PENDIDIKAN PANCASILA
PANCASILA SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN ILMU
Kelompok 3
1. Bintang Primamuti 213210198
2. Irgi Ramadhanu 213210751
3. Laras Amalia 213210472
4. Mahardika Pandurisi 213210625
5. Muhammad Saddam 213210135
6. Reyhan Rafsanjani 213210135
7. Tania Stephanie 213210408
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah, didapatkan tujuan penulisan sebagai berikut.
1. Mengetahui apa pengertian ilmu.
2. Mengetahui urgensi Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu.
3. Mengetahui alasan diperlukannya Pancasila sebagai dasr pengembangan
ilmu.
4. Mengetahui fenomena dan solusi yang muncul.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu memiliki beberapa
pengertian dari beberapa jenis pemahaman.
1. Bahwa setiap ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang
dikembangkan di Indonesia haruslah tidak bertentangan dengan nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila.
2. Bahwa setiap iptek yang dikembangkan di Indonesia harus menyertakan
nilai-nilai Pancasila sebagai faktor internal pengembangan iptek itu
sendiri.
3. Bahwa nilai-nilai Pancasila berperan sebagai rambu normative bagi
pengembangan iptek di Indonesia, artinya mampu mengendalikan iptek
agar tidak keluar dari cara berpikir dan cara bertindak bangsa Indonesia.
4. Bahwa setiap pengembangan iptek harus berakar dari budaya dan
ideologi bangsa Indonesia sendiri atau lebih yang lebih dikenal dengan
istilah indegenisasi ilmu (mempribumian ilmu).
4
Relasi antara iptek dan nilai budaya, serta agama dapat ditandai dengan
beberapa kemungkinan sebagai berikut. Pertama, iptek yang gayut dengan nilai
budaya dan agama sehingga pengembangan iptek harus senantiasa didasarkan atas
sikap human-religius. Kedua, iptek yang lepas sama sekali dari norma budaya dan
agama sehingga terjadi sekularisasi yang berakibat pada kemajuan iptek tanpa
dikawal dan diwarnai nilai human-religius. Hal ini terjadi karena sekelompok
ilmuwan yang meyakini bahwa iptek memiliki hukumhukum sendiri yang lepas dan
tidak perlu diintervensi nilai-nilai dari luar. Ketiga, iptek yang menempatkan nilai
agama dan budaya sebagai mitra dialog di saat diperlukan. Dalam hal ini, ada
sebagian ilmuwan yang beranggapan bahwa iptek memang memiliki hukum
tersendiri (faktor internal), tetapi di pihak lain diperlukan factor eksternal
(budaya,ideologi dan agama) untuk bertukar pikiran,meskipun tidak dalam arti
saling bergantung secara ketat.
5
diyakini mampu menciptakan kepribadian manusia Indonesia yang berwatak sosial,
humanis, dan religius. Selain itu, karakteristik tersebut kini mulai terkikis dan
digantikan oleh kecenderungan individualistis, dehumanis, pragmatis, bahkan
sekuler.
Ketiga, nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi simbol kehidupan di berbagai
daerah mulai tergantikan oleh gaya hidup global, seperti: budaya gotong royong
digantikan oleh individualis yang tidak patuh membayar pajak dan hanya menjadi
bebas. pengendara di negeri ini, sikap sederhana digantikan oleh gaya hidup
mewah-kemewahan, konsumerisme; solidaritas sosial digantikan oleh semangat
individualistis; musyawarah untuk mufakat diganti dengan pemungutan suara, dan
seterusnya.
6
beradab, dan ilmu pengetahuan harus diabadikan untuk
meningkatkan harkat dan martabat manusia.
3. Sila Persatuan Indonesia: ilmu pengetahuan harus dapat
dikembangkan untuk memperkuat rasa persatuan dan kesatuan
bangsa. Pengembangan ilmu pengetahuan hendaknya diaragkan
demi kesejahteraan umum manusia, termasuk di dalamnya
kesejahteraan bangsa Indonesia dan rasa nasionalismenya.
4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratn/perwakilan: ilmu pengetahuan yang telah
teruji kebenarannya harus dapat dipersembahkan untuk kepentingan
masyarakat. Nilai kerakyatan juga mensyaratkan adanya wawasan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendalam yang mengatasi
ruang dan waktu tentang materia yang dimusyawarahkan.
5. Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia:
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus menjadi
keseimbangan dan keadilan dalan hubungan antara manusia dan
sesamanya, manusia dengan penciptanya, dan manusia dengan
lingkungan di mana mereka berada. Pengembangan ilmu
pengetahuan yang berkeadilanharus dapat teraktualisasi dalam
pengelolaan kekayaan alam sebagai milik bersama bangsa Indonesia
untuk kemakmuran rakyat.
7
berkepanjangan pada generasi berikut, bahkan menyentuh nilai
kemanusiaan secara universal. Nilai kemanusiaan bukan milik individu atau
sekelompok orang atau bangsa semata, tetapi milik bersama umat manusia.
Dampak dari bom di kota Hiroshima menimbulkan korban dan
kesengsaraan.
Pancasila sebagai pengembang ilmu adalah sebuah pemikiran dan
dasar pandangan, bahwa pancasila sistem negara, yang bisa sebagai
pegangan, tuntunan, aturan, dalam mencari pengetahuan atau
mengembangkan suatu pengetahuan. Pentingnya pancasila sebagai dasar
nilai pengembang ilmu:
1. Mencegah warga agar tidak terjerumus pada nilai tertentu, yang
bisa menghilangkan kepribadian bangsa. Semisal westernisasi
yang berkembang pesat di Indonesia, budaya barat yang masuk,
merubah sikap dan perilaku beberapa warga, sehingga
meninggalkan budaya dan nilai kepribadian bangsa, maka itu
perlunya pancasila agar tidak hilangnya kepribadian bangsa.
