HUKUM
ASURANSI
Kelompok 7
TUGAS UAS
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Daftar lsi
Kata Pengantar ........................................................... v
Doktrin-doktrinAsuransi.......................................... 24
vii
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
BAB2
Perbedaan Antara Subrogasi dan Novasi................ 57
viii
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Cessie dan Ketentuan Pasal1977 Ayat 1Kitab Undang-Undang Humum Perdata ........... 108
DAFTAR PUSTAKA…..139
LAMPIRAN …….143
ix
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
1
Doktrin Subrogasi
1
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
menuntut pembayarn lagi kepada debitor. Akan tetapi hal ini akan
menimbulkan unjust enrichment, karena kreditor menerima pembayaran
dua kali dan menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga. Dengan demikian,
supaya tidak terjadi unjust enrichment, pihak ketiga dapat meminta
supaya dilakukan subrogasi. Dalam hal ini pihak ketiga bertindak dengan
menggunakan nama kreditor meminta pembayaran kepada debitor
(Charles Mitchell, 1994:5-6).
Sebaliknya dalam reviving subrogation, pembayaran yang
dilakukan oleh pihak ketiga kepada kreditor mengakibatkan hapusnya
kewajiban debitor kepada kreditor. Karena itu, hukum memberikan hak
kepada pihak ketiga untuk melakukan subrogasi dengan menggantikan
kedudukan kreditor lama, menuntut pembayaran kepada debitor.
Subrogasi dipandang sebagai upaya pemulihan hukum atas terjadinya
unjust enrichment yang diterima oleh debitor atas biaya yang dikeluarkan
oleh pihak ketiga. Dalam hal ini pihak ketiga mengajukan permintaan
pembayaran kepada pihak debitor dengan menggunakan namanya sendiri
dan bukan dengan nama kreditor lama (Charles Mitchell, 1994:6-7).
Dengan demikian dalam simple subrogation, subrogasi dipandang
sebagai restitusi atas unjust enrichment kreditor (jangan sampai kreditor
memperoleh dua kali pembayaran atas utang yang sama, dari pihak ketiga
dan dari debitor, atau dalam asuransi jangan sampai tertanggung
memperoleh pembayaran dua kali yaitu dari penanggung dan dari pelaku
perbuatan melawan hukum), sedangkan dalam reviving subrogation,
subrogasi dipandang sebagai restitusi atas unjust enrichment debitor
1. PENGATURAN SUBROGASI
Subrogasi diatur dalam Pasal 1400 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Disebutkan dalam pasal tersebut Subrogasi adalah penggantian
hak-hak oleh seorang pihak
ketiga yang membayar kepada Kreditor. Subrogasi dapat terjadi baik
melalui perjanjian maupun karena ditentukan oleh Undang-Undang.
Mengenai subrogasi yang terjadi karena perjanjian diatur dalam
Pasal 1401 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kemungkinan yang
pertama adalah si kreditor menerima pembayaran dari pihak ketiga dan
dengan tegas menyatakan bahwa pihak ketiga menggantikan hal-hak
kreditor terhadap debitor termasuk gugatan, hak istimewa maupun
8
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
10
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
11
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
tagihan yang tidak dibayar dibagi secara proporsional antara pihak yang
melakukan subrogasi dengan penjamin utang sesuai dsengan besar jumlah
kewajiban masing-masing terhadap kreditor pada saat terjadi
pembayaran. Pada paragraph kedua disebutkan bahwa hak subrogasi
tidak dapat melebihi jumlah yang dapat ditagih oleh kreditor kepada
debitor, pada saat terjadinya pembayaran. Selanjutnya paragraph ketiga
menyebutkan bahwa setiap pihak yang terlibat dalam apportionment
(berbagi dalam membayar utang), tetap mempunyai hak untuk menagih
kembali pengeluarannya terhadap pihak yang membuat tidak mungkin
dilaksanakannya penagihan utang.
Selanjutnya dalam Pasal 153 (6.2.2.9a) Nieuw Nederlands
Burgerlijk Wetboek disebutkan bahwa dalam hal terjadi subrogasi atas
tagihan principal maka pihak yang berhak atas subrogasi hanya berhak
membebani bunga atas tagihan tersebut sejak periode setelah beralihnya
piutang tersebut. Akhirnya Pasal 154 (6.2.2.9b) menyebutkan bahwa
kreditor tidak boleh melakukan tindakan apapun yang menghalangi
terjadinya subrogasi, jika pem-
13
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Sertifikat Hak Milik No. 128, di Jalan Kampung Jambe No. 283;
Sertifikat Hak Milik No. 247 terletak di Kampung Jambe No. 282 B,
Semarang, dan Sertifikat Hak Milik No. 198 terletak di Kampung Jambe
No. 282 C, Semarang semuanya atas nama RATNAWATI.
Di dalam Akta Kuasa Memasang Hipotek No. 98 tanggal 9 Juni
1990 yang dibuat di hadapan Notaris, dinyatakan bahwa Ratnawati
bertindak sebagai penjamin utang Hartono kepada PT Bank Rama
Cabang Semarang. Mahkamah Agung dalam pertimbangan hukumnya
menyatakan bahwa tanah dan bangunan Sertifikat Hak Milik No. 128,
Sertifikat Hak Milik No. 247, dan Sertifikat Hak Milik No. 198 yang
terletak di Kampung Jambe Semarang tersebut harta bersama Juned
Adiwijaya dan Ratnawati. Bahwa Surat Kuasa Memasang Hipotek
tersebut dibuat tanpa persetujuan Juned Adiwijaya sehingga dalam amar
16
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Hukum Perdata dilakukan dengan cara balik nama, yaitu pendaftaran akta
van transport ke dalam Daftar Umum Eigendom. Setelah berlakunya
Undang-Undang N0. 6 Tahun 1960 tantang Pokok-Pokok Agraria dan
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 jo. Peraturan Pemerintah No.
24 Tahun 1997 tentang Pendafaran Tanah, maka perbuatan hukum
pemindahan hak milik atas tanah dilakukan dengan Akta jual-Beli yang
dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
menuntut lagi ganti rugi atas kerugian yang sama kepada pihak
ketiga sebagai pelaku perbuatan melawan hukum. Melalui doktrin
subrogasi penanggung menggantikan kedudukan tertanggung untuk
mengajuan tagihan kepada pihak ketiga (Agus Prawoto, 1995:42-
45).
dilakukan oleh orang-orang pihak keteiga selain tuntutan hak atas barang
yang disewa.
Dengan demikian memang tidak ada pengalihan tanggung jawab
dari tergugat sebagai pelaku usaha kepada konsumen. Kewajiban Wisma
Bumi Putra sebagai pihak yang menyewakan adalah memberikan
kenikmatan atas tempat yang disewa oleh “Sukabumi” supaya dapat
digunakan untuk memarkir mobil Toyota tersebut.
Karena dalam hubungan hukum atau perikatan antara Wisma Bumi
Putra dengan “Sukabumi” tidak ada Kewajiban Wisma Bumi Putra
(sebagai pihak yang menyewakan) kepada “Sukabumi” (sebagai
penyewa) tempat parkir untuk memberikan ganti rugi atas hilangnya
mobil Toyota yang diasuransikan kepada Penggugat, maka tidak ada
dasar bagi PT Asuransi Allianz Indonesia sebagai Penggugat yang telah
membayar klaim “Sukabumi” untuk melakukan subrogasi terhadap
Wisma Bumi Putra sebagai tergugat dalam kasus ini.
Namun demikian, dalam kasus ini seharusnya dipertimbangkan
juga apakah penyewa tempat parkir di Wisma Bumi Putra dipungut biaya
untuk jasa keamanan atau tidak? Jika penyewa tempat parkir dipungut
biaya keamanan dan jika mobil tersebut hilang karena kelalaian Wisma
Bumi Putra, maka Wisma Bumi Putra masih dapat diminta
pertanggungjawabannya, berdasarkan perbuatan melawan hukum dalam
Pasal 1365 jo. 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Dalam kasus kehilangan kendaraan di tempat parkir, harus
dibedakan antara perjanjian sewa-menyewa tempat parkir dengan
27
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
klausul baku dan Perda DKI Jakarta No. 5 Tahun 1999 tentang
perparkiran yang menyatakan bahwa pengelola parkir tidak bertanggung
jawab atas hilangnya kendaraan yang diparkir. Karena itu menurut
Majelis Hakim, Tergugat yaitu PT Securindo Pactama sebagai pengelola
area parkir harus bertanggung jawab atas hilangnya mobil milik Mori
Hanafi SE, M.Com. mobil tersebut telah diasuransikan kepada PT
Asuransi Takaful dan atas kehilangan mobil milik tertanggung, pihak
asuransi telah membayar klaim asuransi yang diajukan oleh Mori Hanafi.
Dengan demikian menurut Pasal 1400 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata pembayaran yang dlilakukan oleh PT Asuransi Takaful
mengakibatkan terjadinya subrogasi, yaitu pihak asuransi menggantikan
kedudukan Mori Hanafi untuk menuntut ganti rugi. Secara lebih khusus
Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang menyebutkan bahwa
penanggung yang telah membayar kerugian barang yang
dipertanggungkan, memperoleh semua hak yang dimiliki oleh
tertanggung terhadap pihak yang bertanggungjawab atas kerugian
tersebut.
Menurut pendapat kami Putusan Mahkamah Agung dalam kasus
ini sudah tepat karena hubungan. Hukum antara pengelola parkir dan
pengguna jasa adalah perjanjian penitipan barang, sehingga PT Securindo
Pactama sebagai pengelola area parki memang harus bertanggung jawab
atas hilangnya mobil milik tertanggung.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berpendapat
bahwa karyawan Tergugat telah melakukan kelalaian karena telah
memberikan kesempatan kepada pihak serta bukti tanda parkir. Dengan
29
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
33
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
yang timbul karena perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Hall
Russell. Selanjutnya, dalam melakukan subrogasi Esso mengajukan
gugatan kepada Hall Russel, akan tetapi the House of Lord memutuskan,
bahwa gugatan yang diajukan oleh Esso mengandung kesalahan prosedur
karena gugatan seharusnya dilakukan dengan menggunakan nama
tertanggung. Sebab pembayaran yang dilakukan oleh Esso kepada
tertanggung tidak menghapuskan hak tertanggung untuk menuntut
pembyaran kepada Russell (Charles Mitchell, 1994:38).
Karena penanggung harus menggunakan nama tertanggung dalam
melakukan subrogasi, maka di Inggris maupun di Singapura, tertanggung
harus membantu penanggung dalam melakukan subrogasi seperti
mengizinkan penanggung menggunakan nama tertanggung. Karena itu
pihak tertanggung tidak dapat melakukan kompromi denganpihak yang
menimbulkan kerugian atau membebaskannya dari kewajiban membayar
ganti rugii tanpa persetujuan pihak asuransi sebagai penanggung. Karena
jika pihak yang menimbulkan kerugian dibebaskan oleh tertanggung,
maka tidak ada dasar bagi penanggung untuk melakukan subrogasi.
Sebaliknya jika pihak asuransi menerime pembayaran yang lebih besar
dari kerugian yang diderita tertanggung maka kelebihan pembayaran
tersebut harus diperhitungkan bagi tertanggung (Walter Woon,
2000:102).
Selanjutnya, untuk memahami hak subrogasi bagi perusahaan
asuransi di Amerika Serikat dapat dibaca John F. Dobbyn dalam bukunya
Insurance Law khususnya Bab 10. Jhon F. Dobbyn menjelaskan bahwa
doktrin subrogasi berkaitang sangat erat dengan doktrin indemnity.
Alasan yang paling sering duganakan penerapan doktrin ini adalah untuk
mencegah tertanggung menerima dua kali pembayar-
34
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
an ganti rugi, yang pertama dari penanggung dan yang kedua dari pelaku
perbuatan melawan hukum. Alasan yang kedua adalah kebijakan publik
yang membiarkan beban ekonomis akhirnya jatuh pada pelaku perbuatan
melawan hukum sebagai pihak yang pertama kali menimbulkan kerugian.
Hal ini untuk mencegah pelaku perbuatan melawan hukum memperoleh
keuntungan atas pembayaran yang dilakukan oleh penanggung kepada
tertanggung.
Karena adanya keterkaitan yang erat antara subrogasi dengan azas
indemnitas, maka subrogasi diterapkan hanya pada jenis-jenis asuransi
yang mengandung azas indemnitas. Keterkaitan yang paling jelas antara
azas indemnitas dan subrogasi adalah pada jenis asuransi property.
Pembayaran klaim oleh asuransi sebagai penanggung diukur dan terbatas
pada nilai kerugian yang diderita oleh tertanggung. Klausula subrogasi
biasanya tercantum dalam polis asuransi ataupun berdasarkan undang-
undang. Dengan pula dalam liability insurance, dasar pembayaran yang
dilakukan oleh asuransi sebagai penanggung adalah indemnitas bagi
jumlah pembayaran yang diwajibkan kepada tertanggung untuk
membayar pihak ketiga yang dirugikannya.
Sebaliknya dalam asuransi jiwa dan asuransi kecelakaan lebih
bersifat investasi daripaa indemnitas. Karena itu secara yuridis tidak
muncul hak untuk subrogasi. Kewajiban perusahaan asuransi sebagai
penanggung adalah membayar uang dalam sejumlah yang pasti sesuai
dengan kontrak dan tidak diukur berdasarkan nilai kehidupan yang
hilang. Bahkan sifat kehilangan tersebut tidak dapat diukur secara
ekonomis dan karena itu seorang beneficiary diperkenankan memperoleh
dua kali pembayaran atas kehilangan yang sama. Dengan demikian
subrogasi dalam hal ini tidak diperlukan, karena tujuan
35
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
36
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
37
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
38
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
selanjutnya buruh dapat menuntut kerugian yang tidak tertutup oleh asurarisi
kepada pelaku perbuatan me lawan hukum.
b. Jika buruh menerima pembayaran kompensasi, maka penanggung
mempunyai hak subrogasi atas seluruh klaim dari buruh terhadap pelaku
perbuatan melawan hukum.
c. Begitu perusahaan asuransi membayar kompensasi kepada buruh, maka
dia mempunyai hak subrogasi atas seluruh klaim buruh terhadap pelaku
perbuatan melawan hukum. Akan tetapi, jika pelaku perbuatan melawan
hukum kemudian membayar lebih besar kepada penanggung (melebihi
pembayaran kompensasi yang dibayar oleh penanggung kepada buruh)
maka kelebihan pembayaran yang diterima dari pelaku per- buatan
melawan hukum, harus digunakan perusaha- an asuransi untuk
kepentingan buruh atau keluarganya.
5.4. Prosedur Subrogasi dalam Sistem Common Law
Dalam sistem common law, subrogasi dalam asuransi dipandang sebagai
simple subrogation, sehingga penanggung bertindak dengan memakai
nama tertanggung. Hal ini disebut dengan istilah insurer steps into the
shoes of the insured dalam melakukan subrogasi terhadap pelaku
perbuatan melawan hukum atau terhadap pihak ketiga yang mempunyai
hubungan kontraktual dengan ter- tanggung. Subrogasi dapat dilakukan
sepanjang pihak ketiga tersebut secara yuridis mempunyai tanggung
jawab atas kerugian yang Pihak ketiga yang menimbulkan kerugian bagi
ter- tanggung tidak dapat melepaskan diri dari tanggung jawab- nya
kepada penanggung, dengan cara membayar langsung kepada
tertanggung. Demikian pula pihak ketiga tidak diderita tertanggung.
39
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
40
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
41
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
42
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
43
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
44
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
45
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
46
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
47
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
48
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
49
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
50
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
51
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Hak subrogasi dalam praktik bisa lebih menguntung- kan penanggung daripada
menggunakan hak regresnya karena hak subrogasi ini meliputi hak kreditor
sebagai pemegang gadai, fidusia, hipotek ataupun hak tanggungan, uga beralih
kepada penanggung. Sedangkan apabila pe- nanggung menggunakan hak
regresnya, penanggung mungkin hanya bertindak sebagai kreditor konkuren
ber- sama kreditor lainnya (R.Subekti, 1992:171-172). Akan tetapi jika si
penanggung yang telah membayar utang debitor tidak memberitahukan kepada
debitor, maka dia tidak dapat menuntut kembali pengeluarannya dari debitor
yang kemudian telah membayar utang yang sama kepada kreditor. Dalam hal ini
menurut ketentuan Pasal 1842 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
penanggung hanya dapat meminta kembali uangnya dari kreditor. Kreditor
dapat juga menuntut uangnya kembali dari si kreditor atas dasar Pasal 1359 ayat
1 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata mengenai pembayaran yang tidak
diwajibkan.
6.4. Dapatkah Hak Subrogasi Dilepaskan?
Setelah penanggung utang membayar utang debitor kepada kreditor, tentu saja
penanggung mempunyai ke- pentingan untuk melakukan hak subrogasi terhadap
debitor. Akan tetapi dalam hal suatu korporasi bertindak sebagai penanggung
utang bagi kepentingan anak perusahaanya (subsidiary) ada kemungkinan hak
subrogasi dilepaskan. Permasalahan hukum yang timbul apakah perjanjian
penanggungan utang disertai pelepasan atas hak subrogasi adalah sah? Hans A.
de Savornin Lohman dalam Dutch BusinessLaw Legal, Accounting and Tax
Aspect of Doing Business in the Netherlands, Chapter 5 Contracts (1992)
menjelaskan
52
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
53
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
an Bank garansi juga menjadi syarat bagi pemborong untuk mengikuti suatu
penawaran proyek pembangunan. Bank garansi juga diperlukan untuk
menjamin pelaksanaan suatu proyek yang menjadi kewajiban terjamin sebagai
pem- borong kepada pemilik proyek. Bank garansi diterbitkan apabila pemohon
Bank garansi memberikan kontra garansi seperti setoran jaminan (cash
colateral) atau jaminan tam- bahan. Dasar hukum Bank garansi adalah Pasal 6
Undang- Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Surat ke- putusan
Direksi Bank Indonesia No.23/88/KEP/DIR tentang Pemberian Bank Garansi
oleh Bank dan Surat Edaran Bank Indonesia No.23/7/UKU.
Bentuk kontra jaminan atau counter guarantee adalah:
a. Uang Tunai;
b. Dana Giro;
c. Deposito;
d. Surat-surat Berharga;
e. Harta Kekayaan yang dapat berupa benda bergerak, benda tidak bergerak atau
kekayaan yang tidak ber- wujud.
