Anda di halaman 1dari 68

BAB XII TURNOVER DAN RETENSI

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sumber daya manusia adalah hal terpenting dalam kesuksesan sebuah organisasi.
Oleh sebab itu, organisasi harus bisa mengelola sumber daya manusianya dengan baik dan
benar sesuai dengan tujuan organisasi tersebut. Agar organisasi dapat melakukan hal yang
terbaik sesuai tujuannya maka sumber daya manusia adalah hal yang diharapkan.
Dalam mencapai tujuan organisasi, organisasi menghadapi banyak kendala, salah
satunya adalah turnover dan retensi.Turnover merupakan berhentinya atau keluarnya
karyawan dari tempat karyawan tersebut bekerja dikarenakan oleh adanya retensi maupun
komitmen karyawan terhadap perusahaan (Suka, 2022). Salah satu faktor yang sangat
berpengaruh terhadap kinerja suatu unit dalam perusahaan adalah sikap dan perilaku
karyawan yang sulit untuk dikendalikan oleh perusahaan. Sehingga retensi karyawan menjadi
hal yang penting dalam mencapai tujuan organisasi. Retensi karyawan adalah sebuah usaha
yang dilakukan oleh organisasi untuk mempertahankan karyawan yang berpotensial untuk
tetap loyal terhadap perusahaan (Kusumaningrum, 2018). Apabila retensi karyawan tidak
dilakukan dengan baik maka akan mengakibatkan tingginya angka turnover.
Pokok pembahasan dalam bab ini akan membahas tentang “Turnover dan Retensi
Karyawan”. Pokok pembahasan ini akan memberikan pemahaman tentang apa itu turnover,
retensi karyawan, metode dalam retensi, dan faktor-faktor dalam penentu retensi. Pemahaman
materi ini dari pendalaman mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia 2 dan sangat
bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai manajemen sumber
daya manusia untuk turnover dan retensi karyawan.
PEMBAHASAN
A. Definisi Turnover dan Retensi
Turnover

Menurut Ronodipuro dan Husnan dalam bukunya Sopiah dan Etta Mamang Sangadji,
Turnover diartikan sebagai aliran para karyawan yang masuk dan keluar perusahaan.
Kemudian menurut Harninda pada buku yang sama, Sopiah dan Etta Mamang Sangadji
“Turnover intentions pada dasarnya adalah sama dengan keinginan berpindah karyawan
dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya. “Turnover intentions adalah keinginan
untuk berpindah, belum sampai pada tahap realisasi yaitu melakukan perpindahan dari
satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya. Turnover intentions merupakan bentuk
keinginan karyawan untuk berpindah ke perusahaan lain (Sopiah & Sangadji, 2018).

Menurut Handoko dalam bukunya Sopiah dan Etta Mamang Sangadji mengatakan
“Turnover (perputaran) merupakan tantangan khusus bagi pengembangan sumber daya
manusia. Karena kejadiankejadian tersebut tidak dapat diperkirakan, kegiatan-kegiatan

1
pengembangan harus mempersiapkan setiap saat pengganti karyawan keluar”. Turnover,
keinginan pekerja untuk berhenti dari perusahaan karena pindah kelain perusahaan
sehingga menciptakan tantangan bagi pengembangan SDM. Karena tidak dapat
diprediksi, aktivitas pengembangan harus mempersiapkan pencegahannya. Meskipun
hasil riset menunjukan bahwa banyak eksekutif perusahaan besar menghabiskan hidupnya
hanya pada satu perusahaan saja, tetapi angka mobilitas lebih tinggi pada manajer-
manajer lain yang mungkin relatif lebih muda.

Terkadang perusahaan yang memiliki program pengembangan yang baik, justru


menjadi penyebab/pemicu seseorang untuk pindah bekerja. Beberapa perusahaan enggan
menginvestasikan waktu dan uang bagi pekerja yang mungkin membawa keahlian
barunya ke pekerjaan barunya dengan bayaran yang lebih tinggi. Pelatihan akan berhasil
kalau semua perusahaan dalam bidang yang sama atau seluruh perusahaan dalam wilayah
tertentu bekerja sama, seperti yang biasa dipraktikan perusahaan yang berasal dari Jepang
(Toyota), Amerika Serikat (Citibank) dan lainnya. Akhirnya, efektivitas pelatihan dan
pengembangan tergantung pada integritas karyawan dengan kegitan-kegiatan SDM
lainnya (Rivai & Dkk, 2014).

Turnover yang tinggi mempunyai dampak negatif dan positif bagi perusahaan. Aspek
negatif yang dirasakan adalah susahnya mencari pengganti karyawan yang keluar tersebut
dari segi kualitas, tingginya biaya pergantian karyawan tersebut baik secara langsung
maupun tidak langsung, karyawan yang tinggal akan terganggu dengan perginya rekan
kerjanya yang berprestasi tersebut, dan juga reputasi perusahaan dimata masyarakat tidak
baik. Aspek positifnya adanya kesempatan bagi perusahaan untuk melakukan promosi
internal dan pemasukan tenaga ahli.

Retensi

Istilah retensi terkait dengan istilah perputaran (turnover) yang berarti proses dimana
karyawan-karyawan meninggalkan organisasi dan harus digantikan . Perputaran secara
sukarela atau karyawan meninggalkan lembaga karena keinginannya sendiri dapat
disebabkan oleh banyak faktor, termasuk peluang karier, gaji, pengawasan, geografi, dan
alasan keluarga/pribadi. Menurut Mathis dan Jackson, retensi merupakan upaya untuk
mempertahankan karyawan atau pegawai agar tetap berada dalam organisasi guna bekerja
bersama mencapai tujuan organisasi. Kinerja pegawai merupakan suatu tampilan secara
utuh atas performa organisasi dalam periode tertentu. Hasil atau prestasi yang dipengaruhi

2
oleh kegiatan operasional organisasi dalam memanfaatkan sumbersumber daya yang
dimiliki. Salah satu cara untuk mempertahankan bahkan meningkatkan kinerja institusi
yaitu dengan menjaga retensi pegawai agar tetap tinggi. Sedangkan menurut Steyaert &
Janssens, employee retention atau retensi karyawan merupakan kemampuan institusi
untuk mempertahankan karyawan potensial yang dimiliki institusi untuk tetap loyal
terhadap institusi.

Menurut Johnsen & Gudmand-Høyer, retensi karyawan mengacu pada teknik yang
digunakan oleh manajemen untuk membantu karyawan tetap dengan organisasi untuk
jangka waktu yang lama. Selanjutnya Droege & Hoobler berpendapat bahwa retensi
karyawan adalah proses dimana karyawan didorong untuk tetap dengan organisasi untuk
periode waktu maksimum atau sampai selesainya proyek. Retensi karyawan merupakan
kemampuan yang dimiliki institusi untuk mempertahankan karyawan potensial yang
dimiliki institusi untuk tetap loyal terhadap institusi (Nasir dkk., 2020).

Dari paparan-paparan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa retensi atau


mempertahankan karyawan yang dianggap berkualitas yang dimiliki institusi selama
mungkin, karena karyawan yang berkualitas merupakan harta yang tidak tampak
(intangible asset), dan tidak ternilai bagi institusi. Retensi karyawan atau pegawai
merupakan suatu proses dimana institusi mampu mempertahankan karyawannya yang
potensial agar tetap loyal terhadap institusi dengan jangka waktu yang lebih lama.

B. Tujuan Turnover dan retensi


Turnover atau pergantian adalah keinginan seorang karyawan untuk berpindah,
berhenti atau keluar dari tempat bekerja yang dilakukan secara sukarela atau atas
kemauan sendiri maupun keputusan dari organisasi. Umumnya turnover dilakukan
karena karyawan ingin mendapatkan pekerjaan yang lebih baik (Riadi, 2018). Jika
terjadi pindah kerja terpaksa ( voluntary turnover), perusahaan harua membayar
kompensasi kepada karyawan yang pindah kerja. Pindah kerja fungsional merupakan
pindah kerja yang tidak merugikan organisasi perusahaan. Sedangkan pindah kerja
difungsional merupakan pindah kerja dari karyawan yang bertalenta atau memiliki
predikat kinerja yang baik dan perusahaan sangat membutuhkan karyawan tersebut
sehingga hal ini merugikan perusahaan.

Retensi karyawan atau employee retention adalah tujuan organisasi untuk


mempertahankan pekerja yang produktif dan berbakat dan mengurangi

3
pergantian.Tujuannya adalah menumbuhkan suasana kerja yang positif untuk
mempromosikan keterlibatan, menunjukkan penghargaan kepada karyawan, memberikan
gaji dan tunjangan yang kompetitif, dan mendorong keseimbangan kehidupan kerja yang
sehat (Vinmo, 2022).

Retensi pekerja adalah hal penting untuk membangun tim dan kohesi di tempat kerja
sehingga pekerja dapat percaya dan bergantung satu sama lain. Hal ini sangat penting
karena tanpa adanya retensi pekerja, maka akan muncul employee turnover besar-
besaran. Produktivitas yang berkurang adalah salah satu kerugian terbesar ketika
karyawan berbakat meninggalkan perusahaan. Tingkat pergantian karyawan yang tinggi
dapat membahayakan kemampuan organisasi untuk menjalankan misinya karena
gangguan terhadap kontinuitas.Selain itu, akan terjadi hilangnya pengetahuan
institusional dan biaya tinggi untuk mengganti pekerja yang pergi dan melatih pengganti
baru. Perputaran karyawan juga dapat menurunkan semangat kerja dan mendorong lebih
banyak karyawan untuk meninggalkan perusahaan.

C. Metode Retensi
1. Pengembangan Karir
Pengembangan karir adalah aktivitas kepegawaian dalam membantu pegawai-
pegawai merencanakan karier masa depan mereka di organisasi, agar organisasi dan
pegawai yang bersangkutan dapat mengembangkan diri secara maksimum.
Pengembangan karier yang digunakan instansi atau lembaga tidak terlepas dari
perencanaan karir. Pengembangan karir sangat penting bagi seorang pegawai, karena
karier merupakan kebutuhan yang harus terus dikembangkan dalam diri seorang
pegawai sehingga mampu memotivasi pegawai untuk meningkatkan kinerjanya.
Dengan demikian seorang pegawai perlu merencanakan strategi tertentu guna
mewujudkan rencana tersebut. Pengembangan karir pegawai menurut Cappelli ;
Bingley & Niels, diperoleh melalui empat cara, yaitu melalui: pendidikan, promosi,
perpindahan pegawai atau mutasi, dan rekomendasi atau dukungan dari atasan.
2. Pelatihan dan Pengembangan secara Berkelanjutan
Pelatihan dan pengembangan bagian dari dunia kerja di institusi, organisasi, lembaga,
atau bahkan dalam institusi pendidikan. Hal ini dapat diasumsikan bahwa pelatihan
dan pengembangan sangat penting bagi tenaga kerja untuk bekerja lebih menguasai
dan lebih baik terhadap pekerjaan yang dijabat atau akan dijabat kedepan.
Menurutnya istilah pelatihan sering disamakan dengan istilah pengembangan,

4
perbedaannya kalau pelatihan langsung terkait dengan performansi kerja pada
pekerjaan yang sekarang, sedangkan pengembangan tidaklah harus, pengembangan
mempunyai scope yang lebih luas dibandingkan dengan pelatihan. Tujuan utama
pelatihan dan pengembangan pada intinya dapat dikelompokkan dalam enam bidang
utama yaitu memperbaiki kinerja, memutakhirkan keahlian para karyawan sejalan
dengan kemajuan teknologi, mengurangi waktu belajar bagi karyawan baru supaya
menjadi kompeten dalam pekerjaannya, membantu memecahkan permasalahan
operasional, memenuhi kebutuhan-kebutuhan perkembangan pribadi, dan
mempersiapkan karyawan untuk promosi. Beberapa metode yang dapat digunakan
untuk pelatihan dan pengembangan, antara lain: On the Job Training, Rotasi
Pekerjaan, magang, simulasi dan sebagainya.
3. Memelihara Lingkungan Kerja
Menurut Alex S Nitisemito lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar
para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang
dibebankan. Secara garis besar jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yakni: 1)
lingkungan tempat kerja fisik (physical working environment); dan 2) suasana kerja
non-fisik (Non-Physical Working Environment). Lingkungan kerja fisik adalah semua
keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat
mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung, seperti
cahaya, udara, suara. Sedangkan lingkungan kerja non-fisik adalah semua keadaan
yang terjadi berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun
hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan, seperti pelayanan
kerja, hubungan karyawan,pekerjaan yang berlebihan, frustasi dan lain-lain.
4. Kompensasi dan Sistem Penghargaan
Kompensasi diartikan sebagai balas jasa (reward) institusi terhadap pengorbanan
waktu, tenaga dan pikiran yang telah diberikan mereka kepada institusi. Kompensasi
dapat diberikan dalam berbagai macam bentuk, seperti dalam bentuk pemberian uang,
pemberian material dan fasilitas, serta pemberian kesempatan berkarier. Ada beberapa
tujuan dari kompensasi yang perlu diperhatikan, yaitu: menghargai prestasi kerja;
menjamin keadilan; mempertahankan karyawan; memperoleh karyawan yang
bermutu; pengendalian biaya; serta memenuhi peraturan-peraturan. Pemberian
kompensasi yang memadahi adalah suatu penghargaan organisasi terhadap prestasi
kerja para karyawan. Kemudian penghargaan dimaknai sebagai insentif yang
mengaitkan bayaran atas dasar untuk dapat meningkatkan produktivitas para
5
karyawan guna mencapai keunggulan yang kompetitif. Penghargaan dapat berbentuk
material dan non-material yang diberikan oleh pihak institusi kepada karyawannya
agar mereka dapat bekerja dengan motivasi tinggi dan berprestasi dalam mencapai
tujuan-tujuan institusi.

