Untuk selanjutnya selaku Pemberi Kuasa, Dengan ini telah memberikan kuasa
sepenuhnya kepada para Penerima Kuasa:
DINDA MUHAMAD YUNUS, S.H., M.H.
Advokat yang berkantor di Firma Hukum SEJAHTERA Alamat: Jl. Raya Cianjur no. 18,
Dalam hal ini pemberi kuasa telah memilih kedudukan hukum di alamat kuasanya tersebut di
atas. Selanjutnya penerima kuasa dapat bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa baik
sendiri maupun bersama selaku Penasihat Hukum;
--------------------------------------------------------------K H U S U
S--------------------------------------------------------------
Perihal :
Untuk dan atas nama pemberi kuasa mengajukan dan menangani gugatan perdata tentang
Perbuatan Melawan Hukum selaku Penggugat di Pengadilan Negeri Cianjur;
Melawan :
WAHYU FIRMANSYAH, laki-laki, umur ± 35 tahun, Warga Negara Indonesia, agama Islam,
pekerjaan Wiraswasta, bertempat tinggal di Kampung Bunisari, RT/RW : 03/08, Desa Jatisari,
Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur;
Berkenaan dengan pemberian kuasa di atas, Penerima Kuasa berhak dan berwenang
untuk melakukan teguran, menjawab teguran, melakukan pelaporan, mengajukan/ menangani
gugatan, menghadiri serta berbicara baik di dalam maupun di luar persidangan, menghadap
Pejabat Peradilan, Kepolisian, Instansi Pemerintah, maupun swasta; Melakukan pemeriksaan
dokumen/ berkas/ berita acara dan meminta salinannya, menandatangani surat-surat yang
diperlukan, menyampaikan/ mengajukan alat bukti, memberikan keterangan baik lisan maupun
tertulis, menyampaikan keberatan baik lisan maupun tertulis, mengadakan permufakatan
(dading), mengajukan/meghadapi upaya hukum banding, mengajukan memori /kontra memori
banding, mengajukan upaya hukum kasasi, mengajukan memori kasasi/ kontra memori kasasi,
mengajukan eksekusi, dan singkatnya Penerima kuasa dapat bertindak untuk melakukan segala
tindakan hukum yang dipandang penting dan diperlukan bagi perlindungan hak dan kepentingan
Pemberi Kuasa berkenaan dengan adanya pemberian kuasa ini;
Kuasa ini diberikan dengan hak retensi dan subtitusi kepada pihak lain.
Pencabutan atas kuasa ini hanya dapat dilakukan dengan persetujuan penerima kuasa.
Dengan hormat,
Merujuk pada pertemuan kami tanggal 30 April 2023 dengan pihak B, kami menyampaikan
Legal Opinion Sebagai berikut :
Kasus Posisi
Bahwa Pihak CV.A masih memiliki kewajiban kepada Pihak CV.B sejumlah Rp. 960.000,-
(sembilan ratus enam puluh ribu rupiah)
Bahwa dalam pertemuan tanggal 30 April 2023 tersebut, Pihak manajemen CV.A
menyatakan beritikad untuk membayar kewajiban kepada Pihak CV.B, dan menawarkan
restrukturisasi utang sebagai pilihan penyelesaian pembayaran karena pihak CV.A masih merasa
kesulitan dalam melakukan pembayaran dengan dalil masih belum bisa pulih dari dampak
kerugian yang ditimbulkan oleh kebakaran salah satu gudang usahanya.
Isu Hukum
1. apakah restrukturisasi utang itu
2. apakah dapat diselesaikan dengan gugatan wanprestasi
3. apakah dapat diselesaikan dengan mengajukan permohonan pailit
Analisa
Dengan melihat fakta-fakta hukum diatas maka bentuk penyelesaian permasalahan yang dapat
diambil adalah :
1. Penyelesaian secara non litigasi
2. penyelesaian litigasi
Reschedulling
Reschedulling adalah upaya untuk memperpanjang jangka waktu dalam pengembalian hutang
atau penjadwalan kembali terhadap hutang debitur pada pihak kreditur. Dan ini biasanya dengan
cara memberikan tambahan waktu lagi kepada debitur di dalam melakukan pelunasan hutangnya.
“Tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, apabila siberutang tidak
memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban memberikan
penggantian biaya, rugi dan bunga”
“Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai
diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap
melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau
dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampauinya.”
Debitur dinyatakan lalai apabila : (i) tidak memenuhi prestasi (kewajiban), (ii) terlambat
berprestasi (melakukan kewajiban), (iii) berprestasi tidak sebagaimana mestinya. Dalam hal ini
wanprestasi baru ada pernyataan lalai dari pihak kreditur kepada debitur, hal ini dibutuhkan
untuk menentukan tenggang waktu (yang wajar) kepada debitur untuk memenuhi kewajibannya
dengan sanksi tanggung gugat atas kerugian yang dialami kreditor.
Adakalanya dalam keadaan tertentu untuk membuktikan adanya wanprestasi debitur tidak
diperlukan lagi pernyataan lalai, ialah :
1. untuk pemenuhan prestasi berlaku tenggang waktu yang fatal (fatale termijn) ;
2. debitur menolak pemenuhan ;
3. debitur mangakui kelalainnya ;
4. pemenuhan prestasi tidak mungkin (di luar overmacht) ;
5. pemenuhan tidak lagi berarti (zinloos) ; dan
6. debitur melakukan prestasi tidak sebagaimana mestinya.
Dengan adanya wanprestasi, pihak kreditur yang dirugikan sebagai akibat kegagalan pelaksanaan
kontrak oleh pihak debitur mempunyai hak gugat dalam upaya menegakkan hak-hak
kontraktualnya. Hal ini sebagaimana yang diatur dalam ketentuan pasal 1267 KUHPerdata yang
menyatakan bahwa :
“Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih : memaksa pihak lain
memenuhi kontrak, jika hal itu masih dapat dialkukan, atau menuntut pembatalan persetujuan,
dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga ;
Hak kreditur tersebut dapat secara mandiri diajukan maupun dikombinasikan dengan gugatan
lain, meliputi :
1. Pemenuhan (nakoming) ; atau
2. Ganti Rugi (vervangende vergoeding; schadeloosstelling) ; atau
3. pembubaran, pemutusan atau pembatalan (ontbinding), atau
4. pemenuhan ditambah ganti rugi pelengkap (nakoming en anvullend vergoeding) ;
atau
5. Pembubaran ditambah ganti rugi pelengkap (ontbinding en an vullend
vergoeding)
Pemenuhan (nakoming) merupakan prestasi (kewajiban) primer sebagaimana yang
diharapkan dan disepakati para pihak pada saat penutupan kontrak. Gugatan pemenuhan prestasi
dimaksud telah tiba waktunya untuk dilaksanakan ;
Ganti rugi merupakan upaya untuk memulihkan kerugian yang prestasinya bersifat
subsidair. Artinya, apabila pemenuhan prestasi tidak lagi dimungkinkan atau sudah tidak
diharapkan lagi maka ganti rugi merupakan alternative yang dapat dipilih oleh kreditur. sesuai
dengan ketentuan pasal 1243 KUHPerdata, ganti rugi meliputi :
Biaya (kosten), rugi (scahden), dan bunga (interessen). , maka unsure kerugian dalam hal ini
terdiri dari dua unsur, yaitu (i) kerugian nyata diderita (damnum emergens), meliputi biaya dan
rugi; dan (ii) keuntungan yang tidak diperoleh (lucrum cessans), berupa bunga
Ganti rugi di sini meliputi ganti rugi pengganti (vergande vergoeding) dang anti rugi
pelengkap (aanvullend vergoeding). Ganti pengganti (vergande vergoeding), merupakan
gantirugi yang diakibatkan oleh tidak adanya prestasi yang seharusnya menjadi hak kreditor,
meliputi seluruh kerugian yang diderita sebagai akibat wanprestasi debitur. Sedangkan ganti rugi
sebagai akibat terlambat atau tidak dipenuhinya prestasi debitur sebagaimana mestinya atau
karena adanya pemutusan kontrak.