Contoh klausulakontra jaminan adalah: terjamin wajib memberikan jaminan
lawan sebesar 100% secara tunai atas nama terjamin. Ciri-ciri Bank Garansi
adalah suatu jaminan yang bersifat Unconditional (tanpa syarat); Bank Garansi
diperoleh dengan menyerahkan collateral; menyetor jaminan uang; jangka
waktu jaminan biasanya terbatas; Bank Garansi diberikan dalam valuta rupiah,
jika dalam valuta asing harus dengan izin khusus Bank Indonesia, dan hanya di
dalam negeri; penjamin mempunyai hak istimewa sesuai Pasal 1831 Kitab
Undang-Undang Hukum
54
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Perdata (J. Tinggi Sianipar dan Jan Pinontoan, 2003: 19. 20).
Karena Bank Garansi hanya diberikan jika syarat. syarat kontra garansi sudah
dipenuhi, maka menurut pen dapat kami hak subrogasi seharusnya tidak
dilepaskan oleh bank sebagai penjamin. Selama penjamin mempertahankan hak
istimewanya untuk membayar hanya dalam hal debitor wanprestasi dan
mempertahankan haknya untuk meminta supaya harta benda debitor disita lebih
dahulu, sesuai ketentuan Pasal 1831 dan 1832 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, maka kedudukan penjamin/penanggung utang berbeda dengan debitor.
Sebaliknya, jika penjamin melepaskan hakistimewanya dan mengikatkan diri
secara tanggung renteng dengan debitor, maka kedudukan penjamin sama
dengan debitor, akibat hukumnya penjamin dapat di- pailitkan jika debitor
wanprestasi. Dalam kasus PT Bank Kesawan melawan PT Deemte Sakti Indo,
Perkara No. 59/PAILIT/1999/PN. NIAGA/ JKT.PST. Diputuskan bahwa PT
Deemte Sakti sebagai penjamin (corporate guarantee) dari perjanjian antara
Bank Kesawan dan PT Dharmala Realindo, menjadi debitor baru yang
mempunyai kewajiban untuk membayar utang kepada Pemohon. Dalam kasus
ini penjamin telah me- lepaskan hak-hak istimewanya. Menurut Pengadilan
Niaga penjamin yang telah melepaskan hak-hak istimewa-nya langsung dapat
berubah menjadi debitor dan dapat dimohonkan pailit (Aria Suyudi, Eryanto
Nugroho, Herni Sri Nurbayanti, 2004:98)
55
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
2
Doktrin Novasi
56
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
57
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
2. PENGATURAN NOVASI
Pasal 1413 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan tiga cara
untuk melaksanakan novasi:
1. Apabila seorang debitor membuat suatu perikatan utang baru bagi
kreditor untuk menggantikan perikatan yang lama yang dihapuskan
karenanya. Hal inilah yang disebut novasi objektif;
2. Apabila seorang debitor baru ditunjuk untuk meng- gantikan seorang
debitor lama yang dibebaskan dari perikatannya. Hal ini disebut novasi
subjektif pasif;
3. Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, ditunjuk seorang kreditor
baru, untuk menggantikan kreditor lama terhadap siapa si debitor
dibebaskan dari per- ikatannya. Hal ini disebut novasi subjektif aktif.
Seandainya pun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tidak mengatur
novasi, novasi tetap diperbolehkan atas dasar doktrin kebebasan
berkontrak, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang,
ketertiban umum dan kesusilaan (A.Pitlo, 1971:107). Namun demikian
karena dalam novasi perikatan yang lama hapus, maka dalam perikatan
baru tidak dapat di- perjanjikan hak-hak istimewa yang melekat pada
perjanjian yang lama apalagi perikatan yang baru tidak selalu sama
dengan perikatan yang lama (A.Pitlo, 1971:108). Sebagai contoh dalam
perjanjian jual-beli barang bergerak, pihak penjual mempunyai hak
istimewa, jika perjanjian jual- beli dikonversi menjadi pinjam meminjam
uang maka hak istimewa tersebut hapus dan tidak diperjanjikan dalam
kedudukannya sebagai pihak yang meminjamkan uang. Menurut
pendapat kami perlu juga diperhatikan bahwa dalam perjanjian jual-beli
tidak dikenal adanya bunga
58
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
59
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
60
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
dan seorang debiturnya maka debitor yang lain dan pen. jamin utang
dibebaskan. Debitor yang lain dan penjamin yang utang dapat menolak untuk
mengakui kesepakatan baru dan dalam hal demikian maka utang lama hapus.
Sedangkan di Negeri Belanda berdasarkan Nieuv Nederlands Burgerlijk
Wetboek Afdeling 3 Schuld en contractoverneming, penggantian debitor dapat
dilakukan dengan cara Take-over of debts and contracts(P.P.C. Haanappel dan
Ejan Mackaay, 1994:2940). Untuk bahasan mengenai novasi hanya dipaparkan
take over of debt. Perlu kami jelaskan bahwa pengambilalihan utang berbeda
dengan pengalihan piutang atas nama atau cessie yang diatur dalam Pasal 613
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam pengambilalihan utang (debt
take over) transaksi terjadi antara debitor lama dengan debitor baru, meskipun
dibutuhkan persetujuan kreditor, sedangkan dalam cessie transaksi terjadi antara
kreditor lama dengan kreditor baru dan debitor harus diberi tahu supaya ia
terikat. pem- Pasal 155 (6.2.3.10) Nieuw Nederlands Burgerlijk Wetboek
menyebutkan bahwa utang beralih dari debitor kepada pihak ketiga, jika pihak
ketiga mengambil alih utang dari debitor. Pengambilalihan utang hanya
mempunyai akibat hukum bagi kreditor, jika kreditor menyetujuinya atau para
pihak memberitahunya. Selanjutnya Pasal 156 (6.2.3.11) menyebutkan bahwa
dalam hal kreditor sudah menyetujui lebih dulu, maka pengambialihan utang
terjadi seketika debitor dan pihak ketiga mencapai kesepakatan dan mereka
memberitahukan kepada kreditor secara tertulis. Kemudian dalam ayat 2,
kreditor memberi persetujuan lebih dulu tidak dapat mencabut kembali
persetujuannya, kecuali dinyatakan dengan tegas bahwa dia minta diperjanjikan
untuk mempunyai hak mencabut kembali kesepakatannya.
61
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
62
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Dalam sistem common law dikenal doktrin delegation of duties. Istilah delegasi
mengacu kepada kewajiban ber- dasarkan kontrak hal ini berbeda dengan
assigment yang dalam sistem common law mengacu kepada pengalihan hak.
Jadi, dalam delegation of duty, debitor (delegator) menginginkan pihak ketiga
(delegatee) melaksanakan ke- wajibannya terhadap kreditor. Akan tetapi
berbeda dari novasi delegator tetap bertanggung jawab atas pemenuhan
kewajiban tersebut kepada kreditor. Menurut Calamari dan Perillo dalam
bukunya Contract rasio dari ketentuan ini adalah untuk mencegah supaya
debitor yang mampu membayar (solvent) tidak melepaskan diri dari tanggung
jawab membayar utang dengan cara mendelegasikan kewajibannya kepada
pihak ketiga yang memang tidak mempunyai kesanggupan untuk membayar
utang atau insolvent (John D. Calamari dan Joseph M.Perillo, 1987:757).
Dengan demikian jika delegatee gagal memenuhi kewajibannya, maka delegator
harus memenuhi kewajiban tersebut atau dia akan digugat berdasarkan breach
of contract atau wanprestasi. Akan tetapi, dalam hukum kontrak tentu saja dapat
diperjanjikan bahwa delegatee menggantikan kedudukan delegator, sehingga
dalam hal ini terjadi novasi. Novasi membebaskan delegator dari kewajibannya
membayar utang. Untuk terjadinya novasi delegatee harus sepakat bahwa
pelaksanaan kewajiban oleh delegatee adalah sebagai pengganti kewajiban
delegator terhadap kreditor dan delegatee harus berjanji untuk melaksanakan
kewajiban delegator terhadap kreditor. Dalam sistem common law ada
kewajiban yang dapat didelegasikan dan ada pula kewajiban yang tidak dapat
didelegasikan. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan tidak semua
kewajiban dapat dibuat novasi. Kewajiban
63
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
64
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
65
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
66
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
sama makna dan bentuk tujuannya dengan pengertian yang disebut dalam Pasal
11 ayat
2. Anggaran Dasar Tergugat I dan Tergugat II sebagai Badan Hukum: 2. Oleh
karena itu, supaya tindakan Tergugat III yaitu Mediarto Prawiro menjadi sah
dan berkekuatan hukum harus diperoleh persetujuan komisaris terlebih dulu
bagi tindakan Mediarto Prawiro sebagai Presiden Direktur/Direktur kedua
badan hukum tersebut;
3. Tujuan pembatasan kewenangan Direktur dari suatu korporasi sebagai legal
person adalah untuk mencegah Direktur melakukan persengkongkolan dengan
pihak ketiga dan memindahkan harta kekayaan sebuah perseroan. Dalam hal ini
berlaku doktrin Ultra Vires yaitu doktrin yang menentukan bahwa Direksi tidak
boleh melampaui batas-batas yang ditentukan dalam Anggaran Dasar suatu
korporasi;
4. Dalam perkara ini, tindakan Tergugat III sebagai Direksi yang membuat
Surat Pernyataan Utang kepada Penggugat untuk dan atas nama Tergugat I dan
Tergugat II sebagai badan hukum dilakukan tanpa persetujuan komisaris.
Padahal berdasarkan ketentuan Anggaran Dasar Perseroan pasal 11 (2) tindakan
tersebut se- harusnya dilakukan berdasarkan persetujuan komisaris terlebih
dulu. Dengan demikian, tindakan Mediarto Prawiro sebagai direksi perseroan
telah melampaui kewenangannya dan karena tindakan tersebut tidak sah dan
tidak berkekuatan hukum dalam arti tidak mengikat perseroan sebagai badan
hukum yaitu Ter- gugat I dan Tergugat II;
5. Dengan alasan tersebut, maka tuntutan atas utang dibuat oleh Tergugat III
selaku Presiden Direktur/ yang Direktur dari perseroan (Tergugat I dan
Tergugat II) tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak dapat dituntut
pemenuhannya kepada kedua badan hukum
67
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
tersebut. Karena itu gugatan Penggugat kepada kedua badan hukum tersebut
harus ditolak;
6. Utang PT Dhaseng (Tergugat I) dan PT Interland (Tergugat II) yang dibuat
oleh Mediarto Prawiro adalah sepenuhnya menjadi tanggung jawab pribadi
Mediarto Prawiro (Tergugat III) untuk membayarnya kepada PT Oesaha
Sandang sebagai Penggugat dalam kasus ini.
3.1.1. Analisa Kasus: Doktrin Ultra Vires dan Actual Authority versus Doktrin
Ostensible Authority/ Apparent Authority dan Perlindungan terhadap pihak ke
III yang Beritikad Baik
Pelajaran yang dapat ditarik dari kasus ini adalah dibutuhkan sikap hati-hati
dalam melakukan novasi atas perjanjian jual-beli barang bergerak menjadi
utang piutang yang lahir dari perjanjian pinjam meminjam uang. Dalam
anggaran dasar suatu perseroan terbatas pada umumnya direksi dapat
melakukan perbuatan hukum jual-beli barang bergerak seperti tekstil tanpa
persetujuan komisaris. Se- baliknya dalam melakukan perbuatan hukum seperti
me- minjam uang atau membebani properti milik perseroan dengan jaminan
utang biasanya diperlukan persetujuan lebih dulu dari komisaris. Namun
demikian perlu dikaji lebih lanjut sudah tepat- kah penerapan doktrin ultra vires
dalam kasus ini sehingga PT Dhaseng dan PT Interland dibebaskan dari
tanggung jawab membayar utang kepada PT Oesaha Sandang? Apakah sudah
tepat putusan yang menyatakan bahwa Mediarto Prawiro harus bertanggung
jawab secara pribadi terhadap PT Oesaha Sandang? Doktrin ultra vires adalah
suatu doktrin hukum yang berlaku dalam sistem common law dan diadopsi
dalam
68
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
69
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
agen untuk berhubungan dengan pihak ketiga membiarkan a tindakan agen yang
di luar wewenangnya. Pihak ketiga yang beritikad baik harus dilindungi karena
yang nampak ari luar agen seolah-olah berwenang mewakili prinsipal dan
prinsipal tidak doktrin ostensiblelapparent authority adalah kasus Freeman&
Lockyer v. Buckhurst Park Properties (Mangal) Ltd. Dalam kasus ini K
(property developer) dan H mendirikan perusahaan. Dalam Akta pendirian
disebutkan perusahaan berwenang menunjuk managing director, tetapi tidak
seorang pun yang ditunjuk. Dalam kenyataan K bertindak sebagai managing
director dan memerintahkan seorang arsitek membuat perencanaan tanpa
sepengetahuan direktur yang lain. Pengadilan memutuskan bahwa per- usahaan
bertanggung jawab untuk membayar arsitek ter- sebut meskipun K tidak
mempunyai actual authority (Paul Latimer, 1998:787-789).Di negera maju
pengadilan cen- derung untuk menetapkan doktrin ostensible/apparent authority
untuk melindungi pihak ketiga yang beritikad baik ketimbang menerapkan
doktrin ultra vires dan doktrin actual authority. menegurnya. Contoh penerapan
Dengan demikian, menurut pendapat kami dalam kasus PT Oesaha Sandang
melawan PT Dhaseng, PT Interland dan Mediarto Prawiro, seharusnya PT
Oesaha Sandang sebagai pihak yang beritikad baik memperoleh perlindungan
hukum sesuai dengan doktrin ostensible/ apparent authority. Mediarto Prawiro
sebagai direktur PT Dhaseng dan PT Interland mempunyai apparent authority
untuk mewakili kedua badan hukum tersebut, meskipun berdasarkan anggaran
dasar Mediarto Prawiro tidak mempunyai actual authority. Dalam hal ini PT di-
yang Dhaseng dan PT Interland menikmati tekstil perolehnya dari PT Oesaha
Sandang, sehingga tampak
70
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
71
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
72
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
73
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
74
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
75
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
76
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
77
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
78
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
79
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
umum, ataupun di luar pelelangan berdasarkan kuasa dari pemilik agunan atau
berdasarkan kuasa dari pemilik agunan untuk menjual di luar lelang, dalam hal
nasabah tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada bank. Namun demikian,
agunan yang dibeli oleh bank tersebut tidak dapat dimiliki oleh bank. Bank
harus mencairkan ataupun menjual agunan yang dibeli tersebut secepatnya,
paling lambat dalam waktu satu tahun.
Kita tentunya masih ingat kasus sebuah bank swasta dengan Agunan yang
Diambil Alih (AYDA) dan tidak dengan segera menjualnya. Memang tidak
mudah menjual agunan dengan harga pasar, sebaiknya bank diberi ke- sempatan
untuk menjual dalam jangka waktu lima tahun atau diperbolehkan membeli dan
memiliki sendiri tersebut sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang No.4
Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan.
Juga menjadi pertanyaan apakah mekanisme asset settlement juga dapat
dilakukan terhadap asset debitor yang tidak dibebani hak tanggungan, tidak
dibebani hipotek dan tidak dibebani fidusia. Atas asset debitor secara yuridis
seluruh harta benda debitor by operation of laww memang menjadi jaminan
utang berdasarkan Pasal 1131 dan 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Namun demikian, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tidak menyebutkan
bahwa kreditor boleh memilikinya, sebab hak kreditor yang diberikan oleh
undang-undang adalah mengambil penjualan asset-asset tersebut bagi pelunasan
piutang- 24. Kedudukan kreditor dalam hal ini adalah sebagai kreditor
konkuren.
Sebagai perbandingan dalam The French Civil Code pengaturan
Assignment of Assets diletakkan dalam Buku 3 Bab 5 dari Pasal 1265 sampai
dengan Pasal 1274 (John H.Crabb, 1985:238).
80
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
81
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
tidak dibebani gadai, fidusia, hipotek maupun hak tang- gungan. Tentunya
dengan pemahaman bahwa nilai asset sebut tidak melampaui sisa utang dan
bunga yang harus dibayar oleh debitor kepada debitor.
Selain itu dalam the French Civil Code, pengaturan assignment of asset
dibedakan dari pengaturan novasi. Assionment of Asset diatur dalam Pasal 1265
sampai dengan Pasal 1270 sedangkan Novation diatur dalam Pasal 1271 sampai
dengan Pasal 1281.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa asset settlement
bukan merupakan novation, meskipun kewajiban debitor membayar sejumlah
uang kepada debitor dirubah menjadi penyerahan asset sebagai pembayaran
utang. Sebab penyerahan asset tersebut adalah dalam rangka pembayaran bagi
utang yang lama.
3.24. Debt to Equity Swapt: Pembayaran Utang melalui
Kompensasi/Perjumpaan utang
Metode restrukturisasi utang lainnya adalah debt to equity swapt dan debt
to quasi equity swapt. Dalam debt to equty swapt debitor memenuhi
kewajibannya kepada kreditor untuk membayar utang dengan menyerahkan
kepemilikan atas saham yang baru kepada kreditor. Sedang- kan dalam debt to
quasi equity swapt, debitor menerbitkan convertible bonds atau Exchangeable
bonds. Terhadap kreditor pemegang obligasi konversi akan diterbitkan saham
perseroan debitor, sedangkan bagi kreditor Pemegang exchangeable bond akan
diterbitkan saham perusahaan penjamin (Iswahyudi Karim, 2003:2).
Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 1999 tentang Bentuk-bentuk Tagihan
tertentu yang dapat Dikompensasi- kan sebagai Setoran Saham adalah:
82
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
83
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
84
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
85
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Mekanisme kerja dari keempat pihak yang terkait tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Pihak Issuer mengeluarkan kartu berdasarkan atas permintaan calon card
holder amlication, memenuhi seluruh persyaratan dan telah mengajukan
disetujui sebagai card holder baru.
2. Pihak card holder yang telah disetujui permohonannya dan telah menerima
kartunya, wajib membayar uang pangkal dan annual fee atau iuran tahunan
sebesar yang telah ditetapkan oleh masing-masing issuer.
3. Kemudian, para card holder membelanjakan kartu tersebut disejumlah
merchant.
