatan kepada Allah, baik dalam keyakinan,
ucapan maupun perbuatan dan tetaplah dalam keadaan tersebut.”

Jadi, istiqamah adalah usaha menempuh shiratal mustaqim (jalan yang lurus) tanpa berbelok ke


kanan dan ke kiri, tanpa menambah atau mengurangi, tanpa mempersulit atau menyepelekan. Hal
ini, sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allah Ta’ala:
“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga)
orang yang telah bertobat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. “
“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar” yakni tetaplah kamu berada di atas ajaran Islam,
jangan malas mengerjakannya atau meremehkannya.
Sedangkan ayat “sebagaimana diperintahkan kepadamu” yakni sesuai yang diajarkan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ayat “janganlah kamu melampaui batas” yakni tidak melewati aturan dan tidak menambah-
nambah (berbuat bid’ah).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah menjelaskan bahwa karamah terbesar yang diberikan
Allah Ta’ala adalah seseorang dapat beristiqamah.

Usaha Setan Memalingkan Manusia dari Istiqamah


Dalam surat Al A’raaf ayat 16-17, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan janji setan untuk
menyesatkan manusia yang mengharuskan kita agar selalu waspada, firman-Nya:
‫ ُد‬T‫ َمآِئلِ ِه ْم َوالَت َِج‬T‫انِ ِه ْم َوع َْن َش‬TT‫ ِدي ِه ْم َو ِم ْن خ َْلفِ ِه ْم َوع َْن َأ ْي َم‬T‫} ثُ َّم الَتِيَنَّهُم ِّم ْن بَ ْي ِن َأ ْي‬16{ ‫ك ْال ُم ْستَقِي َم‬ ِ ‫ال فَبِ َمآَأ ْغ َو ْيتَنِي َأل ْق ُعد ََّن لَهُ ْم‬
َ َ‫ص َراط‬ َ َ‫ق‬
}17{ َ‫َأ ْكثَ َرهُ ْم َشا ِك ِرين‬

Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan
(menghalanggi) mereka dari jalan Engkau yang lurus,— Kemudian saya akan mendatangi
mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak
akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat). (QS. Al A’raaf: 16-17)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫لَ َم ثُ َّم‬T‫اهُ فََأ ْس‬T‫ص‬
َ ‫ فَ َع‬ ‫؟‬  َ‫ا ِء آبَاِئك‬TTَ‫ك َو آب‬َ ‫ك َو ِد ْينَ آبَاِئ‬ ِ ‫ِإ َّن ال َّش ْيطَانَ قَ َع َد اِل ب ِْن آ َد َم بِطُ ُرقِ ِه فَقَ َع َد لَهُ بِطَ ِري‬
َ َ‫ تُ ْسلِ ُم َو تَ َذ ُر ِد ْين‬ :  ‫ْق اِإْل ْسالَ ِم فَقَا َل‬
ُّ ‫س فِي‬ ََ
‫اج َر ثُ َّم‬T
َ Tَ‫اهُ فَه‬T‫ص‬ َ ‫ فَ َع‬ !  ‫الطوْ ِل‬ ِ ‫اج ِر َك َمثَ ِل ْالفَ َر‬
ِ َ‫ك َو ِإنَّ َما َمثَ ُل ْال ُمه‬ َ ‫ك َو َس َما َء‬ َ ‫ض‬ َ ْ‫ع َأر‬ ُ ‫ تُهَا ِج ُر َو تَ َد‬ :  ‫ْق ْال ِهجْ َر ِة فَقَا َل‬ ِ ‫قَ َع َد لَهُ بِطَ ِري‬
‫ل‬Tَ T‫ َد فَ َم ْن فَ َع‬T َ‫صاهُ فَ َجاه‬ َ ‫ فَ َع‬ ‫؟‬  ‫س َو ْال َما ِل فَتُقَاتِ ُل فَتُ ْقتَ ُل فَتُ ْن َك ُح ْال َمرْ َأةُ َو يُ ْق َس ُم ْال َما ُل‬
ِ ‫ تُ َجا ِه ُد فَهُ َو ُج ْه ُد النَّ ْف‬ :  ‫ْق ْال ِجهَا ِد فَقَا َل‬
ِ ‫قَ َع َد لَهُ بِطَ ِري‬
‫هُ ْال َجنَّةَ َو‬T َ‫انَ َحقًّا َعلَى هللاِ َأ ْن يُ ْد ِخل‬TT‫ق َك‬ َ ‫ك َكانَ َحقًّا َعلَى هللاِ َأ ْن يُ ْد ِخلَهُ ْال َجنَّةَ َو َم ْن قُتِ َل َكانَ َحقًّا َعلَى هللاِ َأ ْن يُ ْد ِخلَهُ ْال َجنَّةَ َو ِإ ْن َغ َر‬ َ ِ‫َذل‬
َ‫ص ْتهُ دَابَّتُهُ َكانَ َحقًّا َعلَى هللاِ َأ ْن يُ ْد ِخلَهُ ْال َجنَّة‬
َ َ‫ِإ ْن َوق‬. ‌