Dalam hal ini pihak CV.A telah melakukan wanprestasi dengan tidak melakukan
kewajiban (prestasi) melampaui batas waktu yang telah ditentukan, maka sesuai dengan
ketentuan dalam KUHPerdata maka pihak CV.B berhak untuk dapat mengajukan upaya hukum
Gugatan Wanprestasi ;
Gugatan Kepailitan
Syarat-syarat untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap debitor dapat dilihat
pada Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang, yang berbunyi bahwa debitor yang mempunyai dua atau lebh
kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan baik atas permohonannya sendiri atau
maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.
Syarat-syarat permohonan pailit sebagaimana telah ditentukan Pasal 2 ayat (1) dapat dijelaskan
sebagai berikut:
3. Syarat adanya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyebutkan syarat untuk dinyatakan pailit melalui
putusan pengadilan, yaitu :
1. terdapat minimal 2 (dua) orang kreditor
2. debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
Syarat yang ada pada poin ketiga di atas, menunjukkan bahwa adanya utang yang telah
jatuh waktu dan dapat ditagih menunjukkan bahwa kreditor sudah mempunyai hak untuk
menuntut debitor untuk memenuhi prestasinya. Hak ini menunjukkan adanya utang yang harus
lahir dari perikatan sempurna yaitu adanya schuld dan haftung. Schuld yang dimaksud disini
adalah kewajiban setiap debitor untuk menyerahkan prestasi kepada kreditor, dan karena itu
debitor mempunyai kewajiban untuk membayar utang. Sedangkan haftung adalah bentuk
kewajiban debitor yang lain yaitu debitor berkewajiban untuk membiarkan harta kekayaannya
diambil oleh kreditor sebanyak utang debitor guna pelunasan utang tadi, apabila debitor tidak
memenuhi kewajibannya membayar utang tersebut.
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, menentukan pengertian utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih
adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu baik karena telah diperjanjikan,
karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi
atau denda oleh instansi yang berwenang maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau
majelis arbitrase. Implementasi Penjelasan Pasal 2 ayat (1)Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang lebih banyak terjadi
ketika debitor tidak memenuhi kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu
sebagaimana yang telah diperjanjikan.
CV belum merupakan badan hukum, karena meskipun dalam CV sudah memenuhi syarat-syarat
materiil suatu badan hukum, tetapi pengesahan dari Pemerintah belum dipenuhi sebagai syarat
formilnya. CV merupakan salah satu bentuk perusahaan yang bukan badan hukum ang diatur
dalam buku pertama, titel ketiga, bagian kedua Pasal 16-35 KUHD. Pasal 19 KUHD
menegaskan:
”Persekutuan dengan jalan meminjam uang atau disebut juga persekutuan komanditer, diadakan
antara seorang sekutu atau lebih yang bertanggung jawab secara pribadi dan untuk seluruhnya
dengan seorang atau lebih sebagai peminjam uang.”
Dapat diliat bahwa pada Persekutuan Komanditer atau CV ini terdiri dari dua macam
sekutu:
1. Sekutu Pengurus atau Sekutu Komplementer (Complementaris) yang bertindak sebagai pesero
pengurus dalam CV. Selain Sekutu Komanditer yang juga ikut memberikan pemasukan modal,
Sekutu Komplementaris sekaligus menjadi pengurus dalam CV;
2. Sekutu Komanditer yang disebut juga dengan sekutu tidak kerja dan statusnya hanya sebagai
pemberi modal atau pemberi pinjaman. Oleh karena Sekutu Komanditer tidak ikut mengurus CV,
dia tidak ikut bertindak ke luar.
Sekutu Kerja/Sekutu Aktif/Sekutu Komplementer adalah sekutu yang memasukkan
modal dalam persekutuan, menjadi pengurus Persekutuan, mengelola usaha secara aktif yang
melibatkan harta pribadi, termasuk membuat perikatan atau hubungan hukum dengan pihak
ketiga. Tanggung jawab sekutu ini sampai pada harta pribadinya (Pasal 18 KUHD).