4. Para merchant akan menagih seluruh transaksi jual- beli yang dibayar dengan
kartu kepada pihak acquirer. Jumlah tagihan dikurangi sebesar nilai discount
commission yang telah ditetapkan sebelumnya antara pihak merchant dan pihak
acquirer serta issuer Contoh, jumlah transaski sebesar Rp. 1.000.000,- dan
discount commission sebesar 5%, maka jumlah tagihan adalah sebesar
Rp.950.000,-.
5. Selanjutnya para acquirer akan menagih kepada pihak Ssuer. Jumlah tagihan
sebeşar nilai transaksi dikurangi interchange sebesar telah disepakati
sebelumnya Burk antara issuer dan acquirer. Misalnya, jumlah inter- change
sebesar 2%, maka jumlah yang ditagihkan oleh jutrer kepada issuer adalah
sebesar Rp 980.000,-. Dengan demikian, pihak acquirer telah mendapat ke-
untungan sebesar Rp 980.000,- dikurangi Rp 950.000,- yaitu sebesar Rp
30.000,-.
6. Pada tanggal yang telah ditetapkan, pihak issuer akan menagih kepada card
holder sejumlah nilai transaksi yang sesungguhnya, yaitu sebesar Rp.1000.000,-
Maka, pihak tssuer mendapat keuntungan sebesar Rp 1.000.000,- dikurangi Rp
980.000,- yaitu Rp 20.000,
86
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Jika jenis kartu tersebut adalah charge card maka pihak card holder wajib
melunasi seluruh tagihan. Sedangkan jika jenis kartu adalah credit card, maka
pihet card holder wajib membayar sebagian dari seluruh tagihan Besarnya
jumlah yang wajib dibayar disebut minimum payment sesuai dengan jumlah
yang ditetapkan masing. masing issuer.
Sisa tagihan yang belum dilunasi akan dikenakan interest atau bunga
sebesar yang telah ditetapkan oleh masing-masing issuer.
Dari transaksi yang telah diuraikan di atas, masing. masing pihak
mendapat manfaat dari penggunaan kartu plastik tersebut:
1. Issuer: jumlah pesanan produk kartu plastik, uang pangkal, annual fee, dan
interchange serta interest atas tagihan;
2. Acquirer: mendapat discount commission dari merchant;
3. Merchant: pembelanjaan dengan menggunakan kartu plastik dapat
meningkatkan omzet penjualan secara keseluruhan dan mempermudah
akutansi/pembukuan serta lebih aman dalam penyimpanan dan pengelolaan-
nya;
4. Card Holder: mendapat keuntungan dari segi kemudahan, kenyamanan, dan
keamanan serta men- dapat keuntungan extra seperti mendapat asuransi
perjalanan, bisa mengambil uang tunai sebagai emergency cash di berbagai
outlet yang tersebar dan fasilitas jaringan lainnya. (Asosiasi Kredit Indonesia.
1991:4-5)
Selanjutnya Wahjono Hardjo dalam “Kartu Kre dalam Kaitannya dengan
Sistem Pembayaran "(1991)
87
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
menganalisis hubungan hukum antara pihak dalam transaksi kartu kredit. yang
terkait Hubungan antara Pemegang Kartu Kredit.
4.1. Hubungan hukum antara pemegang kartu kredit dengan bank
penerbit
Hubungan hokum antara pemegang kartu kredit dengan bank adalah
berdasarkan perjanjian bahwa pe- megang kartu kredit dapat membeli barang
dan jasa dengan menggunakan kartu kredit asalkan tidak melebihi limit vang
diberikan oleh penerbit kartu. Dalam hal ini kort kredit samà fungsinya dengan
uang kartal, walaupun kartu kredit bukanlah surat berharga atau alat
pembayaran yang sah.
Sebenarnya berdasarkan ketentuan undang-undang pihak kreditor tidak
diwajibkan untuk menerima pem- bayaran dalam jenis lain dari yang sudah
ditentukan semula atau dalam bentuk alat pembayaran yang sah. Namun
demikian, menurut Wahjono Hardjo kesepakatan para pihak dapat
menyimpangi ketentuan tersebut. Dalam hal ini kesepakatan tersebut telah
diberikan oleh merchant/ outlet secara diam-diam, yaitu dengan dipasangnya
tanda (sign) pada etalase tokonya.
Meskipun bank sebagai penerbit kartu menjamin akan membayar kepada
merchant untuk pembelian barang dan dengan menggunakan kartu kredit, tetapi
perjanjian ini tidak dapat dikategorikan sebagai perjanjian pemberian jaminan
atau penanggungan utang (borgtoch), karena tidak memenuhi unsur-unsur Pasal
1820 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Pendapat Wahyono Hardjo dapat dimaklumi, karena dalam Pasal 1820
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata penjamin utang mempunyai kewajiban
untuk membayar
88
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
89
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
90
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
ini bukan penyerahan tagihan oleh "outlets" kepada penerbit. Karena tidak
memenuhi unsur-unsur ketentuan Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie Pasal
613 ayat 1 dan ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa cessie
harus dilakukan dengan akta dan diberitahukan kepada pemegang kartu.
Demikian pula, transaksi antara penerbit dan outlets tersebut bukan
merupakan subrogasi. Meskipun setelah penerbit membayar kepada "outlets",
penerbit mengganti- kan kedudukan "outlets" akan tetapi transaksi ini tidak
memenuhi ketentuan Pasal 1401 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa
subrogasi harus dinyatakan dengan tegas dan dilakukan tepat pada waktu
pembayaran. Dapat kami tambahkan bahwa kewajiban pemegang kartu kredit
kepada bank baru timbul pada saat jatuh tempo pem- bayaran kartu kredit.
Selanjutnya, menurut Wahjono Hardjo transaksi antara bank sebagai
penerbit dan "outlets" memenuhi ketentuan Pasal 1413 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata mengenai novasi, karena jelas adanya animus novandi yaitu
keinginan penerbit untuk menggantikan kedudukan "outlets". Dalam hal ini
terjadi novasi subjektif aktif, yaitu penggantian kreditor. Keberatan atas
pendapat ini adalah bahwa dalam kenyataan "outlets" dapat menagih kepada
pemegang kartu dalam hal bank sebagai penerbit tidak membayar kepada
"outlets". Kami dapat memahami pendapat Wahjono Hardjo, akan tetapi dalam
hal ini terjadi novasi subjektif aktif dan juga novasi objektif karena hubungan
hukum jual-beli antara outlets dengan pemegang kartu kredit dikonversi
menjadi hubungan hukum utang piutang antara penerbit kartu kredit dan
pemegang kartu kredit.
Selanjutnya Wahjono Hardjo menyebutkan alasan yang dapat
dipergunakan oleh penerbit untuk tidak
91
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
92
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
93
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
kan hapusnya hak tanggungan. Dalam doktrin novasi per ikatan lama hapus dan
diganti dengan períkatan yang baru, yaitu antara kreditor dan debitor yang baru.
Setelah pembuatan Akta Pembebanan Hak Tanggungan. maka hak
tanggungan harus didaftarkan, sebagai svarat lahirnya hak tanggungan, seperti
disebutkan dalam Pasal 13 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tang- gungan. Asas publisitas ini memang diperlukan karena sebagai jaminan
hak kebendaan, maka hak tanggungan mengikuti bendanya ditangan siapa
bebani hak tanggungan atau dalam ilmu hukum dikenal dengan istilah droi de
suite.
Memang, dalam Pasal 19 Undang-Undang No.4 Tahun 1996 disebutkan
bahwa seorang pembeli benda dibebani hak tanggungan, dapat meminta kepada
pemegang hak tanggungan supaya benda yang dibelinya dibersihkan dari segala
beban hak tanggungan yang melebihi harga pembelian. Hak tersebut berlaku
dalam penjualan sukarela maupun eksekusi dan penjualan yang dilakukan
melalui kantor lelang. Akan tetapi dalam Akta Pembebanan Hak Tanggungan,
biasanya dicantumkan janji yang diminta oleh pem- yang Pemegang Hak
Tanggungan pertama kepada debitor beri hak tanggungan, bahwa benda yang
dibebani Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan dari hak tanggungan yang
melebihi harga pembelian. Janji seperti ini memang diperbolehkan dalam Pasal
11 ayat 2 huruf f Undang- Undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.
Jika Janji untuk tidak dibersihkan ini didaftarkan, maka janji tersebut mengikat
pihak ketiga dalam hal ini pembeli dari benda yang dibebani hak Akibat
hukumnya, tanggungan. pembeli benda yang dibebani hak tanggungan tidak
dapat menggunakan haknya supaya benda yang dibelinya, di- bersihkan dari
hak tanggungan yang melebihi harga pem- belian.
94
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Bahwa hak tanggungan bersifat droi de suite, dapat juga disimpulkan dari
Pasal 16 Undang-Undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang
menyebutkan, jika piutang yang dijamin dengan hak tanggungan beralih karen
cessie, subrogasi, pewarisan, atau sebab-sebab lain, maka Hak tanggungan
beralih demi hukum kepada kreditor bar Pasal ini juga merupakan penerapan
doktrin bahwa jaminan bersifat accesoir terhadap perikatan pokoknya yaitu
utang Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie piutang.
Akan tetapi ketika terjadi novasi, perikatan pokok yang lama hapus dan
diganti dengan perikatan yang baru, sehingga dalam ini hak tanggungan yang
menjamin pelunasan piutang yang lama menjadi hapus, kecuali para pihak
memperjanjikan bahwa hak tanggungan yang men- jamin piutang lama tetap
hidup untuk menjamin piutang yang baru. Demikian bunyi ketentuan Pasal
1421 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jadi, dalam novasi per- alihan hak
tanggungan ke piutang yang baru harus di- perjanjikan dan tidak lahir demi
hukum.
Penggantian debitor dengan cara novasi dapat di- lakukan dalam rangka
jual-beli rumah yang masih terikat perjanjian kredit yang dibebani hak
tanggungan.
1. Debitor pertama dan debitor kedua dan pihak Bank sebagai kreditor membuat
perjanjian novasi;
2. Novasi dinyatakan secara tegas dan tertulis; tidak boleh hanya
dipersangkakan;
3. Perjanjian membuat klausul-klausul mengenai:
a. pernyataan kreditor yang secara tegas kan debitor janjian yang
lama;
b. pengalihan utang hak dan kewajiban debitor per tama kepada
debitor kedua; membebas- pertama dari kewajibannya dalam per-
tama kepada debitor kedua
95
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
96
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
ketiga padahal kredit atas rumah tersebut belum lunas; debitor tidak mampu
meneruskan angsuran kredit karena terkena pemutusan hubungan kerja atau
usahanya n kegagalan; debitor mendapat tugas di luar wilayah rumah- nya dan
tidak mungkin kembalí dalam waktu yang singkat, debitor ingin mengganti
tempat tinggal dengan rumah dan lokasi yang lebih baik, karena penghasilannya
sudah Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie menemui meningkat.
Menurut Ambat Stientje, persyaratan oper kredit atau alih debitor hampir
sama dengan syarat-syarat permohonan Kredit Pemilikan Rumah, perbedaannya
debitor lama mengajukan permohonan penerusan utang atau alih de- bitor.
Setelah syarat-syarat terpenuhi, bank mengadakan wawancara dengan calon
debitor baru dan bagi yang layak, bank akan mengeluarkan Surat Persetujuan
Alih Debitor. Berdasarkan Surat Persetujuan ini notaris akan mem- proses oper
kredit atau alih debitor seperti halnya akad kredit sebelumnya dengan tambahan
satu kata, yaitu Akta Delegasi (Ambat Stientje, 2005: 101-102).
Akta Delegasi ini ditandatangani oleh debitor lama sebagai pihak pertama
dan debitor baru sebagai Pa kedua. Dalam akta ini diuraikan hal-hal sebagai
berikut:
Bahwa debitor lama telah menandatangani Perjanjian Kredit (KPR) dengan
BTN pada tanggal…… yang harus dilunasi dalam jangka waktu beberapa
bulan, setiap bulan dibayar berupa ….. Rupiah dengan jaminan berupa…..
Bahwa berhubung karena sesuatu hal, Pihak Pertama tidak dapat lagi
melanjutkan angsuran sesuai dengan per janjian sebelumnya, maka delbitor
lama mohonan kepada hank, seorang debitor baru untuk meng gantikan debitor
lama.98
97
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
98
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
tunggakan dan tanggungan Pihak Pertama dengan bidang tanah dan bangunan
tersebut akan dibayar atau ditanggung oleh Pihak Kedua. Diperjanjikan juga
bahwa Pihak Pertama menyerahkan tanah dan bangunan tersebut dalam keadaan
kosong pada saat penandatanganan surat ini dan Pihak Pertama mengikatkan
diri untuk tidak melunasi utang atau mengambil sendiri sertifikat dari bank.
Selanjutnya dibuat Akta Kuasa Menjual dan Kuasa Mengambil Sertifikat yang
dibuat dalam akta autentik, di mana disebutkan bahwa akta-akta ini hanya
berlaku apabila kredit pemberi kuasa yang ada pada bank sudah lunas dan kuasa
ini tidak diberikan dengan hak substitusi, karena tanah dan bangunan tersebut
masih dibebani jamin- an bagi bank (Ambat Stientje, 2005: 110-116).
Dalam melakukan novasi subjektif pasif bank harus berhati-hati, jangan
sampai debitor lama menghindarkan diri dari kewajibannya dengan
mengalihkan kewajibannya kepada pihak ketiga yang tidak mampu membayar,
meski- pun utang tersebut memang sudah dijamin dengan hak tanggungan.
Memang ada cara lain bagi bank untuk mem- peroleh pembayaran utang yaitu
melalui cessie, dalam hal ini bank mengalihkan tagihannya kepada bank lain
sebagai kreditor baru. Akan tetapi kreditor baru akan membeli tagihan atau
piutang bank tersebut dengan harga di bawah harga nominal. Mengenai cessie
akan dibicarakan dalam Bab ke III buku ini.
99
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
3
Cessie: Doktrin Pengalihan Piutang Atas Nama
1.PERBEDAAN CESSIE, SUBROGASI, NOVASI
Cessie adalah suatu cara pengalihan piutang atas nama yang diatur dalam
Pasal 613 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pengalihan ini terjadi atas
dasar suatu peristiwa perdata, seperti perjanjian jual-beli antara kreditor lama
dengan calon kreditor baru.
Dalam cessie utang piutang yang lama tidak hapus, hanya beralih kepada pihak
ketiga sebagai kreditor baru. Sedangkan dalam subrogasi, utang piutang yang
lama hapus biarpun hanya satu detik, untuk kemudian dihidupkan lagi bagi
kepentingan kreditor baru. Dalam hal novasi, utang piutang yang lama hapus
untuk diganti dengan utang piutang yang baru. Perbedaan selanjutnya. Novasi
hakikat- nya merupakan hasil perundingan segitiga, sedangkan dalam subrogasi,
di mana pihak ketiga membayar kepada kreditor, debitor adalah pihak yang
pasif, bahkan dalam cessie debitor selamanya pasif, dia hanya diberitahukan
tentang adanya penggantian kreditor, sehingga dia harus membayar kepada
kreditor baru (R.Subekti, 1998:72-73).
100
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
101
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
dari kreditor lama kepada kreditor baru mempunyai akibat bukum kepada
debitor, maka penyerahan tersebut harus diberitahukan kepada debitor, atau
debitor secara tertulis telah menyetujuinya atau mengakuinya. Piutang atas
nama adalah piutang yang pembayarannya dilakukan kepada pihak yang
namanya tertulis dalam surat piutang tersebut dalam hal ini kreditor lama. Akan
tetapi dengan adanya pemberitahuan tentang pengalihan piutang atas nama ke-
nada debitor, maka debitor terikat untuk membayar kepada kreditor baru dan
bukan kepada kreditor lama.
Penyerahan piutang atas nama yang diatur dalam Pasal 613 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, adalah suatu yurisdische levering atau
perbuatan hukum -8uəd alihan hak milik. Hal ini diperlukan karena dalam
sistem Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perjanjian jual- beli, termasuk
jual-beli piutang hanya bersifat konsensual obligatoir. Artinya baru meletakkan
hak dan kewajiban bagi penjual dan pembeli, namun belum mengalihkan
kepemilikan. Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan
bahwa jual-beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelah
penjual dan pembeli mencapai sepakat tentang barang dan harga, mes- kipun
kebendaan itu belum diserahkan dan harga belum dibayar. Selanjutnya, Pasal
1459 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa hak milik
atas benda yang dijual tidaklah beralih kepada pembeli selama pe- nyerahannya
belum dilakukan menurut Pasal 612, 613, dan 616 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata.
Mengapa kreditor menjual piutangnya? Hal ini di- sebabkan karena dia
membutuhkan uang, tetapi piutangnya belum jatuh tempo sehingga kreditor
tidak dapat menagih- nya sekarang kepada debitor. Jalan keluarnya adalah
piutang tersebut dijual kepada pihak lain dengan harga di bawah
102
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
nominal dan selanjutnya pembeli piutang kelak pada saat jatuh tempo akan
menagih pembayaran kepada debitor sesuai dengan nilai nominalnya. Perjanjian
jual-beli piutang Dokerin Subrogasi, Novasi, & Cessie piutang atas nama
tersebut harus dilakukan dengan cara yang menyerahkan piutang disebut cedent,
selanjutnya belum mengalihkan hak atas plutang tersebut. Pengalihan cessie.
Para pihak yang terlibat dalam cessic adalah kreditor kreditor baru yang
menerima pengalihan piutang, yaitu cessionaris dan debitor sendiri yaitu cessus.
Sebagai perbandingan Pengalihan Piutang dalam Nieuw Nederlands
Burgerlijk Wetboek diatur Dalam Buku Afdeling 2 Overdracht van goederen en
afstand van beperkte rechten Pasal 93 dan 94 (P.P.C.Haanappel dan Eian
Mackaay, 1990:48-55) dan Buku 6 Titel 2 Afdeling Gevolgen van overgang van
vorderingen (P.P.C. Hanaappel dan Ejan Mackaay, 1990:288-292).
Pasal 93 (3.4.2.6) menyebutkan bahwa pengalihan piutang atas bawa
(bearer) dilakukan dengan penyerahan dokumen piutang tersebut dan
penyerahan piutang atas tunjuk (order) dilakukan dengan penyerahan dokumen
piutang tersebut disertai endosement. Sedangkan untuk piutang atas nama,
menurut Pasal 94 (3.4.2.7) penyerahan dilakukan dengan akta penyerahan
piutang dan pemberi- tahuan kepada debitor yang harus membayar tagihan itu.