“Sesungguhnya setan duduk pada anak Adam di semua jalannya. Setan duduk di jalan Islam dan
berkata, “Apakah kamu akan masuk Islam sehingga kamu meninggalkan agamamu sebelumnya,
agama bapakmu, dan agama nenek moyangmu?” Ia (anak Adam) itu tidak mau menaati setan
dan masuk Islam. Lalu setan duduk di jalan hijrah dan berkata, “Apakah kamu akan berhijrah
dan meninggalkan tanah airmu, padahal orang yang berhijrah itu seperti kuda yang menempuh
perjalan panjang?!” Ia tidak mau menaati setan dan tetap berhijrah.
Lalu setan duduk di jalan jihad dan berkata: “Apakah kamu akan berijhad yang melelahkan jiwa
dan mengorbankan harta, kamu berperang dan bisa terbunuh sehingga istrimu dinikahi orang dan
hartamu dibagi-bagikan?!” Ia tidak mau menaati setan dan tetap berjihad. Orang yang melakukan
demikian, Allah akan memasukkannya ke surga, orang yang terbunuh (dalam jihad), Allah akan
memasukkannya ke surga dan jika ia tenggelam, Allah akan memasukkannya ke surga, dan jika
ia terlempar oleh binatang tunggangannya (sehingga meninggal), maka Allah akan
memasukkanya ke surga.” (HR. Ahmad, Nasa’i dan Ibnu Hibban, dishahihkan oleh Syaikh Al
Albani dalam Shahihul Jami’ no. 1652)

Qatadah menjelaskan bahwa setan akan datang kepada manusia dari depan mereka mengabarkan
bahwa tidak ada kebangkitan, surga dan neraka. Dari belakang mereka, dengan menghias perkara
dunia dan mengajak mereka kepadanya. Dari kanan mereka, dengan membuat mereka menunda-
nunda kebaikan dan dari kiri mereka dengan menghias kejahatan dan maksiat, mengajak mereka
kepadanya dan memerintahkannya. Ia akan datang dari semua arah selain dari atas, karena ia
tidak sanggup menghalangi seseorang dari rahmat Allah.