Sekutu Tidak Kerja/Sekutu Pasif/Sekutu Komanditer (Sleeping Partners/stille vennoot)
adalah sekutu yang wajib menyerahkan uang/benda/tenaga pada persekutuan sebagai pemasukan
dan berhak menerima keuntungan tapi tidak bertugas mengurus Persekutuan. Sekutu ini hanya
sebagai pelepas uang (geldschieter), pemberi uang atau orang yang mempercayakan uangnya.
Tanggung jawab sekutu ini terbatas pada jumlah pemasukannya dalam persekutuan, sehingga
tidak berwenang ikut campur dalam pengurusan persekutuan. Bila dilanggar maka tanggung
jawabnya diperluas yaitu tanggung jawab pribadi untuk keseluruhan seperti pada sekutu kerja
(Pasal 21 KUHD).
Berdasarkan penjelasan yang telah dijabarkan seperti di atas maka pertanggungjawaban
tidak hanya sebatas asset yang dimiliki oleh CV tersebut namun juga termasuk asset dan seluruh
harta kekayaan yang dimiliki oleh sekutu aktif/sekutu komplementer, dalam hal ini adalah
direktur dari CV.A tersebut. Begitu pula dalam hal CV dihadapkan pada gugatan pidana/perdata,
batasan pertanggung jawaban pengurus juga berbeda antara sekutu kompelementer dengan
sekutu komanditer yaitu sekutu komanditer tersebut tidak dapat melakukan apa-apa, karena ia
tidak diperbolehkan untuk melakukan pengurusan CV, walaupun ia telah dikuasakan untuk itu
(lihat pasal 20 KUHD). Apabila ternyata ia melakukan perbuatan pengurusan, maka statusnya
akan beralih menjadi sekutu komplementer, dan ia akan bertanggungjawab secara tanggung
renteng atas semua perikatan CV. Artinya, ia bertanggungjawab sampai harta pribadinya atas
semua perikatan CV (Pasal 21 KUHD).
REKOMENDASI HUKUM
Berdasarkan isu hukum di atas maka menurut kami telah terjadi wanpretasi atas klien kami pihak
CV.B oleh CV.A dan diwajibkan untuk mengembalikan hutang sebesar Rp. 960.000,- (sembilan
ratus enam puluh ribu rupiah)
Hal ini berdasarkan pasal 1239 BW yang dinyatakan “Tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu,
atau untuk tidak berbuat sesuatau, apabila si berutang tidak memenuhi kewajibannya,
mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban memberikan penggantian biaya, rugi, dan
bunga”.
Berdasarkan penjabaran kami tersebut di atas maka kami dapat menyimpulkan bahwa pihak
CV.B dapat mengajukan gugatan wanprestasi dengan sekutu aktif/komplementer CV.A sebagai
penggugat ke Pengadilan Negeri. Dalam gugatan wanpresatasi dapat pula dilakukan upaya sita
jaminan atas barang milik CV.A (termasuk barang milik sekutu komplementer/aktif)
yang dimohonkan kepada ketua Pengadilan Negeri, fungsinya adalah untuk menjamin dapat
dilaksanakannya putusan perdata dengan menguangkan atau menjual barang debitur yang disita
guna memenuhi tuntutan penggugat. Dengan diletakkan penyitaan pada suatu barang berarti
bahwa barang itu dibekukan dan tidak dapat dialihkan atau dijual oleh debitur.
· Harus ada sangka yang beralasan, bahwa tergugat sebelum putusan dijatuhkan atau
dilaksanakan akan menggelapkan atau menghilangkan barang-barangnya.
· Barang yang disita itu berupa kepunyaan yang terkena sita, artinya bukan milik penggugat.
· Dapat dilakukan atau diletakkan baik tehadap barang bergerak atau yang tidak bergerak.
Dalam praktek permohonan akan sita jaminan lazimnya dilakukan dalam surat gugat, dan dalam
petitum dimohonkan pernyataan sah dan berharga, atau dengan kata lain permohonan sita
jaminan tersebut diajukan sebelum dijatuhkan putusan. Sedangkan ciri-ciri sita jaminan adalah
sebagai berikut:
· Sita jaminan diletakkan atas harta yang disengketakan status kepemilikannya atau terhadap
harta kekayaan tergugat dalam sengketa utang piutang atau juga dalam sengekta dan tututan
ganti rugi.
