Anda di halaman 1dari 26

1

REKONTRUKSI RESTORATIVE JUSTICE TERHADAP


WAKAF DI KABUPATEN ACEH TIMUR KECAMATAN
JULOK

Oleh :
IRWANSYAH
NIM: 5012020025

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Penyusunan Tesis Pada Program Magister (S2)
Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah
Pascasarjana IAIN Langsa

PASCASARJANA PROGRAM MAGISTER


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
LANGSA
2021
2

Daftar Isi

JUDUL TESIS
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Perumusan Masalah................................................................................. 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................................... 6
D. Kerangka Teoritis.................................................................................... 7
E. Kajian Terdahulu..................................................................................... 8
BAB II METODE PENELITIAN............................................................... 9
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian............................................................. 13
B. Metode Pendekatan................................................................................. 14
C. Sumber dan Teknik Pengumpulan data.................................................. 15
D. Teknik Pengumpulan Data...................................................................... 16
E. Analisis Data........................................................................................... 18
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................... 19
A. Mekanisme Penyelesaian Tanah Wakaf Melalui Restorastif Justice...... 19
B. Dampak Dari Penyelesaian Wakaf Melalui Restorastif Justice Bagi
Masyarakat.............................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 26
1

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara hukum yang pada hakikatnya kesemua

permasalahan ada aturan hukum yang mengikat untuk perseorangan maupun

kelompok.1 Di Indonesia sendiri permasalahan hukum ditangani oleh kepolisian,

kejasaan, kehakiman, lembaga permasyarakatan dan advokat sebagai penegakan

hukum yang mempunyai legalitas.2

Tugas yang diemban oleh aparat kepolisian tentunnya tidak ringan, tugas

utamanya menyangkut dengan memelihara ketertiban dan keamanan bagi

masyarakat sebagai wujud dari norma hukum, norma agama, kesopanan,

kesusilaan serta menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM). Provinsi Aceh

merupakan salah satu bagian dari negara Indonesia dengan diberikan otonomi

khusus untuk mengatur permasalahan dalam daerah sendiri.3

Provinsi Aceh sendiri memiliki penyelesaian kasus yang diatur melalui

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, yang pada

hakikatnya berada dibawah peraturan daerah di Provinsi Aceh. Keadilan

merupakan konsep dari restorastif yaitu suatu penyelesaian perkara dengan proses

mediasi tentunya diperlukan implikasi dimasa yang akan datang.

Restorastif Justice merupakan proses mediasi yang melibatkan banyak

pihak malalui mekanisme penyelesaian sengketa alternative di luar pengadilan

1
Satjipto Rahardjo, 2009, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta
Publishing, Yogyakarta, hlm. xiii
2
Suteki, Kebijakan Tidak Menegakkan Hukum (Non Enforcement of Law) Demi
Pemuliaan Keadilan Substansial, Pidato Pengukuhan, Disampaikan pada Penerimaan jabatan Guru
Besar dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, di Semarang pada
tanggal 4 Agustus 2010, hlm. 5-7
3
M. Yahya Harahap, 2000, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP,
Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 134
2

dalam menyelesaikan suatu perkara, baik itu perkara tentang lingkungan, perdata

muupun kasus pidana dalam penyelesaian perkara.4

Prinsip mediasi merupakan suatu penyelesaian diluar pengadilan dengan

melibatkan banyak pihak terkait perkara tersebut.5 Prinsip mediasi juga telah

dikenal di Provinsi Aceh dengan mengikat pada peraturan daerah melalui Qanun

Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat

Penyelesaian Sengketa/Perselisihan Pasal 13 (1) Sengketa/perselisihan adat dan

adat istiadat meliputi:

a. perselisihan dalam rumah tangga;

b. sengketa antara keluarga yang berkaitan dengan faraidh;

c. perselisihan antar warga; d. khalwat meusum;

d. perselisihan tentang hak milik;

e. pencurian dalam keluarga (pencurian ringan);

f. perselisihan harta sehareukat;

g. pencurian ringan;

h. pencurian ternak peliharaan;

i. pelanggaran adat tentang ternak, pertanian, dan hutan;

j. persengketaan di laut;

k. persengketaan di pasar;

l. penganiayaan ringan;

m. pembakaran hutan (dalam skala kecil yang merugikan komunitas adat);

n. pelecehan, fitnah, hasut, dan pencemaran nama baik;


4
Bambang Sutiyoso, 2008, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,Gama
Media, Yogyakarta. hlm 35
5
Ibid
3

o. pencemaran lingkungan (skala ringan);

p. ancam mengancam (tergantung dari jenis ancaman); dan

q. perselisihan-perselisihan lain yang melanggar adat dan adat istiadat.