D. Faktor Penentu Retensi


Penelitian-penelitian terdahulu menyebutkan faktor yang mengakibatkan retensi pekerja
seperti: kepuasan kerja, komitmen organisasi dan ketersediaan pilihan kerja. Sedangkan
penelitian-penelitian yang telah dilakukan di Amerika Bagian Barat menyebutkan bahwa
para pendidik meninggalkan lembaga karena kurangnya pelatihan, kesempatan
pengembangan karir, program-program retensi, serta rendahnya gaji yang diberikan.
Adapun faktor-faktor yang menentukan retensi pegawai atau karyawan yang
dikemukakan oleh Mathis dan Jackson disajikan dalam gambar berikut:

1. Komponen Organisasi
Beberapa komponen organisasional mempengaruhi karyawan dalam memutuskan
apakah bertahan atau meninggalkan institusi. Institusi yang memiliki budaya dan nilai
yang positif dan berbeda memiliki tingkat retensi karyawan lebih tinggi. Strategi,
peluang dan manajemen organisasional di mana organisasi memiliki perencanaan
masa depan dan tujuan yang ditetapkan dengan jelas juga berpengaruh terhadap
tingginya angka retensi karyawan. Serta organisasi dengan karyawan yang merasa

6
dikelola dengan baik dan memiliki kontinuitas dan keamanan kerja yang tinggi
cenderung memiliki angka retensi karyawan yang lebih tinggi.
2. Peluang Karir
Organisasi Usaha pengembangan karir organisasional dapat mempengaruhi tingkat
retensi karyawan secara signifikan. Peluang untuk perkembangan pribadi
memunculkan alasan mengapa individu mengambil pekerjaannya saat ini dan
mengapa mereka bertahan. Faktor-faktor yang mendasarinya adalah pelatihan
karyawan secara berlanjut yang dilakukan institusi, pengembangan dan bimbingan
karir terhadap karyawan, serta perencanaan karir formal dalam suatu organisasi.
3. Penghargaan
Penghargaan nyata yang diterima karyawan berbentuk gaji, insentif dan tunjangan.
Ketiga hal tersebut memang merupakan alasan untuk bertahan atau keluar dari
organisasi, namun bukan merupakan satu-satunya alasan. Karyawan cenderung
bertahan apabila memperoleh penghargaan yang kompetitif. Penghargaan yang
kompetitif tersebut dapat dilakukan dalam bentuk gaji dan tunjangan yang kompetitif,
penghargaan berdasarkan kinerja, pengakuan terhadap karyawan serta tunjangan dan
bonus special.
4. Rancangan Tugas dan Pekerjaan
Faktor mendasar yang mempengaruhi retensi karyawan adalah sifat dari tugas dan
pekerjaan yang dilakukan. Rancangan tugas dan pekerjaan yang baik harus
memperhatikan unsur tanggung jawab dan otonomi kerja, fleksibilitas kerja
karyawan, kondisi kerja yang baik (faktor fisik dan non-fisik), dan keseimbangan
kerja atau kehidupan karyawan.
5. Hubungan Karyawan
Faktor terakhir yang diketahui mempengaruhi retensi karyawan didasarkan pada
hubungan yang dimiliki para karyawan dalam organisasi. Hubungan karyawan
termasuk perlakuan adil atau tidak diskriminatif bagi setiap karyawan, dukungan yang
berasal dari supervisor atau manajemen, serta hubungan karyawan dengan sesama
rekan kerja.
E. Hal-hal yang mempengaruhi turnover
Mobley (1986) menyatakan bahwa banyak faktor yang menyebabkan karyawan berpindah
dari tempat kerjanya namun faktor determinan keinginan untuk berpindah diantaranya
adalah :

7
a. Kepuasan Kerja Pada tingkat individual, kepuasan merupakan variable psikologis
yang paling sering diteliti dalam suatu model intention turnover. Aspek kepuasan yang
ditemukan berhubungan dengan keinginan individu untuk meninggalkan organisasi meliputi
kepuasan akan upah dan promosi, kepuasan atas supervise yang diterima, kepuasan dengan
rekan kerja, dan kepuasan akan pekerjaan dan isi kerja.
b. Komitmen Organisasi dari Karyawan Karena hubungan kepuasan kerja dan
keinginan meninggalkan tempat kerja hanya menerangkan sebagian kecil varian, maka jelas
model proses turnover intention karyawan harus menggunakan variable lain di luar kepuasan
kerja sebagai satu-satunya variable penjelas. Perkembangan selanjutnya dalam turnover
intention memasukan konstruk komitmen organisasional sebagai konsep yang turut
menjelaskan proses tersebut sebagai bentuk perilaku, komitmen organisasional dapat
dibedakan dari kepuasan kerja. Komitmen mengacu pada responemosional (affective)
individu kepada keseluruhan organisasi, sedangkan kepuasan mengarah pada respon
emosional atas aspek khusus dari pekerja.
Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya turnover cukup komplek dan saling berkaitan satu
sama lain.diantara faktor-faktor tersebut yang akan dibahas antara lain adalah usia,lama
kerja,tingkat pendidikan,keikatan terhadap organisasi,kepuasan kerja dan budaya perusahaan.
a. Usia Maier (1971) mengemukakan pekerja muda mempunyai tingkat turnover yang
lebih tinggi daripada pekerja-pekerja yang lebih tua.penelitian-penelitian terdahulu
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara usia dan intensi turnover dengan arah
hubungan negatif. Artinya semakin tinggi usia seseorang, semakin rendah intensi turnovernya
(dalam Mobley,1986). Karyawan yang lebih muda lebih tinggi kemungkinan untuk keluar.
Hal ini mungkin disebabkan pekerja yang lebih tua enggan berpindah-pindah tempat kerja
karena berbagai alasan seperti tanggung jawab keluarga, mobilitas yang menurun,tidak mau
repot pindah kerja dan memulai pekerjaan di tempat kerja baru,atau karena energi yang sudah
berkurang, dan lebih lagi karena senioritas yang belum tentu diperoleh di tempat kerja yang
baru walaupun gaji dan fasilitasnya lebih besar.
Gilmer (1966) berpendapat bahwa tingkat turnover yang cenderung tinggi pada karyawan
berusia muda disebabkan karena mereka masih memiliki keinginan untuk mencoba-coba
pekerjaan atau organisasi kerja serta ingin mendapatkan keyakinan diri lebih besar melalui
cara coba-coba tersebut. Selain itu karyawan yang lebih muda mungkin mempunyai
kesempatan yang lebih banyak untuk mendapat pekerjaan baru dan memiliki tanggung jawab
terhadap keluarga lebih kecil, sehingga dengan demikian lebih mempermudah mobilitas
pekerjaan. Mungkin juga mereka mempunyai harapanharapan yang kurang tepat mengenai
pekerjaan yang tidak terpenuhi pada pekerjaan-pekerjaan mereka yang sebelumnya (porter
dan steer;Wanous dan mobley,1986).
b. Lama kerja U.S. Civil Service Commission (1977) menyatakan bahwa pada setiap
kelompok tertentu dari orangorang yang dipekerjakan, dua pertiga sampai tiga perempat
bagian dari mereka yang keluar terjadi pada akhir tiga tahun pertama masa bakti, berdasarkan
data ini lebih dari setengahnya sudah terjadi pada akhir tahun pertama (Mobley,1986). Hasil
penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan adanya korelasi negatif antara masa kerja
dengan turnover, yang berarti semakin lama masa kerja semakin rendah kecenderungan
turnovernya (prihastuti, 1992). Turnover lebih banyak terjadi pada karyawan dengan masa

8
kerja lebih singkat (parson dkk, 1985). Interaksi dengan usia, kurangnya sosialisasi awal
merupakan keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya turnover tersebut.
c. Tingkat Pendidikan
Mowday, dkk (1982) berpendapat bahwa tingkat pendidikan berpengaruh pada dorongan
untuk melakukan turnover. Dalam hal ini Maier (1971) membahas pengaruh intelegensi
terhadap turnover. Dengan pendidikan yang tinggi dan jabatan yang sesuai maka berpengaruh
terhadap retensi karyawan. Jika pendidikan tidak sesuai dengan jabatan yang diinginkan
maka berpengaruh terhadap tingkat turnover yang tinggi.
d. Keikatan terhadap organisasi
Penelitian yang dilakukan oleh Hom dkk (1979); Michaels dan Spector (1982); Arnold dan
Fieldman (1982); Steel dan Ovalle (1984) menemukan bahwa keikatan terhadap perusahaan
mempunyai korelasi yang negatif dan signifikan terhadap intensi turnover. Berarti semakin
tinggi keikatan seseorang terhadap perusahaannya akan semakin kecil ia mempunyai intensi
untuk berpindah pekerjaan dan perusahaan, dan sebaliknya. Pekerja yang mempunyai rasa
keikatan yang kuat terhadap perusahaan tempat ia bekerja berarti mempunyai dan
membentuk perasaan memiliki (sense of belonging), rasa aman, efikasi, tujuan dan arti hidup,
serta gambaran diri yang positif (Mowday dkk,1982) . Akibat secara langsung adalah
menurunnya dorongan diri untuk berpindah pekerjaan dan perusahaan.
e. Kepuasan kerja
Penelitian yang dilakukan Mowday (1981); Michael dan Spector (1982); Arnold dan
Fieldman (1982) menunjukkan bahwa tingkat turnover dipengaruhi oleh kepuasan kerja
seseorang. Mereka menemukan bahwa semakin tidak puas seseorang terhadap pekerjaannya
akan semakin kuat dorongannya untuk melakukan turnover. Wexley dan Yukl (1977)
mengatakan bahwa semakin banyak aspek-aspek atau nilai-nilai dalam perusahaan sesuai
dengan dirinya maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan. Hal ini sejalan dengan
discrepancy theory yang menyatakan bahwa kepuasan dapat tercapai bila tidak ada perbedaan
antara apa yang seharusnya ada (harapan,kebutuhan,nilai-nilai) dengan apa yang menurut
perasaan atau persepsinya telah diperoleh atau dicapai melalui pekerjaan.
f. Budaya perusahaan
Robbins (1998) menyatakan bahwa budaya perusahaan yang kuat memiliki pengaruh yang
cukup besar terhadap perilaku karyawan dan secara langsung mengurangi turnover.Dalam
budaya yang kuat, nilainilai utama sebuah organisasi atau perusahaan sangat dipegang teguh
dan tertanam pada seluruh karyawannya. Semakin banyak karyawan yang menerima nilai-
nilai tersebut dan semakin besar komitmen terhadapnya maka semakin kuat budaya
perusahaan itu. Budaya yang kuat ini akan membentuk kohesivitas, kesetiaan, dan komitmen
terhadap perusahaan pada para karyawannya, yang akan mengurangi keinginan karyawan
untuk meninggalkan organisasi atau perusahaan.

F. Contoh Studi Kasus


pada PT. Jasapower Indonesia berdasarkan wawancara awal terhadap staf Human Resources
Department (HRD) diketahui bahwa dalam 5 (lima) tahun terakhir angka turnover rate
9
karyawan sebesar 25% yang mana hal ini merupakan angka yang sangat tinggi. Berdasarkan
data exit clearance yang dimiliki pihak HRD alasan karyawan tersebut keluar rata-rata karena
faktor keluarga dan jenjang karir khususnya dari karyawan nonlokal yang jauh dari keluarga.
Konflik dalam pekerjaan yang disebabkan karena faktor keluarga erat kaitannya dengan
fenomena work-family conflict sedangkan konflik dalam pekerjaan yang berkaitan dengan
jenjang karir erat kaitannya dengan employee retent

10
Kesimpulan

Turnover atau pergantian adalah keinginan seorang karyawan untuk berpindah, berhenti
atau keluar dari tempat bekerja yang dilakukan secara sukarela atau atas kemauan sendiri
maupun keputusan dari organisasi. Retensi karyawan atau pegawai merupakan suatu proses
dimana institusi mampu mempertahankan karyawannya yang potensial agar tetap loyal
terhadap institusi dengan jangka waktu yang lebih lama. Metode retensi: pengembangan
karir, pelatihan dan pengembangan secara berkelanjutan, memelihara lingkungan kerja,
kompensasi dan sistem penghargaan, Faktor yang mengakibatkan retensi pekerja seperti:
kepuasan kerja, komitmen organisasi dan ketersediaan pilihan kerja. Hal-hal yang
mempengaruhi turnover: usia, lama kerja, tingkat pendidikan, keikatan terhadap organisasi,
kepuasan kerja, budaya perusahaan.

4
BAB XIII KNOWLEDGE MANAGEMENT
PENDAHULUAN

Knowledge management berkembang sangat pesat dalam beberapa dekade terakhir.

Sehingga terdapat banyak perusahaan yang meningkatkan kemampuan knowledge

management sebagai sebuah cara yang spesifik dan terencana untuk menangkap,

menstrukturkan dan menggunakan efektivitas dan efisiensi informasi dan pengetahuan yang

terdapat dalam sebuah organisasi serta membagikan pengetahuan tersebut. Akhirnya,

perusahaan dapat bekerja lebih cepat, terus belajar, tumbuh dan berkembang serta beradaptasi

mengikuti perubahan pasar dan bisa terus bersaing dengan adanya knowledge management.

Knowledge Management (KM) mulai merambah ke berbagai bidang usaha dari perusahaan

yang sudah terstruktur hingga ke sosial media atau virtual communities. Hal ini dapat

diartikan bahwa menerapkan KM menjadi sebuah fenomena dan kewajiban khusus bagi

perusahaan agar bisa lebih optimal dalam beroperasi dan tidak kalah bersaing dengan

perusahaan lain. Fenomena ini tentu saja juga merambah ke perusahaan bidang perbankan,

pertamina dan perusahaan lainnya, dimana informasi dan knowledge keluar-masuk setiap

harinya.

5
PEMBAHASAN

2.1. KONSEP DASAR MANAJEMEN PENGETAHUAN


Manajemen pengetahuan (Knowledge Management) adalah seperangkat proses
menciptakan dan berbagi pengetahuan ke seluruh organisasi untuk mengoptimalkan
pencapaian misi dan tujuan organisasi. Jadi, manajemen pengetahuan adalah mengenai
meningkatkan penggunaan pengetahuan organisasional melalui praktik-praktik
manajemen informasi dan pembelajaran organisasi untuk mencapai keunggulan
kompetitif dalam pengambilan keputusan. Manajemen Pengetahuan dipandang
penting, karena implementasinya memberi manfaat pada bidang operasi dan
pelayanan, dapat meningkatkan kompetensi personal, memelihara ketersediaan
knowledge dan inovasi serta pengembangan produk.

2.2. PENGERTIAN PENGETAHUAN


Menurut Koentjaraningrat (1997) yang dikutip oleh Nursalam dan Pariani
(2000:133) semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah pula
menerima informasinya sehingga semakin banyak pengetahuan yang dimiliki.
Menurut Notoatmodjo (2003 : 121) pengetahuan merupakan suatu hasil dari tahu
dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek
tertentu.Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui indera mata dan indera telinga.

2.3. JENIS-JENIS PENGETAHUAN


I Made Wiryana dan Ernianti Hasibuan (2002) memiliki pandangan
tentang pengetahuan. Mereka mengelompokkan knowledge (pengetahuan) menjadi 3
jenis yaitu:
1. Tacit knowledge
Pada dasarnya suatu informasi akan menjadi tacit knowledge ketika
diproses oleh pikiran seseorang. Knowledge jenis ini biasanya belum
dikodifikasikan atau disusun dalam bentuk tertulis. Dalam knowledge ini
termasuk intuisi dan cognitive knowledge. Tacit knowledge seperti intuisi, dan
pandangan biasanya sangat sulit untuk dikodifikasikan. Biasanya
pengetahuan ini terkumpul melalui pengalaman sehari-hari pada pelaksanaan
suatu pekerjaan. Pengetahuan jenis ini akan menjadi explicit knowledge
ketika dikomunikasikan kepada pihak lain dengan format yang tepat (tertulis,
grafik dan lain sebagainya).

6
2. Explicit Knowledge
Pengetahuan yang telah dikodifikasi atau dieksplisitkan. Jadi
biasanya telah direpresentasikan dalam suatu bentuk yang tertulis dan
terstruktur. Pengetahuan jenis ini jelas lebih mudah direkam, dikelola dan
dimanfaatkan serta ditransfer ke pihak lain.
3. Shared Knowledge
Explicit knowledge yang digunakan bersama-sama pada suatu
komunitas disebut dengan Shared Knowledge. Dalam suatu komunitas, agar
terjadi akselerasi dalam wilayah pembahasan pengetahuan itu sendiri, maka
biasanya tacit knowledge akan ditransformasikan menjadi explicit
knowledge. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat tulisan, laporan dan
lain sebagainya. Memang tidak semua tacit knowledge dapat diubah menjadi
explicit knowledge. Pada tahapan berikutnya agar dapat dimanfaatkan oleh
komunitas, ataupun agar dapat dilakukannya peer-review untuk perbaikan,
pengetahuan itu sendiri akan dicoba ditransformasikan sebagai suatu bentuk
shared knowledge yang dapat digunakan bersama-sama oleh anggota
komunitas. Hal ini misal dilakukan melalui media

2.4 PENGERTIAN MANAJEMEN PENGETAHUAN


Manajemen pengetahuan sangatlah penting untuk sebuah organisasi maupun
individu sehingga perlu diketahui pengertian manajemen pengetahuan, yaitu:
1. Menurut Wiig (1999)
Manajemen pengetahuan adalah bangunan sistematis, eksplisit dan
disengaja, pembaharuan, dan aplikasi pengetahuan untuk memaksimalkan
efektivitas yang berkenaan dengan pengetahuan organisasi dan pengembalian
kembali aset pengetahuan organisasi.
2. Menurut Townley (2001)
Manajemen pengetahuan adalah seperangkat proses menciptakan dan
berbagi pengetahuan ke seluruh organisasi untuk mengoptimalkan
pencapaian misi dan tujuan organisasi. Jadi, manajemen pengetahuan adalah
mengenai meningkatkan penggunaan pengetahuan organisasional melalui
praktik-praktik manajemen informasi dan pembelajaran organisasi untuk
mencapai keunggulan kompetitif dalam pengambilan keputusan.