Ibnu Abbas menafsirkan “dari kanan mereka” yakni setan akan membuat samar urusan agama
mereka (mendatangkan syubhat), sedangkan dari kiri mereka, yakni membuat mereka senang
kepada maksiat (fitnah syahwat).
Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa membaca doa berikut di
pagi dan sore hari -meminta kepada Allah perlindungan-Nya di berbagai arah-:
,‫وْ َراتِي‬TTَ‫ اَللَّهُ َّم ا ْستُرْ ع‬,‫ َو َمالِي‬,‫ َوَأ ْهلِي‬,‫ي‬ َ ‫ َو ُد ْنيَا‬,‫ك ْال َع ْف َو َو اَ ْل َعافِيَةَ فِي ِدينِي‬
َ ُ‫ك اَ ْل َعافِيَةَ فِي ال ُّد ْنيَا َوااْل َ ِخ َر ِة اَللَّهُ َّم ِإنِّي َأ ْسَأل‬ َ ُ‫اَللَّهُ َّم ِإنِّي َأ ْسَأل‬
‫ا َل ِم ْن‬TTَ‫ك َأ ْن ُأ ْغت‬
َ Tِ‫و ُذ بِ َعظَ َمت‬TT‫ َوَأ ُع‬,‫وْ قِي‬TTَ‫ َو ِم ْن ف‬,‫ َمالِي‬T‫ َوع َْن ِش‬,‫ َوع َْن يَ ِمينِي‬,‫ َو ِم ْن خَ ْلفِي‬,َّ‫ َدي‬Tَ‫ظنِي ِم ْن بَي ِْن ي‬ ْ َ‫ اَللَّهُ َّم احْ ف‬,‫اتِي‬TT‫َوآ ِم ْن َروْ َع‬
‫تَحْ تِي‬

“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta ‘afiyat (penjagaan) kepada-Mu di dunia dan akhirat. Ya
Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu maaf dan ‘afiyat baik dalam agamaku, duniaku,
keluargaku dan hartaku. Ya Allah, tutupilah cacatku, tenangkanlah rasa takutku. Ya Allah,
jagalah aku dari depan dan belakangku, dari kanan dan kiriku serta dari atasku. Aku berlindung
dengan keagungan-Mu agar jangan sampai ada yang menghantamku secara tiba-tiba dari
bawahku.” (HR. Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Hakim, ia berkata: “Shahih
isnadnya”)

Ketahuilah wahai hamba-hamba Allah, jamaah Jumat sekalian

Ketika seorang hamba dalam keadaan berpaling dari agama, maka setan akan mendorongnya
untuk menggampangkan atau bermalas-malasan sampai akhirnya dia meninggalkan kewajiban
dan melakukan perkara yang haram. Setan akan terus membuatnya lalai, sehingga putuslah
hubungannya dengan agama (seperti dijadikannya meninggalkan shalat), dan di saat itulah setan
meninggalkannya dalam keadaan binasa.