Baru-baru ini di Kabupaten Aceh Timur tepatnya di Kecamatan Julok

terjadi sengketa masalah wakaf, adapun kronologis kejadian Pada saat almarhum

Abdullah Bin Dadeh mewakafkan tanah pada tahun 1990 Pada saat itu tidak

membuat surat atau memecahkan surat dasar terhadap tanah yang di wakaf dan

harta tanah yang ditinggalkan oleh almarhum, karena tanah yang di wakafkan

sebagian dari hartanya diwakafkan untuk mesjid, maka surat dasar masih di

pegang oleh ahli waris yaitu anaknya.

Pada tahun 1994 Abdullah Bin Dadeh meninggal dunia, sedangkan tanah

yang di wakafkan untuk mesjid Al Qubra masih dengan surat keterangan yang di

tuliskan di dalam buku kas mesjid pada saat. Almarhum Abdullah Bin Dadeh

memiliki 3 orang anak yaitu 2 orang anak laki laki dan 1 orang anak perempuan,

adapun anaknya tersebut yaitu Zulkifli Bin Abdullah, Maimun Bin Abdullah,

Nazariah Binti Abdullah.

Pada tahun 2018 SDR Zulkifli Bin Abdullah melaporkan secara gugatan di

pengadilan Negeri Aceh Timur secara perdata yang bahwa tanah milik almarhum

Ayahnya yaitu Abdullah Bin Dadeh telah di kuasai oleh Mesjid Al Qubra yang

berada di Kuta Binje Kec Julok Kab Aceh Timur, karena Ahli Waris masih

memegang surat dasar terhadap tanah tersebut, namun oleh pengadilan negeri

Aceh timur menolak atas gugatan SDR Zulkifli karena untuk menyelesaikan

secara adat di desa Blang Pauh Sa Kecamatan Julok Kab Aceh Timur. Terhadap
4

ahli waris atau anak dari Almarhum Abdullah Bin Dadeh yaitu SDR Maimun dan

Sdri Nazariah telah menyetujuinya yang bahwa tanah tersebut di wakafkan untuk

Mesjid Al Qubra oleh Almarhum Ayahnya.

Namun terhadap SDR ZULKIFLI selaku anak pertama tidak

menyetujuinya dengan alasan tidak ada lagi akses jalan untuk masuk ke rumahnya

apabila tanah tersebut di ambil alih untuk Mesjid, dan SDR Zulkfli masih

memegang surat dasar atas tanah dan harta yang di tinggalkan oleh Almarhum

ayahnya yaitu Abdullah Bin Dadeh. Maka dalam permasalahan ini pihak

kepolisian bersama masyarakat dan seluruh perangkat gampong Desa Blang Pauh

Sa Kecamatan Julok telah duduk pakat atas penyelesaian tanah wakaf Masjid Al

Qubra.

Berdasarkan uraian diatas maka dalam hal ini penulis ingin meneliti lebih

lanjut mengenai penyelesaian tanah wakaf yang berada di Kabupaten Aceh Timur

Kecamatan Julok. Oleh karena karena itu sehingga dalam kasus ini penulis tertarik

untuk meneliti lebih lanjut dengan karya ilmiah dalam bentuk Tesis dengan Judul

“Rekontruksi Restorative Justice Terhadap Barang Wakaf Atau Pemberi Wakaf

Di Kabupaten Aceh Timur (studi kasus di kec Julok)”.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana mekanisme penyelesaian tanah wakaf melalui Restorastif Justice?

2. Apa dampak dari penyelesaian wakaf melalui restorastif justice bagi

masyarakat ?
5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1) Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari

penelitian ini adalah :

a) Untuk mengetahui mekanisme penyelesaian tanah wakaf melalui

Restorastif Justice.

b) Untuk mengetahui dampak dari penyelesaian wakaf melalui restorastif

justice bagi masyarakat.

2) Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan baik

secara teoritis maupun praktis.

1. Secara Teoritis.

Sebagai bahan untuk pengembangan wawasan dan kajian lebih

lanjut bagi teoritis-teoritis yang ingin mengetahui dan memperdalam

tentang masalah “Rekontruksi Restorative Justice Terhadap Barang Wakaf

Atau Pemberi Wakaf Di Kabupaten Aceh Timur (studi kasus di kec

Julok).”

2. Secara Praktis

Untuk memberikan sumbangan pemikiran serta menambah

wawasan pengetahuan tentang wakaf dan sebagai informasi ilmiah

khususnya masyarakat dan pemerintah Kabupaten Aceh Timur tentang


6

“Rekontruksi Restorative Justice Terhadap Wakaf Di Kabupaten Aceh

Timur kecamatan Julok.”