7
2.5 TUJUAN PENERAPAN MANAJEMEN PENGETAHUAN
Tujuan penerapan manajemen pengetahuan dalam sebuah instansi maupun
individu adalah sebagai berikut:
1. Penghematan waktu dan biaya.
Dengan adanya sumber pengetahuan yang terstruktur dengan baik,
maka perusahaan akan mudah untuk menggunakan pengetahuan tersebut
untuk konteks yang lainnya, sehingga perusahaan akan dapat menghemat
waktu dan biaya.
2. Peningkatan aset pengetahuan.
Sumber pengetahuan akan memberikan kemudahan kepada setiap
karyawan untuk memanfaatkannya, sehingga proses pemanfaatan pengetahuan
di lingkungan perusahaan akan meningkat, yang akhirnya proses kreatifitas
dan inovasi akan terdorong lebih luas dan setiap karyawan dapat
meningkatkan kompetensinya.
3. Kemampuan beradaptasi
Perusahaan akan dapat dengan mudah beradaptasi dengan perubahan
lingkungan bisnis yang terjadi dalam jangka panjang dan pendek.
4. Peningkatan Produktivitas
Pengetahuan yang sudah ada dapat digunakan ulang untuk proses atau
produk yang akan dikembangkan, sehingga produktivitas dari perusahaan
akan meningkat.

2.6 TIPE KEGIATAN MANAJEMEN PENGETAHUAN


Kegiatan manajemen pengetahuan dapat diklasifikasikan dalam beberapa tipe
yaitu:
1. Mengumpulkan dan menggunakan ulang pengetahuan terstruktur.
Pengetahuan sering tersimpan dalam beberapa bagian dari output yang
dihasilkan organisasi, seperti desain produk, proposal dan laporan kegiatan,
prosedur-prosedur yang sudah diimplementasikan dan terdokumentasikan dan
kode-kode software yang semuanya dapat dipergunakan ulang untuk
mengurangi waktu dan sumber yang diperlukan untuk membuatnya kembali.
2. Mengumpulkan dan berbagi pelajaran yang sudah dipelajari (lessons learned)
dari praktek-praktek.
Tipe kegiatan ini mengumpulkan pengetahuan yang berasal dari
pengalaman, yang harus diinterpretasikan dan diadopsi oleh user dalam konteks
yang baru.
8
3. Mengidentifikasi sumber dan jaringan kepakaran.
Kegiatan ini bermaksud untuk menjadikan kepakaran lebih mudah
terlihat dan mudah diakses bagi setiap karyawan. Dalam hal ini adalah
untuk membuat fasilitas koneksi antara orang yang mengetahui pengetahuan
dan orang yang membutuhkan pengetahuan.
4. Membuat struktur dan memetakan pengetahuan yang diperlukan untuk
meningkatkan performansi.
Kegiatan ini memberikan pengaruh seperti pada proses
pengembangan produk baru atau desain ulang proses bisnis dengan
menjadikan lebih eksplisit atau terbuka dari pengetahuan yang diperlukan pada
tahap-tahap tertentu.
5. Mengukur dan mengelola nilai ekonomis dari pengetahuan.
Banyak organisasi mempunyai aset intelektual yang terstruktur,
seperti hak paten, copyright, software licenses dan database pelanggan.
Dengan mengetahui semua aset-aset ini memungkinkan organisasi untuk
membuat revenue dan biaya untuk organisasi.
6. Menyusun dan menyebarkan pengetahuan dari sumber-sumber eksternal.
Perubahan lingkungan bisnis yang cepat dan tidak menentu telah
meningkatkan kepentingan dan kesungguhan pada business intelligence
system. Dalam kegiatan ini organisasi berusaha mengumpulkan semua
laporan dari luar yang berhubungan dengan bisnis.

2.7 MANFAAT MANAJEMEN PENGETAHUAN


Menurut Chase International Survey (Widayana,2005:21) ada beberapa
manfaat knowledge management dalam perusahaan, diantaranya adalah :
1. Meningkatkan pengambilan keputusan
Artinya dengan jelas bahwa setiap keputusan yang diambil atas dasar
informasi dan pengalaman yang ditinjau dari berbagai aspek. Misal:
Knowledge sharing yang selalu membahas dinamika pasar dan tuntutan
kebutuhan pelanggan, membuat perusahaan selalu berorientasi untuk menjual
apa yang benar-benar disukai dan dibutuhkan oleh pasar.
2. Meningkatkan respon terhadap pelanggan
Selanjutnya, orientasi dan respon terhadap pelanggan tidak lagi hanya
menjadi tanggung jawab pemasaran dan customer service, namun menjadi
bagian dari seluruh organisasi.
3. Meningkatkan efisiensi cara kerja dan proses

9
Efisiensi cara kerja dan proses yang selalu dievaluasi akan membuat
organisasi dapat bekerja lebih cerdas dalam memanfaatkan seluruh sumber
daya yang ada dari waktu ke waktu. Meningkatkan jumlah produk atau
jasa, dan meningkatkan kemampuan dalam berinovasi
2.8 FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG MANAJEMEN PENGETAHUAN
Dalam suatu organisasi, baik bisnis maupun organisasi public,
implementasi manajemen pengetahuan didukung berbagai faktor, sebagai
pendukung keberhasilan organisasi yang bersangkutan. Faktor-faktor pendukung
manajemen pengetahuan tersebut yaitu seperti berikut:
1. Faktor manusia, karena pengetahuan itu berada pada pikiran manusia. Semakin
cerdas dan profesionalnya manusia semakin banyak pengaruhnya pada
organisasi.
2. Kepemimpinan. Peran yang sangat kritis yang harus dijalankan adalah
membangun visi yang kuat yaitu visi yang dapat menggerakkan seluruh
anggota dan sumber daya organisasi.
3. Teknologi. Perkembangan teknologi dan informasi yang sudah membudaya ke
semua aspek kehidupan manusia membuat penggunaan teknologi informasi
menjadi salah satu enabler manajemen pengetahuan. Di samping itu,
menjadi media pendistribusian pengetahuan dalam mengeksekusi berbagai
proses manajemen pengetahuan, yaitu akuisisi pengetahuan, kondifikasi
pengetahuan dan validasi, serta pemeliharaan pengetahuan.
4. Organisasi. Yang dikaitkan dengan penggunaan aspek operasional dari aset
aset pengetahuan termasuk fungsi proses struktur organisasi formal,
informal, ukuran dan indikator pengendalian, proses penyempurnaan dan
rekayasa proses bisnis serta pelayanan public.
5. Pembelajaran organisasi yang mempunyai aktivitas, yaitu penyelesaian
masalah secara sistematis, pengujicobaan pendekatan baru, belajar dari
pengalaman masa lalu, belajar dari praktik yang terbaik dan transfer
pengetahuan secara cepat dan efisien ke seluruh organisasi.

2.9 PIHAK-PIHAK YANG BERKEPENTINGAN DALAM MANAJEMEN


PENGETAHUAN
Menurut Setiarso (2009), kemajuan daya saing organisasi banyak
ditentukan oleh manajemen pengetahuan (knowledge management) yang dapat
merespons lingkungan dan perubahan sistem pasar. Penerapan knowledge
management pada suatu organisasi merupakan proses panjang, yang mencakup
perubahan perilaku semua karyawan dan manajer serta pihak-pihak yang
berkaitan dengan organisasi. Upaya mengubah perilaku ini bukanlah kegiatan masa
kini saja, tapi persoalannya sekarang adalah mensinkronkan upaya perubahan ini
dengan keseluruhan strategi pelaksanaan organisasi. Beberapa teknik knowledge
management sudah dilakukan sejak dulu. Misalnya, pengaktifan komunitas praktisi

10
sudah sejak lama menjadi perhatian dari hubungan masyarakat internal (internal
public relations), di samping itu pangkalan data knowledge harus memperhatikan ciri-
ciri yang sama dengan pangkalan data dalam sistem informasi. Sedangkan pihak
pihak yang berkepentingan dengan manajemen pengetahuan seperti dalam tabel 2.9.
Tabel 2.9
Pihak Pihak yang Berkepentingan Terhadap Manajemen Pengetahuan

Tingkat
Pihak- pengaruh Pemaham
Sikap
pihak terhadap an Isu yang dijual
terhadap
terkait keberhasi terhadap Harapan atas pada pihak
manajeme
manajeme lan manajem pihak yang
n
n manajem en berkepentingan berkepentinga
pengetahu
pengetahu en pengetah n
an
an pengetah uan
uan

Menunjukkan
kaitan antara visi
Direktur Sangat Baik dan strategi Inovasi
Positif
Utama tinggi sekali usaha dengan fleksibilitas
manajemen
pengetahuan

Kecepatan
peningkatan
Mengembangkan dan
profil kualitas pemerataan
pengetahuan di kompetensi
Negatif, organisasi. melalui
Direktur Sangat
Kurang tidak Mengembangkan berbagai
SDM tinggi
peduli sistem akuisisi, kegiatan dan
reward dan proses yang
punishment yang sistematis
mendukung. dalam
manajemen
pengetahuan.

Manajer Tinggi Kurang Negatif, Mendukung Meningkatkan


Pemasaran sekali menentang kegiatan pemahaman
mengidentifikasi atas pasar,
pengetahuan dan produk baru
sumber dan
pengetahuan pengembangan

11
produk baru.

2.10 SIKLUS HIDUP MANAJEMEN PENGETAHUAN


Dalam organisasi selalu akan terjadi regenerasi. Dari tiap generasi akan
mengalami kejadian yang memiliki pengalaman yang berbeda beda , oleh karena itu
generasi baru perlu mengetahui apa saja yang telah dilakukan, dialami, dan pernah
terjadi di organisasi agar perkembangan organisasi dapat lebih baik, dan kesalahan
yang terjadi dapat lebih kecil, dengan berbekal dengan pengalaman, pengetahuan, data,
dan dokumentasi-dokumentasi lainnya mengenai organisasi tersebut pada generasi-
generasi sebelumnya, karena itulah diciptakan sebuah sistem yang dikenal dengan
istilah “manajemen pengetahuan”.
- Sistem manajemen pengetahuan
Knowledge management system(KMS) adalah suatu sistem TIK (teknologi
informasi dan komunikasi) dalam pengertian sebuah sistem aplikasi yang
mengkombinasikan dan mengintegrasikan fungsi sebuah perlakuan kontekstual
terhadap masing-masing pengetahuan eksplisit dan tasit, selama sebuah organisasi
atau bagian organisasi tersebut menjadi target dari Tindakan manajemen pengetahuan.
Tujuan utama dari KMS adalah untuk mendukung dinamika pembelajaran
organisasional dan keefektifan organisasi tersebut.
Sebuah perusahaan yang mempunyai seorang pegawai yang bekerja sudah
bertahun-tahun, mulai ia menjadi staf rendah hingga dia menjadi kepala staf. Jenjang
waktunya tentu tidak singkat, oleh karena pengalaman yang didapat tidak sedikit, dia
telah mengalami berbagai proses pembelajaran (seminar, training, dll) kemudian
apabila pengetahuan yang dia miliki oleh pegawai tersebut tidak didokumentasikan,
maka Ketika pegawai tersebut habis masa jabatannya, maka penggantinya harus
mengalami proses dari 0 lagi, dan ini akan memakan biaya dan waktu yang kurang
efisien, karena itu tercipta sistem yang dikenal manajemen pengetahuan.

- Tantangan dalam sistem manajemen pengetahuan


1. Budaya
Budaya yang kuat membuat orang merasa agak berat untuk berbagi
pengetahuan. Jika budaya kuat, biasanya akan kesulitan melakukan perubahan
2. Evaluasi Pengetahuan
Evaluasi pengetahuan masih jarang dilakukan sehingga sukar untuk diketahui
apakah pengetahuan tersebut layak untuk organisasi apa tidak
3. Pengelolaan pengetahuan
4. Pelaksanaan pengetahuan
Kesulitan dalam pengorganisasian dan mengintegrasikan pengetahuan dengan
strategi pengelolaan untuk penyebaran akhir pengetahuan.

12
- Persamaan utama CLSC(system development life cycle) dan KMSLC (knowledge
management system life cycle).
1. Keduanya dimulai dengan masalah dan diakhiri dengan solusi
2. Keduanya dimulai dengan pengumpulan informasi atau menangkap
pengetahuan
3. Pengujian pada dasarnya sama untuk memastikan “system yang benar” dan
tepat
4. Keduanya harus memilih alat yang tepat untuk merancang system masing-
masing.

- Perbedaan SDLC dan KMSLC

SDLC KMLC

System analis mendapatkan informasi Knowledge developer mendapatkan


dari user pengetahuan dari pakar

User tahu permasalahannya, tetapi tidak Pakar mengetahui keduanya, baik


mengetahui solusinya permasalahan dan solusinya

Pembuatan sistem dilakukan secara Pembuatan sistem dilakukan dengan


berurut melakukan peningkatan-peningkatan
juga secara interaktif

Pengujian dilakukan pada setelah system Pengujian dilakukan di awal system,


terbentuk mengacu pada pengetahuan pakar

- Level Knowledge Management 

Menurut Dewiyana (2009), level knowledge management atau manajemen


pengetahuan dapat digambarkan seperti piramida di bawah ini.

13
Adapun penjelasan setiap level manajemen pengetahuan gambar di atas adalah sebagai
berikut: 

1. Level 1: Data tersebar ditransformasikan oleh processing (pemrosesan data) ke


informasi. Pada level ini biasanya disebut manajemen dokumen yaitu mengelola
isi informasi (content management), mengorganisasikan dan mendistribusikan
informasi. Pemakai dapat melakukan akses dan temu kembali dokumen secara
Online pada database. 
2. Level 2: Data dianalisis dan diterapkan sehingga menjadi informasi. Pemakai bisa
menyumbangkan informasi ke sistem, menciptakan isi baru dan mengembangkan
database pengetahuan. Pemakai bisa membaca dokumen Online, mendownload,
melengkapinya dan kemudian mengirimkannya ke tujuan yang dikehendaki.
Dengan demikian informasi dapat secara terus menerus di-update. 
3. Level 3: Informasi dianalisis dan diterapkan sehingga menjadi pengetahuan. Hal
ini memerlukan pemahaman tentang input dan output informasi untuk mendukung
kegiatan organisasi. Pengetahuan dibangun oleh organisasi melalui proses
pemerolehan, pendistribusian, kolaborasi dan komunikasi serta penciptaan
pengetahuan baru. 
4. Level 4: Pengetahuan dianalisis dan diterapkan sehingga membuat orang
bijaksana. Pada level ini enterprise intelligence dikembangkan dengan
membangun jaringan pakar, interaksi dengan database operasional, dan
performance support, dimana pengetahuan baru yang dihasilkan, ditambahkan
pada sistem.