Pemberitahuan dilakukan oleh pihak yang mengalihkan piutang atau pihak yang
menerima piutang. Dalam hal pihak debitor yang harus membayar tagihan
tersebut tidak diketahui pada waktu akta pengalihan piutang dibuat, maka
penyerahan piutang tersebut berlaku retroactive pada hari itu dengan syarat hak
tersebut berada pada pihak yang mengalihkan. Pemberitahuan segera dilakukan
segera setelah pihak debitor yang harus membayar tagihan itu diketahui ada di
mana: Bagi pihak debitor terhadap siapa
103
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
piutang itu akan dieksekusi dapat meminta salinan atau kutipan akta pengalihan
piutang atau atas hak dari alihan itu yang disahkan oleh pihak yang
mengalihkan piutang. Jika tidak ada akta yang menerangkan alas hak
pengalihan tersebut, maka isi alas hak tersebut harus di- komunikasikan
kepadanya secara tertulis sepanjang hal peng- itu diperlukan.
Pasal 142 (6.2.1.1) menyebutkan bahwa kreditor baru kepada siapa
tagihan dialihkan memperoleh hak- hak yang bersifat accesoir seperti hak gadai,
hipotek, penanggungan, privilege, dan hak-hak untuk melakukan eksekusi, Hak
hak vang bersifat accesoir itu meliputi bunga, denda, dan penyitaan, kecuali
hak-hak tersebut sudah hapus pada saat pengalihan piutang.
Selanjutnya, dalam Pasal 143 (6.2.1.2) disebutkan bahwa ketika tagihan
sudah diserahkan, maka kreditor lama harus memberikan kepada kreditor baru
dokumen- dokumen sebagai alat bukti piutang dan hak-hak accesoir tersebut.
Jika dokumen-dokumen tersebut masih dibutuh- kan oleh kreditor lama maka
kreditor baru hanya berhak membuat copy atas dokumen yang diperlukan atas
per- mintaan dan biaya kreditor baru.
Kreditor lama juga harus memberikan dokumen titel eksekutorial atau
jika hal tersebut masih diperlukan oleh kreditor lama, maka kreditor lama harus
memberi ke- sempatan untuk digunakan bagi keperluan eskekusi bagi kreditor
baru.
Dalam hal kreditor mengalihkan seluruh tagihannya, maka, kreditor lama
harus menyerahkan barang gadai yang berada dalam kekuasannya kepada
kreditor baru.
Jika tagihan yang dialihkan tersebut dijamin dengan hipotek maka,
kreditor lama atas permintaan kreditor baru
104
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
harus memberikan bantuan agar hipotek dapat didaftarken atas nama kreditor
baru.
Selanjutnya Pasal 144 (6.2.1.3.) menyebutkan bahve jika sebagai akibat
pengalihan piutang tersebut, kewajiban kreditor atau kewajiban yang lahir hak
accesoir beralik ke kreditor baru, maka kreditor lama harus menjamin
pemenuhan kewajiban tersebut.
Paragraf satu tersebut di atas hanya berlaku untuk pengalihan piutang atas
nama dan tidak berlaku untuk pengalihan piutang atas bawa dan piutang atas
tunjuk (an order).
Kemudian, Pasal 145 (6.2.1.4) menyebutkan bahwa pengalihan tagihan
dari kreditor lama kepada penerima piutang (acquirer) tidak mengakibatkan
hilangnya hak debitor untuk membela diri. Akan tetapi dalam Pasal 146
(6.2.1.4a) disebutkan bahwa setelah pengalihan piutang atas bawa dan atas
tunjuk (an order), debitor tidak dapat menggunakan alasan pembelaan diri
kepada penerima piutang atau ahli warisnya dalam hal alasan pembelaan diri itu
didasarkan pada hubungan antara kreditor lama dan debitor. Pengecualiannya
adalah jika pada saat peng- alihan piutang dilakukan, penerima piutang dapat
menge- tahui dari dokumen adanya alasan pembelaan diri tersebut.
Ketidakcakapan dapat dijadikan alasan pembelaan diri untuk menghadapi
penerima piutang yang tidak me nyadari adanya ketidakcakapan, jika hal
tersebut dapat diketahui oleh penerima piutang pada saat terjadinya peng alihan
hak dari daftar umum atau dari ketentuan hukum yang memungkinkan
diketahuinya fakta ketidakcakapan. Namun demikian, menurut Pasal 147
(6.2.1.5.) dalam hal pengalihan piutang atas bawa dan atas tunjuk, debio tidak
dapat menggunakan alasan bahwa tanda tangannya
105
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
palsu atau dokumen tersebut telah dipalsukan, terhadap penerima piutang yang
beritikad baik atau ahli warisnya.
Selanjutnya Pasal 148 (6.2.1.6) menjelaskan bahwa Pasal 146 dan Pasal
147 berlaku secara mutatis mutandis ntuk menentukan hak-hak yang lumpuh
dalam piutang atas bawa dan piutang atas tunjuk.
Dalam Pasal 149 (6.2.1.6a) disebutkan bahwa, bagi debitor yang setelah
pengalihan piutang dengan titel khusus, mempunyai hak untuk membatalkan
atau mengenyamping- kan tindakan-tindakan hukum (yuridical act) yang lahir
dari piutang tersebut terhadap kreditor yang lama, harus memberitahukan
kepada kreditor baru tentang adanya hak-hak debitor tersebut segera mungkin,
kecuali pem- batalan atau pengenyampingan tindakan tersebut tidak dapat
diterapkan kepada kreditor baru.
Dalam hal dasar pembatalan atau pengenyampingan terhadap hak tersebut
diminta setelah hak untuk mem- batalkan atau mengenyampingkan itu
dilaksanakan sebagai pembelaan diri terhadap tindakan kreditor baru yang me-
laksanakan hak dan tindakan hukum yang lahir dari yuri- dical act, maka debitor
harus sesegara mungkin memberi tahu kreditor lama (original kreditor).
Paragraf tersebut di atas berlaku secara mutatis mutandis bagi debitor
untuk melaksanakan haknya mem- batalkan atau mengenyampingkan tindakan
hukum yang lahir dari piutang tersebut, setelah kepastian lumpuhnya hak-hak
dalam piutang tersebut.
3. DOKTRIN KEABSAHAN PENGALIHAN HAK
Dalam ilmu hukum dikenal dua doktrin pengalihan hak milik, yaitu teori
kausal dan teori abstrak. Menurut
106
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
teori kausal, keabsahan suatu penyerahan hak milik (levering) tergantung dari
sah atau obligatoir yang mendasarinya. Jika perjanjian obligatoirm sah maka
penyerahan hak miliknya juga sah, artinya jika perjanjian jual-beli piutangnya
sah, maka cessie juga sal dan sebaliknya. Kitab Undang-Undang Hukum Perdat
menganut sistem kausal, hal ini dapat disimpulkan dar ketentuan Pasal 584
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan antara lain bahwa
hak milik diperoleh dengan cara penyerahan (misalnya dengan cara cessie).
berdasarkan atas suatu peristiwa perdata untuk memindah kan hak milik atau
disebut rechts titel (misalnya perjanjian jual-beli piutang) dan dilakukan oleh
orang yang berwenang untuk mengalihkan hak milik. Sedangkan teori yang
kedua adalah teori abstrak, di mana sah atau tidaknya levering tidak tergantung
pada sah atau tidaknya perjanjian obligatoirnya. Artinya, meskipun perjanjian
obligatoir yang mendasari levering tidak sah, tetapi levering atau peng- alihan
hak miliknya tetap sah. Konsekuensinya pemiliknya tidak tidaknya perjanjian
mempunyai hak revindicatie lagi karena hak milik memang sudah beralih.
4. CESSIE DAN KETENTUAN PASAL 1977 AYAT i KITAB UNDANG
UNDANG HUKUM PERDATA
Ketentuan Pasal 1977 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
menyebutkan bahwa barang siapa menguasai barang bergerak berwujud,
dianggap sebagal pemiliknya. Ketentuan ini merupakan pengecualian dan
ketentuan Pasal 584 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan
bahwa untuk sahnya penyerahan n milik maka penyerahan tersebut harus
didasarkan Pada
107
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
suatu peristiwa perdata atau rechtstitel yang sah dan di- lakukan oleh orang
yang berwenang. Dengan demikian, Pasal 1977 ayat 1 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, melindungi pembeli yang beritikad baik. Meskipun pembeli
memperoleh barang bergerak bukan dari si pe- miliknya dia tetap dilindungi
dari gugatan si pemilik sejati. Rasio dari Pasal ini adalah untuk melancarkan
arus per- dagangan barang bergerak. Dapat dimaklumi, akan sangat lidak
effisien jika seandainya setiap kita belanja barang bergerak di toko, harus
meneliti kewenangan si penjual Jebih dulu dan bagaimana keabsahan hubungan
hukum antara pemasok atau distributor dengan penjual. Namun bagi barang
curian ketentuan Pasal 1977 ayat 1 tidak ber- laku, yang berlaku adalah
ketentuan Pasal 1977 ayat 2 jo. Pasal 582 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Pe- milik sejati tetap berhak memperoleh kembali barangnya yang
hilang, namun jika si pembeli beritikad baik seperti membeli barang di pasar
dimana barang itu dijual, maka pemilik sejati harus memberi ganti rugi.
Mengenai berlakunya ketentuan Pasal 1977 ayat 1. Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata sebagai pengecuali- an dari Pasal 584 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, dikenal dua teori, yaitu eigendoms theory dan
legitimatie theory. Teori yang pertama menghilangkan dua syarat sahnya
pengalihan hak milik, yaitu didasarkan pada rechtstitel yang sah dan harus
dilakukan oleh orang yang berwenang, sedangkan teori yang kedua hanya
meng- hilangkan syarat bahwa penyerahan hak milik harus di- lakukan oleh
orang yang berwenang.
Kembali ke pertanyaan apakah Pasal 1977 ayat 1 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, dapat diberlakukan pada cessie? Menurut Pitlo dalam hal
cessie tidak ada alasan untuk menyimpang dari ketentuan umum dalam Pasal
601
108
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
109
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
akta cessie kepada satu kreditor yaitu Badan Pe- nyehatan Perbankan Nasional,
padahal untuk memailitkan seorang debitor harus terdapat dua kreditor atau
lebih.
Namun demikian menurut pendapat kami penerapan toori kausal masih
diperlukan untuk mencegah lembaga cessie digunakan bagi transaksi-transaksi
yang melawan bukum atau bahkan mengandung unsur tindak pidana. Apalagi
dengan diterapkannya teori kausal, maka jika per- ikatan dasarnya melawan
hukum, maka cessienya juga tidak sah. Dengan dianutnya sistem kausal, maka
seharus- dalam akta cessie dijelaskan peristiwa ata yang nya mendasari akta
cessie tersebut.
Dalam kasus Badan Penyehatan Perbankan Nasional melawan PT
Comexindo Maritime, PTPrima Comexindo dan Hasyim S.Djojohadikusumo
Perkara PAILIT/1988/ PN.NIAGA/Jkt. Pst. Hakim Ellyana memberikan
dissenting opinion bahwa cessie dari PT Bank Umum Nasional ke- pada Badan
Penyehatan Perbankan Nasional adalah sah dan mengakibatkan Badan
Penyehatan Perbankan Nasional mempunyai wewenang sebagai kreditor dari
Comexindo Pratama. Akan tetapi dalam kasus antara Badan Penyehatan
Perbankan Nasional melawan PT Dharmala, Perkara No.
08/PAILIT/2001/PN.NIAGA/Jkt.Pst. Majelis Hakim di mana Hakim Elyana
duduk sebagai hakim anggota, memutuskan bahwa cessie kepada Badan
penyehatan Perbankan Nasional adalah tidak sah. Hal ini disebabkan pada kasus
yang pertama cessie didasarkan pada suatu peristiwa perdata, sedangkan pada
kasus jelas peristiwa perdata yang mendasari cessie (Aria Suyudi, Eryanto
Nugroho, Herni Sri Nurbayanti, 2004:88- yang kedua tidak (9).
Selanjutnya sebagai syarat kedua bagi sahnya levering berdasarkan
ketentuan Pasal 854 Kitab Undang-Undang
110
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Hukum Perdata adalah, cessie sebagai suatu levering piutang atas nama harus
dilakukan oleh orang yang ber wenang yaitu pemilik. J. Satrio berpendapat
bahwa dalam pengalihan piutang atas nama, ketentuan ini tidak dapat
disimpangi oleh Pasal 1977 ayat I Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Karena dalam jual-beli dan pengalihan piutang atas nama pembeli harus
mengetahui siapa pe- Dokrrin Subrogasi, Novasi, & Cessie miliknya. Hal ini
berbeda dengan piutang an toonder dan an order karena akta dimana tagihan itu
dinyatakan selain sebagai tanda bukti juga 'mempunyai daya kerja legitimatie
Untuk membuktikan kepemilikannya, pemegang surat piutang an toonder dan
aan order cukup menunjukkan surat tagihannya, sedangkan dalam piutang atas
nama barang siapa ingin mengambil alih piutang atas nama harus menyelidiki
apakah pihak yang menjual piutang memang berwenang mengalihkan
kepemilikan atas piutang tersebut (J.Satrio, 1991:27). Selanjutnya, menurut
J.Satrio berdasarkan ketentuan Pasal 42 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang,
maka cessie saham atas nama baru sah setelah dilakukan pemberitahuan kepada
perseroan atau adanya pengakuan dari perseroan (J.Satrio, 1991:45). Akan
tetapi, Profesor R. Soekardono menyatakan bahwa ketentuan Pasal 42 Kitab
Undang-Undang Dagang tidak mutlak dan Pasal 42 Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang justru memberikan kebebasan untuk mengatur tata cara
peralihan saham di dalam akta perseroan, asalkan cara itu tidak bertentangan
dengan makna Pasal 37 Undang-Undang Hukum Dagang (R.Soekardono, 1
Kitab ayat 1964:162).
Karena itu dengan berlakunya Undang-Undang No.1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas, maka dalam hal cessie saham atas nama perlu diperhatikan
ketentuan 48 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
111
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
112
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
kedua harus dilindungi karena sebagai pemegang saham perseroan tersebut dia
mempunyai hak untuk membelj lebih dahulu. Sesuai dengan ketentuan Pasal
1495 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata penjual saham me punyai
kewajiban kepada pembeli saham yang pertama untuk menjamin dari tuntutan
pembeli saham yang kedua dan pembeli saham yang pertama berhak meminta
pengem- balian harga karena dia harus menyerahkan saham tersebut kepada
pihak yang berhak untuk membeli lebih dabul kacuali dia telah menyatakan
akan memikul sendiri ke rugian.
Suatu pengalihan saham yang persetujuan Rapat Umum Pemegang
Saham tidak mengikat perseroan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 613
avat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa cessie belum mengikat
debitor selama belum ada pemberitahuan kepada debitor, meskipun saham
tersebut telah beralih dari penjual kepada pembeli. Sedangkan dalam gadai
saham atas nama, karena adanya syarat inbezitstelling, maka gadai saham baru
sah setelah ada pemberitahuan kepada per- belum memperoleh seroan.
Karena itu dalam Anggaran Dasar suatu perseroan, biasanya dicantumkan
bahwa selama pengalihan hak atas saham belum memperoleh persetujuan Rapat
Umum Pemegang Saham, maka hak pemegang saham atas deviden
ditangguhkan dan hak suara yang diberikan oleh saham dalam Rapat Umum
Pemegang Saham dianggap pemegang tidak sah.
5. KASUS CESSIE BANK BALI
Demikian pula kasus cessie Bank Bali dapat dengan menggunakan teori
kausal. Pada tanggal 11 Januari
113
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
1999, Bank Bali melakukan cessie atas piutangnya kepada PT Era Giat Prima
berdasarkan Perjanjian Pengalihan/ Cessie Tagihan No. 002/P-EGP/I-99.
Kemudian pada bulan Mei 1999, Bank Bali Tbk mengikuti program
rekapitalisasi dan diserahkan oleh Bank Indonesia kepada Badan Pe- nyehatan
Perbankan Nasional. Selanjutnya pada tanggal 9 Juni 1999 antara Bank Bali
dengan PT Era Giat prima diadakan perjanjian:
1. Perjanjian Penyelesaian No.007/BB/CL/VII/1999.
2. Perjanjian Penyelesaian No.008/BB/CL/VI/1999.
Setelah itu, terjadi pemindahbukuan Dana Bank Bali kepada rekening
PTEra Giat Prima dengan jumlah Rp. 404.642.428.369,- dan
Rp.141.826.116.369,- sehingga pada 20 Agustus 1999 print out Rekening Koran
Bank Bali Escrow qg PT Era Giat Prima No. 999045197 saldo akhir Rp.
546.466.116.369,-
Pada tanggal 15 Oktober 1999 Badan Penyehatan Per- bankan Nasional
menerbitkan Surat Keputusan No.423/ BPPN/1099 dengan dasar pertimbangan,
yang pokoknya sebagai berikut:
a. Ketika Bank Bali mengikuti program rekapitalisasi, dana rekapitalisasi yang
diperlukan adalah sebesar satu triliun empat ratus milyar rupiah, kemudian
dilakukan pembayaran oleh Bank Bali berdasarkan cessie tanggal 11 Januari
1999 dan Perjanjian Penyelesaian No. 007/1999 dan 008/1999 sehingga terjadi
penyusutan kurang lebih Rp. 534 Milyar rupiah. Karena itu, dana rekapitalisasi
bertambah menjadi *p. 4,3 triliun atau naik 300%. Hal ini mengakibatkan
kerugian bagi Bank Bali dan juga merugikan Pe- merintah dan rakyat, karena
dana rekapitalisasi diambil dari aset Badan Penyehatan Perbankan Nasional.
114
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
115
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Prima dengan alasan bahwa sebagian dana dalam Rekening Koran Escrow Bank
Bali No.0999.045197 sebesar Rp 546.466.116.369,- adalah milík PTEra Giat
Prima.