D. Kerangka Teoritis

Untuk mengulas dan memecah permasalahan diatas penulis dalam hal ini

mengambil beberapa teori dan pendapat ahli hukum dan disiplin ilmu yang terkait

sebagai kerangka pikir yang merupakan pendukung dalam membangun kerangka

ilmiah dari permasalahan sengketa wakaf yang diselesaikan melalui restorastif

justice.

Adapun teori yang digunakan adalah teori Restorastive Justive yaitu :

1. Keadilan Restoratif

Istilah restorative justice merupakan sebuah penemuan baru yang

dikenal di Indonesia dari tahun 1960-an namun dalam hal ini istilah tersebut

baru di orbitkan. Di Negara maju istilah restorastif justice sudah lama di

kembangkan oleh para akademisi hokum dan praktisi hokum, maka dari itu di

sejumlah Negara Eropa sudah diterapkan sejak dahulu.6

PBB mendefinisikan keadilan restoratif sebagai a way of responding to

criminals behavior by balancing the needs of the community, the victims and

the offender.7 (penyelesaian yang dilakukan terhadap pelaku pidana dengan

mengembalikan harmonisasi anatara masyarakat, korban dan para pelaku).

Eriyantouw Wahid, 2009, Keadilan Restoratif Dan Peradilan Konvensional Dalam


6

Hukum Pidana, Universitas Trisakti, Jakarta, hal. 1


7
Handbook on Restorative Justice Programme, New York: United Nations, 2006, hlm. 6
7

Menurut Miriam Liebman bahwakeadilan restoratif itu adalah:8

“Restorative justice has become the term generally used for an approach to

criminal justice (and other justice systems such as a school diclipinary system)

that emphasizes restoring the victim and community rather than punishing the

offender” (keadilan yang dinamakan restorastif justice merupakan suatu yang

sudah umum digunakan dalam penyelesaian kasus pidana yang dalam hal ini

menekankan kepada para pelaku agar mendapatkan hukuman yang setimpal

dengan perbuatannya).

Eva Achjani Zulfa berpendapat bahwa, restoratif adalah suatu

penyelesaian dengan menggunakan banyak pihak diluar pengadilan dengan

menitik beratkan keterlibatan masyarakat dan korban agar dalam hal ini proses

perkara dapat diselesaikan secara baik-baik pula dan menjadikan kesan bagi

banyak orang.9

Menurut Bagir Manan, menerangkan bahwa restorastif justice ini

adalah suatu tatanan yang system pemidanaannya itu adil baik itu untuk para

pelaku maupun korban dan dapat dijadikan pedoman bagi khalayak ramai.10

Restorastife justice merupakan klarifikasi dari kelompok yang baik.

Maka dalam definisi ini juga ada beberapa poin penting untuk menyelesaikan

permasalahan: “Restorative justice is a theory of justice that emphasizes

repairing the harm caused or revealed by criminal behavior. It is best

8
Miriam Liebman, 2007, Restorative justice: How It Works, Jessica Kingsley Publishers,
London, hlm. 27
9
Eva Achjani Zulfa, 2009, Keadilan Restoratif, Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Jakarta, hlm. 65
10
Albert Aries, 2006, Penyelesaian Perkara Pencurian Ringan dan Keadilan Restoratif,
Majalah Varia Peradilan, Tahun XX. No. 247, (Penerbit Ikatan Hakim Indonesia, Juni 2006).hlm.
3.
8

accomplished through inclusive and cooperative process” (Keadilan restoratif

adalah teori keadilan yang mengutamakan pemulihan kerugian akibat perilaku

jahat, dimana pemulihannya tuntas melalui proses yang inklusif dan

kooperatif).11

Berdasarkan hal tersebut maka restorastif justice merupakan suatu

penyelesaian yang melibatkan banyak pihak baik itu aparat penegak hokum,

masyarakat dan para pelaku sendiri dengan tujuan mencapai keadilan yang

telah diinginkan bagi seluruh pihak yang berhadir.12

2. Pendekatan dan Prinsip Keadilan Restoratif

Van Ness, yang dituangkan kembali oleh Mudzakkir, bahwa restorastif

justice terdapat beberapa ciri-ciri diantaranya, yaitu:

a. Kejahatan adalah suatu pertikaian antar korban dengan pelaku yang

merugikan korban, masyarakat dari perbuatan sipelaku.

b. Tujuan yang harus dicapai untuk peradilan pidana yaitu melakukan

rekonsiliasi terhadap para pihak yang mengalami kerugian atas

perbuatan si pelaku.