- Keputusan menciptakan dan membeli pengetahuan:


1. Membangun in-house
Membangun atau menciptakan in-house adalah setiap kegiatan mendirikan,
membongkar, memperbaharui, merubah, mengganti seluruh atau
sebagian,memperluas bangunan atau bangun bangunan. Dengan cara
menciptakan sendiri sesuatu yang baru belum pernah ada sehingga luar biasa
dan beda dari yang lain.Tetapi dalam menciptakan in-house sendiri terdapat
beberapa kekurangan, yaitu :
A. Membutuhkan kesiapan profesional,
B. Biaya pengembangan yang tinggi,
C. Risiko tinggi,
D. Main benefit adalah kustomisasi.
2. Pembelian
Pembelian merupakan suatu tindakan untuk mendapatkan sesuatu yang
kemudian akan dipergunakan sendiri atau dijual kembali, pembelian biasanya
dilakukan minimal dua pihak atau lebih atau yang sering disebut sebagai
penjual dan pembelian. Terdapat kelemahan dalam pembelian, yaitu

14
Instalasi cepat dan biaya rendah. Tetapi juga terdapat kelemahan seperti
kustomisasi mungkin tidak benar.

3. Outsourcing
Ini adalah tren yang memungkinkan organisasi untuk berkonsentrasi pada
kekuatan mereka sementara desain teknologi dan daerah khusus lainnya yang
rilis ke luar. Tren ini berupa paket software siap digunakan, umum.
Keuntungan dari paket perangkat lunak KM terpercaya:
▪ Waktu pelaksanaan yang lebih pendek.
▪ Biaya pengembangan relatif rendah.
▪ Ada penurunan kebutuhan sumber daya.
▪ Offer lebih besar fleksibilitas.
▪ Pendek track record.
▪ Kurangnya kompetisi.
▪ Aplikasi ketidakcocokan
- Komponen penting dalam pengembangan sistem manajemen pengetahuan
Komponen tersebut terdiri dari:
1. Keandalan: suatu penerapan perencanaan pada komponen sehingga komponen
dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, tanpa kegagalan, sesuai
rancangan atau proses yang dibuat. Keandalan merupakan probabilitas bahwa
suatu sistem mempunyai performansi sesuai dengan fungsi yang
diharapkan dalam selang waktu dan kondisi operasi tertentu.
2. Tekanan pasar: tekanan pasar yang dihasilkan oleh ekonomi global dan
persaingan yang kuat, perubahan sifat tenaga kerja, dan pelanggan yang kuat.
3. Kegunaan: hasil kerja dalam memanfaatkan sesuatu yang berguna.
4. Modularitas: mengatur kompleksitas dengan memecah sesuatu yang besar atau
kompleks ke dalam kelompok bagian-bagian kecil yang lebih mudah
diatur.Bagian-bagian kecil tersebut kemudian dapat dibangun atau dibuat
secara tersendiri dan tidak bergantung pada bagian lainnya. Modularitas
merupakan kunci untuk penulisan program yang bagus. Dengan
modularitas, kesalahan di satu bagian program dapat dikoreksi tanpa perlu
mempertimbangkan bagian-bagian lainnya, serta bagian program dapat
dipahami tanpa harus memahami keseluruhannya.
5. Kinerja: kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dapat dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
6. Layanan: yaitu proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain
secara langsung, menolong menyediakan segala apa yang diperlukan orang
lain atau bisa disebut sebagai aktivitas atau hasil yang dapat ditawarkan
oleh sebuah lembaga kepada pihak lain yang biasanya tidak kasat mata, dan
hasilnya tidak dapat dimiliki oleh pihak lain tersebut.
7. Profitabilitas: profitabilitas merupakan kemampuan yang dicapai
perusahaan dalam suatu periode tertentu. Dasar penilaian profitabilitas

15
adalah laporan keuangan perusahaan. Profitabilitas bertujuan untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Hasil
profitabilitas dapat dijadikan sebagai tolak ukur ataupun gambaran tentang
efektivitas kinerja manajemen ditinjau dari keuntungan yang diperoleh
dibandingkan dengan hasil penjualan dan investasi perusahaan.
Membeli atau outsourcing system KM menimbulkan pertanyaan penting
kepemilikan. Isu-isu yang perlu dipertimbangkan dalam kasus kepemilikan;
● Membayar pengguna untuk apa?
● Pembatasan apa yang ada dalam kasus menyalin perangkat lunak untuk
subdivisi organisasi?
● Siapa yang dapat memodifikasi perangkat lunak dan apa biaya yang terkait?
● Bagaimana kation modifi dapat dilakukan jika pada tahap tertentu vendor
kebetulan keluar dari bisnis.
Tabel 3.2
Membangun VS Pembelian

Biaya Waktu Faktor Kustomisasi

Pilihan Biasanya Jauh lebih pendek dari Tinggi, tergantung


Pengembangan tinggi pembangunan dari kualitas staff si
In-House pengguna

Pembangunan Biasanya Tergantung pada keterampilan Keterampilan tinggi


Pengguna Oleh rendah akhir yang diterapkan, prioritas kepada spesifikasi
Pengguna system dan seterusnya

2.11 KNOWLEDGE ENGINEER DAN PERANNYA DALAM MANAJEMEN


PENGETAHUAN
Knowledge Engineer memiliki peran penting dalam manajemen pengetahuan,
perannya adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis alur informasi dan pengetahuan
2. Bekerja dengan pakar untuk mendapat informasi
3. Merancang dan mengimplementasi sistem KM atau knowledge repository

2.12 ELEMEN PENERAPAN MANAJEMEN PENGETAHUAN


Elemen penting dalam penerapan manajemen pengetahuan adalah kejelasan
posisi data dan kejelasan tata kelola. Yang dimaksud dengan kejelasan posisi data
menurut PermenPAN & RB adalah kejelasan bahwa semua data dan informasi adalah
milik institusi, meskipun setiap unit kerja bisa saja menjadi produsen, pengelola

16
maupun penanggungjawab validitas data namun bukan berarti memiliki hak untuk
memilih dan membatasi kepemilikan dan akses data. Kejelasan tata kelola adalah
tentang kejelasan pengaturan otoritas tentang akses, merubah dan menyebarkan data
dan informasi tersebut. Termasuk harus ada penanggung jawaban terhadap validitas
data dan informasi. Karena sifatnya sangat luas yakni mencakup seluruh lini organisasi
maka aturan tata kelola harus dikeluarkan oleh pucuk pimpinan organisasi. Kejelasan
tata kelola manajemen data dan pengetahuan akan mengatur mekanisme yang
transparan dan akuntabel untuk mengakuisisi data, penyebaran pengetahuan, dan
pemanfaatan pengetahuan untuk kepentingan lembaga.

2.13 TRANSFER PENGETAHUAN DAN BERBAGI PENGETAHUAN


Dalam manajemen pengetahuan, dikenal istilah knowledge sharing yang
memiliki kaitan dengan manajemen pengetahuan antar karyawan di dalam sebuah
perusahaan maupun organisasi, yaitu sebagai berikut:

A. Pengertian knowledge sharing


Knowledge Sharing (KS) didefinisikan sebagai sebuah pertukaran
pengetahuan antara dua individu; satu orang yang mengkomunikasikan
pengetahuan, sedangkan seorang lainnya mengasimilasi pengetahuan tersebut
(Jacobson, 2006). Fokus utama dari knowledge sharing dari masing-masing
individu yaitu mampu menjelaskan, mengkodekan dan mengkomunikasikan
pengetahuan kepada orang lain, kelompok, dan khususnya kepada organisasi.
dapat terjadi diantara Knowledge sharing individu, di dalam dan di antara tim,
antara unit organisasi, dan antara organisasi (Glassop, 2002). Kesimpulannya
knowledge sharing merupakan suatu proses saling berbagi pengetahuan baik
antar individu, maupun kepada organisasi, untuk menciptakan tujuan bersama
bagi organisasi yang ingin menggunakan aset pengetahuan mereka untuk
mencapai keunggulan kompetitif. Knowledge sharing bisa berupa pengetahuan
tacit dan eksplisit. Tacit merupakan pengetahuan yang masih tersembunyi, yang
masih belum dibagikan kepada orang lain, yang diperoleh dari sensemaking,
pengalaman, dan sebagainya. Sedangkan pengetahuan eksplisit merupakan
pengetahuan dimana pengetahuan tersebut sudah dibagi, dikomunikasikan, dan
diketahui oleh orang lain.
B. Pengertian Transfer Pengetahuan (knowledge transfer)
Knowledge Transfer (KT) merupakan proses untuk memindahkan
pengetahuan dari individu yang disebut sebagai sumber pengetahuan
(kontributor pengetahuan) ke penerima pengetahuan, yang nantinya
pengetahuan tersebut akan digunakan sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh
penerima pengetahuan. Fokus dan tujuan utama mencari komunikasi
pengetahuan antara individu, kelompok, atau organisasi dengan sedemikian
rupa, yaitu diharapkan agar penerima pengetahuan:

17
a. Memiliki pemahaman kognitif, dalam arti memperoleh pengetahuan
melalui aktivitas mengingat, menganalisis, memahami, menilai, maupun
mengkomunikasikan pengetahuan tersebut;
b. memiliki kemampuan untuk menerapkan pengetahuan;
c. menerapkan pengetahuan.
Transfer pengetahuan berfokus pada modal struktural dan transformasi
pengetahuan individu kepada suatu organisasi, yang dibangun ke dalam proses,
produk, dan jasa. Sebenarnya, pengetahuan tidak dapat dibagi. Karena
pengetahuan memiliki konteks tersendiri, dimana penerima menafsirkannya
dalam latar belakang masing-masing yang berbeda-beda pula. Dan juga didasari
oleh adanya beberapa kelemahan dalam transfer pengetahuan, yaitu misalnya
kesalahan pada berbagai faktor eksternal, seperti diantaranya mengenai masalah
dalam berkomunikasi, bahasa, salah penafsiran, teknologi dan teknik yang
digunakan. Beberapa faktor dalam transfer knowledge, yaitu:

1. Dari mana knowledge di transfer


2. Media apa yang digunakan dalam transfer knowledge
3. Dimana proses transfer knowledge dilakukan

C. Dasar-dasar Transfer Pengetahuan


Transfer pengetahuan merupakan bagian integral dari kehidupan
organisasi. Ini merupakan transmisi pengetahuan (menyampaikan pengetahuan
dari satu sumber pengetahuan ke sumber lain) dan penggunaan yang tepat dari
pengetahuan yang ditransmisi. Tujuannya adalah untuk mempromosikan /
memfasilitasi berbagi pengetahuan, meningkatkan kolaborasi dan jejaring.
Faktor yang mempengaruhi transfer pengetahuan :
1. Sumber pengetahuan, seperti basis pengetahuan, apa ahli, dan lain-lain
2. Media yang digunakan, seperti , Local Area Networking transmisi nirkabel,
dan lain-lain
3. Konsumen, seperti manajer, pelanggan, dan aplikasi komputer lain.

D. Syarat Untuk Transfer Pengetahuan


Knowing-doing Gap adalah sebuah situasi di mana sebuah organisasi
tahu apa yang harus dilakukan, tetapi mengabaikan informasi yang tersedia dan
melakukan dengan berbeda. Pedoman suksesnya proses transfer dan berbagi
pengetahuan adalah:
1. Membangun Suasana Percaya dalam Organisasi. Kepercayaan adalah dasar
untuk transfer pengetahuan dan dapat dianggap sebagai psikologis
organisasi di mana orang merasa yakin tentang berbagi ide, pengalaman,
dan hubungan dengan organisasi.

18
2. Kolaborasi / Kerjasama, bukan Rivalitas / Kompetisi. Kolaborasi sering
diartikan sebagai hasil dari persaingan internal antar karyawan dan
karyawan menjadi lebih suka penimbun pengetahuan atau tidak mau
membagi pengetahuan daripada berbagi pengetahuan. Pada kenyataannya,
keberhasilan setiap karyawan tergantung pada kerjasama dan berbagi
pengetahuan di antara anggota kelompok.
3. Menciptakan Budaya untuk Mengakomodasi Perubahan. Biasanya budaya
tertanam dalam misi organisasi, nilai nilai inti, kebijakan, dan tradisi.
4. Penalaran (mengapa melakukan). Sebelum Pengolahan (bagaimana
melakukannya). Kadang-kadang karyawan yang menjalani pelatihan
menunjukkan minat yang lebih besar dalam proses itu sendiri (bagaimana
melakukan) daripada alasan di balik proses (mengapa untuk melakukan)
5. Mengetahui Bagaimana Organisasi Menangani Kesalahan.
6. Bertindak melakukan menjadi lebih efektif daripada konsep/ teori tidak
diuji oleh pengalaman.
7. Bagaimana Pandangan Manajemen dan Reward Transfer Pengetahuan.
8. Menentukan Kepuasan Kerja Karyawan.

E. Metode Transfer Pengetahuan


Setelah pengetahuan ditangkap dan dikodifikasi, itu harus ditransfer
sehingga anggota organisasi dapat menggunakannya.
1. Media Komunikasi
Berikut ini adalah media komunikasi untuk eksternal seperti koran,
Wire Services and news syndicates, majalah, radio dan televisi. Sedangkan
medium komunikasi internal seperti Printed words (publikasi publikasi
milik perusahaan, surat-surat, inserts/sisipan and enclosures/lampiran,
pidato dalam bentuk hard copy dan papan buletin), Spoken words
(seletingan-selentingan atau rumors, rapat rapat dan pidato) dan Images and
words (konferensi jarak jauh, CCTV, rekaman video, film, slide presentasi,
display dan pameran)
2. Media Komunikasi via Internet
Dalam konteks komunikasi strategis, tercatat ada 6 (enam) bentuk
komunikasi korporat di dunia maya yakni :
1. A Corporate Website. Ini adalah pintu pertama yang menghubungan
audiens eksternal, sehingga merk dan pesan harus konsisten dengan
bahan-bahan yang digunakan oleh dan .
2. A Media Room. Seluruh informasi tentang perusahaan yang diinginkan
oleh audiens yang selalu diupdate dengan konsisten.
3. A Blog.
4. A Crisis Site. Ini dibuka hanya saat krisis, karena ini adalah komponen
online yang akan diaktifkan jika perusahaan dalam keadaan krisis dan
dibawah kendali langsung pejabat Public Relations.
5. A Corporate Intranet. Ini adalah alat yang penting untuk komunikasi
internal, baik ketika keadaan normal maupun saat krisis.

19
6. A Client Extranet. Perusahaan member akses yang aman untuk clients
and customers dan diproteksi dengan password.

F. Strategi transfer pengetahuan


Strategi transfer adalah meningkatkan kapasitas bertindak dari orang
orang dalam organisasi, baik ke dalam maupun ke luar organisasi. Strategi-
strategi tersebut, yaitu seperti berikut :
1. Transfer/konversi pengetahuan antar individu
2. Transfer/ konversi pengetahuan dari individu ke struktur eksternal
3. Transfer/ konversi pengetahuan dari struktur eksternal ke individu
4. Transfer/ konversi pengetahuan dari kompetensi individual ke dalam
struktur internal
5. Transfer/ konversi pengetahuan dari struktur internal ke kompetensi
individual

2.14 MASALAH DALAM IMPLEMENTASI KNOWLEDGE MANAGEMENT (KM)


Pada suatu konteks muncul pertanyaan tentang bagaimana pelaksanaan proses
KM untuk organisasi atau perusahaan dapat difasilitasi. Dalam bidang KM, kegiatan
penelitian masih terbatas terutama untuk studi kasus. Berdasarkan beberapa studi kasus
dengan fokus pada perusahaan kecil dan menengah, diketahui terdapat enam faktor
penentu keberhasilan untuk pelaksanaan proses KM. Faktor Faktor ini juga dapat
diterapkan untuk berbagai jenis organisasi atau perusahaan, yaitu:
1. Corporate culture
Penerapan KM yang berhasil, memiliki suatu kaitan yang erat dengan budaya
yang ada di organisasi atau perusahaan tersebut. Tetapi dalam berjalannya
penerapan itu, perubahan budaya membutuhkan waktu.Dalam penerapan KM,
penting untuk mengetahui bagaimana dapat berinteraksi dengan budaya dan dapat
menentukan bagaimana suatu budaya harus diubah.
2. Qualification of employees
Dalam penerapan KM, Kompetensi dan motivasi tiap individu yang berada
didalam organisasi atau perusahaan sangat memiliki peran bagi suatu KM
berhasil atau tidaknya.Untuk itu, pengembangan sumber daya manusia
didalamnya sangat penting.
3. Learning culture
Penerapan suatu KM dapat dilihat sebagai proses belajar dari satu bagian ke
bagian lainnya yang harus dipelihara.
4. Management support
Suatu KM di dalam penerapannya memiliki sebuah kesempatan agar berhasil
dengan adanya suatu dukungan dari dewan eksekutif organisasi atau perusahaan
yang ikut dalam mensosialisasikannya serta ikut menerapkannya juga.

20
5. Integration of knowledge processes to organization’s processes
Hal ini penting untuk menghubungkan Knowledge Management dengan
proses - proses yang ada didalam organisasi, untuk mendapatkan penerimaan
serta suatu legitimasi ekonomis.
6. New information and communication technologies
Penerapan KM tidak harus selalu dihubungkan dengan investasi pada
teknologi informasi dan komunikasi yang baru. Adapun potensi bagi teknologi
tersebut untuk berkembang memiliki suatu kondisi dimana budaya organisasi
tersebut ada atau tidaknya.