Karena itu PT Era Giat Prima melalui penasehat hu- kumnya mengajukan
gugatan terhadap Badan Penyehatan Perbankan Nasional sebagai tergugat di
forum Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dengan dasar hukum Pasal avat 2
a-b-c dari Undang-Undang No.5 Tahun 1986, dengan dalil-dalil gugatan
sebagai berikut:
1. Bahwa Surat Keputusan Badan Penyehatan Perbankan Nasional
No.423/BPPN/1999 tanggal 15 Oktober 1999 materinya, disamping merugikan
PT Era Giat Prima juga mengandung cacat hukum berupa:
a. Bertentangan dengan peraturan Undang-Undang dan melampaui
kewenangan Badan Penyehatan Perbankan Nasional Pasal 19 ayat 1
Peraturan Pemerintah No.17 Tähun 1999.
b. Perjanjian cessie dan perjanjian Penyelesaian No.007 dan 008
telah selesai dilaksanakan dan PTEra Giat prima telah menerima
pembayaran dari Bank Bali, sehingga perjanjian menjadi ber- akhir
sesuai dengan ketentuan Pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata bahwa pem- bayaran mengakibatkan hapusnya perikatan.
2. Karena itu Surat Keputusam No.423/BPPN/1999 yang merugikan PT Era
Giat Prima, tidak sesuai dengan wewenang Badan Penyehatan Perbankan
Nasional se- Dagaimana diberikan dalam Pasal 53 ayat 2 b Undang- undang
No.5 Tahun 1986.
3. Badan Penyehatan Perbankan Nasional telah meng- abaikan Asas-asas
Pemerintahan Yang Baik dalam menerbitkan Surat Keputusan
No.423/BPPN/1999.
4. Karena Surat Keputusan No.423/BPPN/1999 tersebut
116
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
117
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
118
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
119
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
120
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
121
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Dagang Nasional Indonesia sejumlah Rp.904 milyar 642 juta 428 ribu 369
rupiah, maka berdasarkan perhitungan Bank Bali masih tersisa sejumlah Rp 404
milyar 640 juta rupiah, dan disetujui bahwa jumlah tersebut adalah menjadi hak
sepenuhnya dari PTEra Giat Prima. Di sini juga terjadi keganjilan karena jika
Bank Bali menerima pembayaran dari debitornya atau dari Badan Penychatan
Perbankan Nasional maka tidak ada Kewajiban bagi Bank Bali untuk membayar
kepada PT Era Giat Prima. Menurut pendapat kami jika PT Era Giat Prima
kesulitan menagih upada Bank Dagang Nasional Indonesia, maka lebih baik
dilakukan retro cessie, dalam hal ini pembayaran surat berbarga dikembalikan
oleh Bank Bali Kepada PT Era Giat Prima.
6 APAKAH RETRO CESSIE DIPERBOLEHKAN?
Seperti sudah dijelaskan di muka supaya debitor terikat terhadap cessie,
maka cessie tersebut harus diberitahukan kepadanya, sehingga pembayaran
tidak lagi diserahkan kepada.kreditor lama tetapi kepada kreditor baru. Namun
demikian, mungkin saja debitor melakukan wanprestasi. Dalam hal demikian
dapatkah kreditor baru yaitu cessionaris meminta kembali uangnya kepada
kreditor lama?. Mengenai hal tidak terdapat pengaturan secara khusus dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Berbeda dengan pengaturan wesel
dalam Kitab Undang- Undang Hukum Dagang di mana pemegang wesel
mempunyai hak regres terhadap pemegang-pemegang wesel sebelumnya
(endosan) sampai kepada penerbit wessel.
Retro cessie memang diperlukan untuk menjamin kepentingan
cessionaris. Namun hal ini harus diperjanjikan
122
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
oleh cedent dan cessionaris dalam akta cessie atau diperjanjikan dalam
perjanjian jual-beli piutang yang men. dasari cessie, karena bukan hak yang
diberikan olei undang-undang. Memang Pasal 1492 Kitab Undang- Undang
Hukum Perdata, mewajibkan penjual untuk men jamin pembeli dari gugatan
pihak ketiga namun pasal ini tidak menjamin pembeli piutang/cessionaris atas
wan prestasi oleh debitor.
Sedangkan Pasal 1534 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
menyebutkan, penjual piutang harus menjamin bahwa hak itu benar ada
sewaktu dilakukan penyerahan piutang meskipun tidak diperjanjikan secara
khusus. Dari pasal ini dapat disimpulkan bahwa jual-beli piutang yang masih
akan ada memang diperbolehkan, asalkan saja pada saat penyerahan piutang,
piutang tersebut benar ada.
Dengan demikian tidak tepat pengaturan dalam Pasal 1471 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang me- nyebutkan bahwa jual-beli barang
orang sebab perjanjian jual-beli belum mengalihkan hak milik, yang penting
pada saat penyerahan hak milik barang itu memang sudah jadi milik penjual
sehingga dia berwenang mengalihkan hak milik kepada penjual. Hal ini dalam
praktik sudah sering terjadi dalam jual-beli mobil dengan sistem indent di mana
pembeli sudah memesan kepada dealer mobil, meskipun mobil tersebut masih
dirakit oleh agen tunggal pemegang merek atau masih menjadi milik prinsipal
di luar negeri dalam hal mobil tersebut mobil lain adalah batal, Ketentuan Pasal
1471 Kitab Undang-Undang up. Hukum Perdata diambil oper dari Code Civil
Perancis di mana hak milik sudah beralih pada saat tercapainya kesepakatan
antara penjual dan pembeli, sedangkan dalam z dianut Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata sistem yang perjanjian jual-beli belum mengalihkan hak milik.
123
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
124
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
berbeda dengan gudai piutang atas nama, setelah dibuatnya akta gadai masih
diperlukan pemberitahuan kepada debitor supaya gadai tersebut sah. Hal ini
disebabkan karena dalam gadai dikenal doktrin inbezitstelling, artinya dibebani
gadai harus dilepaskan dari kekuasaan debitor, maka pemberitahuan tersebut
dapat secara samakan dengan "dikeluarkan dari kekuasaan debitor".
Bagi gadai saham harus dipatuhi ketentuan gadai saham dalam Undang-
Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan
bahwa hak sua atas saham yang digadaikan tetap berada di saham. Rasio
ketentuan ini adalah untuk mencegah perseroan dikendalikan oleh pihak-pihak
yang menurut peraturan perundangan-undangan dilarang melakukan kegiatan
perdagangan di bidang-bidang tertentu yang ter- tutup bagi mereka (Suharnoko,
2004:52).
Selain gadai piutang atas nama dalam praktik timbul lembaga cessie
sebagai jaminan. Bank meminta supaya tagihan debitornya dialihkan kepada
bank hanya sebagai jaminan. Jadi, tidak ada maksud untuk mengalihkan hak
milik atas piutang tersebut. Konstruksi hukum ini mirip dengan fidusia yaitu
penyerahan hak milik secara ke- percayaan dari debitor kepada kreditor di mana
kreditor dan debitor saling percaya bahwa penyerahan hak milik itu hanya
sebagai jaminan.Setelah utang lunas, maka secara otomatis kepemilikan
kembali kepada debitor. Dalam Fidusia penyerahan hak milik dilakukan secara
constitutum possesorium, artinya penguasaan fisik benda tangan Doktrin
Subrogari, Novasi, & Cessie benda yang analogis di- tangan pemilik berada
inbezitstelling dalam gadai yang tercantum di Pasal 1152 debitor, hal ini
bertentangan dengan syarat tetap Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Dengan adanya syarat inbezitstelling, maka debitor tidak dapat
mengalihkan penguasaan dan kepemilikan
125
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
benda bergerak yang digadaikan kepada pihak III, karena yang dibebani gadai
berada dalam kekuasaan kre- "pua ditor.
Pasal 1152 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, menyebutkan bahwa
Hak gadai atas barang bergerak dan piutang atas bawa dibebankan dengan
penyerahan kekuasan benda dan piutang yang digadaikan kepada Lreditor atau
kepada pihak ketiga yang disepakati oleh litor dan debitor. Jadi, benda bergerak
dan surat piutang tas bawa tersebut harus dilepaskan dari kekuasaan debitor. Hal
ini disebut doktrin inbezitstelling. Selanjutnya Pasal 1152 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata mengatakan bahwa hak gadai piutang atas tunjuk atau
an order di- lakukan dengan endosemen dan penyerahan surat piutang. Dalam
Pasal 1153 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa hak gadai
piutang atas nama dilakukan dengan cara pemberitahuan kepada debitor piutang
ter- sebut.
Sebaliknya dalam fidusia karena penguasaan fisik benda berada dalam
tangan debitor, maka debitor dapat mengalihkan penguasaannya kepada pihak
ketiga. Dari penelitian sdr. Amelia Allen hal ini dapat merugikan kreditor,
khususnya dalam fidusia piutang dimana rekening debitor tidak diblokir, karena
dalam fidusia debitor masih bermaksud menggunakan uang yang masuk dalam
re- keningnya. Demikian pula pihak ketiga yang wajib mem- bayar piutang
tersebut tidak diberitahu bahwa piutang tersebut telah dibebani fidusia. Hal
inilah yang mem- bedakan gadai piutang atas nama denganfidusia piutang.
akilbatnya pihak ketiga tetap membayar kepada debitor fidusia. Sebagai jalan
kelnarnya maka debitor pemberi pemberi fidusia dan bukan kepada kreditor
penerima fidusia harus menambah nilai jaminannya jika ternyata
126
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
127
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
128
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Sehingga, jika ternyata kemudian customer tidak mampu membayar utang maka
risiko sepenuhnya tanggung oleh factor. Akibat hukumnya, Faktor tida dapat
menuntut kembali pembayaran piutang yang tidak tertagih kepada klien.
Transaksi ini disebu without recourse factoring.
2. Sebaliknya dalam transaksi suatu pengalihan pintang dapat juga dilakukan
dengan recourse factoring, artinya apabila factor tidak memperoleh pembayaran
lunas atau sama sekali tidak dibayar oleh customer, maka pihak klien masilh
bertanggung jawab untuk melunasi- nya. Factor dapat minta diperjanjikan
supaya mem- punyai hak opsi untuk menjual kembali piutangnya kepada klien
jika customer tidak mampu melunasi. Hal ini memang diperbolehkan oleh Kitab
Undang- Undang Hukum Perdata, karena Pasal 1535 memang boleh disimpangi
oleh para pihak. Selanjutnya Pasal 1536 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
me- nyebutkan bahwa penjual (client) boleh mem- perjanjikan untuk debitor
(customer) melunasi utang di kemudian hari. Berikut ini kutipan dari Pasal 1536
Kitab Undang- undang Hukum Perdata: "Jika penjual berjanji untuk
menanggung cukup mampunya si debitor, maka janji itu harus diartikan sebagai
mengenai kemampuannya sekarang, dan tidak mengenai kemampuannya
kemudian hari, kecuali dengan tegas diperjanjikan sebaliknya.”
Dalam praktik adakalanya untuk menjamin hak recourse, maka Klien
bersedia bila diminta oleh Factor untuk menyerahkan kepada Factor, cek
bertanggal mundur atau post dated cheque yang nilainya sama dengan juman
yang telah dikeluarkan oleh Factor kepada Klien ditamban perkiraan Biaya
Bunga atau Interest Charge.
129
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
130
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
131
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
132
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
133
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
134
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
135
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
136
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
137
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Daftar Pustaka
Asosiasi Kartu Kredit Indonesia. "Industri Kartu Plastik Perkembangan&
Permasalahannya". Seminar Aspek-Aspek Hukum Kartu Kredit,
FHUI.Jakarta,12 Maret 1991.
Asser, C. Pedomnan Untuk Pengajian Hukum Perdata, terj: Sulaiman Binol.
Jakarta:Dian Rakyat, 1991.
Baxter, Ian. G. The Law Of Banking. Toronto: Carswell, 1992. C
alamari, Jhon D and Joseph M.Perillo. Contract. St.Paul Minn: West Publishing
Co, 1987.
Clark, Robert Charles. Corporate Law. Boston: Little Brown and Company,
1986.
Crabb, John H. The French Civil Code. South Hackensack, New Jersey: Fred
B.Rothman & Co, 1997.
De Savornin Lohman, Hans A. "Contracts" Dutch Businees Law:Legal,
Accounting and Tax Aspects of Doing Business in the Netherlands. Kluwer,
1992.
Dobbyn, Jhon F. Insurance Law in Nutshell. St.Paul, Minn: West Publishing
Co, 1996.
Bihanuel,Steven and Steven Knowles. Contract. Larchmont, NY: Emanuel Law
Outlines, Inc, 1993-1994.
138
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
139
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
140
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
141
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Lampiran
PUTUSAN
Nomor : 421/PDT.G/2003/PN.JKT.PST
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan
mengadili, perkara Perdata dalam peradilan tingkat pertama, menjatuhkan
putusan sebagaimana di- uraikan di bawah ini dalam perkara antara:
PT ASURANSI TAKAFUL UMUM, yang dalam hal ini diwakili oleh
SHAKTI AGUSTONO RAHARDJO, Direktur Utama PT ASURANSI
TAKAFUL UMUM; yang berdasarkan kekuatan Surat Kuasa Khusus
bermeterai cukup bertanggal Jakarta, 19 Mei 2003 telah memberikan kuasa
kepada:
WARSITO SANYOTO, SH.., dan ZULKIFLI DANIEL, Pengacara, Konsultan
Hukum pada Kantor WARSITO SANYOTO, SH., & Partner, Jalan Cempaka
142
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
143
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
30 Januari 2002, pukuI 12:26:17 WIB telalh diparkirkan oleh Drs. H. Marwan
Saridjo di area parkir dalam kawasan yang dikelola oleh Tfergugat dan telah
me- Glodok Plaza, nerima kartu parkir dari petugas parkir (Bukti P-2).
3. Bahwa sewaktu Drs. H. Marwan Saridjo hendak pulang lan hendak
mengendarai mobilnya, ternyata mobil telah bilang dari areal parkir yang
dikelola oleh Tergugat-
4.Bahwa atas hilangnya mobil dengan No. Pol. B 8840 ME tersebut, Drs. H.
Marwan Saridjo telah melaporkannya kepada petugas parkir dan selanjutnya
secara bersama-sama mereka melaporkan peristiwa kehilangan mobil tersebut
kepada polisi di Polsek Metro Taman Sari, Jakarta Barat (Bukti P-3).
5. Bahwa dalam pemeriksaan dihadapan petugas Polsek Metro Taman Sari,
Jakarta Barat, petugas parkir atau karyawan Tergugat yang berjaga di pintu ke
luar me- nerangkan dan mengakui bahwa ia telah lalai dalam men- jalankan
tugasnya yaitu mengizinkan kendaraan ke luar dari areal parkir tanpa
memeriksa karcis parkir terlebih dahulu saat mobil No. Pol. B 8840 ME masuk
pada areal parkir yang telah diberikan kepada pemilik mobil pada Tergugat
padahal karcis parkir tersebut masih berada di tangan Drs. H. Marwan Saridjo.
6. Bahwa atas kehilangan tersebut, pemilik mobil, Mori Hanafi SE, M.Comm
telah mengajukan klaim kerugian kepada Penggugat, dan yang atas klaim
tersebut Penggugat pada tanggal 8 April 2003 telah membayar sebesar Rp
582.300.000,- (lima ratus depalan puluh dua juta tiga ratus ribu rupiah) (Bukti
P-4).
7. Bahwa setelah dibayarnya klaim pembayaran kerugian atas hilangnya mobil
No. Pol. B 8840 ME oleh Penggugat kepada pemilik mobil secara penuh, maka
atas hilangnya kendaraan bermotor/mobil No. Pol. B 8840 ME tersebut yang
diparkir di areal parkir Tergugat, serta dijaga oleh
144
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
para petugas Tergugat, maka hak-hak Mori Hanafi, SE, MM, sebagai pihak
yang telah menerima klaim asiuransi Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
dialihkan (subrogasi) kepada Penggugat. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal
284 KUHD yang menyatakan: Penanggung yang telah membayar kerugian
barang yang dipertanggungkan. Memperoleh semua hak yang sekira- nya
dimiliki oleh tertanggung terhadap pihak ketiga berkenaan dangan kerugian itu;
dan tertanggung ber tanggung jawab untuk setiap perbuatan yang mungkin
merugikan hak penanggung terhadap pihak ketiga itu.
8. Bahıwa karena kelalaian dari petugas parkir yang bekerja sebagai karyawan
Tergugat, maka Tergugat tidak dapat melepas tanggung jawab secara hukum
dan wajib mem- pertanggungjawabkannya pula secara hukum pula. Hal ini
sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum sebagai berikut:
Pasal 1366 KUH Perdata:
Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya oleh kerugian yang disebabkan
perbuatan-perbuatan, me- lainkan juga atas kerugian yang disebabkan oleh
kelalaian atau kesembronoannya.
Pasal 1367 alinea ke-3 KUH Perdata:
Majikan dan orang yang mengangkat orang mewakili urusan-urusan mereka,
bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh pelayan atau bawahan
mereka dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepada orang itu. lain
untuk 9. Bahwa Tergugat melalui kuasa hukumnya menolak kompensasi
penggantian atas hilangnya mobil Toyota Land Cruiser No. Pol. B 8840 ME
tersebut karena Terguggat hanya sebagai pengelola jasa perparkiran yang
bertugas
145
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
sebagai pengelola parkir saja dan bukan penjamin yang bersandarkan kepada
Pasal 36 ayat 2 Perda DKI No. 5 Tahun 1999 tentang perparkiran yang berbunyi
sebagai berikut: "Aas hilangnya kendaraan dan atau barang-barang vane hornda
di dalam kendaraan atau rusaknya kendaraan selama berada di Petak Parkir,
merupakan tanggung jawalb pe- makai tempat parkir".
10. Bahwa atasan Tergugat tersebut secara hukum tidak benar karena ketentuan
yang tercantum di dalam Peraturan Daerah tidak dapat mengesampingkan
ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang, khususnya ketentuan P'asal 1366
dan 1367 KUH Perdata.
11. Bahwa berdasarkan Surat Subrogasi tersebut Penggugat telah mengajukan
tuntutan penggantian secara dalil kepada Tergugat, namun sampai perkara ini
diajukan ke sidangan, Tergugat tidak beritikad baik secara membayar ganti rugi
kepada Penggugat atas kelalaian dilakukannya dan dengan berbagai dalil
mengelak dari tanggung jawab hukum.