c. Proses peradilan pidana diselesaikan diluar pengadilan dengan

persetujuan dari berbagai pihak dan peradilannya diakui oleh Negara

dalam penyelesaian perkara.13

Keadilan restoratif memberi memberikan suatu kesempatan bagi para

pelaku yang mengungkapkan rasa penyesalannya kepada korban baik itu dari
11
Johnstone dan Van Ness, 2005, The Meaning of Restorative Justice, Makalah untuk
Konfrensi Lima Tahunan PBB ke-11, Workshop 2, Bangkok-Thailand, hal. 2-3
12
Amelinda Nurrahmah, 2012, Restorative Justice,
http://m.kompasiana.com/amelindanurrahmah/restorative-justice_55101738813311ae33bc6294.
diakses tanggal 10 Januari 2021
13
Ibid, hlm. 42.
9

segi materil maupun immaterial, maka dalam hal ini melalui restorastif justice

penyelesaian ini terjadi pergesaran dari lex talionis atau retributive justice

dengan menekankan bagi para pelaku dengan cara pemulihan sebagai bentuk

keadilan yang dituangkan dalam kesepakatan.14

Dalam bantuan hokum yang diberikan secara umum tidak serta merta

selalu tersedia dan biaya yang dikelaurkan akan cukup mahal bagi yang

membutuhkan. Implementasi terhadap keadilan restorastif justice merupakan

jumlah orang yang ada dalam proses peradilan pidana, maka dari itu khususnya

dalam lembaga permasyarakatan ini sistemperadilan pidana untuk

meningkatkan partisipasi publicpun harus membantu dalam penanganan

hukum.15

Dalam menjalankan prinsip-prinsip keadilan restorative, Adrinus

Meliala berpendapat bahwa:

a. Menjadikan para pelaku bertanggungjawab atas perbuatan yang

sudah dirugikan.

b. Memberikan kesempatan kepada pelaku untuk membuktikan

kapasitas dan kualitas terhadap kesalahannya untuk secara

konstruktif.

c. Melibatkan korban, keluarga dan pihak-pihak lain untuk

menyelesaikan konflik.

d. Menciptakan forum agar permasalahan dapat diselesaikan dengan

baik.
14
H. Siswanto Sunarso, 2014, Viktimologi dalam sistem peradilan pidana, Sinar Grafika,
Jakarta, hlm. 157
15
Ibid, hlm. 158.
10

e. Menetapkan hubungan langsung dan nyata dari perbuatannya

karena dianggap salah atas kejahatan yang dilakukan.

E. Kajian Terdahulu

Berdasarkan informasi data yang ada dan penelusuran kepustakaan

khususnya dilingkungan Pascasarjana Magister Hukum Ekonomi Sayri’ah Institut

Agama Islam Negeri Langsa penelitian yang berjudul “Rekontruksi Restorative

Justice Terhadap Wakaf Di Kabupaten Aceh Timur kecamatan Julok” belum

pernah diteliti kalaupun ada maka permasalahan dalam Karya Ilmiah ini berbeda,

Dengan demikian penelitian ini adalah sah dan asli serta dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah.


11

BAB II METODE PENELITIAN

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Dalam hal ini penelitian yang dilakukan dengan cara empiris

walaupun lebih didahulukan penelitian secara normative, agar tujuan dari

penelitian ini dapat diketahui “Rekontruksi Restorative Justice Terhadap

Wakaf Di Kabupaten Aceh Timur kecamatan Julok”. Penelitian hukum dapat

diklasifikan kedalam 2 (dua) jenis, yaitu : penelitian hukum normatif dan

penelitian hukum empiris/sosiologis. Penelitian hukum normatif adalah

penelitian yang menggunakan data sekunder, sedangkan penelitian hukum

empiris/sosiologis adalah penelitian hukum yang menggunakan data primer.16

Hal yang sama juga dinyatakan oleh Soedjono Soekanto dan Sri

Mamudji yang menggolongkan penelitian hukum ada 2 (dua) jenis, yaitu

penelitian hukum normatif dan sosiologis/empiris.17

Data sekunder yaitu dari bahan hokum primer yang terdiri dari

peraturan perundang-undangan, buku dan lainnya yang dianggap penting

sedangkan penelitian secara primer yaitu penelitian yang dilakukan dengan

caraq mengambil dokumen-dokumen dan lainnya untuk mendukung

penelitian. Bahan hukum tertier yang memberikan penjelasan terhadap bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder, antara lain kamus, ensiklopedia

dan sebagainya.18

16
Soemitro dan Ronny Hanitijo, 1988, Metodologi penelitian Hukum dan Juri metri,
Jakarta, Ghalia Indonesia, halaman. 10
17
Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, 1986, Penelitian Hukum Normatif, suatu
tinjauan singkat, Jakarta, Raja Wali, halaman. 15
18
Sudarsono, 2006, Cara Penyelesaian Karya Ilmiah diBidang Hukum, Edisi Revisi,
Yogyakarta, PT. Mitra Kebijakan Tanah, halaman. 37
12