2.15 CONTOH KASUS


A. Kasus ITCP (Indonesian Technical Cooperation Programmes)
ITCP (Indonesian Technical Cooperation Programmes). ITCP merupakan
proyek yang dikembangkan oleh Sekretariat Kabinet Indonesia. Tujuannya
untuk berbagi informasi dan keahlian antara Indonesia dengan negara
berkembang lainnya. Aktivitas ITCP meliputi pelatihan; studi kunjungan;
pertemuan kelompok yang mencakup area pertanian, pendidikan, informasi,
sumber alam, perencanaan keluarga, dan sebagainya. Saat ini peserta ITCP
tersebar sampai ke 90 negara dengan jumlah mencapai lebih dari empat ribu
orang.
Semula proyek ini mengalami banyak kesulitan, tidak hanya dalam proses
persiapan dan registrasi, melainkan juga pada proses dokumentasi dan
pelaporan. Bagaimana menentukan jenis pelatihan yang paling dibutuhkan;
bagaimana mencari dan menentukan kebutuhan akan pakar yang kompeten di
bidangnya; bagaimana mengklasifikasikan laporan hasil suatu proyek atau studi
agar dapat dimanfaatkan oleh negara lain; merupakan kendala yang dihadapi
selama ini dan tidak dapat secara cepat dan optimal ditangani oleh administrasi
manual.
Sekretariat Kabinet kemudian memutuskan untuk menggunakan aplikasi
berbasis web sehingga kecepatan informasi dapat jauh lebih meningkat,
mengingat luasnya area cakupan peserta ITCP. Dengan hanya bermodalkan
program penjelajah (browser) dan koneksi ke internet, para peserta dapat dengan
mudah memantau laporan proyek serta agenda pertemuan, serta memberikan
masukan mengenai kebutuhan akan pelatihan serta pakar.
Masukan ini akan menjadi salah satu faktor penentu dalam pembuatan
agenda kegiatan pelatihan ataupun studi. Kemudahan lainnya adalah dalam
proses pencarian informasi. Data, dokumen, dan laporan sudah diklasifikasikan
dengan beberapa kriteria yang diolah sedemikian rupa, sehingga informasi yang
dihasilkan akan optimal dan tepat sesuai dengan kebutuhan dari peserta.
dapat dilihat bahwa Knowledge Management berfungsi pada ITCP. Selain
melakukan kunjungan pelatihan dan studi kunjungan, mereka juga melakukan

21
pelatihan dengan pakar yang kompeten di bidangnya. Dengan adanya
knowledge management, proses aliran kerja menjadi lebih mudah, efisien dan
terorganisasi, dan memungkinkan semua pihak melihat sejarah setiap proyek
dan memudahkan proses pengerjaan selanjutnya.

B. Kasus PT Unilever Indonesia


Unilever Indonesia didirikan pada tanggal 5 Desember 1933 sebagai
Zeepfabrieken N.V. Lever. Pada tanggal 22 Juli 1980 nama perusahaan diganti
menjadi PT Lever Brothers Indonesia dan pada tanggal 30 juni 1997 perusahaan
kembali mengganti nama menjadi PT Unilever Indonesia Tbk. Produk-produk
Unilever Indonesia mencakup brand-brand ternama yang disukai di dunia seperti
Pepsodent, Lux, Lifebuoy, Dove, Rexona, Sunsilk, Vaseline, Rinso dan masih
banyak jenis produk lainnya.
PT Unilever Indonesia Tbk adalah salah satu perusahaan di Indonesia yang
berhasil dalam penerapan knowledge management. Misi dari Unilever Indonesia
ini sendiri adalah “meningkatkan vitalitas hidup”, hal ini dapat dilihat dari
produk-produk yang inovatif unggul dan ekonomis. Dan selama ini tujuan dari
Unilever Indonesia tetap sama yaitu dimana kami bekerja untuk menciptakan
masa depan yang lebih baik setiap hari, membuat pelanggan merasa nyaman,
berpenampilan baik dan lebih menikmati kehidupan lewat brand dan jasa yang
kami berikan dan bisa bermanfaat bagi konsumen.
Unilever Indonesia sebagai perusahaan yang mempunyai tanggung jawab
sosial yaitu dengan menjalankan program Corporate Social Responsibility (CSR)
yang luas, Keempat pilar programnya adalah Lingkungan Nutrisi Higiene dan
Pertanian Berkelanjutan. Program CSR termasuk di antara lain kampanye
mencuci tangan dengan sabun (Lifebuoy), program edukasi kesehatan gigi dan
mulut (Pepsodent), program pelestarian makanan tradisional indonesia (Bango)
serta program memerangi kelaparan untuk membantu anak Indonesia yang
kekurangan gizi (Blueband).

Penerapan Knowledge Management di PT Unilever Indonesia Tbk


Penerapan knowledge management yang dilakukan oleh PT Unilever
Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Komunikasi pemasaran yang bersifat One-Voice
Penjelasan One-Voice adalah walaupun system komunikasi yang
digunakan oleh perusahaan berbeda-beda tetapi jika sudah dikoordinasi dan
memiliki misi yang tepat maka akan mudah meraih konsumen. Sistem
komunikasi ini bukan hanya untuk meningkatkan pencitraan suatu produk

22
tetapi juga harus menimbulkan hasil penjualan yang baik dari produk yang
telah dipasarkan.
2. Pengembangan SDM
Di Dalam bagian ini karyawan ada aset yang berharga bagi Unilever
Indonesia. Karena itu Unilever Indonesia membuat strategi dan sistem
human capital yang bersifat komprehensif. Hal-hal yang dilakukan adalah
membuat Performance Development Program (PDP) yaitu dimana
karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan kemampuannya, setiap
pertengahan tahun PDP dimonitor melalui Continuous Improvement
Discussion (CID) untuk membahas hal-hal yang diperlukan untuk
pengembangan sistem kerja dari karyawan.
3. Budaya Coaching
Budaya Coaching disini menjelaskan bahwa seorang senior manager
ditempatkan di suatu departemen untuk membantu atau memimpin
karyawan-karyawan yang tergabung di dalam departemennya. Tetapi
sebelum menjadi coach mereka diberikan pelatihan terlebih dahulu agar
mengetahui teknik-tekniknya. Budaya coaching ini diberi nama Building
Leaders as Generative Coaches.
4. Budaya Sharing Knowledge
Disini menjelaskan Unilever Indonesia menunjuk seorang senior
manager untuk menjadi learning champion dengan sukarela untuk membagi
pengalaman dan pengetahuan mereka di dalam ahlinya masing-masing.
C. Kasus PT Pertamina
PT Pertamina adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki
Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal 10
Desember 1957 dengan nama PT Pertamina. Pada tahun 1961 perusahaan ini
berganti nama menjadi PN Permina dan setelah merger dengan PT Pertamina di
tahun 1968 namanya berubah menjadi PN Pertamina. Dengan bergulirnya
Undang Undang No. 8 Tahun 1971 sebutan perusahaan menjadi Pertamina.
Sebutan ini tetap dipakai setelah Pertamina berubah status hukumnya menjadi PT
Pertamina (Persero) pada tanggal 17 September 2003 berdasarkan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 pada tanggal 23 November
2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

PT Pertamina (Persero) didirikan berdasarkan akta Notaris Lenny Janis


Ishak, SH No. 20 tanggal 17 September 2003, dan disahkan oleh Menteri Hukum
& HAM melalui Surat Keputusan No. C-24025 HT.01.01 pada tanggal 09
Oktober 2003. Pendirian Perusahaan ini dilakukan menurut ketentuan-ketentuan
yang tercantum dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan

23
Terbatas, Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan
(Persero), dan Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2001 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 dan peralihannya berdasarkan PP No.31
Tahun 2003 "Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan
Gas Bumi Negara (Pertamina) Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero)".
Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang MIGAS baru, Pertamina
tidak lagi menjadi satu-satunya perusahaan yang memonopoli industri MIGAS
dimana kegiatan usaha minyak dan gas bumi diserahkan kepada mekanisme
pasar.
Dengan pengalaman lebih dari 55 tahun, Pertamina semakin percaya diri
untuk berkomitmen menjalankan kegiatan bisnisnya secara profesional dan
penguasaan teknis yang tinggi mulai dari kegiatan hulu sampai hilir. Berorientasi
pada kepentingan pelanggan juga merupakan suatu hal yang menjadi komitmen
Pertamina,agar dapat berperan dalam memberikan nilai tambah bagi kemajuan
dan kesejahteraan bangsa Indonesia.

Upaya perbaikan dan inovasi sesuai tuntutan kondisi global merupakan


salah satu komitmen Pertamina dalam setiap kiprahnya menjalankan peran
strategis dalam perekonomian nasional. Semangat terbarukan yang dicanangkan
saat ini merupakan salah satu bukti komitmen Pertamina dalam menciptakan
alternatif baru dalam penyediaan sumber energi yang lebih efisien dan
berkelanjutan serta berwawasan lingkungan. Dengan inisiatif dalam
memanfaatkan sumber daya dan potensi yang dimiliki untuk mendapatkan
sumber energi baru dan terbarukan di samping bisnis utama yang saat ini
dijalankannya, Pertamina bergerak maju dengan mantap untuk mewujudkan visi
perusahaan, Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia.
Mendukung visi tersebut, Pertamina menetapkan strategi jangka panjang
perusahaan, yaitu “Aggressive in Upstream, Profitable in Downstream”, dimana
Perusahaan berupaya untuk melakukan ekspansi bisnis hulu dan menjadikan
bisnis sektor hilir migas menjadi lebih efisien dan menguntungkan.
Pertamina menggunakan landasan yang kokoh dalam melaksanakan
kiprahnya untuk mewujudkan visi dan misi perusahaan dengan menerapkan Tata
Kelola Perusahaan yang sesuai dengan standar global best practice, serta dengan
mengusung tata nilai korporat yang telah dimiliki dan dipahami oleh seluruh
unsur perusahaan, yaitu Clean, Competitive, Confident, Customer-focused,
Commercial dan Capable. Seiring dengan itu Pertamina juga senantiasa
menjalankan program sosial dan lingkungannya secara terprogram dan
terstruktur, sebagai perwujudan dari kepedulian serta tanggung jawab perusahaan
terhadap seluruh stakeholder-nya.

24
Sejak didirikan pada 10 Desember 1957, Pertamina menyelenggarakan
usaha minyak dan gas bumi di sektor hulu hingga hilir. Bisnis sektor hulu
Pertamina yang dilaksanakan di beberapa wilayah di Indonesia dan luar negeri
meliputi kegiatan di bidang-bidang eksplorasi, produksi, serta transmisi minyak
dan gas. Untuk mendukung kegiatan eksplorasi dan produksi tersebut, Pertamina
juga menekuni bisnis jasa teknologi dan pengeboran, serta aktivitas lainnya yang
terdiri atas pengembangan energi panas bumi dan Coal Bed Methane (CBM).
Dalam pengusahaan migas baik di dalam dan luar negeri, Pertamina beroperasi
baik secara independen maupun melalui beberapa pola kerja sama dengan mitra
kerja yaitu Kerja Sama Operasi (KSO), Joint Operation Body (JOB), Technical
Assistance Contract (TAC), Indonesia Participating/ Pertamina Participating
Interest (IP/PPI), dan Badan Operasi Bersama (BOB).
Aktivitas eksplorasi dan produksi panas bumi oleh Pertamina sepenuhnya
dilakukan di dalam negeri dan ditujukan untuk mendukung program pemerintah
menyediakan 10.000 Megawatt (MW) listrik tahap kedua. Di samping itu
Pertamina mengembangkan CBM atau juga dikenal dengan gas metana batubara
(GMB) dalam rangka mendukung program diversifikasi sumber energi serta
peningkatan pasokan gas nasional pemerintah. Potensi cadangan gas metana
Indonesia yang besar dikelola secara serius yang dimana saat ini Pertamina telah
memiliki 6 Production Sharing Contract (PSC)-CBM.
Sektor hilir Pertamina meliputi kegiatan pengolahan minyak mentah,
pemasaran dan niaga produk hasil minyak, gas dan petrokimia, dan bisnis
perkapalan terkait untuk pendistribusian produk Perusahaan. Kegiatan
pengolahan terdiri dari: RU II (Dumai), RU III (Plaju), RU IV (Cilacap), RU V
(Balikpapan), RU VI (Balongan) dan RU VII (Sorong). Selanjutnya, Pertamina
juga mengoperasikan Unit Kilang LNG Arun (Aceh) dan Unit Kilang LNG
Bontang (Kalimantan Timur). Sedangkan produk yang dihasilkan meliputi bahan
bakar minyak (BBM) seperti premium, minyak tanah, minyak solar, minyak
diesel, minyak bakar dan Non BBM seperti pelumas, aspal, Liquefied Petroleum
Gas (LPG), Musicool, serta Liquefied Natural Gas (LNG), Paraxylene,
Propylene, Polytam, PTA dan produk lainnya.
Penerapan Knowledge Management pada PT Pertamina
Berdasarkan Indonesia Most Admired Knowledge Enterprise (MAKE)
Study, Pertamina memiliki keunggulan dalam mengembangkan budaya
perusahaan berbasis pengetahuan, inovasi atau menghasilkan produk/jasa/solusi
berbasis pengetahuan, memaksimalkan modal intelektual perusahaan, dan
knowledge sharing atau menciptakan lingkungan untuk berbagi pengetahuan
secara kolaboratif.
Budaya berbasis pengetahuan pada Pertamina berdasarkan visi-misi
perusahaan, yaitu ‘Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia’. Untuk
mengembangkan energi selain minyak dan gas Pertamina harus memiliki

25
pengetahuan terlebih dahulu mengenai energi lain seperti energi panas bumi, Coal
Bed Methane (CBM), sehingga Knowledge Management memainkan peran
penting. Knowledge Management pertama kali diterapkan Pertamina pada tahun
2008 yang dikelola oleh Tim Knowledge Management Pertamina (KOMET).
Dengan bertumpu pada empat komponen yang berperan dalam strategi
perubahan, yaitu pedoman, infrastruktur, people dan kepemimpinan.
Pertamina menciptakan sistem pengelolaan program inovasi melalui
kegiatan Continuous Improvement Program (CIP) dengan menerapkan prinsip
(DELTA) Delapan Langkah Tujuh Alat dan PDCA (Plan-Do-Check-Action).
Pengelolaan CIP dilakukan oleh person in charge (PIC) dengan kegiatannya yang
terdiri dari pelatihan CIP, rencana pelaksanaan Forum Presentasi, hingga
pelaksanaan audit CIP. Pada setiap tahunnya Pertamina mengadakan Forum
Inovasi sebagai puncak pelaksanaan forum presentasi CIP di seluruh
UNIT/Region/Anak Perusahaan.
Pertamina mendefinisikan modal intelektual dalam tiga kategori, yaitu
pertama, Human Capital dengan melakukan evaluasi dan monitoring melalui
Talent pool serta diskusi melalui Community of Practice (CoP). Kedua,
Enterprise Capital melalui Sistem Tata Kerja (STK), sistem manajemen, HAKI
dan pengelolaan aset pengetahuan. Terakhir, Customer Capital, setiap tahunnya
Pertamina menyelenggarakan customer loyalty dan customer satisfaction
survey.Dengan adanya modal intelektual Pertamina mampu meningkatkan
bisnisnya pada energi panas bumi, mengakuisisi beberapa blok di dalam negeri,
dan bermain di Coal Bed Methane (CBM).
Selain itu Pertamina memfasilitasi sharing knowledge melalui aktivitas
yang diselenggarakan oleh KOMET yang terbagi menjadi aktivitas online dan
offline. Untuk kegiatan offline dapat berupa forum atau media. Sedangkan untuk
online dengan sistem informasi terintegrasi yang bernama Portal KOMET.
Dampak Positif Penerapan Knowledge Management di Pertamina
Perkembangan bisnis yang semakin dinamis menjadikan perusahaan harus
mampu bersaing dengan perusahaan lain. PT Pertamina merupakan salah satu
Badan Usaha Milik Negara yang melakukan pengelolaan  dan penjualan terhadap
minyak dan gas. Saat ini Pertamina bukanlah satu-satunya perusahaan yang
melakukan pengelolaan terhadap minyak dan gas, persaingan kini kian bertambah
dan semakin ketat. Selain itu, transformasi visi Pertamina untuk “menjadi
perusahaan energi kelas dunia” ini telah mendorong Pertamina untuk melakukan
perubahan dan perbaikan di berbagai bidang. Hal tersebut menuntut Pertamina
untuk terus mengembangkan inovasi-inovasi untuk mewujudkan visi tersebut,
sehingga Pertamina menyadari perlunya mempersiapkan strategi yaitu salah
satunya dengan strategi implementasi knowledge management untuk mengatasi
kesenjangan antara strategi dan pengetahuan.