· Obyek sita bisa barang bergerak atau tidak bergerak, bisa berwujud atau tidak berwujud.
· Pembatasan sita jaminan bisa hanya barang-barang tertentu atau seluruh harta kekayaan
tergugat.
Sita eksekusi adalah sita yang berhubungan dengan masalah pelaksanaan suatu putusan karena
pihak tergugat tidak mau melaksanakan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut
secara sukarela meskipun Pengadilan telah memperingatkan agar putusan tersebut dilaksanakan
secara sukarela sebagaimana mestinya. Sita eksekusi ini biasa dilakukan terhadap putusan yang
mengharuskan penggugat membayar sejumlah uang, sedangkan tentang tata cara dan syarat-
syarat sita eksekusi ini diatur dalam pasal 197 HIR dan 208 RBG.
Sekiranya sudah diletakkan sita jaminan, tidak diperlukan lagi Sita Eksekusi karena sita jaminan
menurut asasnya otomatis beralih menjadi sita eksekusi pada saat perkara yang bersangkutan
mempunyai putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Sita eksekusui terdapat 2 macam, yaitu :
1. Sita Eksekusi Langsung; yakni sita eksekusi yang langsung diletakkan atas barang bergerak dan
barang tidak bergerak milik debitur atau pihak yang kalah.
2. Sita Eksekusi yang Tidak Langsung; adalah sita eksekusi yang berasal dari sita jaminan yang
telah dinyatakan sah dan berharga dan dalam rangka eksekusi otomatis berubah menjadi sita
eksekusi.
Namun terdapat resiko dari diajukannya gugatan Wanprestasi tersebut adalah jika ada
kreditur lain yang mengajukan permohonan pailit atas CV.A. Pada dasarnya dengan
diucapkannya putusan pailit terhadap debitor, semua tuntutan hukum yang diajukan terhadapnya
yang bertujuan untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan perkara yang
sedang berjalan menjadi gugur demi hukum. Hal ini di tegaskan dalam pasal 29 Undang-Undang
No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Jadi dalam
hal ini jika mengajukan gugatan wanprestasi, kemudian ada pihak kreditur lain yang mengajukan
permohonan pailit atas CV.A, maka gugatan wanprestasi tersebut gugur demi hukum.
Semua perkara perdata dalam lapangan harta kekayaan diambil oleh kurator. Dalam hal
perkara tersebut dilanjutkan oleh kurator, maka kurator dapat mengajukan pembatalan atas
segala perbuatan yang dilakukan oleh debitor sebelum debitor dinyatakan pailit. Begitu pula
dalam masalah eksekusi pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitor yang telah
dimulai sebelum kepailitan harus dihentikan, kecuali eksekusi itu sudah sedemikian jauh hingga
hari pelelangan sudah ditentukan, dengan izin hakim pengawas kurator dapat meneruskan
pelelangan tersebut.
Selain gugatan wanprestasi, dapat pula pihak CV.B mengajukan permohonan pailit atas
CV.A ke Pengadilan Niaga sebagai kreditur karena telah memenuhi persyaratan dalam pasal 2
ayat (1) Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang yaitu :
1. terdapat minimal 2 (dua) orang kreditor,
lebih diperjelas :
Bahwa terdapat putusan Pengadilan Mahkamah Agung Nomor 000/K/Pdt.Sus/20XX yang
diajukan oleh mendudukan pengurus CV.A, yaitu Paijo dan Paimin sebagai Termohon Kasasi /
Tergugat, Pemohon kasasi I dan Termohon kasasi II dalam perkara perselisihan hubungan
industrial yang diajukan oleh Nawawi dan Jaini, sebagai Para Penggugat / Pemohon kasasi I dan
Pemohon kasasi II
1. debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang tersebut yang telah jatuh
waktu dan dapat ditagih
lebih diperjelas :
bahwa hutang sebesar Rp.960.000,- (sembilan ratus enam puluh ribu rupiah) CV.A kepada
CV.B telah lewat waktu.