2. Tuntunan IPTEK yang dapat menghilangkan eksitensi mahkluk
hidup masa yang akan datang. Pancasila mencegahnya agar
Indonesia, memiliki moral untuk ilmuwan dalam pengembangan
IPTEK.
3. Globalisasi, IPTEK, Politik barat sangat dapat merubah Indonesia,
maka perlu Pancasila sebagai dasar pengembang ilmu agar tidak
hilang kepribadian bangsa Indonesia, seperti gotong royong,
solidaritas, musyawarah.
8
dan gerakan seiring dengan proses “penemuan” Indonesia sebagai kode
kebangsaan bersama (civic nationalism).
Fase “perumusan” dimulai pada masa persidangan pertama Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK), 29 Mei-1 Juni 1945,
dengan Pidato Soekarno (1 Juni) sebagai mahkotanya yang memunculkan
istilah Panca Sila. Rumusan Pancasila dari Pidato Soekarno itu lantas
digodok dalam pertemuan Chuo Sangi In yang membentuk “Panitia
Sembilan”, yang melahirkan rumusan baru Pancasila dalam versi Piagam
Jakarta, pada 22 Juni.
Fase “pengesahan” dimulai pada 18 Agustus 1945 dalam sidang
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang melahirkan
rumusan final, yang mengikat secara konstitusional dalam kehidupan
bernegara. Sejak tanggal 18 Agustus 1945, Pancasila telah menjadi dasar
falsafah negara (Philosophische Gronslag), ideologi negara dan pandangan
hidup (Weltanschauung) 1 Istilah “Leitstar” yang digunakan oleh Soekarno
berasal dari bahasa Jerman yang berarti “guiding star” (bintang pimpinan).
Istilah-istilah tersebut bisa dimaknai dengan merujuk pada pidato Bung
Karno pada 1 Juni 1945. Dalam pidato tersebut, ia menyebut istilah
“Philosfische Gronslag” sebanyak 4 kali plus 1 kali menggunakan istilah
“filosifische principe”; sedangkan istilah “Weltanschauung” ia sebut
sebanyak 31 kali. Tentang istilah “Philosophische Grondslag”, ia
definisikan sebagai “Fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya,
jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung
Indonesia Merdeka.” Frase “untuk diatasnya didirikan gedung Indonesia
Merdeka” menjelaskan bahwa Pancasila sebagai Philosophische Grondlag
merupakan padanan dari istilah “Dasar Negara”. Alhasil, pengertian
Pancasila sebagai “dasar negara” tak lain adalah Pancasila sebagai “dasar
filsafat/falsafah negara”.
Tentang istilah Weltanschauung, ia tidak memberikan definisinya
secara eksplisit; namun tersirat dari contoh-contoh yang ia berikan, antara
lain, sebagai berikut:
9
1. Hitler mendirikan Jermania di atas “national-sozialistische
Weltanschauung”;
2. Lenin mendirikan negara Sovyet di atas “Marxistische,
Historisch Materialistiche Weltanschaaung”;
3. Nippon mendirikan negara di atas “Tenno Koodo Seisin”;
4. Saudi Arabia, Ibn Saud, mendirikan negara di atas satu
“Weltanschauung”, bahkan di atas dasar agama, yaitu Islam;
5. Sun Yat Sen mendirikan negara Tiongkok merdeka di atas
“Weltanschauung” San Min Chu I, yaitu Mintsu, Minchuan,
Minshen: Nasionalisme, Demokrasi, Sosialisme.
Dengan demikian, pengertian Bung Karno tentang Weltanschauung itu
dekat dengan ideologi. Dengan kata lain, Pancasila sebagai pandangan
hidup/pandangan dunia (Weltanschauung) bangsa Indonesia hendak
dijadikan sebagai ideologi negara.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu pengetahuan sangat
penting untuk disebarluaskan kepada seluruh masyarakat. Pengamalan Pancasila
sebagai dasar nilai pengembangan ilmu tersebut dapat diwujudkan melalui mata
kuliah pendidikan Pancasila di perguruan tinggi. Jika pemahaman terhadap
Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu ini memudar, maka etika dan norma
dalam perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia pun akan memudar. Oleh
karena itu, penting bahwa pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia
didasarkan pada Pancasila.
Kita sebagai warga negara yang baik harus memahami dan juga berusaha
mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi di era
globalisasi ini, dimana banyak budaya yang masuk ke Indonesia dengan bebas.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat penting bagi suatu negara,
namun alangkah baiknya lebih selektif dan disesuaikan dengan dasar Pancasila.
3.2 Saran
Saran penulis bagi pembaca adalah menjadikan Pancasila sebagai dasar
perkembangan ilmu pengetahuan era sekarang, sehingga sesuai dengan norma dan
etika yang terkandung dalam pancasila. Dalam makalah ini masih terdapat
kesalahan, maka dari itu kami mengharapkan kritik yang membangun dari para
pembaca untuk perbaikan makalah selanjutnya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Amran, Ali. 2017. Pendidikan Pancasila Di Perguruan Tinggi. Depok: PT. Raja
Grafindo.
12