26
Adanya KOMET (Knowledge Management) Pertamina memberikan
dampak positif bagi karyawan maupun organisasi. Terbukti KOMET memberikan
pencapaian yang semakin meningkat setiap tahunnya.

KESIMPULAN
Manajemen pengetahuan adalah mengenai meningkatkan penggunaan pengetahuan
organisasional melalui praktik-praktik manajemen informasi dan pembelajaran organisasi
untuk mencapai keunggulan kompetitif dalam pengambilan keputusan. Manajemen
Pengetahuan dipandang penting, karena implementasinya memberi manfaat pada bidang
operasi dan pelayanan, dapat meningkatkan kompetensi personal, memelihara
ketersediaan knowledge dan inovasi serta pengembangan produk.

Selain itu, dikenal pula istilah Knowledge Sharing (KS) yang didefinisikan sebagai
sebuah pertukaran pengetahuan antara dua individu; satu orang yang mengkomunikasikan
pengetahuan, sedangkan seorang lainnya mengasimilasi pengetahuan tersebut. Manajemen
pengetahuan memiliki beberapa jenis dan manfaat yang banyak dirasakan oleh berbagai
perusahaan maupun organisasi.

Manajemen pengetahuan selalu digunakan oleh organisasi maupun perusahaan (instansi


pemerintah / swasta) untuk memajukan organisasi atau perusahaannya. Manajemen
pengetahuan banyak dilakukan meningkatkan pengetahuan dan membagi pengetahuan itu
sendiri agar seluruh anggota di organisasi / perusahaan memiliki pengetahuan yang memadai
untuk mengelola diri sendiri dan organisasi / perusahaan itu sendiri.

27
28
BAB XV AUDIT DAN EVALUASI SDM
Memberi penilaian terhadap berbagai aktivitas SDM yang terjadi pada perusahaan dalam
rangka memastikan apakah aktivitas tersebut telah berjalan secara ekonomis, efisien, dan
efektif dalam mencapai tujuannya serta memberikan rekomendasi perbaikan atas berbagai
kekurangan yang masih terjadi pada perusahaan maka diperlukan audit dan evaluasi SDM

A. Pengertian Audit

Audit adalah suatu proses pengecekan dan penilaian atas laporan keuangan, sistem
keuangan, atau kinerja organisasi dengan tujuan untuk menentukan apakah mereka sesuai
dengan standar yang berlaku atau tidak. Audit dilakukan oleh auditor independen yang
berwenang dan memiliki kompetensi dalam bidang audit.

Menurut ahli:

● Arens, Elder, dan Beasley (2012) mendefinisikan audit sebagai "suatu proses
sistematis dan independen untuk memperoleh dan mengevaluasi secara objektif
bukti yang relevan mengenai informasi ekonomi, keuangan, dan non-keuangan
suatu entitas, dengan tujuan untuk memberikan pendapat yang beralasan mengenai
kebenaran dan kelengkapan informasi tersebut".

● Mulyadi (2012) mendefinisikan audit sebagai "suatu proses untuk


mengumpulkan dan mengevaluasi secara sistematis dan independen bukti-bukti
yang relevan mengenai informasi ekonomi suatu entitas, dengan tujuan untuk
memberikan suatu kesimpulan mengenai derajat ketaatan terhadap kriteria
tertentu".

Secara umum, audit dapat didefinisikan sebagai proses penilaian independen terhadap
informasi keuangan atau non-keuangan suatu entitas dengan tujuan untuk memberikan
pendapat yang beralasan mengenai kebenaran dan kelengkapan informasi tersebut.

B. Jenis-Jenis Audit

● Audit Internal

Audit internal adalah suatu proses yang dilakukan oleh tim audit internal
dalam suatu organisasi untuk mengevaluasi efektivitas sistem pengendalian internal
dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan. Audit internal bertujuan untuk

29
membantu organisasi mencapai tujuannya dengan memberikan jaminan bahwa risiko
bisnis telah dikelola secara efektif.

● Audit Eksternal

Audit eksternal adalah proses audit yang dilakukan oleh auditor independen
dari luar organisasi untuk mengevaluasi kebenaran dan kepatuhan informasi keuangan
dalam laporan keuangan suatu entitas. Tujuannya adalah untuk memberikan pendapat
independen mengenai kewajaran dan kepatuhan laporan keuangan.

● Audit Operasional

Audit operasional merupakan audit yang dilakukan untuk mengevaluasi


efektivitas dan efisiensi operasional suatu organisasi dengan tujuan untuk
memberikan rekomendasi-improvement pada proses bisnis dan sistem pengendalian
internal.

● Audit Pajak

Audit pajak merupakan audit yang dilakukan oleh pihak otoritas pajak untuk
memverifikasi dan menilai kepatuhan wajib pajak terhadap peraturan perpajakan yang
berlaku.

● Audit Lingkungan

Audit lingkungan merupakan audit yang dilakukan untuk mengevaluasi


efektivitas dan efisiensi upaya organisasi dalam melaksanakan tanggung jawab sosial
dan lingkungan serta kepatuhan terhadap peraturan dan undang-undang lingkungan.

● Audit Sistem Informasi

Audit sistem informasi merupakan audit yang dilakukan untuk mengevaluasi


efektivitas, efisiensi, keamanan, dan kepatuhan sistem informasi yang dimiliki oleh
suatu organisasi.

C. Peran dan Fungsi Audit

30
meliputi beberapa aspek, antara lain :

● Menilai keandalan dan keakuratan informasi keuangan: Fungsi utama audit


adalah untuk menilai keandalan dan keakuratan informasi keuangan yang disajikan
dalam laporan keuangan suatu entitas. Dalam hal ini, auditor melakukan pengumpulan
dan evaluasi bukti-bukti yang cukup untuk memberikan keyakinan bahwa informasi
yang disajikan adalah akurat dan dapat dipercaya.

● Menilai efektivitas sistem pengendalian internal: Audit juga berfungsi untuk


mengevaluasi sistem pengendalian internal suatu entitas. Dalam hal ini, auditor
mengevaluasi keefektifan sistem pengendalian internal dalam mencegah atau
mendeteksi kesalahan atau kecurangan yang dapat berdampak pada laporan keuangan.

● Memberikan opini independen: Peran utama auditor adalah memberikan opini


independen mengenai keadaan laporan keuangan suatu entitas. Opini ini
menggambarkan tingkat keyakinan auditor mengenai keandalan dan keakuratan
informasi keuangan yang disajikan.

● Meningkatkan kredibilitas laporan keuangan: Melalui audit, laporan keuangan


suatu entitas menjadi lebih kredibel di mata para pemangku kepentingan seperti
investor, kreditor, dan pemerintah. Hal ini karena auditor memberikan opini
independen mengenai laporan keuangan tersebut.

● Memberikan saran atau rekomendasi perbaikan: Selain memberikan opini


independen, auditor juga memberikan saran atau rekomendasi perbaikan kepada
manajemen suatu entitas untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas operasional,
serta mengurangi risiko yang dihadapi.

Sumber-sumber yang dapat digunakan dalam audit antara lain:

● Dokumen dan data organisasi yang di-audit.

● Peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

● Standar auditing yang berlaku di bidang terkait.

● Wawancara dengan karyawan organisasi yang di-audit.

● Inspeksi fisik terhadap aset organisasi yang di-audit.

31
D. Tujuan Audit

Tujuan dari audit adalah untuk memberikan opini independen mengenai keandalan
dan kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan suatu entitas. Tujuan audit
tersebut dijabarkan dalam standar auditing yang berlaku di seluruh dunia, yaitu International
Standards on Auditing (ISA) yang dikeluarkan oleh International Auditing and Assurance
Standards Board (IAASB).

Menurut ISA 200, tujuan audit adalah untuk memberikan opini oleh auditor
independen mengenai apakah laporan keuangan suatu entitas disusun secara wajar, dalam
semua hal material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Selain itu, terdapat beberapa tujuan spesifik dari audit, antara lain:

● Memastikan bahwa entitas telah mematuhi peraturan dan undang-undang yang


berlaku.

● Mengevaluasi efektivitas sistem pengendalian internal yang dimiliki oleh entitas.

● Memberikan saran atau rekomendasi kepada manajemen entitas untuk meningkatkan


efektivitas dan efisiensi operasional.

● Meningkatkan kepercayaan para pengguna laporan keuangan terhadap entitas.

E. Manfaat Audit

Audit memiliki manfaat penting bagi berbagai pihak yang terkait, antara lain:

● Manfaat bagi pemilik atau investor: Audit dapat memberikan keyakinan


kepada pemilik atau investor bahwa laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan
adalah akurat dan dapat dipercaya. Hal ini dapat membantu mereka dalam mengambil
keputusan investasi yang lebih tepat.

● Manfaat bagi kreditor atau pemberi pinjaman: Audit dapat membantu kreditor
atau pemberi pinjaman untuk menilai kelayakan kredit atau pinjaman yang akan
diberikan kepada perusahaan. Hal ini karena audit dapat memberikan informasi yang
akurat dan lengkap mengenai keadaan keuangan dan operasional perusahaan.

● Manfaat bagi pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan: Audit dapat


membantu pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan, seperti karyawan, pelanggan,

32
dan pemasok, untuk memastikan bahwa perusahaan beroperasi dengan baik dan
mematuhi aturan dan peraturan yang berlaku.

● Manfaat bagi regulator atau pemerintah: Audit dapat membantu regulator atau
pemerintah untuk memastikan bahwa perusahaan mematuhi peraturan dan undang-
undang yang berlaku, serta dapat membantu mereka dalam menentukan kebijakan
atau tindakan yang perlu diambil terkait dengan perusahaan tersebut.

● Manfaat bagi perusahaan: Audit dapat membantu perusahaan dalam


mengidentifikasi masalah atau kesalahan yang terjadi dalam operasinya, sehingga
perusahaan dapat melakukan perbaikan atau peningkatan dalam sistem pengendalian
internal atau operasionalnya.

F. Tahapan Dan Aktifitas Audit

Aktifitas audit mencakupi aktifitas sebelum audit, pada saat pelaksanaan audit, dan
sampai tahap setelah audit. Tahapan sebelum audit biasa dikenal dengan “Pra Audit” adalah
tahap perencanaan audit, dan tahap setelah audit disebut sebagai “Post Audit” merupakan
tahap pelaporan audit.

1. Tahap Pra Audit atau Tahap Perencanaan Audit


Audit adalah suatu program atau aktivitas yang pasti akan mengeluarkan biaya yang
tidak sedikit, baik biaya bahan baku, tenaga, maupun waktu. Untuk itu, audit harus
direncanakan dengan baik agar hasilnya maksimal dan memberi manfaat yang diinginkan.
Apabila dilihat dari analisis biaya–manfaat (cost benefit analysis), audit harus memberi
manfaat yang lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan. Beberapa aktifitas yang dilakukan
pada tahapan ini, antara lain:
a. Menentukan tujuan audit
Tujuan audit harus dirumuskan secara spesifik. Tujuan audit harus mengacu pada
alasan atau latar belakang mengapa audit diperlukan, seperti, adanya pemborosan atau
inefisiensi dalam penggunaan sumber daya, sasaran organisasi yang tidak tercapai,
penyimpangan pada prosedur yang berlaku. Dalam merumuskan tujuan audit perlu
dipertimbangkan dukungan sumber daya yang ada, antara lain:
1) Biaya yang dibutuhkan;
2) SDM atau auditor yang dibutuhkan;
3) Waktu yang tersedia untuk audit.

33
b. Menentukan ruang lingkup audit
Terbatasnya sumber daya, baik SDM, waktu, maupun biaya menuntut audit yang
dilakukan harus dibatasi sepanjang tujuan audit dapat tercapai. Manajemen seringkali
ingin adanya audit yang dalam dan luas atau menyeluruh dalam perusahaan atau
organisasinya. Karena itu, auditor harus menyusun skala prioritas dengan membatasi
ruang lingkup audit sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Apabila diperlukan, audit bisa
dilakukan secara bertahap.

c. Menyusun tim dan jadwal audit


Audit yang dilakukan biasanya dilakukan oleh tim audit dengan seminimal mungkin
atau tanpa mengganggu pekerjaan pihak yang diaudit. Untuk itu, jadwal audit harus
disusun untuk dapat disepakati pihak auditor, auditee, dan pihak manajemen. Jadwal
pelaksanaan audit ini sangat penting mengingat adanya keterbatasan waktu dalam
pelaksanaan audit.

d. Menentukan metode dan pendekatan audit yang akan digunakan


Pendekatan atau metode audit yang dipilih hendaknya juga memperhatikan dukungan
sumber daya yang ada. Misalnya, observasi atau indepth interview akan menghabiskan
banyak waktu sehingga kurang sesuai untuk jangka waktu audit yang sangat singkat.
Dalam kondisi ini mungkin survei dengan menggunakan kuesioner lebih tepat. Demikian
juga SDM atau jumlah auditor yang akan melakukan audit harus menjadi salah satu
pertimbangan dalam memilih pendekatan audit.

e. Mengumpulkan informasi awal


Aktivitas ini juga sering disebut dengan preliminary audit atau audit pendahuluan
antara lain dengan melakukan physical tour, mempelajari proses bisnis, observasi, dan
sebagainya. Audit pendahuluan ini menjadi sangat penting terutama apabila audit
dilakukan oleh pihak luar (external auditor). Audit pendahuluan ini mungkin saja akan
menghasilkan:
1) Perumusan tujuan audit yang lebih rinci dan/atau spesifik.
2) Daftar bidang/kegiatan yang akan menjadi sasaran dalam tahap audit selanjutnya.
3) Temuan sementara terkait dengan objek audit dan kriteria yang telah ditetapkan.
4) Bukti-bukti yagn perlu diperoleh atau didiami pada audit selanjutnya.
34
2. Tahap Audit atau Tahap Pelaksanaan Audit
Tahap ini merupakan tahap yagn sangat krusial dan sering kali menjadi fokus dalam
keseluruhan aktifitas audit. Dalam tahap ini, auditor mungkin melakukan aktivitas berikut,
tetapi tidak terbatas pada:
a. Analisis dokumen; auditor mempelajari dokumen yang relevan terkait dengan pihak
yang diaudit dan tujuan audit. Berbeda pada tahap preliminary audit, analisis
dokumen yang dilakukan dalam tahap ini akan dilakukan secara lebih mendalam.
Dokumen yang dianalisis mungkin saja berasal dari luar organisasi atau bisa juga dari
laporan-laporan audit sebelumnya.
b. Membandingkan suatu aktivitas yang dilakukan dengan sistem dan prosedur yang
berlaku. Dalam pelaksanaan audit, hal yang menjadi acuan ini sering disebut sebagai
kriteria yang bisa bersumber pada:
1) Undang-undang atau peraturan yang berlaku.
2) Kebijakan yang ditetapkan baik dalam level organisasi secara keseluruhan
maupun yang terbatas pada objek audit
3) Norma (standar) yan berlaku secara umum, antara lain yang berlaku pada industri
sejenis.
4) Kriteria khusus yang dikembangkan sesuai dengan tujuan audit yan
dikembangkan bersama antara auditor berdasar pengalamannya dan manajemen
sesuai dengan tujuan audit yang telah ditetapkan.
c. Mewawancarai auditee; wawancara dilakukan untuk menanyakan hal yang tidak jelas,
melakukan klarifikasi, meminta penjelasan, dan sebagainya.
d. Mencari bukti; apabila audit memiliki tujuan yang sangat spesifik misalnya setelah
terjadinya kecelakaan kerja maka auditor akan mencari bukti yang dapat menjelaskan
apa penyebab terjadinya kecelakaan kerja tersebut dan siapa yang bertanggung jawab
atas kejadian tersebut.