12. Bahwa perbuatan yang dilakukan oleh Tergugat dan Turut Tergugat adalah,
merupakan perbuatan melawan hukum dan telah memenuhi unsur-unsur suatu
perbuatan hukum sebagaimana diat ur dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang
berbunyi: telah Tiap perbuatan melanggar hukum kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut. vMvquiəu Suph
13. Bahwa tindakan Tergugat yang tidak bertanggung jawab hilangnya mobil
No. Pol. B 8840 ME adalah perbuatan melawan hukum sesuai dengan PasaI
1365, 1366, dan 1367 KUH Perdata jo. UU No. 2 Tahun 1992 tentang
146
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
147
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
148
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
149
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
"Menurut Pasal 123 HIR, pihak-pihak yang beperkara, kalau dikehendaki, boleh
dibantu atau diwakili oleh kuasa, yang untuk maksud itu, harus dikuasakan
dengan surat kuasa khusus/istimewa Balwa betapa pentingnya keharusan
penggunaan Surat Bunoan Kuasa Khusus dalam bepekara di pengadilan, tampak
4. ielas dalam Surat Edaran Mahkamah Agung RI No. MA KUMDIL
288.X/K/1994 tanggal 14 Oktober 1994 yang ditujukan kepada para Ketua
Pengadilan Tinggi, Ketua Pengadilan Tinggi Agama, Ketua Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara, Kętua Pengadilan Negeri, Ketua Pengadilan Agama dan
Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara di seluruh Indonesia, yang menegaskan
sebagai berikut: "Untuk menciptakan keseragaman dalam hal pemahaman
terhadap Surat Kuasa Khusus yang diajukan oleh para pihak beperkara kepada
badan-badan peradilan, maka dengan ini diberikan petunjuk sebagai berikut:
Surat Kuasa harus bersifat khusus dan menurut undang-undang harus
dicantumkan dengan jelas bahwa surat kuasa itu hanya dipergunakan untuk
keperluan tertentu, misalnya dalam perkara perdata harus dengan jelas disebut
antara A sebagai penggugat dan B sebagai Tergugat, misalnya dalam perkara
waris atau utang piutang tertentu dan sebagainya".
5. Bahwa terbukti Penggugat menggugat Tergugat hanya berdasarkan surat
kuasa subograsi dari Mori Hanafi, SE, NI.Comm, yang sifatnya umum, dan
tidak berdasarkan surat kuasa khusus. Dengan demikian, maka secara yurndis,
Penggugat tidak mempunyai kapasitas hukum untuk menggugat Tergugat dalam
perkara ini (non legitima personae standi in judicio).
6. Bahwa berdasarkan beberapa fakta yuridis yang telah dikemukakan di atas,
Tergugat dengan ini mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini
agar berkenan
150
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
151
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
"Bahwa salah satu prinsip fundamental atas sahnya gugatan secara formal,
gugatan harus diajukan oleh pihak yang memiliki kapasitas bertindak sebagai
Penggugat. Menurut Hukum Acara Perdata, orang yang memiliki kapasitas
mengajukan gugatan dalam suatu perkara perdata, hanya orang yang
mempunyai bubungan hukum dan kepentingan dengan apa yang disengketakan.
Apabila gugatan diajukan oleh orang yang tidak mempunyai kapasitas untuk
memperkarakan suatu sengketa, maka gugatan mengandung cacat hukum dan
gugatan mengandung cacat error in person dalam bentuk dan kualifikasi
inperson".
10. Bahwa dengan tidak terbukti adanya hubungan hukum antara Penggugat dan
Tergugat dalam perkara ini, maka Tergugat dengan ini mohon kepada Majelis
Hakim memeriksa perkara ini agar berkenan untuk menolak gugatan Penggugat
atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet
ontvankelijke verklaard). Sue Gugatan Penggugat Kurang Pihak.
11. Bahwa dasar gugatan Penggugat terhadap Tergugat dalam perkara ini adalah
perbuatan melanggar atau perbuatan melawan hukum. Dengan demikian,
Penggugat seharus- nya menggugat setiap orang atau setiap pihak yang
dianggap telah melakukan perbuatan yang menyebabkan kerugian bagi
Penggugat, terkait dengan hilangnya sebuah kendaraan milik Mori Hanafi, SE,
M.Comm. Tidak hanya menggugat Tergugat."
12. Bahwa jika kehilangan kendaraan tersebut dianggap telah menimbulkan
kerugian terhadap Penggugat, maka dalam perkara ini Penggugat seharusnya
menggugat Saputra Halim yang mengendarai kendaraan tersebut sebab ke-
hilangan mobil tersebut justru terjadi pada saat mobil
152
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
153
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
154
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
suatu perkara perdata dapat diterima sebagai suatu buk. tentang perbuatan yang
telah dilakukan kecuali jika da dibuktikan sebaliknya".
Penegasan serupa juga dapat ditemukan dalam Pasal 99 ayat (7) Surat
Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No.J.S.1/7/5 tanggal 4
Agustus 1977 menyatakan;
"Putusan Hakim Pidana yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap
merupakan bukti yang sempurna dalam perkara perdata, kecuali jika dapat
diajukan bukti lawanan (tegenbewijs)".
20. Bahwa sampai saat ini tidak terbukti berdasarkan putusan pidana yang
berkekuatan hukum tetap bahwa Tergugat telah melakukan kejahatan atau
pelanggaran terkait hilang- nya mobil tersebut. Dengan demikian, maka gugatan
Peng- gugat sebenarnya belum waktunya untuk diajukan ka pengadilan
(prematur).
21. Bahwa berhubung gugatan Penggugat terbukti prematur, maka dengan ini
Tergugat mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini agar
berkenan menolak gugatan Penggugat atau setidak-tidaknya menyatakan
gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard). Suan,
per- Gugatan. Penggugat Tidak Didukung Bukti-bukti.
22. Bahwa Penggugat dalam gugatannya tidak dapat membuktikan adanya
kejahatan ataupun kelalaian Tergugat yang menyebabkan hilangnya mobil
tersebut, karena Penggugat tidak dapat membuktikan bahwa pencuri mobil atau
penyebab kehilangan mobil tersebut adalah Tergugat.
23. Bahwa suatu gugatan harus didasarkan pada bukti-bukti kuat. Sedangkan
kenyataannya bahwa gugata Penggugat justru tidak didasarkan pada bukti-bukti
yang kuat. Dengan démikian, tuntutan ganti kerugian yang
155
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
diajukan oleh Penggugat kepada Tergugat dalam perkara ini pun seharusnya
ditolak, Hal ini sesuai dengan pendirian Mahkamah Agung RI sebagaimana
ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. K/Sip/1983 tanggal 28
Mei 1979 yang menyatakan:
"Tuntutan Penggugat mengenai ganti kerugian karena tidak disertai bukti-bukti
harus ditolak"
24. Berdasarkan beberapa fakta hukum tersebut di atas, maka dengan ini
Tergugat mohon kepada Majelis Hakim memeriksa perkara ini agar berkenan
untuk menolak gugatan Penggugat atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan
Penggugat tidak dapat diterima (niet ontvakelijke verklaard). Suek Gugatan
Penggugat Salah Alamat.
25. Bahwa berdasarkan Surat Tanda Penerimaan laporan/Peng- aduan terungkap
bahwa mobil tersebut hilang karena pencurian dengan pemberatan dan
pencurinya kini sedang dalam penyelidikan (Vide Bukti T-2), atas dasar Bukti
T-2 ini Penggugat sendiri yang telah membuktikan bahwa yang dapat
dimintakan pertanggungjawaban untuk mengganti kerugian kepada Penggugat
adalah orang atau pihak yang telah melakukan perbuatan yang menimbulkan
kerugian bagi Penggugat (Vide ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata), dalam hal
ini si pencuri mobil tersebut).
26. Bahwa dengan adanya kenyataan Penggugat justru meng- gugat Tergugat
yang notabene sampai saat ini tidak terbukti au setidak-tidaknya belum terbukti
berdasarkan suatu putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap telah
melakukan kejahatan ataupun kelalaian yang menyebabkan hilangnya mobil
tersebut, maka telah terbukti dengan sah dan meyakinkan bahwa Penggugat
telah salah menggugat orang atau pihak dalam perkara ini, sebab seharus- nya
yang digugat dalam perkara ini adalah pencuri mobil
156
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
157
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
158
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
159
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
yang sebenarnya, Laporan Pengaduan diterbitkan oleh Polsek Metro Taman Sari
tidak tercantum pengakuan karyawan tergugat akan kelalaiannya dalam
menjalankan tugas yang menyebabkan mobil tersebut hilang.
oleh karena itu, Tergugat mohon agar Majelis Hakim yang memeriksa perkara
ini berkenan untuk menolak dalil butir 5 gugatan Penggugat tersebut.
Tanggapan terhadap dalil 6 gugatan
36. Bahwa Tergugat menolak dengan tegas dalil butir 6 gugatan Penggugat
sebab dalil penggugat tersebut tidak sesuai dengan fakta hukum sebenarnya.
Dalam butir 6 tersebut. Penggugat mendalilkan bahwa Penggugat telah
membayar sebesar Rp 582.300.000,- (lima ratus delapan puluh dua juta tiga
ratus ribu rupiah) kepada Mori Hanafi, SE, M.Comm, dengan menunjukkan
Bukti P-4. Namun dalam Bukti P-4 tersebut, penerima uang sebesar Rp 582.300
.000,- (Iima ratus delapan puluh dua juta tiga ratus ribu rupiah) adalah PT Catur
Mitrajaya Wisata, dan bukan Mori Hanafi. SE, M.Comm. gugatannya
37. Bahwa Tergugat menolak dengan tegas dalil butir 7 gugatan Penggugat.
Sebab, tidak terbukti Penggugat mempunyai hubungan hukum dengan Tergugat
yang memungkinkan Penggugat untuk menuntut pemenuhan suatu hak terhadap
Tergugat. Adapun hak yang didalilkan oleh Penggugat berdasarkan ketentuan
Pasal 284 KUHD adalah hak yang belum jelas, belum nyata, belum konkret,
dan masih harus dibuktikan. Hal itu tampak jelas dari kata-kata:
“…..semua hak yang sekiranya dimiliki oleh lertanggung terhadap pihak
ketiga….”
Oleh karena itu, Tergugat mohon agar Majelis Hakim yang memeriksa perkara
ini berkenan untuk menolak dalil butir 7 gugatan Penggugat tersebut.
160
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
161
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Sebab, ketentuan tersebut telah diatur dalam Pasal 26 ayat (2) Peraturan Daerah
DKI Jakarta No. 5 Tahun 1999 tentang Perparkiran yang berbunyi sebagai
berikut: Atas hilangnya kendaraan dan atau barang-barang yang berada di dalam
kendaraam atau rusaknya kendaraan selama berada di Petak Parkir, merupakan
tanggung jawab pemakai tempat parkir",
42.Bahwa ketentuan dalam Peraturan Daerah tersebut, ditegaskan pula pada
Karcis Parkir (Tiket Parkir) maupun pada papan yang terpancang di depan pintu
masuk area parkir, yang berbunyi sebagai berikut: "Pihak pengelola (parkir)
tidak bertanggung jawab atas segala kehilangan. Kerusakan, kecelakaan atas
kendaraan atauptun kehilangan barang-barang yang terdapat di dalam kendaraan
dan atau yang menimpa orang yang menggunakan areal parkir pihak pengelola
(parkir)".
43. Bahwa tindakan pengendara mobil dalam perkara ini yang tetap
memarkirkan kendaraannya di areal parkir yang dikelola oleh Tergugat adalah
implied consent artinya persetujuan secara diam-diam dan merupakan bukti
yang kuat bahwa pengendara mobil tersebut telah secara diam- diam
menyatakan konfirmasi persetujuannya serta tunduk pada ketentuan-ketentuan
yang ada dalam karcis parkir tersebut yang diterimanya dari karyawan
Tergugat. Sebab kalau benar si pengendara mobil tersebut tidak setuju dengan
ketentuan tersebut maka pengendara mobil ter- Sebut pasti tidak akan masuk
dan memarkirkan mobilnya pada areal parkir yang dikelola Tergugat tersebut.
Secara hukum, dimungkinkan bagi setiap orang atau dap pihak untuk
memberikan konfirmasi persetujuan atas suatu ketentuan yang mengikatnya,
baik secara tegas ataupun secara diam-diam. Hal tersebut daput ditafsirkan dari
ketentuan Pasal 1327 KUH Perdata, yang berbunyi Sebagai berikut:
162
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Oleh karena itu, Tergugat mohon agar Majelis Hakim yang memeriksa perkara
ini berkenan untuk menolak dalil butir 9 gugatan Penggugat tersebut.
Oleh karena itu, Tergugat mohon agar Majelis Hakim yang memeriksa perkara
ini berkenan untuk menolak dalil butir 9 gugatan Penggugat tersebut.
Dengan kata lain, bahwa Tergugat selaku pengelola parkir dapat membatasi
tanggung jawabnya terhadap hal-hal atau peristiwa-peristiwa yang tidak dapat
disingkiri, (Vida ketentuan Pasal 1708 KUH Perdata), yaitu kejadian- kejadian
atau peristiwa-peristiwa. Yang tidak sengaja atau tidak dapat diduga, atau
lazimnya dalam bahasa Hukum disebut "keadaan memaksa" atau "overmacht"
atau Joite
Adanya "keadaan memaksa" atau "overmacht atau force majeur' tersebut adalah
sesuai dengan pengakuan Saputra Halim di depan Polsek Metro Taman Sari
bahwa mobil
163
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
tersebut hilang karena pencurian dengan pemberatan (Vide Bukti T-2 berupa
Surat tanda Penerimaan laporan/ Pengaduan yang diterbitkan Polsek Metro
Taman Sari), Oleh karena itu, Tergugat mohon agar Majelis Hakim yang
memeriksa perkara ini berkenan untuk menolak uri butir 10 gugatan Penggugat
tersebut.
45. Bahwa Tergugat menolak dengan tegas dalil butir 11 gugatan Penggugat.
Sebab, secara hukum Penggugat selaku Penanggung dalam suatu asuransi atau
pertang- qungan wajib untuk memberikan penggantian kepada tertanggung. Hal
ini ditegaskan dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.2 Tahun
2002 tentang Usaha Perasuransian, yang berbunyi:
"Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih,
dangan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan
menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung
karena kerugian, kerusakan atau kehilang- an keuntungan yang diharapkan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita
tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan".
Dari ketentuan Pasal tersebut jelas sekali bahwa dari per- Janjian asuransi ini
Penggugat selaku Penanggung telah menikmati premi asuransi dari
Tertanggung. Tidak ada pihak lain yang ikut menikmati premi asuransi tersebut.
tersebut karena Tergugat bukan pihak dalam perjanjian asuransi tersebut.
Demikian dalam hal tertanggung mengalami suatu
164
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Oleh karena itu, Tergugat mohon agar Majelis Hakim yang memeriksa perkara
ini berkenan untuk menolak dalil butir 11-12 gugatan Penggugat tersebut.
46. Bahwa Tergugat menolak dengan tegas dalil butir 13 gugatan Penggugat
yang menuntut Tergugat mengganti kerugian sebesar Rp 582.300.000,- (lima
ratus delapan puluh dua juta tiga ratus ribu rupiah) ditambah bunga 2% per
bulan. Sebab, Tergugat dan Penggugat tidak terikat dalam suatu perjanjian yang
memperjanjikan adanya bunga 2% per bulan tersebut. Lagi pula, perkara ini
bukan merupakan sengketa mengenai pinjam-meminjam uang.
"Bahwa mengenai bunga tidak diperjanjikan dan perkara ini bukan mengenai
pinjam-meminjam uang yang menurut yurisprudensi, terhadap uang yang bukan
merupakan perjanjian pinjam-meminjam, tidak dikenakan bunga (Putusan
Mahkamah Agung No. 939 K/Sip/1976 tertanggal 24 Februari 1976)"
Oleh karena itu, tergugat mohon agar Majelis Hakim yang memeriksa perkara
ini berkenan untuk menolak 991
165
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
47. Bahwa Tergugat menolak dengan tegas dalil butir 14 gugatan Penggugat.
Sebab permohonan sita jaminan yang diajukan oleh Penggugat tidak memenuhi
syarat hukun atau tidak beralasan sama sekali. Lagi pula. Penggugat tidak
mempunyai bukti yang kuat bahwa Tergugat akan melarikan diri dari tanggung
jawabnya apalagi meng- ackan harta kekayaannya. Buktinya bahwa justru mem-
halas semua surat teguran (somasi) yang diadakan oleh Penggugat.
Lagi pula sesuai Yurisprudensi MA RI NO. 121 KSip/ 1971 tanggal 15 April
1872, telah ditegaskan syarat untuk mengajukan sita jaminan (conservatoir
beslag), yaitu: Apabila Penggugat tidak mempunyai bukti kuat bahwa ada
kekhawatiran Tergugat akan mengasingkan barang- barangnya, maka sita
jaminan tidak dilakukan"
166
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
sita jaminan (conservatoir beslag) tersebut di Bias nyata nyata tidak memenuhi
syarat sebab:
a Terbukti balwa nilai gugatan Penggugat hanya sebesar delapan puluh
dua juta tiga ratus ribu rupiah), sedangkan nilai tanah dan bangunan serta
barang-barang bergerak yang terletak di dalam tanah dan bangunan tersebut
justru jauh Rp 582.300.000,- (lima ratus lebih besar dari nilai gugatan tersebut
b. Telah terbukti dengan sah dan meyakinkan babwa Penggugat justru
langsung mengajukan permohon an sita jaminan (consertatoir beslag) terhadap
benda benda tetap (tanah dan bangunan) sebelum ajukan sita jaminan
(conservatoir beslag) terhadap benda-benda bergerak. Oleh karena itu, Tergugat
mohon agar Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini berkenan untuk
menalak dalil butir 14-15 gugatan Penggugat tersebut. Tanggapan terhadap dalil
15 gugatan
49. Bahwa Tergugat menolak dengan tegas dalil butir 16 gugatan Penggugat.
Sebab, meskipun seandainya pun gugatan penggugat tidak salah alamat,
permohonan putusan serta merta (uitroerbaar bij voorraad) yang di- ajukan olch
Penggugat dalam perkara ini tidak memenuhi syarat-syarat dan ketentuan-
ketentuan hukum yang berlaku.
50. Bahwa dari segi teknis beracara, dalan suatu gugatan, Penggugat tidak dapat
meminta sekaligus sita jaminan (conservatoir beslag) dalam pelaksanaan
putusan serta- merta (uitcoerbaar bij vooraad) kecuali apabila harga barang-
barang yang akan disita jauh lebih kecil dari nilai tuntutan Penggugat. Hal ini
sesuai dengan Instruksi Mahkamah Agung RI tanggal 13 Februari 1958 yang
berbunyi sebagai brikut:
167
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
a. Ada akta autentik atau akta di bawah tangan yang menurut undang-undang
mempunyai kekuatan bukti. a. Faktanya: Penggugat tidak dapat menunjukkan
akta autentik atau akta di bawah tangan yang bisa dijadikan bukti bahwa
Tergugat mempunyai kewajiban terhadap penggugat dalam perkara ini.
b. Ada putusan yang mempunyai kekuatan pasti (In kracht van gewijsde).
faktanya : Penggugat tidak dapat menunjukkan adanya putusan pengadilan
bahwa tergugat telah melakukan kelalaian yang merugi- kanPenggugat.