Sebaliknya, jika setan melihat seorang hamba bersemangat menjalankan agamanya dan tidak
mungkin baginya menghalangi, maka setan menggodanya agar dia berlebih-lebihan dan
menganiaya diri sehingga melampaui batas. Setan terus mendorongnya hingga ia keluar dari
batasan yang ditentukan terjatuh ke dalam bid’ah, bisa saja dijadikannya ia bangga (‘ujub)
terhadap ibadahnya, seperti yang menimpa orang-orang Khawarij. Dimana ibadah yang
dilakukan oleh sebagian kaum muslimin dianggap kecil oleh mereka.
Kedua keadaan tersebut, yakni meremehkan dan melampaui batas aturan merupakan keadaan
tercela. Meremehkan merupakan tanda kelemahan iman, sedangkan melampaui batas merupakan
sebab penyimpangan. Kedua sikap itu menyelisihi sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan istiqamah. Dalam hadis shahih dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu disebutkan:
‫ َأنَّهُ ْم‬T‫رُوا َك‬Tِ‫لم فَلَ َّما ُأ ْخب‬T‫ه وس‬T‫لى هللا علي‬T‫ا َد ِة النَّبِ ِّى ص‬TTَ‫َألُونَ ع َْن ِعب‬T‫لم يَ ْس‬TT‫ه وس‬TT‫اج النَّبِ ِّى صلى هللا علي‬ ِ ‫ت َأ ْز َو‬ ِ ‫َجا َء ثَالَثَةُ َر ْه ٍط ِإلَى بُيُو‬
‫لِّى‬T‫ص‬ َ ‫ِإنِّى ُأ‬Tَ‫ا ف‬TTَ‫ َأ َّما َأن‬: ‫ ُدهُ ْم‬T‫ قَا َل َأ َح‬. ‫ َوَأ ْينَ نَحْ نُ ِمنَ النَّبِ ِّى صلى هللا عليه وسلم قَ ْد ُغفِ َر لَهُ َما تَقَ َّد َم ِم ْن َذ ْنبِ ِه َو َما تََأ َّخ َر‬: ‫تَقَالُّوهَا فَقَالُوا‬
‫ه‬TT‫ فَ َجا َء َرسُو ُل هَّللا ِ صلى هللا علي‬. ً‫ َأنَا َأ ْعت َِز ُل النِّ َسا َء فَالَ َأتَ َز َّو ُج َأبَدا‬: ‫ال آ َخ ُر‬ َ َ‫ َوق‬. ‫ َأنَا َأصُو ُم ال َّد ْه َر َوالَ ُأ ْف ِط ُر‬: ‫ َوقَا َل آخَ ُر‬. ً‫اللَّي َْل َأبَدا‬
‫زَ َّو ُج‬TTَ‫وَأت‬،
َ ‫ ُد‬Tُ‫لِّى َوَأرْ ق‬T‫ص‬ َ ‫ َوُأ‬، ‫ ُر‬T‫و ُم َوُأ ْف ِط‬T‫ص‬ ُ ‫ لَ ِكنِّى َأ‬، ُ‫ه‬Tَ‫ا ُك ْم ل‬TTَ‫ا ُك ْم هّلِل ِ َوَأ ْتق‬T‫ا َوهَّللا ِ ِإنِّى َأل ْخ َش‬TT‫« َأ ْنتُ ُم الَّ ِذينَ قُ ْلتُ ْم َك َذا َو َك َذا ؟ َأ َم‬: ‫ال‬
َ َ‫وسلم فَق‬
َ ‫ب ع َْن ُسنَّتِى فَلَي‬
‫ْس ِمنِّى‬ َ ‫ فَ َم ْن َر ِغ‬، ‫النِّ َسا َء‬

Pernah datang tiga orang ke rumah-rumah istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk


bertanya tentang bagaimana ibadah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah mereka
diberitahukan, sepertinya mereka menganggap sedikit, mereka berkata, “Bagaimana keadaan
kami dibanding Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah diampuni dosa-dosanya di masa
yang lalu dan yang akan datang”, salah seorang di antara mereka berkata, “Saya shalat malam
selamanya (tanpa diselingi tidur)”, yang satu lagi berkata, “Saya akan puasa selamanya dan tidak
akan berbuka.” Sedangkan yang lain berkata: “saya akan menjauhi wanita dan tidak akan
menikah selama-lamanya.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dan
bersabda, “Kaliankah orang yang mengucapkan kata-kata ini dan itu? Demi Allah,
sesungguhnya saya adalah orang yang paling takut kepada Allah dan paling bertakwa kepada-
Nya. Akan tetapi, saya berpuasa dan berbuka, saya shalat (malam) dan tidur dan saya menikahi
wanita. Barang siapa yang membenci Sunnahku, maka ia bukanlah termasuk golonganku.” (HR.
Bukhari)
Jalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut adalah jalan yang lurus, adapun jalan-
jalan yang dibuat manusia dalam beribadah atau biasa dikenal dengan nama “tarekat” seperti
yang dibuat oleh orang-orang shufi, bukanlah jalan yang lurus, dan yang demikian dapat
menjadikan kita berpecah belah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
َ‫ق بِ ُك ْم ع َْن َسبِيلِ ِه َذالِ ُك ْم َوصَّا ُك ْم بِ ِه لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬ ِ ‫َوَأ َّن هَ َذا‬
َ ‫ص َرا ِطي ُم ْستَقِي ًما فَاتَّبِعُوهُ َوالَتَتَّبِعُوا ال ُّسبُ َل فَتَفَ َّر‬

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan
janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan
kamu dari jalan-Nya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. Al
An’aam: 153)
Di samping hal di atas, sikap berlebih-lebihan dapat membuat seseorang mudah bosan dan
berputus asa, menghalangi istiqamah, memberatkan diri dan tidak sejalan dengan fitrahnya. 