Bukti adalah fakta dan informasi yang dapat digunakan sebagai dasar pembuatan
kesimpulan audit. Dalam proses audit, auditor harus dapat menganalisis dan menentukan
fakta dan informasi yang relevan, andal, dan berkaitan dengan tujuan audit. Karena itu, untuk
dapat digunakan sebagai dasar pembuatan kesimpulan audit, bukti yang diperoleh dalam
audit harus memenuhi kriteria:

35
1) Relevan: berhubungan dengan aktivitas yang sedang diaudit.
2) Material: cukup berarti dalam memengaruhi kesimpulan yang dibuat.
3) Valid: diperoleh dari sumber yang dapat dipercaya.
4) Cukup: memadai sebagai dasar pembuatan kesimpulan.

Dalam pelaksanaan audit, berbagai aktivitas yang disebutkan di atas bisa saja
dilakukan secara simultan dan tidak dilakukan sendiri-sendiri. Misalnya, setelah melakukan
analisis dokumen dan menemukan bukti awal, auditor
mewawancara auditee untuk mencari penjelasan yang lebih mendalam.
Pada prinsipnya, tahap pelaksanaan audit ini dilakukan untuk mencari dan
mengembangkan temuan sesuai ruang lingkup dan tujuan audit. Proses ini dihasilkan melalui
pengumpulan, analisis, dan sintesa informasi yang berkaitan dengan program atau aktivitas
yang diaudit yang akan menjadiperhatian dan bermanfaat bagi pengguna laporan. Dalam
pengembangan temuan ini, perlu diperhatikan beberapa pertimbangan sebagai berikut:
a. Analisis dilakukan secara kontekstual, yaitu pada waktu dan kondisi di mana
program/aktivitas yang diaudit terjadi, bukan konteks pada saat audit dilakukan.
b. Kompleksitas dan besarnya sumber daya yang terkait program atau aktivitas yang
diaudit.
c. Analisis dan pengembangan temuan dilakukan secara independen, objektif, teliti, dan
cermat sesuai dengan bukti yang ada.
d. Beberapa temuan yang mungkin tidak menjadi ruang lingkup audit, namun cukup
penting dapat menjadi catatan untuk pelaksanaan audit selanjutnya.

3. Tahap Post Audit


Tahap ini merupakan tahap setelah aktifitas audit dilakukan. Dalam tahap ini,
mencakup aktifitas:
a. Menyusun laporan audit
Laporan audit disusun dalam format yang telah ditentukan sebelumnya. Format
laporan ini bisa disajkikan secara kronologis sesuai dengan informasi yang diperoleh
selama tahapan audit atau disajikan sesuai dengan kepentingan pengguna laporan.
Laporan audit berisi kesimpulan audit tentang elemen-elemen atas tujuan audit dan
rekomendasi yang diberikan untuk memperbaiki berbagai kekurangan yang terjadi serta
rencana tindak lanjut dalam mengaplikasikan rekomendasi tersebut.

36
b. Diskusi
Laporan audit dapat menjadi bahan diskusi untuk menyusun rencana tindak lanjut
atau rekomendasi atas temuan audit.

c. Rencana tindak lanjut


Rencana tindak lanjut ini merupakan komitmen manajemen untuk meningkatkan atau
memperbaiki kelemahan yang ada yang menjadi temuan audit. Dalam rencana tindak
lanjut ini, auditor tidak memiliki kewenangan untuk memaksa atau menuntut manajemen
untuk melakukan rekomendasi yang diberikan. Namun demikian, auditor arus memberi
penjelasan yang cukup mengenai konsekuensi dari rekomendasinya berupa manfaat atau
keuntungan yang akan diperoleh perusahaan bila rekomendasi tersebut dilaksanakan dan
apa kerugian atau resiko yang mungkin terjadi apabila rekomendasi perbaikan tidak
dilakukan. Umumnya, untuk meningkatkan komitmen terhadap pelaksanaan rekomendasi
sebagai tindak lanjut atas temuan audit, penyusunan rencana tindak lanjut ini tidak hanya
dilakukan oleh auditor sendiri, tetapi bersama-sama dengan manajemen dan juga objek
atau pihak yang diaudit.

G. Norma Audit
Pelaksanaan audit dapat disalahgunakan karena berbagai alasan terutama karena
adanya benturan kepentingan. Karena itu, audit dibatasi oleh berbagai norma. Norma
pelaksanaan audit adalah perdoman bagi akuntan publik atau auditor dalam menilai kualitas
hasil pekerjaan dan mengukur tingkat tanggung jawab akuntan atau auditee. Norma yang
menjadi ukuran pekerjaan auditor tersebut ditetapkan oleh organisasi akuntan aatau auditor
profesional, contohnya Generally Accepted Auditing Standards (GAAS). GAAS mencakup
mutu profesional akuntan publik dan pertimbangan dalam pelaksanaan dan pelaporan audit
(Michell Suharli). Generally Accepted Auditing Standards (GAAS) terdiri dari:

1. Norma Umum
a. Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian
dalam bidangnya dan telah menjalani latihan teknis yang cukup.

37
b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan yang diberikakn
kepadanya, auditor harus senantiasa mempertahankan sikap mental
independen
c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan keuangan, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.

2. Norma Pelaksanaan Audit


a. Audit harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus
dipimpin dan diawasi dengan semestinya.
b. Sistem pengendalian intern yang ada harus dipelajari dan dinilai dengan
secukupnya untuk menentukan dapat/tidaknya sistem tersebut diandalkan
sebagai dasar untuk menetapkan luasnya pengujian yang harus dilakukan serta
prosedur audit yang digunakan.
c. Bukti kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
tanya jawab, dan konfirmasi sebagai dasar yang layak untuk menyatakan
pendapat atas laporan yang diaudit.

3. Norma Pelaporan Audit


a. Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
b. Laporan audit harus menyatakan apakah prinsip akuntansi dalam periode
berjalan telah dilaksanakan secara konsisten dibandingkan dengan periode
sebelumnya.
c. Pengungkapan informatif dengan laporan keuangan harus dipandang
memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan keuangan.
d. Laporan audit harus memuat suatu pernyataan mengenai laporan keuangan
secara menyeluruh atau memuat suatu penegasan bahwa pernyataan demikian
tidak dapat diberikan maka alasannya harus diberikan. Dalam hal auditor
dikaitkan dengan laporan keuangan maka laporan audit harus memuat
petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit jika ada dan tingkat
tanggung jawab yang dipikulnya.
Selain GAAS juga ada Kode Etik Perilaku Profesional menurut AICPA yang terdiri
dari empat bagian, yaitu:

38
a. Prinsip-prinsip etika adalah standar ideal dari perilaku etis yang dapat dicapai dalam
terminologi filosofis.
b. Peraturan perilaku adalah peraturan jelas yang harus ditaati oleh semua akuntan
publik yang menjalankan praktik akuntansi publik.
c. Interpretasi peraturan perilaku tidak merupakan keharusan, tetapi para praktisi harus
memahaminya.
d. Ketetapan etika adalah penjelasan yang dikeluarkan oleh komisi pelaksana dari divisi
etika profesional mengenai beberapa situasi nyata yang khusus.
Mengingat begitu pentingnya audit bagi organisasi maka banyak norma yang
mengatur pelaksanaannya. Kasus Enron yang terjadi di Amerika beberapa tahun yang lalu
menunjukkan bahwa audit bisa disalahgunakan untuk kepentingan tertentu. Sejak itu pula,
norma yang mengatur audit semakin banyak dan ketat. Norma audit ini dapat berasal dari:

a. Panduan etika yang berasal dari organisasi profesi


b. Panduan etika dari perusahaan
c. Panduan lainnya sesuai peraturan perundungan di masing-masing negara, industri atau
lingkungan tertentu.
Secara umum, norma audit mengatur beberapa hal. Pertama adalah mengenai
kualifikasi atau karakteristik yang dibutuhkan untuk menjadi auditor. Hal ini sangat penting
karena kualitas audit yang dilakukan akan sangat ditentukan oleh kualifikasi auditor yang
melakukannya, tidak hanya kemampuan teknisnya, tetapi juga sikap dan perilakunya.
Beberapa karakteristik personal yang penting dimiliki oleh seorang auditor, antara lain:

a. Integritas
b. Empati
c. Reabilitas atau keterandalan
d. Bertanggung jawab
e. Dapat dipercara
f. Berorientasi pada detail
Selain itu, norma audit umumnya juga mengatur mengenai prinsip pelaksanaan audit,
antara lain:

a. Independence; auditor harus melakukan audit secara bebas dan tidak memiliki
kepentingan terhadap pihak yang diaudit.

39
b. Discretion and confidentiality; data dan fakta yang didapatkan dalam proses audit harus
dijaga kerahasiaannya kecuali ada peraturan perundangan yang mengharuskan, misalnya
dalam pengadilan.

c. Objectivity; audit harus dilakukan secara objektif berdasarkan data dan fakta yang
ditemukan, tidak dipengaruhi oleh perasaan auditor terhadap pihak yang diaudit.

d. Fairness; audit dilakukan secara proporsional, data dan temuan diintegrasikan dengan baik
dan dilaporkan dengan tepat.

e. Diligence; auditor harus berusaha keras untuk mencari temuan yang signifikan dalam audit
yang sangat memengaruhi kualitas audit.

f. Social acceptability; pelaksanaan audit dan implementasi dari hasil temuannya harus dapat
diterima secara sosial.

g. Authority; auditor memiliki kewenangan yang cukup untuk melakukan berbagai aktivitas
dan meminta informasi yang dibutuhkan sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan audit.

h. Cultural awareness; auditor harus sadar akan adanya perbedaan budaya mengingat di era
globalisasi ini karyawan perusahaan bisa berasal dari berbagai etnis atau bangsa dengan
beragam latar belakang budaya.

H. Pengertian Evaluasi Kinerja

Evaluasi kinerja disebut juga “Performance evaluation” atau “Performance appraisal”.


Appraisal berasal dari kata Latin “appratiare” yang berarti memberikan nilai atau harga.
Evaluasi kinerja berarti memberikan nilai atas pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang
untuk diberikan imbalan, kompensasi atau penghargaan. Evaluasi kinerja merupakan cara
yang paling adil dalam memberikan imbalan atau penghargaan kepada pekerja. Setiap orang
pada umumnya ingin berprestasi dan mengharapkan prestasinya diketahui dan dihargai
oarang lain. Leon C. Mengginson mengemukakan evaluasi kinerja atau penilaian prestasi
adalah “penilaian prestasi kerja (Performance appraisal), suatu proses yang digunakan
pimpinan untuk menentukan apakah seseorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai
dengan tugas dan tanggung jawabnya.” (Dalam Mangkunegara, 2005:10).

Berdasarkan pendapat di atas, maka evaluasi kinerja merupakan suatu proses penilaian
kinerja aparatur yang dilakukan untuk melihat tanggung jawab pekerjaannya setiap hari

40
apakah terjadi peningkatan atau penurunan sehingga pemimpin bisa memberikan suatu
motivasi penunjang untuk melihat kinerja aparatur kedepannya. Evaluasi harus sering
dilakukan agar masalah yang di hadapi dapat diketahui dan dicari jalan keluar yang baik.

Evaluasi kinerja yang dikemukakan Payaman J. Simanjuntak adalah “suatu metode dan
proses penilaian pelaksanaan tugas (performance) seseorang atausekelompok orang atau unit-
unit kerja dalam satu perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan
yang ditetapkan lebih dahulu.” (Simanjuntak, 2005:103). Berdasarkan pengertian tersebut
maka evaluasi kinerja merupakan suatu proses yang digunakan oleh pimpinan untuk
menentukan prestasi kerja seorang karyawan dalam melakukan pekerjaannya menurut
tugasdan tanggung jawabnya.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja adalah penilaian
yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja
organisasi. Selain itu, juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara tepat,
memberikan tanggung jawab yang sesuai kepada karyawan sehingga dapat melaksanakan
pekerjaan yang lebih baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan
dalam hal promosi jabatan atau penentuan imbalan.

Evaluasi kinerja kemudian di definisikan oleh Society for Human Resource Management
yaitu “The process of evaluting how well employees perform their jobs when compared to a
set of standards, and then communicating that information to employees. ( Proses
mengevaluasi sejauh mana kinerja aparatur dalam bekerja ketika dibandingkan dengan
serangkaian standar, dan mengkomunikasikan informasi tersebut pada aparatur).” (Dalam
Wirawan 2009:12)

Berdasarkan definisi di atas, maka evaluasi kinerja merupakan suatu proses untuk mengetahui
sejauh mana kinerja aparatur bila dibandingan dengan serangakain standarisasi yang
dilakukan untuk bekerja sesuai komunikasi informasi yang telah diberikan oleh pimpinan.
Evaluasi kinerja dilakukan juga untuk menilai seberapa baik aparatur bekerja setelah
menerima informasi dan berkomunikasi dengan aparatur yang lain agar pekerjaan sesuai
dengan kemauan pimpinan dan kinerja para aparatur itu sendiri dapat terlihat secara baik oleh
pimpinan dan masyarakat selaku penilai.

I. Aspek- Aspek Yang di Nilai Dalam Evaluasi

41
1. Kualitas pekerjaan
Salah satu kriteria terpenting untuk menilai kinerja karyawan adalah kualitas kerja secara
keseluruhan. Seperti apa kinerja karyawan sehari-hari?

Kualitas kerja dapat mencakup aspek-aspek seperti kerja tim dan rincian tentang target
karyawan. Saat mengevaluasi kualitas pekerjaan, pikirkan baik gambaran besar maupun
detail kecil.

Berikan contoh dalam evaluasi seperti seberapa banyak target perusahaan yang telah dicapai
karyawan. Sertakan juga detail spesifik mengenai proyek di mana karyawan melakukannya
dengan baik atau kinerja yang membutuhkan perbaikan.

2. Tujuan dan Pencapaian Target

Kriteria untuk menilai kinerja karyawan harus mencakup elemen kuantitatif seperti tujuan
dan pencapaian target.

Sertakan angka pasti dalam evaluasi kinerja, tetapi juga pertimbangkan konteks seputar
angka-angka itu. Adakah faktor eksternal atau tidak terkendali yang mempengaruhi seberapa
besar target yang telah dicapai karyawan? Misalnya, perubahan dalam kebutuhan pelanggan
bisa menjadi alasan mengapa karyawan mendapatkan target yang tak sesuai.

3. Inisiatif dan Motivasi

Karyawan yang efektif perlu memotivasi dirinya sendiri untuk mengambil tindakan tanpa
perlu diberi tahu oleh manajer.

Jika karyawan membutuhkan motivasi eksternal untuk menyelesaikan tugas, manajer


mungkin akan menghabiskan terlalu banyak waktu untuk membantu karyawan
menyelesaikan pekerjaan mereka.

Karyawan dengan inisiatif dapat melihat apa yang perlu dilakukan dan menyelesaikan tugas
tanpa menunggu manajer menyenggolnya. Ketika karyawan tersebut kurang inisiatif dan
tidak termotivasi untuk menyelesaikan tugas, jelaskan bagaimana hal ini mempengaruhi
kinerja bisnis secara keseluruhan.

4. Kerja Tim dan Keterampilan Kepemimpinan

42
Dalam penilaian kinerja, bahas seberapa baik teamwork dan bagaimana karyawan tersebut
menunjukkan kepemimpinan. Apakah mereka pandai mengambil alih dan menjaga tim dan
mendorong anggota tim lain untuk sukses?

Seorang pemimpin yang baik dapat didekati oleh semua orang untuk mendiskusikan masalah
dan isu. Penting juga untuk menanamkan kepercayaan pada anggota tim. Saat manajer
menemukan karyawan yang mampu memimpin dan bekerja sama dalam tim, karyawan dapat
menjadi pemimpin di masa depan.