2. Metode Pendekatan

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, dapat

diidentifikasi bahwa permasalahan pokok dalam penelitian ini termasuk salah

satu yang di dalam merumuskan Rekontruksi Restorative Justice Terhadap

Wakaf Di Kabupaten Aceh Timur kecamatan Julok.

Namun karena sasaran utama dalam penelitian ini pada masalah

wakaf yaitu mengenai peranan Rekontruksi Restorative Justice Terhadap

Wakaf Di Kabupaten Aceh Timur kecamatan Julok, maka pendekatannya

terutama ditempuh lewat pendekatan yuridis normatif yang bertumpu pada

data sekunder dan ditunjang dengan pendekatan yuridis historis dan yuridis

komparatif.

3. Sumber dan Teknik Pengumpulan data

a) Lokasi

Untuk memudahkan penelitian ini, maka akan ditentukan lokasi

penelitian dimana lokasi tersebut dapat peneliti kunjungi melakukan

penelitian. Penelitian ini dilakukan di Polsek Julok Kabupaten Aceh Timur.

b) Populasi

Populasi dalam suatu penelitian merupakan kumpulan individu atau

objek yang merupakan sifat-sifat umum. Arikunto menjelaskan bahwa “

populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. 19 Sedangkan menurut

Sugiyono populasi adalah “wilayah generalisasi yang terdiri dari atas objek

atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang


19
Arikunto, S. 2010, Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktik, (Edisi. Revisi).
Jakarta : Rineka Cipta, halaman. 173
13

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.20

Maka dari penjelasan para ahli tersebut, penulis menetapkan populasi dalam

penelitian ini adalah Anggota Kepolisian, Ahli Waris, Perangkat Gampong

dan Masyarakat.

c) Sampel Penelitian

Dalam pengambilan sampel ini penulis mengambil sampel dengan

menggunakan teknik purposive sampling dengan menetukan sampel

penelitian yang mempunyi arti dari segala subjek yang diambil dari beberapa

populasi yang dipilih.

Adapun sampel dalam penelitian ini terdiri dari 2 (dua) orang

Kepolisian, 2 (dua) orang perangkat gampong, 3 (tiga) orang ahli waris dan 2

(dua) orang masyarakat. Setiap sampel yang diambil dari populasi dipilih

dengan sengaja berdasarkan tujuan dan pertimbangan penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun sumber data primer yang dijadikan bahan penulisan dalam

karya ilmiah ini adalah dengan melakukan observasi (pengamatan) langsung

ke Polsek Julok Kabupaten Aceh Timur dan melakukan wawancara dengan

anggota kepolisian dan Perangkat Gampong. Adapun responden yang

diwawancara terdiri dari Masyarakat dan Ahli Waris.

Data yang di ambil dan di kumpulkan dalam penulisan Tesis ini melalui

2 ( dua ) cara yaitu :

Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan


20

R&D, Bandung: Alfabeta, halaman. 85


14

1. Penelitian kepustakaan atau library research yaitu dengan cara

membaca dan mempelajari peraturan Perundang-undangan, buku –

buku, majalah hukum, surat kabar.

2. Field Research yaitu melalui penelitian lapangan dengan cara

mempelajari kasus-kasus dan wawancara dengan informen dan

responden yaitu 3 (tiga) orang pihak kepolisian dan Perangkat

Gampong.

Cara-cara yang akan digunakan untuk mengumpulkan data dalam

penyusunan tesis ini adalah: Studi Pustaka ini diperoleh dengan cara

mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku ilmiah, jurnal,

majalah, surat kabar, berita televisi, dan bahan-bahan lain yang dapat

dijadikan sebagai data yang mendukung penyusunan tesis ini.

Alat pengumpulan data yang digunakan penulis adalah menggunakan

data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

Data sekunder yang diperoleh dari:

a. Bahan hukum primer, terdiri dari Qanun Nomor 9 Tahun 2008

tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat.

b. Bahan hukum sekunder, yang diperoleh dari Buku, Dokumen-

dokumen Hukum (salinan putusan), buku ilmiah, jurnal, majalah,

surat kabar, televisi, internet, dan sumber lain yang berhubungan

dengan tesis ini.