Cukupkah Beriman Tanpa Disertai Istiqamah?

Wahai hamba-hamba Allah, sebagian manusia ada yang berkata: “Kami beriman kepada Allah“,
akan tetapi mereka tidak istiqamah di atas agama Allah, bahkan mencukupkan keimanan itu
hanya dengan ucapan semata. Tentang mereka, Allah Ta’ala berffirman:
َ ‫ولُ َّن ِإنَّا ُكنَّا َم َع ُك ْم َأ َولَي‬TTُ‫ك لَيَق‬
‫ْس‬ َ ِّ‫ب هللاِ َولَِئن َجآ َء نَصْ ٌر ِّمن َّرب‬
ِ ‫اس َك َع َذا‬ َ ‫اس َمن يَقُو ُل َءا َمنَّا بِاهللِ فَِإ َذآ ُأو ِذ‬
ِ َّ‫ي فِي هللاِ َج َع َل فِ ْتنَةَ الن‬ ِ َّ‫َو ِمنَ الن‬
َ‫ُور ْال َعالَ ِمين‬
ِ ‫هللاُ بَِأ ْعلَ َم بِ َمافِي صُ د‬

“Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”, Maka apabila
ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab
Allah. dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata:
“Sesungguhnya Kami adalah besertamu”. Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada
dalam dada semua manusia? (QS. Al ‘Ankabut: 10)
Mereka berpaling ketika mendapatkan ujian dan mereka tersesat ketika menghadapi syubhat dan
syahwat. Agama mereka didasari hawa nafsu dan apa saja yang mereka inginkan. Mereka tidak
bermar ma’ruf dan bernahi mungkar. Mereka tidak konsisten dengan ucapan mereka “Kami
beriman kepada Allah” yang menuntut keistiqamahan kepada tujuan kalimat ini, berupa
melaksanakan ketaatan dan meninggalkan yang haram, ikhlas karena Allah dan berbuat baik
kepada sesama hamba Allah. Dari sini kita ketahui bahwa keimanan kepada Allah harus
ditambah dengan istiqamah.
ٍ ‫ َولِ َج ِمي ِْع ال ُم ْسلِ ِم ْينَ ِم ْن ُك ِّل َذ ْن‬،‫ َوَأ ْستَ ْغفِ ُرهُ ال َع ِظ ْي َم ال َجلِ ْي َل لِ ْي َولَ ُك ْم‬،‫َأقُوْ ُل قَوْ لِي هَ َذا‬
َ ‫ فَا ْستَ ْغفِرُوْ هُ؛ ِإنَّهُ ه َُو ال َغفُوْ ُر‬،‫ب‬
‫الر ِح ْي ُم‬
KHUTBAH KEDUA