168
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
52. Bahwa kalaupun syarat-syarat sebagaimana tercantu dalam Pasal 180 HIR
tersebut telah terpenuhi, Mahkamah Agung RI melalui Surat Edaran No. 3
Tahun 2000 yang memberikan sikap yang limitatif kepada Hakim Pen adilan
Negeri untuk menjatuhkan putusan serta-merta (uitcoerbaar bij voorraad),
kecuali dalam hal-hal beriku :
A. Gugatan didasarkan atas bukti yang autentik atau surat tulisan tangan
(handschrift) yang tidak dibantah kebenaran tentang isi dari tanda tangannya,
yang menurut undang-undang mempunyai kekuatan bukti.
Faktanya: penggugat tidak dapat membuktikan adanya surat autentik atau
tulisan tangan (handschrift) yang menunjukkan bahwa Tergugat mempunyai
hubungan hukum dengan Penggugat. Atau setidak-tidaknya ada bukti tertulis
yang menunjukkan bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan melawan
hukum yang merugi- kan Penggugat.
b. Gugatan tentang utang piutang yang jumlahnya sudah pasti dan tidak
dibantah. Faktanya: Gugatan Penggugat bukan tentang utang piutang yang
jumlahnya sudah pasti dan tidak dibantah. Dengan demikian permohonan
putusan serta-merta (uitvoerbaar bij voorraad) terselbut tidak memen syarat.
169
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
170
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
DALAM REKONVENSI
171
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
172
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
60, Bahwa untuk menjamin pelaksanaan atas putusan atas gugatan rekonvensi
dalam perkara ini di kemudian hari, maka Tergugat Konvensi/Penggugat
Rekonvensi mohon agar sudi kiranya Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berkenan
untuk meletakkan sita jaminan (conservatoir beslag) ter hadap harta benda
bergerak maupun harta benda tidak bergerak milik TERGUGAT
REKONVENSI dan jumlahnya akan diperincikan dalam surat per mohonan sita
jaminan yang akan diajukan ke Pengadilan yang letak Negeri Jakarta Pusat
secara terpisah dari rekonvensi ini.
173
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
DALAM EKSEPSI
1.Menerima Eksepsi Tergugat secara keseluruhan
2.Menolak gugatan Penggugat secara keseluruhan atau tidal setidak-tidaknya
menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijke
verklaard)
DALAM REKONVENSI:
1.Menerima gugatan rekonvensi dari Tergugat Konvensi/ Penggugat
Rekonvensi secara keseluruhan.
2.Menyatakan Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi telah melakukan
perbuatan melawan hukum yang me- rugikan Tergugat Konvensi/Penggugat
Rekonvensi.
3. Menghukum Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi untuk membayar
ganti kerugian materiil sebesar Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan
kerugian immateriil Rp 1.000.000,000,- (satu miliar rupiah) kepada 175
174
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
4. Menyatakan sah dan berharga atas sita jaminan (conser- vatolr beslag) yang
diajukan oleh Tergugat Konvensi/ Penggugat Rekonvensi terhadap seluruh harta
benda Peng- gugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi.
175
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
2. Fotokopi Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) Land Cruiser VXR No.
Pol. B 8840 ME No. Rangka/Mesin MHF IITJ8009004307/1HD-0191474 atas
nama Drs. H. Marwan Saridjo (Bukti P-2).
5. Fotokopi karcis tanda masuk areal parkir di Glodok Plaza, tanggal 30 Januari
2002, pukul 12.26.17 WIB yang dikelola Tergugat (Bukti P-5).
176
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
SAKSI 1. ZURAIDIANSYAH:
Bahwa adapun syarat yang harus dipenuhi pada saat mengajukan klaim asuransi
antara lain:
>Bukti pengaduan dari kepolisian.
>Bukti asuransi.
>BPKB dan STNK.
>Surat Subrogasi yang dibuat oleh Tertanggung:-
Bahwa atas klaim asuransi Sdr. Mori Hanafi tersebut, pihak PT Asuransi
Takaful Umum telah membayarnya sejumlah Rp 582.300.000,00 (lima ratus
delapan puluh
177
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Bahwa saksi bekerja pada PT Asuransi Takaful Umum Divisi Teknik Klaim,
dengan tugas menerima laporan klaim, menindaklanjuti laporan;-
Bahwa mobil Land Cruiser tersebut memang di- asuransikan dengan total nilai
pertanggungan Rp 700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah), untuk jenis
Rerugian kchilangan dan kerusakan yang mencapai 75%;
178
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
diakui bahwa pada tanggal 30 Januari 2002 telah terjadi pencurian atas sebuah
mobil Land Cruiser di perparkiran Glodok Plaza;
Bahwa adapun yang díasuransikan atas mobil Land Cruiser dengan nomor polisi
B. 8840 ME meliputi kehilangan dan kerusakan yang mencapai 75%; SAKSI
IV. MORI HANAFI. SE., M.COMM:
Bahwa saksi adalah pemilik mobil Land Cruiser dengan nomor polisi B. 8840
ME; Bahwa atas mobil tersebut saksi asuransikan pada Asúransi Takaful Umum
sejak tahun 2001 dengan pertanggungan sejumlah Rp 700.000.000,00 (tujun
juta rupiah);-
179
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Bahwa mobil tersebut adalah milik pribadi saksi dan direntalkan tergabung
dalam PT Catur Mitra Jaya Wisata; Bahwa pada tanggal 30 Januari 2002 mobil
Land Cruiser torsebut hilang di areal perparkiran Glodok Plaza, ketika mobil
tersebut tengah disewa oleh Saputra Halim;
180
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Menimbang bahwa maksud dan tujuan gugatan Peng gugat dalam Konvensi
Tergugat dalam Rekonvensi adalah sebagaimana diuraikan di atas; Menimbang,
bahwa atas gugatan Penggugat C Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi
tersebut, Tergugal dalam Konvensi/Penggugat dalam Rekonvensi mengajukan
eksepsi sebagai berikut.
181
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Bahwa menurut ketentuan Pasal 123 ayat (1) HIR jo. Putusan Malhhkamah
Agung RI tanggal 9 Desember 1970 Nomor 296 K/Sip/1970, ditegaskan bahwa
kalau aikehendaki, pihak-pihak yang beperkara boleh dibantu atau diwakili oleh
seorang kuasa, yang untuk maksud i, harus dikuasakan dengan surat kuasa
khusus artinya surat kuasa ini hanya dipergunakan untuk keperluan tertentu,
misalnya daļam perkara perdata harus jelas disebut antara A sebagai Penggugat
dan B sebagai Tergugat, misalnya dalam perkara waris atau hutang piutang
tertentu dan sebagainya;
II. Gugatan Penggugat tidak mempunyai dasar hukum, kurang pihak dan
prematur. Bahwa antara Penggugat dalam Konvensi/Tergugat dalam
Rekonvensi dengan Tergugat dalam Konvensi/Penggugat dalam Rekonvensi
tidak ada hubungan hukum apa pun, karena itu sesuai dengan putusan
Mahkamah Agung RI tanggal 7 Juli 1971 Nomor 294 K/Sip/1971 jo. tanggal 28
Mei 1998 Nomor 2961 K/PD/1993, gugatan tersebut tidak mempunyai dasar
hukum sama sekali; Bahwa dalam posita gugatannya, Penggugat dalam
Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi menyatakan mobil Land Cruiser B 8340
ME tersebut hilang sewaktu di- kemudikan oleh Saputra Halim, seharusnya
yang ber gkutan turut serta digugat dalam perkara ini : ---
182
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Bahwa lebih dari itu, atas kehilangan mobil Land Cruise B 8840 ME di areal
parkir Glodok Plaza, telah dilaporkan kepada pihak kepolisian atas dasar
"Pencurian dengan pemberatan". Seharusnyalah perkara pidana diselesaikan
terlebih dahulu, sebagai dasar atas penyelesaian perkara perdata (Pasal 1918
KUH Perdata);
III. Gugatan Penggugat tidak didukung bukti-bukti, salah alamat dan Obscuur
Libel (tidak jelas dan kabur): Bahwa dalam posita gugatannya, Penggugat
dalam Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi sama sekali tidak dapat
membuktikan tentang kesalahan/kelalaian Tergugat dalam Konvensi/Penggugat
dalam Rekonvensi; dan pula pencuri mobil tersebut hingga saat ini belum
berhasil ditangkap;
183
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Bahwa Surat Kuasa Subrogasi yang menjadi dasar hukum Penggugat dalam
Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi mengajukan gugatan ini ke pengadilan
telah bersifat khusus, sebab dalam surat kuasa dimaksud telah dican- tumkan
permasalahan objek perkara yaitu mengajukan upaya penagihan secara
subrogasi atas hilangnya kendaraan bermotor mobil Toyota Land Cruiser VXR
No. Pol. B 8840 ME di areal parkir yang dikelola dan menjadi tanggung jawab
Tergugat dalam Konvensi/Penggugat dalam Rekonvensi.
184
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie Tentang gugatan Kurang Pihak, Prematur,
Tidak didukung bukti-bukti, salah alamat dan Obscuur Libel. Bahwa mobil
Toyota Land Cruiser No. Pol.B 8840 ME yang diparkir dalam areal parkir yang
menjadi tanggung jawab Tergugat dalam Konvensi/Penggugat dalam Re
konvensi dalam keadaan terkunci, ketika kemudian ter. nyata hilang, maka
dengan sendirinya menjadi tanggung jawab Tergugat dalam
Konvensi/Penggugat dalam Re- konvensi tersebut;
Dengan demikian, betapa pun belum ada putusan hakim pidana yang
menyatakan kelalaian Tergugat dalam Kon- vensi/Penggugat dalam
Rekonvensi, pertanggung jawaban tersebut dapat dituntut;
Bahwa sewaktu mobil No. Pol. B 8840 ME memasuki areal parkir yang dikelola
Tergugat dalam Konvensi/Peng- gugat dalam Rekonvensi, pengemudi mobil
memperoleh karcis; parkir yang diberikan oleh petugas areal parkir Glodok
Plaza tersebut;
185
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Bahwa gugatan ini sudah tepat dan benar, tidak salah alamat, Mobil Toyota
Land Cruiser B. 8840 ME hilang di areal parkir yang dikelola oleh Tergugat
dalam Konvensi/ dalam Rekonvensi maka yang bersangkutan Penggugat karus
dimintai pertanggungjawaban;---
186
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie Bahwa siapakah yang dapat tampil
sebagai pihak? Pada asaspya setiap orang yang merasa mempunyai hak dan
ingin menuntutnya atau ingin mempertahankan atau ingin membelanya,
berwenang untuk bertindak selaku pihak baik selaku Penggugat maupun selaku
Tergugat (legitima personae standi in judicio);
187
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Bahwa menurut Surat Kuasa Subrogasi tersebut, yang menjadi objek gugatan
adalah penagihan secara subrogasi, atas kehilangan kendaraan bermotor/mobil
No.Pol. B 3840 ME yang terjadi di areal parkir yang berada dalam langgung
jawab PT SECURINDO PACTAMA INDONESIA:
188
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Bahwa akan tetapi, ketika pada tanggal 30 Januari 2002 pukul 12,26.17
(bukti P-5) mobil Toyota Land Cruiser VXR No. Pol. B 8840 ME, No.
Rangka/Mesin MHF 11TJ8009004307 1HD-O191474 milik MORI HANAFI,
SE., M. Comm, yang ketika itu dikendarai oleh SAPUTRA HALIM dititipkan
di areal parkir Glodok Plaza kelola oleh Tergugat dalam Konvensi/Penggugat
dalam Rekonvensi, maka sejak saat itu demi hukum dan secara
189
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
diam-diam telah terjadi hubungan antara MORI HANAFI. SE., M., Comm.
dengan Tergugat dalam Konvensi I Peng- gugat dalam Rekonvensi;
Bahwa oleh karena MORI HANAFI telah ganti kerugian (bukti P-6), maka
sesuai dengan ketentuan Bab III Pasal 14 ayat (1) Bab Subrogasi dalam Polis
Standar Kendaraan Bermotor Indonesia (bukti P-3), MORI HANAFI
memberikan hak Subrogasi ke PT Asuransi Takaful Umum, untuk
melakukan/mengajukan tuntunan- tuntunan kepada pihak III (bukti P-4 = bukti
T-I);- memperoleh Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut maka sejak
diterbitkannya Surat Subrogasi tertanggal Jakarta 10 Maret 2003 terdapat
hubungan hukum antara PT Asuransi Takaful Umum sebagai pihak yang telah
klaim asuransi, menutup dengan PT Securindo Pactama Indonesia sebagai Pihak
I yang bertanggung jawab atas hilangnya mobil Toyota Land Cruiser B. 8840
ME tersebut;
190
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Bahwa lebih dari hal tersebut, gugatan ini diajukan bukan semata-mata
telah dicurinya mobil Toyota Land Cruiser B 8840 ME, melainkan karena sikap
kurang hati- hatinya pengelola areal parkir tersebut;
191
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Obscuur Libel, dibahas sebagai berikut ini;-- Bahwa perihal didukung atau
tidaknya dengan bukti- bukti atas materi gugatan ini, menurut hemat Majelis
Hakim, hal tersebut telah menyangkut materi pokok per- kara, karena itu akan
dibahas dalam pertimbangan pokok perkara;
Majelis Hakim tidak sependapat dengan pandangan ter- sebut, karena titik
persoalannya adalah adanya sikap kurang hati-hatinya karyawan Tergugat
dalam Konvensi/Penggugat dalam Rekonvensi ketika mengelola perparkiran
mobil di Glodok Plaza, sehingga orang yang tidak mempunyai bukti legitimasi
(karcis) parkir dapat mengambil mobil milik orang lain, yang berakibat
merugikan pemilik mobil;-
192
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
193
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Rekonvensi sejumlah Rp 582.300.000,00 (lima ratus delapan puluh dua juta tiga
ratus ribu rupiah) ditambah bunga bank sebesar 2% per bulan terhitung sejak
tanggal gugatan ini sampai dengan adanya pembayaran lunas kepada Peng-
gugat dalam Konvensi/Tergugat dalam Re- konvensi;
ahwa hilangnya mobil Land Cruiser B 8840 ME tersebut bukan tanggung jawab
Tergugat dalam Konyensi/Penggugat dalam Rekonvensi, sebab Pasal 36 avat
(2) Perda DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 1999 tentang perparkiran
194
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Selain hal tersebut, ketentuan Pasal 1171 KUH Perdata menegaskan "Mereka
tidak bertanggung jawab tentang pencurian-pencurian yang dilakukan dengan
ke- kerasan";
Menimbang, bahwa perihal tuntutan pokok yang pertama; agar Tergugat dalam
Konvensi/Penggugat dalam Rekonvensi dinyatakan bertanggung jawab atas
perbuatan melawan hukum karyawannya, bertalian dengan telah hilangnya
mobil Toyota Land Cruiser B 8840 ME diparkir di areal parkir di bawah
pengelolaan Tergugat dalam Konvensi/Penggugat dalam Rekonvensi, diper-
timbangkan sebagai berikut: ---
195
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Bahwa pada waktu Saputra Halim memarkir mobil Toyota Land Cruiser B 8840
ME di areal parkir Glodok Plaza pada tanggal 30 Januari 2002 pukul 12.26.17,
karyawan Tergugat dalam Konvensi/Penggugat dalam Rekonvensi memberikan
karcis (bukti P-5);--
Bahwa ketika mobil Toyota Land Cruiser B 8840 ME tersebut hendak diambil
kembali, ternyata mobil tersebut sudah tidak ada lagi ditempatnya semula,
padahal karcis parkir (bukti P-5) tersebut masih berada di tangan Saputra
Halim;
196
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
197
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
parkiran, hanya saja syarat-syarat kontrak itu tidak dirundingkan lagi, Kedua
belah pihak dianggap tunduk dan terikat pada syarat-syarat yang sudah
dicantumkan lalam tanda bukti parkir, sehingga pada umumnya syarat- Svarat
itu ditentukan secara sepihak saja atas dasar "take it or leave it";
Bahwa kontrak demikian itu dinamakan juga sebagai "edhesie contracten" atau
kontrak standar. Ciri umum suatu kontrak standar adalah adanya klausula yang
memuat pengecualian pertanggungjawaban (exonerate elausultes ataupun
exclusion clauses), yang biasanya untuk ke- untungan pihak pemberi jasa
ataupun produsen;
Bahwa dalam kaitan itu, hakim atas permintaan pihak yang dirugikan, memiliki
kewenangan untuk menambah, mengurangi atau meniadakan sama sekali
syarat-syarat yang ditentukan dalam kontrak standar tersebut. Ke- wenangan ini
diberikan kepada hakim di Indonesia oleh Woekerordonnantie 1938 sebagimana
juga dituangkan dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 197o
entang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Ke- hakiman;
198
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Bahwa sebagai tolok ukur dalam menghadapi persoalan tersebut, adalah adanya
keseimbangan pihak, di antara dari sisi ekonomi dan sebagainya; - Bahwa lebih
dari itu, ketentuan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, telab kedudukan para secara nyata melarang ketentuan exclusion
clauses" sebut; ----
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1366 dan Pasal 1367 alinea
ke-3 KUH Perdata, ditegaskan bahwa "Majikan dan mewakili urusan-urusan
mereka, bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh pelayan atau
bawahan mereka dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepada orang itu
sehingga karenanya Tergugat dalam Konvensi Penggugat dalam Rekonvensi
harus bertanggung jawab atas hilangnya mobil Land Cruiser B 8840 ME
tersebut;
199
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Menimbang, bahwa bila menelaah bukti P-6, memang benar dalil Tergugat
dalam Konvensi/Penggugat dalam Rekonvensi tersebut. Namun demikian, bila
mencermati Ukti P-4 yang adalah identik sama dengan bukti T-1 lernyatalah
ganti kerugian sejumlah Rp 582.300.000,00 tersebut benar-benar telah diterima
oleh MORI HANAFI dalam kapasitasnya sebagai pihak Tertanggung pemegang
Polis Asuransi dari PT Asuransi Takaful umum sebagai Penanggung,--
200
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Menimbang, bahwa mengenai tuntutan yang lain dan selebihnya agar diletakkan
sita jaminan atas kantor milik Tergugat dalam Konvensi/Penggugat dalam
Rekonvensi yang terletak di Kompleks Mangga Dua Mas No, 11-12 Blok A Jln.