15

c. Bahan hukum tersier, yang terdiri dari Kamus Hukum, Kamus

Bahasa Indonesia, dan Bahasa lain yang berhubungan dengan tesis

ini.

5. Analisis Data

Analisis data merupakan suatu katagori yang dalam penelitian ini

terdapat pola yang didasarkan untuk merumuskan sebuah hipotesis dalam

penelitian yang disarankan menggunakan data. Penganalisisan data

merupakan tahap yang paling penting dalam penelitian hukum ekonomi

syariah.

Di dalam penelitian ini, pengolahan terhadap data pada intinya yaitu

sebagai kegiatan yang secara sistematis mempelajari bahn-bahan hokum yang

tertulis dan termuat sebagai referensi dalam suatu penelitian sehingga

memudahkan para peneliti untuk menganalisinya.21

21
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, suatu tinjauan singkat, halaman. 251.
16

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Mekanisme Penyelesaian Tanah Wakaf Melalui Restorastif Justice

Wakaf adalah salah satu lembaga yang ada di Indonesia yang diperuntukan

sebagai sarana untuk mengembangkan kahidupan dari agama, khususnya untuk

umat yang beragama Islam, selain itu wakaf sendiri mempunyai capaian aga

barang yang diamanahkan oleh masyarakat agar dikelola dengan baik oleh

lembaga itu sendiri.22

Wakaf sendiri merupakan harta yang diberikan oleh sipewaris kepada

orang maupun kelompok untuk dimanfaatkan akan harta tersebut. Sedangkan

pengertian wakif menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Pasal 1 angka 2

Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya. Dalam Pasal 7

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 disebutkan bahwa wakif meliputi

perseorangan, organisasi dan badan hukum untuk mewakafkan tanah yang

dimiliki, tidak semua orang dapat melakukannya atau dapat dianggap sah wakaf

yang telah diberikan itu, karena untuk menjadi seorang wakif harus memenuhi

syarat-syarat sebagai berikut :

1. Orang yang berwakaf merdeka dari pada segala aspek dan tidak ada

tekanan dari manapun. Sehingga wakaf tidak sah apabila ada seseorang

yang masih belum merdeka seperti budak yang mewakafkan hartanya

kepada orang lain.

22
Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal. 25
17

2. Orang yang berwakaf itu harus berakal sempurna. Tidak sah wakaf

yang diberikan oleh orang gila dan tidak sah pula wakaf yang

diberikan oleh orang lemah akalnya disebabkan sakit atau terlalu lanjut

usia, juga tidak sah wakafnya orang dungu karena akalnya dipandang

kurang. Wakaf itu memerlukan keharusan akal sehat dan dengan

pertimbangan yang sehat pula.

3. Orang yang berwakaf itu harus cukup umur atau sudah balig. Karena

cukup umur atau balig itu lazim dipandang sebagai indikasi

sempurnanya akal seseorang. Oleh sebab itu tidak sah wakaf yang

diberikan oleh anak kecil, apakah ia sudah mampu melakukan tamyiz

atau belum.

4. Orang yang berwakaf harus berpikir jernih dan tenang, tidak tertekan

karena bodoh, bangkrut, atau lalai walaupun wakaf tersebut dilakukan

melalui seorang wali.23

Wakaf yang merupakan amanah yang dititpkan oleh masyarakat kepada

lembaga agama agar dipergunakan pada jalan yang diridhai oleh Allah SWT,

maka dari itu wakaf ini merupakan harta dari seseorang untuk dipergunakan pada

jalan Allah SWT. Selain itu dalam hal ini wakaf mempunyai permasalahan pada

tiap-tipa orang yang mewakafkan seperti tidak diketahuinya oleh para ahli waris,

dimana dalam hal ini wakaf yang hartanya sudah diberikan kepada masyarakat

untuk dipergunakan di jalan Allah mempunyai permasalahan sendiri maka dari itu

23
Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Jakarta, Universitas
Indonesia Press, 1998, hal. 27
18

biasanya penyelesaian itu diselesaikan diluar pengadilan atau yang disebut dengan

Restorastice justice.

Dalam hal penyelesaian tanah wakaf yang bersengketa maka dalam hal ini

biasanya diselesaikan melalui aparat gampong dengan memanggil tim dari

kepolisian untuk dimintakan menjadi penengah dalam penyelesaian melalui

restorastice justice, agar kasus ini tidak terjadi keributan dan dianggap legal

secara hukum.24

Mekanisme dalam penyelesaian tanah wakaf ini diselesaikan melalui jalur

restorastice justice artinya dengan cara diluar pengadilan hal ini sebagaimana

yang telah diamanatkan oleh Qanun Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan

Kehidupan Adat dan Adat Istiadat Penyelesaian Sengketa/Perselisihan Pasal 13

(1) Sengketa/perselisihan adat dan adat istiadat.