‫هَ ِإاَّل هللا‬Tَ‫هَ ُد َأ ْن اَّل ِإل‬T‫ َوَأ ْش‬،‫ار‬


ِ ‫ َز‬T‫ ِه ال ِغ‬T‫ ُك ُرهُ َعلَى نِ َع ِم‬T‫ َوَأ ْش‬،‫ار‬ ْ َ‫الَى َعلَى ف‬T‫ َأحْ َم ُدهُ تَ َع‬،‫ار‬
ِ ‫ ْد َر‬T‫لِ ِه ال ِم‬T‫ض‬ ِ ‫لح ْم ُد هّلِل ِ ال َوا ِح ِد القَه‬
ِ َّ‫ ال َر ِحي ِْم ال َغف‬،‫َّار‬ َ َ‫ا‬
َ ‫ ِه ال‬Tِ‫ ِه َو َعلَى آل‬T‫لَّى هللاُ َعلَ ْي‬T‫ص‬
َ‫طيِّبِ ْين‬ َ ،‫ار‬TTَ‫طَفَى ال ُم ْخت‬T‫ص‬ ْ ‫وْ لُهُ ال ُم‬T‫ ُدهُ َو َر ُس‬T‫ َوَأ ْشهَ ُد َأ َّن نَبِيَّنَا ُم َح َّمداً َع ْب‬،ُ‫ك لَهُ ال َع ِز ْي ُز ال َجبَّار‬
َ ‫َوحْ َدهُ اَل َش ِر ْي‬
‫ان َما تُ َعاقِبُ اللَي َْل َوالنَّهَار‬ ِ َ‫ َوَأصْ َحابُهُ اَأل ْخي‬،‫ار‬
ٍ ‫ َو َم ْن تَبِ َعهُ ْم بِِإحْ َس‬،‫ار‬ ْ ‫اَأل‬
ِ ‫ وَِإ ْخ َونِ ِه اَأل ْب َر‬،‫طهَار‬

Jalan Keselamatan 

Sufyan bin Abdullah Ats Tsaqafiy pernah berkata: “Wahai Rasulullah, katakanlah kepada saya
dalam Islam sebuah perkataan yang  tidak  saya tanyakan kepada seorang pun selainmu.” Beliau
menjawab:

‫ت بِاهللِ ثُ َّم ا ْستَقِ ْم‬


ُ ‫قُلْ آ َم ْن‬

Katakanlah: “Aku beriman kepada Allah dan beristiqwamahlah.” (HR. Muslim)


Berdasarkan hadis di atas kita mengetahui bahwa keselamatan dari neraka dan kemenangan
meraih surga tidaklah dihasilkan kecuali dengan 2 perkara:

1. Beriman kepada Allah

2. Beritiqamah, yakni dengan beramal shalih dan bertahan di atasnya.


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ٍ ‫} ِإ َّن اِإل ن َسانَ لَفِي ُخس‬1{ ‫َو ْال َعصْ ِر‬
ِ ‫} ِإالَّ الَّ ِذينَ َءا َمنُوا َو َع ِملُوا الصَّالِ َحا‬2{ ‫ْر‬
}3{ ‫ت‬

Demi masa.–Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,–Kecuali orang-orang


yang beriman dan mengerjakan amal saleh …dst.. (Al ‘Ashr: 1-3)
Kalau sekiranya ucapan semata sudah cukup dan bermanfaat bagi pelakunya, tentu bergunalah
ucapan “saya beriman kepada Allah” yang diulang-ulang oleh orang-orang munafik. Namun
kenyataannya, Allah mendustakan mereka dengan firman-Nya “Mereka itu sesungguhnya bukan
orang-orang yang beriman.” (QS. Al Baqarah: 8).
Jika Dihadapkan Futur (Sikap Loyo dan Kurang Semangat)

Seorang ahli ibadah memiliki masa semangat dan masa kendornya sebagaimana dijelaskan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya berikut:
ْ ‫ِإ َّن لِ ُك ِّل َع َم ٍل ِش َّرةٌ َو ِل ُك ِّل ِش َّر ٍة فَ ْت َرةٌ فَ َم ْن َكانَ فَ ْت َرتُهُ ِإلَى ُسنَّتِ ْي فَقَ ِد ا ْهتَدَى َو َم ْن َكان‬
َ‫َت ِإلَى َغي ِْر َذلِكَ فَقَ ْد هَلَك‬