Mangga Dua Abdab No. 14 Jakarta Pusat di- laksanakan terlebih dahulu,
meskipun pihak Tergugat dalam Konvensi/Penggugat dalam Rekonvensi
menyatakan ban- ding atau kasasi; oleh karena tuntutan tersebut tídak me-
menuhi persyaratan yang ditentukan undang-undang, maka ditolak; DALAM
REKONVENSI :
201
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
202
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
DALAM KONVENSI/REKONVENSI:
Menimbang, bahwa oleh karena ternyata pihak Ter- gugat dalam
Konvensi/Penggugat dalam Rekonvensi berada di pihak yang kalah, maka
dihukum untuk membayar biaya perkara ini; ---
Mengingat ketentuan peraturan-peraturan perundang- an yang
bersangkutan dengan perkara ini.
MENGADILI:
DALAM KONVENSI :
DALAM EKSEPSI :
Menolak Eksepsi Tergugat untuk seluruhnya;-
203
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
DALAM REKONVENSI:
Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
DALAM KONVENSI/REKONVENSI:
Menghukum Tergugat dalam Konvensi/Penggugat dalam Rekonvensi untuk
membayar biaya perkara ini sejumlah Rp 299.000,- (dua ratus sembilan puluh
sembilan ribu rupiah);
204
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Panitera Pengganti
CHRISTANTO PUDJIONO, SH
Biaya-biaya:
Panggilan ………. Rp 260.000,-
Meterai …………. Rp 6.000,-
Redaksi ………… Rp 3.000,-
Administrasi …… Rp 30.000.- +
__________________________________
Jumlah = Rp 299.000,
205
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
PUTUSAN
MAHKAMAH AGUNG
206
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Melawan
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 3 bukti 1- atas (di mana Tergugat asli I
bertindak selaku Pihak Pertama dan Penggugat asli selaku Pihak Kedua) antara
Penggugat asli dengan Tergugat asli I telah diperjanjikan hal berikut: 1. Pihak
Pertama menjamin Pihak Kedua bahwa tagilhan 208
207
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
yang dipindahkan dan diserahkan dengan perjanjian ini mulai dari ini menjadi
hak Pihak Kedua; 2
Bahwa dengan demikian ketentuan Pasal 3.1 dan Pasal 3.2 "Perjanjian Cessie"
vide bukti 1.1 tersebut mengikat dan berlaku sebagai undang-undang bagi
Penggugat asli dan Tergugat asli I sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 KUH
Perdata yang Penggugat asli kutip sebagai berikut: "Semua persetujuan yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya”
Bahwa akan tetapi, ternyata terhitung sejak tanggal 30 Juli 1999 Penggugat asli
terus-menerus mendapat gangguan dari pihak ke tiga antara lain dengan
diperiksanya Direktur Utama dan Direktur Penggugat asli, masing- masing Drs.
Setya Novanto dan Joko S. Tjandra oleh Mabes 607
208
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Polri dan oleh Panitia Khusus Penyelidikan Kasus Bank Bali dari Komisi VII
DPR.
Bahwa pemeriksaan oleh Pansus Penyelidikan Kasus Bank Bali dari Komisi
VIII DPR atas Direktur Penggugat asli dilakukan pada tanggal 13 September
1999 dan 15 September 1999, sebagaimana ternyata dari Surat Undang- an No.
PW.001/3486/DPRRI/1999 tanggal 10 September 1999 dan No.
PW.001/3543/DPRRI/1999 tanggal 14 September 1999 (bukti P-6 dan P-7),
sedangkan pemerik- saan atas Direktur Utama Penggugat asli dilakukan ber-
dasarkan Surat Undangan No, PW.001/3486/DPRRI/1999 tanggal 10
September 1999 (bukti P-8).
Bahwa dengan demikian, jaminan Tergugat asli I se- bagaimana Penggugat asli
diuraikan pada dalil angka 2 surat gugatan ini tentang "tidak akan adanya
tuntutan dan pihak lainnya" ternyata tidak benar sebagaimana terbukti adanya
pemberitaan secara sistematis yang dilakukan oleh media cetak dan inedia
elektronik di Indonesia, anta lain, sebagaimana ternyata dari bukti-bukti kliping
dan majalah sebagai berikut:
•Harian Republika tanggal 10 Agustus 1999 yang bejudhl "Mabes Polri Minta
Direksi Bank Bali dan PT, PT, ECP Dicekal" (bukti P-9);
209
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Bahwa karena sampai surat gugat ini didaftarkan. Penggugat asli tidak dapat
menikmati hasil Perjanjian Cessie tersebut karena adanya gangguan yang
diterima dari pihak ketiga lainnya, antara lain dari: 1) Pansus Bank Bali dari
Komisi VIII DPR RI; 2) Mabes Polri; 3) Media cetak; dan 4) Media elektronik
serta adanya 5) pengawasan oleh Tergugat asli II atas Escrow Account yang
tercatat D nama Penggugat asli di Bank Bali dengan Nomor Rekening
0999.045197 tersebut di atas, yang mengakibat- kan Penggugat asli tidak dapat
memanfaatkan uangnya sendiri, maka Tergugat asli dapat dikualifisir sebagai
telah wanprestasi karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 1234 KUH Perdata
yang Penggugat asli kutip sebagai berikut: untuk berbuat sesuatu, atau tidak
untuk berbuat sesuatu" Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu.
210
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Oleh karena itu, sangatlah berdasarkan hukum apabila Tergugat asli dinyatakan
telah wanprestasi terhadap Peng. gugat asli oleh Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan.
Kerugian Materiil:
>Biaya menggunakan Jasa pengacara serta biaya-biaya lain dalam rangka
mendapatkan kembali hak Penggugat asli, yaitu sebesar Rp 25.000.000.000,-
(dua puluh lima mi rupiah);
>Kehilangan keuntungan yang diharapkan apabila uag yang ada dalam Escrow
Account Bank Bali tersebut sejak
211
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Kerugian Immateriil:
>Akibat dari wanprestasi yang dilakukan oleh Tergugat asli I, Penggugat asli
telah kehilangan waktu, tenaga, pikiran, dan nama baik yang sebenarnya tidak
dapat dinilai dengan uang, tetapi untuk membuat gugatan ini menjadi jelas
Penggugat asli menetapkan suatu angka sebesar Rp 500.000.000.000,- (dua
triliun lima ratus miliar rupiah):
>Semua kerugian materiil dan imateriil tersebut ditambah dengan bunga sebesar
2,5% (dua setengah persen) per bulannya terhitung sejak gugatan ini didaftarkan
di Kepa- niteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sampai dibayar lunas oleh
Tergugat asli I.
212
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Dalam provinsi:
1. Mengakibatkan gugatan dalam Provisi untuk seluruhnya;
213
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Kerugian Materiil:
1. Biaya menggunakan juga pengacara serta biaya-biaya lainnya dalam rangka
mendapatkan kembali hak Penggugat, yaitu sebesar Rp 25.000.000.000,- (dua
puluh lima miliar rupiah);
2. Kehilangan keuntungan yang diharapkan apabila uang yang ada dalam
Escrow Account Bank Bali tersebut terhitung sejak tanggal 16 Agustus 1999
digunakan untuk menjalankan usaha, yaitu sebesar Rp ll.000.000.000.- (sebelas
miliar rupiah).
Kerugian Immateriil:
Akibat dari wanprestasi yang dilakukan oleh Tergugat 1, Penggugat telah
kehilangan waktu, tenaga, pikiran, dan nama baik yang sebenarnya tidak dapat
dinilai dengan uang, akan tetapi agar gugatan ini menjadi jelas, maka Penggugat
menetapkan suatu angka sebesar Bp 215
214
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Dalam Eksepsi:
215
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Bahwa menurut Prof. CW. Star Busman, di dalam bukunya Hoofstukken van
Penggugat haruslah ditolak tanpa perlu memeriksa pokok Burgelijke
Rechtsvordering, gugatan perkaranya;
216
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
dalam rekonvensi
bahwa dalam rekovensi telah diuraikan bahwa janjian-perjanjian telah
dibatalkan oleh BPPN dengan Sk Ketua BPPN No.423;
217
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
546.466. 116.369,- (lima ratus empat puluh enam miliar empatt ratus enam
puluh emam juta seratus enam belas ribu tiga ratus enam puluh sembilan
rupiah), yaitu sal dari pengembalian dana pembayaran tagihan antara bnk dalam
rangka Program Penjaminan Pemerintalh, tidak lanit ditarik tanpa persetujuan
Bank Indonesia (in casu Tergugat II Konvensi/turut Tergugat Rekonvensi):
218
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Bahwa terhambatnya Program Rekapitalisasi yang saat ini sedang dijalani oleh
Tergugat I Konvensi/Penggugat Rekonvensi telah menimbulkan gangguan
padla Program Rekapitalisasi Perbankan secara nasional, yang pada akhir- nya
dapat menimbulkan gangguan pada perekonomian nasional secara keseluruhan;
219
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Bank Bali qq PT Era Giat Prima dan seluruh dana yang ada di dalamnya sebesar
Rp 546.466,116,369,- (lima ratus ot puluh enam miliar empat ratus enam puluh
enam juta seratus enam belas ribu tiga ratus enam puluh sembilan upiah), dan
menyatakan sah dan berharga Sita Jaminan (Revindicatoir Beslag) tersebut;
3. Menetapkan sebagai hukum bahwa dana pada escrow account di Bank Bali
Tbk. dengan Nomor Rekening 0999,045197 atas nama Bank Bali Giat Prima (in
casu Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi) sejumlah
Rp.546.466.116.369.- (lima ratus empat puluh enam miliar empat ratus enam
puluh enam juta seratus enam belas ribu tiga ratus enam puluh sembilan rupiah)
adalah milik Tergugat I Konvensi/Penggugat Rekonvensi;
6.Menyatakan bahwa putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu walaupun ada
upaya bantahan, banding maupun kasasi (uit voerbaar bij voorraad);
bahwa atas gugatan Penggugat asli tersebut di atas. Tergugat asli II juga
mengajukan eksepsi yang pada pokok- nya atas dalil-dalil sebagai berikut:
220
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
berdasar hukum, dan lebih lanjut sepatutnya dinyatakan ditolak atau setidak-
tidaknya dinyatakan tidak dapat di. terima;
DALAM KONVENSI:
DALAM EKSEPSI:
Menolak Eksepsi Tergugat I dan Tergugat II seluruhnya.
DALAM PROVISI:
Menolak tuntutan Provisi Penggugat.
221
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
DALAM REKONVENSI:
Menolak gugatan Penggugat Rekonvensi/Tergugat 1 dalam Konvensi untuk
seluruhnya.
222
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
permohonan kasasi secara lisan oleh Tergugat I-Pem banding pada tanggal 6
Juni 2001 dan oleh Tergugat II- Pembanding pada tanggal 8 Juni 2001
sebagaimana ternyata dari akta permohonan kasasi No.448/Pdt.G/1999/ PN.Jak-
Sel. yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, permohonan
mana kemudian disusul dengan memori kasasi yang memuat alasan-alasan
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri tersebut dari Tergugat I-
Pembanding pada tanggal 18 Juni 2001 dan dari Tergugat II-Pembanding pada
tanggal 14 Juni 2001;
Bahwa setelah itu oleh Penggugat -Terbanding yang pada tanggal 16 Juli
2001 telah diberitahukan tentang memori kasasi dari para Tergugat I dan II-
Pembanding diajukan jawaban memori kasasi yang diterima di Kepa- niteraan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 19 Juli 2001;
223
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Di samping itu Pasal 37 ayat (3) butir d Undang-Undang No. 10/1998 jo. Pasal
19 ayat (I) PP No.17/1999 menegaskan bahwa BPPN berwenang untuk
meninjau ulang, mem- batalkan, mengakhiri, dan atau mengubah kontrak
mengikat bank dengan pihak ketiga, yang menurut per- timbangan merugikan
bank dalam penyehatan dan me- nurut Pasal 37 A ayat (4) Undang-Undang No.
10 Tahun 1998 tindakan penyehatan perbankan: oleh badan khusus
sebagaimana dimaksud di atas adalah sah berdasarkan undang-undang.
224
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
3. Bahwa judex facti telah salah menerapkan hukum dengan mengambil alih
putusan Pengadilan Tata Usaha Negara No. 148/G.TUN/1999/PTUN.JKT. yang
belum berkekuat- an hukum tetap karena BPPN selaku Tergugat telah me-
nyatakan keberatannya atas putusan tersebut sehingga putusan tersebut tidak
dapat dijadikan dasar oleh judex facti dalam pertimbangannya. Bahwa
berdasarkan Undang-Undang No.5 Tahun 1986 badan atau instansi yang
berwenang untuk menilai apakah suatu keputusan melampaui wewenang atau
tidak adalah Peradilan Tata Usaha Negara dan bukannya putusan aquo; Bahwa
dengan demikian judex facti tidak berwenang untuk menyatakan bahwa BPPN
telah melampaui we- wenang yang dimilikinya, karena hal tersebut merupakan
otoritas Peradilan Tata Usaha Negara apalagi putusan No. 148/G/TUN/I
999/PTUN. JKT. belum berkekuatan hukum tetap:
225
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
5.Bahwa judex facti tidak memuat pertimbangin hukum sang cukup yaitu tidak
mempertimbangkan Undang. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 karena bila
judex Undang No. 7 Tahun 1992 yang telah diubah dengan facti
mempertimbangkan ketentuan-ketentuan yang ada dalam peraturan perundang-
undangan tersebut maka perjanji- rbukti BPPN berwenang untuk membatalkan
an-perjanjian berlasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun yang tersimpan Alam
Escrow Account di Bank Bali dengan Nomor Bekening 0999.045197 atas nama
Bank Bali qg PT EGP sejumlah Rp 546 166.166.369,- (lima ratus empat puluh
enam miliar empat ratus enam puluh enam juta seratus puluh sembilan rupiah)
1998 jo. PP No. 17 Tahun 1999 dan dana enam belas ribu tiga ratus enam
adalah milik Pemohon Kasasi/Tergugat I asal.
226
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Bahwa keberatan-keberatan tersebut dapat dibenar kan, oleh karena judex facti
telah salah menerapkan hukui dengan pertimbangan sebagai berikut: Bahwa
Perjanjian Pengalihan/Cessie tagihan Tergugat asal I terhadap PT Bank Dagang
Nasional Indonesia, Tbk
227
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
(BDNI) dan PT Bank Umum Nasional, Tbk. (BUN) ter- tanggal 11 Januari
1999 (bukti P.1), Perjanjian Penye- lesaian No. 007/BB/CL/V1/99 dan
Perjanjian Penyelesaian No. 008/BB/CL/VI/99 tertanggal 9 Juni 1999 (bukti P.2
dan P.4) dibuat oleh dan di antara Tergugat asal I dengan Penggugat asal;
228
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
g. Bahwa dengan demikian putusan judex facti harus di- batalkan oleh
Mahkamah Agung akan mengadili sendiri dengan pertimbangan berikut ini;
Dalam Konvensi:
Dalam Eksepsi, dan
Dalam Provisi:
Mahkamah Agung dapat menyetujui dan karenanya mengambil alih
pertimbangan judex facti menjadi per timbangan Mahkamah Agung sendiri.
229
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
ratus empat puluh enam miliar empat ratus enam puluh onam juta seratus enam
belas ribu tiga ratus enam puluh sembilan rupiahı) bukan milik Penggugat asal.
Menimbang, bahwa oleh karena gugatan pokok di- tolak, maka tuntutan lainnya
dari Penggugat asal tergantung pada gugatan pokok juga harus ditolak. Suek
Dalam Rekonvensi:
Menimbang, bahwa dengan dibatalkannya perjanjian cessie dan perjanjian-
perjanjian lainnya (bukti P.1, P.2 dan P3) oleh BPPN pada tanggal 15 Oktober
1999, maka dana sebesar Rp 546.466.116.369.- (lima ratus empat puluh enam
miliar empat ratus enam puluh enam juta seratus enam belas ribu tiga ratus
enam puluh sembilan rupiah) yang berada pada PT Bank Bali, Tbk. dan yang
berasal dari pengembalian dana pembayaran tagihan antar- bank dalam rangka
program penjaminan Pemerintah, sesuai dengan Surat Keputusan Ketua BPPN
No. SK.423/ BPPN/1099 (bukti T.1-1), adalah milik PT Bank Bali, Tbk. dan
sepenuhnya digunakan sebagai dana rekapitalisasi PT Bank Bali, Tbk.
230
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
Cessie Bahwa lagi pula Tergugat asal II dengan suratnya No. 1/48/DPVWB
1/Rahasia tanggal 11 November 1999 telah mencabut surat Bank Indonesia No.
1/425/UPWB I/Rahasia tanggal 12 Agustus 1999 kalimat "Rekening escrow
tersebut tidak dapat ditarik/dicairkan tanpa per- setujuan dari Bank Indonesia
Menimbang mengenai sita revindicatoir dan tuntutan agar putusan ini dapat
dilaksanakan secara serta merta, bahwa oleh karena putusan Mahkamah Agung
adalah putusan yang berkekuatan hukum tetap, maka tuntutan tersebut harus
ditolak.
231
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
maka ia dihukum untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan
baik tingkat pertama, banding. maupun dalam tingkat kasasi ini.
MENGADILI
MENGADILI SENDIRI
DALAM KONVENSI:
DALAM EKSEPSI:
Menolak seluruh eksepsi para Tergugat I dan II;
DALAM PROVISI:
Menolak tuntutan Penggugat dalam provisi;
DALAM REKONVENSI:
Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian; Menyatakan bahwa dana
pada PT Bank Bali, Tbk. escrow account No. 0999.045197 atas nama Bank Bali
qq PT Era Giat Prima sebesar Rp 546.466.116.369.- (lima ratus
232
Doktrin Subrogasi, Novasi, & Cessie
empat puluh enam miliar empat ratus enam puluh enam juta seratus enam belas
ribu tiga ratus enam puluh sembilan rupiah) adalah milik PT Bank Bali, Tbk.
(Penggugat dalam Rekonvensi/Tergugat I dalam Konvensi); Menolak gugatan
yang selebihnya.
233