Dalam mekanisme penyelesaian ini maka setiap hasil yang telah

diputuskan harus didaftarkan ke Pengadilan Negeri agar memiliki kekuatan

hokum yang tetap, apabila di suatu hari nanti terjadi kericuhan maka dasar hokum

penyelesaian tersebut menjadi bukti pokok dalam persidangan.25

Dalam mekanisme penyelesaian tanah wakaf ini apabila sudah

diselesaikan maka segera di daftarkan melalui Undang-Undang Pokok Agraria

sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 19 UUPA, yang ditujukan kepada

pemerintah agar dilaksanakan pendaftaran tanah, hal ini bertujuan agar menjamin

kepastian hokum yang bersifat Recht Kadaster, untuk menuju kearah pemberian

kepastian hak atas tanah telah diatur di dalam Pasal 19 UUPA yang menyebutkan:
24
Wawancara dengan Amiruddin Perangkat Gampong pada tanggal 23 Juli 2021
25
Wawancara dengan muzammil anggota Polsek Joluk Kabupaten Aceh Timur pada
tanggal 12 Juli 2021
19

1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan

pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut

ketentuanketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah

2. Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi :

a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah.

b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.

c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat

pembuktian yang kuat.

3. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara

dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta

kemungkinan penyelenggaraannya menurut pertimbangan Menteri

Agraria.

4. Dalam Peraturan Pemerintah diatas biaya-biaya yang bersangkutan

dengan pendaftaran termasuk dalam ayat 1 diatas, dengan ketentuan

bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran

biayabiaya tersebut.

B. Dampak Dari Penyelesaian Wakaf Melalui Restorastif Justice Bagi

Masyarakat

Menurut Undang-Undang Wakaf Nomor. 41 Tahun 2004 bahwa wakaf

adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang

memisahkan sebagian dari harta miliknya dan melembagakannya untuk selama-

lamnya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan
20

ajaran agama Islam. Definisi yang termuat dalam Undang-Undang ini tampaknya

sama dengan definisi wakaf yang tercantum dalam kompilasi hukum Islam di

Indonesia pasal 215 jo. pasal 1 (1) PP No. 28 Tahun 1977. Dari beberapa definisi

wakaf tersebut, dapat disimpulkan bahwa wakaf bertujuan untuk memberikan

manfaat atau faedah harta yang diwakafkan kepada orang yang berhak dan

dipergunakan sesuai dengan ajaran syari’ah Islam. Sebagaimana fungsi wakaf

yang disebutkan dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, yakni

wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda

wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

Maka di Indonesia wakaf menurut hukum positif sudah diatur dan masalah

yang berkaitan perihal dengan pengadilan agama. Dalam (KHI) Kompilasi

Hukum Islam pasal 215 disebutkkan wakaf adalah perbuatan hukum seseorang

atau sekelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian harta

miliknya dan melembagakan untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau

keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.

Konsep sulh (perdamaian) sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa

dalam kitab fiqih yang didasarkan oleh umat Islam yang dibidangi dengan

muamalh sebagai konsep penyelesaiannya dalam suatu permasalahan untuk

diselesaikan guna untuk kepentingan ibadah dan keperluan umum lainnya yang

dianggap sudah sesuai dengan hokum Islam.

Dasar hukum penyelesaian sengketa di luar Pengadilan dapat disampaikan

sebagai berikut:
21

1) Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 berbunyi:

“Semua peradilan di seluruh wilayah Republik Indonesia adalah

Peradilan Negara dan ditetapkan dengan undang-undang”. Penjelasan

Pasal 3 ayat (1) : Pasal ini mengandung arti, bahwa di samping

Peradilan Negara, tidak diperkenankan lagi adanya peradilan-

peradilan yang dilakukan oleh bukan Badan Peradilan Negara.