.
Kelebihan dari diajukannya permohonan pailit untuk kasus ini adalah jangka waktu
prosedur perkara kepailitan lebih cepat daripada prosedur perkara gugatan perdata di Pengadilan
Negeri, perkara kepailitan di tingkat pertama harus diputus oleh majelis hakim Pengadilan Niaga
maksimal 60 hari sejak diajukan permohonan.. jika ada upaya hukum di tingkat kasasi harus
diputus oleh hakim Mahkamah Agung maksimal 60 hari sejak diajukannya permohonan kasasi,
jika ada upaya hukum di tingkat peninjauan kembali maksimal harus diputus oleh hakim
Mahkamah Agung maksimal 60 hari sejak diajukan permohonan peninjauan kembali. Sehingga
total jangka waktu prosedur perkara kepailitan dapat selesai paling lama 180 hari. Berbeda
dengan prosedur penyelesaian perkara perdata di pengadilan Negeri yang secara umum lebih
lama.
Resiko jika mengajukan permohonan pailit maka CV.B harus berbagi harta kekayaan
CV.A dengan kreditur lain. Apabila hasil lelang dari kekayaan CV.A tidak dapat
melunasi hutang-hutangnya pada para kreditur maka cara pelunasan hutang dilakukan
berdasarkan pencocokan utang. Dalam pencocokan utang pelunasan dibagi berdasarkan secara
proporsional dan menyediakan hak – hak istimewa bagi kreditor yang haknya dijamin oleh Hak
Tanggungan, fidusia, hipotik, atau hak kebendaan lainnya yang disebut sebagai kreditor
Separatis, hal ini diatur dalam pasal 55 dan 138 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan juga bagi kreditor yang
berdasarkan undang-undang lain diberikan prioritas khusus, seperti para pekerja yang gajinya
belum dibayar dan juga pemerintah untuk tagihan pajak. Sedangkan kreditor yang tidak
mempunyai hak khusus, atau disebut kreditor konkuren tidak diprioritaskan, hal ini berdasarkan
pada pasal 1131 KUHPerdata. Dalam kasus ini CV.B termasuk dalam klasifikasi sebagai
Kreditur Konkuren, sehingga tidak mendapat prioritas dalam pelunasan hutang.
Selain dengan upaya litigasi, gugatan wanprestasi atau kepailitan, CV.B dapat
mempertimbangkan penawaran tentang restrukturisasi utang oleh CV.A. Opsi restrukturisasi
yang ditawarkan adalah Reschedulling. Opsi restrukturisasi tersebut adalah bentuk itikad pihak
CV.A untuk melunasi hutangnya, sehingga jika memang dapat dipenuhi oleh pihak CV.A maka
penyelesaian tidak perlu melalui proses litigasi.
Kesimpulan yang dapat diambil dalam kasus ini adalah CV.B berhak mengajukan upaya
hukum baik secara litigasi maupun non litigasi.
Hormat kami,
Yth Pihak A
di Cianjur
Dengan hormat,
Berkaitan dengan belum dilaksanakannya kewajiban pembayaran hutang sebesar Rp. 960.000,-
(sembilan ratus enam puluh ribu rupiah) oleh CV.A kepada kami, maka kami sampaikan somasi
sebagai berikut:
1. Pada tanggal 1 Januari 2023, CV.A meminjam uang sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta
rupiah) dengan kesepakatan dikembalikan selama 10 bulan dengan pembayaran Rp.
120.000,- (seratus dua puluh ribu rupiah) perbulan
2. Namun, sesuai dengan janji tersebut, ternyata pihak CV.A tidak melaksanakan
kewajibannya sejak bulan ke-3.
3. Oleh karena itu, melalui surat ini, saya melayangkan surat somasi hutang kepada CV.A
agar dapat membayar hutang tersebut sampai tanggal yang sudah disepakati sebelumnya.
4. Jika sampai tanggal tersebut saudara tidak juga berniat membayar hutang maka saya
meminta aset saudara sebagai jaminan dengan nilai yang sama.
Hormat kami,
Manajemen CV.B