“Sesungguhnya setiap amal memiliki saat-saat semangat, dan saat-saat semangat memiliki saat-
saat lemahnya. Barangsiapa yang ketika lemahnya masih di atas sunahku, maka dia
mendapatkan petunjuk. Sebaliknya, jika tidak di atas itu, maka dia  binasa.” (HR. Baihaqi dalam
Syu’abul Iman, Lih. Shahihul Jami no. 2152)
Apabila sesorang tertimpa futur, -dan hal itu pasti datang kepada ahli ibadah–, jika ia tidak
meninggalkannya secara keseluruhan, yakni mengarah kepada iqtishad (pertengahan dan tidak
meremehkan), maka ia memperoleh petunjuk, karena diharapkan sekali ia akan kembali
semangat.
Contohnya sesorang yang banyak menjalankan shalat sunat. Tidak ada satu shalat sunat pun
kecuali dia kerjakan, tiba-tiba ia futur. Jika futurnya tidak membuatnya meninggalkan secara
keseluruhan, misalnya tetap menjaga shalat wajib beserta shalat sunat yang mu’akkadnya saja,
maka insya Allah ia masih di atas pertunjuk. Sebaliknya, jika malah ditinggalkannya secara
keseluruhan, sampai-sampai yang wajib ditinggalkan dan beralih kepada maksiat, maka ia akan
binasa. Wallahu a’lam.
َ ‫صلُّونَ َعلَى النَّبِ ِّي يَآَأيُّهَا الَّ ِذينَ َءا َمنُوا‬
‫صلُّوا َعلَ ْي ِه َو َسلِّ ُموا تَ ْسلِي ًما‬ َ ُ‫ِإ َّن هللاَ َو َمالَِئ َكتَهُ ي‬

َ َّ‫ ِإن‬،‫ َو َعلَى آ ِل ِإب َْرا ِه ْي َم‬،‫صلَّيْتَ َعلَى ِإب َْرا ِه ْي َم‬
‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‬ ِ ‫ َو َعلَى‬،‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد‬
َ ‫ َك َما‬،‫آل ُم َح َّم ٍد‬ َ ‫اللهم‬

‫ ِإنَّكَ َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‬،‫ َو َعلَى آ ِل ِإب َْرا ِه ْي َم‬،‫ َك َما بَا َر ْكتَ َعلَى ِإب َْرا ِه ْي َم‬،‫ َو َعلَى آ ِل ُم َح َّم ٍد‬،‫ار ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد‬
ِ َ‫اللهم ب‬

ِ ‫ َربَّنَا ظَلَ ْمنَا َأ ْنفُ َسنَا َوِإ ْن لَ ْم تَ ْغـفِـرْ لَنَا َوتَرْ َح ْمنَا لَنَ ُكون ََّن ِمنَ ْالخ‬،‫ت‬
َ‫َاس ِر ْين‬ ِ ‫اللهم ا ْغـفِـرْ لِ ْل ُم ْسلِ ِم ْينَ َو ْال ُم ْسلِ َما‬

َ ِ‫ اللهم ِإنَّا نَعُوْ ُذ ب‬.‫ك ْالهُدَى َوالتُّقَى َو ْال َعفَافَ َو ْال ِغنَى‬
‫ك ِم ْن‬ َ ُ‫ اللهم ِإنَّا نَ ْسَأل‬.‫ار‬ َ ‫َربَّنَا آتِنَا فِي ال ُّد ْنيَا َح َسنَةً َوفِي اآْل ِخ َر ِة َح َسنَةً َوقِنَا َع َذ‬
ِ َّ‫اب الن‬
‫ َوآ ِخ ُر َد ْع َوانَا‬.‫ك‬ َ ِ‫ك َوفُ َجا َء ِة نِ ْق َمت‬
َ ‫ك َو َج ِمي ِْع َسخَ ِط‬ َ ِ‫زَ َوا ِل نِ ْع َمتِكَ َوتَ َح ُّو ِل عَافِيَت‬

‫صحْ بِ ِه َو َسلَّ َم‬ َ ‫ َو‬. َ‫َأ ِن ْال َح ْم ُد هلل َربِّ ْال َعالَ ِم ْين‬.
َ ‫صلى هللا َعلَى نَبِيِّنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه َو‬

Anda mungkin juga menyukai