Penyelesaian perkara di luar Pengadilan atas dasar perdamaian atau

melalui wasit (arbitrase) tetap diperbolehkan

2) Pasal 1851 KUHPerdata menyatakan : “Perdamaian adalah suatu

perjanjian dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan,

Penyelesaian Sengketa Wakaf dalam Hukum Positif menjanjikan atau

menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang

bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu perkara. Persetujuan

ini tidaklah sah, melainkan jika dibuat secara tertulis”

3) Pasal 1855 KUHPerdata: “Setiap perdamaian hanya mengakhiri

perselisihan-perselisihan yang termaktub didalamnya, baik para pihak

merumuskan maksud mereka dalam perkaraan khusus atau umum,

maupun maksud itu dapat disimpulkan sebagai akibat mutlak satu-

satunya dari apa yang dituliskan”

4) Pasal 1858 KUHPerdata : “Segala perdamaian mempunyai diantara

para pihak suatu kekuatan seperti suatu putusan hakim dalam tingkat

yang penghabisan. Tidak dapatlah perdamaian itu dibantah dengan


22

alasan klekhilafan mengenai hukum atau dengan alasan bahwa salah

satu pihak dirugikan”

5) Alternatif penyelesaian sengketa hanya diatur dalam satu pasal yakni

Pasal 6 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Penyelesaian wakaf melalui restorastif justice bagi masyarakat

menimbulkan efek yang baik, selain dapat diselesaikan dengan system

kekeluargaan biaya yang dikeluarkan juga sangat kecil, mudah dan efesien. Hal

ini memberikan dampak yang baik bagi masyarakat dikarenakan adanya system

penyelesaian yang baik pula dari para ahli waris.26

Dampak dari penyelesaian wakaf yang diselesaikan melalui restorastif

justice mempunyai kemudahan dalam menyelesaikan suatu perkara, permasalahan

wakaf di Aceh sendiri sangat banyak terjadi, dikarenakan wakaf yang diberikan

oleh si pewakaf terkadang tidak berdasarkan ketentuan seperti didaftarkan wakaf

tersebut, dan dalam hal ini biasanya wakaf diberikan dengan cuma-cuma atau

tidak dengan suatu perjanjian yang telah disepakati.

Daftar Pustaka

C. Buku

Albert Aries, 2006, Penyelesaian Perkara Pencurian Ringan dan Keadilan


Restoratif, Majalah Varia Peradilan, Tahun XX. No. 247, Penerbit Ikatan
Hakim Indonesia, Juni 2006

Amelinda Nurrahmah, 2012, Restorative Justice,


http://m.kompasiana.com/amelindanurrahmah/restorative-
justice_55101738813311ae33bc6294. diakses tanggal 26 Mei 2021
26
Wawancara dengan Amiruddin Perangkat Gampong pada tanggal 23 Juli 2021
23

Arikunto, S. 2010, Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktik, (Edisi.


Revisi). Jakarta : Rineka Cipta

Bambang Sutiyoso, 2008, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian


Sengketa,Gama Media, Yogyakarta.

Barda Nawawi Arief, 2008, Perbandingan Hukum Pidana, Jakarta, Radja


Grafindo Persada

Eriyantouw Wahid, 2009, Keadilan Restoratif Dan Peradilan Konvensional


Dalam Hukum Pidana, Universitas Trisakti, Jakarta

Eva Achjani Zulfa, 2009, Keadilan Restoratif, Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Jakarta

H. Siswanto Sunarso, 2014, Viktimologi dalam sistem peradilan pidana, Sinar


Grafika, Jakarta

Handbook on Restorative Justice Programme, New York: United Nations, 2006

Johnstone dan Van Ness, 2005, The Meaning of Restorative Justice, Makalah
untuk Konfrensi Lima Tahunan PBB ke-11, Workshop 2, Bangkok-
Thailand

Lexi J Moleong, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung; PT. Remaja


Rosdakarya

M. Yahya Harahap, 2000, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP,


Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta

Miriam Liebman, 2007, Restorative justice: How It Works, Jessica Kingsley


Publishers, London

Satjipto Rahardjo, 2009, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta


Publishing, Yogyakarta

Soemitro dan Ronny Hanitijo, 1988, Metodologi penelitian Hukum dan Juri metri,
Jakarta, Ghalia Indonesia

Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, 1986, Penelitian Hukum Normatif, suatu
tinjauan singkat, Jakarta, Raja Wali

Sudarsono, 2006, Cara Penyelesaian Karya Ilmiah diBidang Hukum, Edisi


Revisi, Yogyakarta, PT. Mitra Kebijakan Tanah
24

Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,


kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta

D. Peraturan Perundang-Undangan

Qanun Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat
Istiadat

E. Sumber Lain

Suteki, Kebijakan Tidak Menegakkan Hukum (Non Enforcement of Law) Demi


Pemuliaan Keadilan Substansial, Pidato Pengukuhan, Disampaikan pada
Penerimaan jabatan Guru Besar dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro, di Semarang pada tanggal 4 Agustus 2010

Anda mungkin juga menyukai