5. Kemampuan untuk Memecahkan Masalah

Terlepas dari jenis pekerjaan yang dimiliki karyawan, kemampuan untuk menyelesaikan
masalah secara efektif sangatlah penting.

Karyawan perlu mengetahui apa yang harus dilakukan dalam situasi sulit tanpa bertanya
kepada manajer atau karyawan senior.

Pastikan bahwa karyawan mendapatkan pelatihan untuk menyelesaikan masalah dalam


peranan mereka. Ingatlah bahwa karyawan perlu memiliki kepercayaan diri dan keterampilan
mereka sebelum mereka siap untuk menyelesaikan situasi sulit sendiri.

6. Keterampilan Komunikasi Tertulis dan Verbal

Komunikasi verbal melibatkan cara mendengarkan dan berbicara. Seberapa baik karyawan
mendengarkan arahan kepemimpinan dan menindaklanjutinya?

Mendengarkan dengan baik membantu karyawan untuk mempelajari tentang peran lain di
perusahaan dan bagaimana tugas mereka sesuai secara keseluruhan. Sedangkan komunikasi
tertulis sangat membantu jika perusahaan harus menyurati pihak lain di luar perusahaan dan
ketika karyawan menyusun sebuah laporan.

7. Penilaian Diri Kinerja

Berikan kesempatan kepada karyawan untuk mengevaluasi kinerja mereka sendiri dan
menyertakan detail ini dalam penilaian kinerja.Mereka mungkin akan memberikan wawasan
unik tentang kualitas pekerjaan dan kemampuan untuk mencapai target

Hal ini juga merupakan cara yang baik untuk memahami apa yang dilihat karyawan sebagai
kelemahan dan kekuatan mereka.

43
Contohnya, seorang karyawan mungkin merasa keterampilan kepemimpinan mereka kurang,
sementara seorang manajer mungkin percaya bahwa mereka cukup kuat. Mengetahui hal
seperti ini membangun kepercayaan pada karyawan.

J. Tujuan Evaluasi Kinerja

Evaluasi kinerja merupakan sistem formal yang digunakan untuk mengavaluasi kinerja
pegawai secara periodik yang ditentukan oleh organisasi, adapun tujuan dari evaluasi kinerja
menurut (Ivancevich, 1992) antara lain :

1. Pengembangan
Dapat digunakan untuk menentukan pegawai yang perlu dtraining danmembantu
evaluasi hasil training. Dan juga dapat membantupelaksanaan Conseling antara atasan
dan bawahan sehingga dapatdicapai usaha-usaha pemecahan masalah yang dihadapi
pegawai.
2. Pemberian Reward
Dapat digunnakan untuk proses penentuan kenaikan gaji, insentif dan promosi.
Berbagai organisasi juga menggunakan untukmembarhentikan pegawai.
3. Motivasi
Dapat digunakan untuk memotivasi pegawai, mengembangkan inisiatif, rasa
tanggungjawab sehingga mereka terdorong untukmeningkatkan kinerjanya.
4. Perencanaan SDM
Dapat bermanfaat bagi pengembangan keahlian dan keterampilan serta perencanaan
SDM.
5. Kompensasi
Dapat memberikan informasi yang digunakan untuk menentukan apa yang harus
diberikan kepada pegawai yang berkinerja tinggi atau rendah dan bagaimana prinsip
pemberian kompensasi yang adil.
6. Komunikasi
Evaluasi merupakan dasar untuk komunikasi yang berkelanjutan antara atasan dan
bawahan menyangkut kinerja pegawai. (dalam Darma 2009 :14)
Berdasarkan pendapat di atas, sistem evaluasi kinerja sebagaimana yang dikembangkan di
atas sangat membantu sebuah manajemen kerja baik instansi pemerintah maupun swasta
untuk memperbaiki kinerja pegawai yang kuarang maksimal, tujuan evaluasi kinerja ini untuk

44
membangun semangat kerja para pegawai dan mempertahankan kinerja yang baik dan
memperbaiki komuniasi kerja.

K.    Kegunaan Evaluasi Kinerja

Kegunaan dari evaluasi kinerja SDM menurut Mangkunegara (2005:11) adalah :

1. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk prestasi,


pemberhentian dan besarnya balas jasa
2. Untuk mengukur sejauh mana seorang karyawan dapat menyelesaikan pekerjaannya
3. Sebagai dasar mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam perusahaan
4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja,
metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan pengawasan
5. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang ada
di dalam organisasi
6. Sebagai kriteria menentukan, seleksi, dan penempatan karyawan
7. Sebagai alat memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan
8. Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas (job
description)

Sedangkan Payaman Simanjuntak (2005) menyatakan bahwa manfaat evaluasi kinerja (EK)
adalah sebagai berikut :

1. Peningkatan Kinerja. Terutama bila hasil EK menunjukkan kinerja seseorang rendah


atau dibawah standar yang telah ditetapkan, maka  orang yang bersangkutan dan
atasannya akan segera membuat segala upaya untuk  meningkatkan kinerja tersebut,
misalnya dengan bekerja lebih keras dan tekun. Untuk itu, setiap pekerja perlu
menyadari dan memiliki :
2. Kemampuan tertentu sebagai dasar untuk mengembangkan diri lebih  lanjut ;
3. Keinginan untuk terus belajar dan meningkatkan kemampuan kerja
4. Sikap tertarik pada pekerjaan dan etos kerja yang tinggi ;
5. Keyakinan untuk berhasil.
6. Pengembangan SDM. EK sekaligus mengidenfikasi kekuatan dan kelemahan setiap
individu, serta potensi yang dimilikinya. Dengan demikian manajemen dan individu
dimaksud dapat mengoptimalkan pemanfaatan keunggulan dan potensi individu yang

45
bersangkutan, serta mengatasi dan mengkompensasi kelemahan -  kelemahannya
melalui program pelatihan. Manajemen dan individu, baik untuk memenuhi
kebutuhan perusahaan atau organisasi, maupun dalam rangka  pengembangan karier
mereka masing-masing.
7. Pemberian Kompensasi. Melalui EK individu,dapat diketahui siapa yang memberikan
kontribusi kecil dalam pencapaian hasil akhir  organisasi atau perusahaan. Pemberian
imbalan atau kompensasi yang adil haruslah didasarkan kepada kinerja atau kontribusi
setiap orang kepada perusahaan. Pekerja yang menampilkan EK yang tinggi patut
diberi kompensasi,  antara lain berupa: pemberian penghargaan dan atau uang ;
pemberian bonus yang lebih besar daripada pekerja lain, dan atau percepatan kenaikan
pangkat dan gaji.
8. Program Peningkatan Produktivitas. Dengan mengetahui kinerja masing-masing
individu, kekuatan dan kelemahan masing-masing serta potensi yang mereka miliki
manajemen dapat menyusun program peningkatan produktivitas perusahaan.
9. Program Kepegawaian. Hasil EK sangat bermanfaat untuk menyusun program-
program kepegawaian, termasuk promosi, rotasi dan mutasi, serta perencanaan karier
pegawai.
10. Menghindari Perlakuan Diskriminasi. EK dapat menghindari perlakuan diskriminasi
dan kolusi, karena setiap tindakan kepegawaian akan didasarkan  kepada kriteria
obyektif, yaitu hasil evaluasi kinerja.

L.     Elemen Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja yang baik adalah yang mampu untuk menciptakan gambaran yang tepat
mengenai kinerja pegawai yang dinilai. Penilaian tidak hanya ditujukan untuk menilai dan
memperbaiki kinerja yang buruk, namun juga untuk mendorong para pegawai untuk bekerja
lebih baik lagi. Berkaitan dengan hal ini, penilaian kinerja membutuhkan standar pengukuran,
cara penilaian dan analisa data hasil pengukuran, serta tindak lanjut atas hasil pengukuran.
Elemen-elemen utama dalam sistem penilaian kinerja Werther dan Davis (1996:344) adalah:

1.      Performance Standard

Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam menyusun standar penilaian kinerja yang baik
dan benar yaitu

46
a)      Validity adalah keabsahan standar tersebut sesuai dengan jenis pekerjaan yang
dinilai. Keabsahan yang dimaksud di sini adalah standar tersebut memang benar-benar
sesuai atau relevan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai tersebut.

b)      Agreement berarti persetujuan, yaitu standar penilaian tersebut disetujui dan
diterima oleh semua pegawai yang akan mendapat penilaian. Ini berkaitan dengan prinsip
validity di atas.

c)       Realism berarti standar penilaian tersebut bersifat realistis, dapat dicapai oleh para
pegawai dan sesuai dengan kemampuan pegawai.

d)     Objectivity berarti standar tersebut bersifat obyektif, yaitu adil, mampu
mencerminkan keadaan yang sebenarnya tanpa menambah atau mengurangi kenyataan
dan sulit untuk dipengaruhi oleh bias -bias penilai

2.       Kriteria Manajemen Kinerja

Kriteria penilaian kinerja dapat dilihat melalui beberapa dimensi, yaitu

1)      Kegunaan fungsional (functional utility),  bersifat krusial, karena hasil penilaian
kinerja dapat digunakan untuk melakukan seleksi, kompensasi, dan pengembangan
pegawai, maka hasil penilaian kinerja harus valid, adil, dan berguna sehingga dapat
diterima oleh pengambil keputusan.

2)      Valid (validity) atau mengukur apa yang sebenarnya hendak diukur dari penilaian
kinerja tersebut.

3)      Bersifat empiris (empirical base), bukan berdasarkan perasaan semata.

4)      Sensitivitas kriteria. Kriteria itu menunjukkan hasil yang relevan saja, yaitu kinerja,
bukan hal-hal lainnya yang tidak berhubungan dengan kinerja.

5)      Sistematika kriteria (systematic development),. Hal ini tergantung dari kebutuhan
organisasi dan lingkungan organisasi. Kriteria yang sistematis tidak selalu baik.
Organisasi yang berada pada lingkungan yang cepat berubah mungkin justru lebih baik
menggunakan kriteria yang kurang sistematis untuk cepat menyesuaikan diri dan begitu
juga sebaliknya.

47
6)      Kelayakan hukum (legal appropriateness) yaitu kriteria itu harus sesuai dengan
hukum yang berlaku.

Dimensi-dimensi ini digunakan dalam penentuan jenis-jenis kriteria penilaian kinerja.


Adapun kriteria-kriteria tersebut adalah sebagai berikut :

o   People-based criteria dibuat berdasarkan dimensi kegunaan fungsional sehingga


banyak digunakan untuk selection dan penentuan kompensasi. Kriteria ini dibuat
penilaian terhadap kemampuan pribadi, seperti pengalaman, kemampuan intelektual, dan
keterampilan.

o   Product-based criteria biasanya dianggap lebih baik daripada people -based criteria.
Kriteria ini didasarkan atas tujuan atau jenis output yang ingin dicapai.

o   Behaviour-based criteria mempunyai banyak aspek, bisa dari segi hukum, etika,
normatif, atau teknis. Kriteria ini dibuat berdasarkan perilaku-perilaku yang diharapkan
sesuai dengan aspek-aspek tersebut.

3.      Pengukuran Kinerja (Performance Measures)

Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan sistem penilaian (rating) yang
relevan. Rating tersebut harus mudah digunakan sesuai dengan yang akan diukur, dan
mencerminkan hal-hal yang memang menentukan kinerja Werther dan Davis (1996:346).
Pengukuran kinerja dapat bersifat subyektif atau obyektif . Jenis-jenis penilaian adalah
sebagai berikut :

1)      Penilaian hanya oleh atasan

a.       cepat dan langsung

b.      dapat mengarah ke distorsi karena pertimbangan-pertimbangan pribadi.

2)      Penilaian oleh kelompok lini : atasan dan atasannya lagi bersama –sama
membahas kinerja dari bawahannya yang dinilai.

48
a.       obyektifitas lebih lebih akurat dibandingkan kalau hanya oleh atasannya
sendiri.

b.      Individu yang dinilai tinggi dapat mendominasi penilaian.

3)      Penilaian oleh kelompok staf : atasan meminta satu atau lebih individu untuk
bermusyawarah dengannya; atasan langsung yang membuat keputusan akhir.

4)      Penilaian melalui keputusan  komite :  sama seperti pada pola sebelumnya
kecuali bahwa manajer yang bertanggung jawab tidak lagi mengambil keputusan
akhir; hasil didasarkan pada pilihan mayoritas.

5)      Penilaian berdasarkan peninjauan lapangan : sama sepeti kelompok staf , namun
melibatkan wakil dari pimpinan pengembangan atau departemen SDM yang bertindak
sebagai peninjau independen

6)      Penilaian yang dilakukan oleh bawahan dan sejawat.

4.      Tantangan dalam Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi. Apapun bentuk atau metode penilaian yang
dilakukan oleh pihak manajemen harus adil, realistis, valid, dan relevan dengan jenis
pekerjaan yang akan dinilai karena penilaian kinerja ini tidak hanya berkaitan dengan
masalah prestasi semata, namun juga menyangkut masalah gaji, hubungan kerja,
promosi/demosi, dan penempatan pegawai. Adapun bias-bias yang sering muncul menurut
Werther dan Davis (1996:348) adalah:

a)      Hallo Effect, terjadi karena penilai menyukai atau tidak menyukai sifat pegawai
yang dinilainya. Oleh karena itu, pegawai yang disukai oleh penilai cenderung akan
memperoleh nilai positif pada semua aspek penilaian, dan begitu pula sebaliknya, seorang
pegawai yang tidak disukai akan mendapatkan nilai negatif pada semua aspek penilaian;

b)      Liniency and Severity Effect. Liniency effectialah penilai cenderung beranggapan
bahwa mereka harus berlaku baik terhadap pegawai, sehingga mereka cenderung
memberi nilai yang baik terhadap semua aspek penilaian. Sedangkan severity effect ialah

49
penilai cenderung mempunyai falsafah dan pandangan yang sebaliknya terhadap pegawai
sehingga cenderung akan memberikan nilai yang buruk;

c)      Central tendency,yaitu penilai tidak ingin menilai terlalu tinggi dan juga tidak
terlalu rendah kepada bawahannya (selalu berada di tengah-tengah). Toleransi penilai
yang terlalu berlebihan tersebut menjadikan penilai cenderung memberikan penilaian
dengan nilai yang rata-rata.

d)     Assimilation and differential effect.

Assimilation effect,yaitu penilai cenderung menyukai pegawai yang mempunyai ciri-ciri


atau sifat seperti mereka, sehingga akan memberikan nilai yang lebih baik dibandingkan
dengan pegawai yang tidak memiliki kesamaan sifat dan ciri-ciri dengannya. Sedangkan
differential effect,yaitu penilai cenderung menyukai pegawai yang memiliki sifat-sifat
atau ciri-ciri yang tidak ada pada dirinya, tapi sifat-sifat itulah yang mereka inginkan,
sehingga penilai akan memberinya nilai yang lebih baik dibanding yang lainnya;

e)      First impression error,yaitu penilai yang mengambil kesimpulan tentang pegawai
berdasarkan kontak pertama mereka dan cenderung akan membawa kesan-kesan ini
dalam penilaiannya hingga jangka waktu yang lama;

f)       Recency effect,penilai cenderung memberikan nilai atas dasar perilaku yang baru
saja mereka saksikan, dan melupakan perilaku yang lalu selama suatu jangka waktu
tertentu.

50
M. Studi Kasus

a. Audit atas Pelatihan Karyawan di PT INDOJEWEL

PT Indojewel merupakan perusahaan yang bergerak di bidang produksi yang berpusat pada
produk perhiasan berbahan dasar mutiara dan emas. dirikannya perusahaan ini memiliki
tujuan untuk membudidayakan mutiara dan emas. Perusahaan menginvestasikan anggarannya
untuk menerapkan teknologi maju dalam memproduksi perhiasan sebesar Rp 1,75 Triliun
(investasi peranti keras) dan Rp 500 Milyar (Investasi penati lunak yang termasuk sistem
informasi).

Berikut ini adalah Susunan Direksi PT Indojewel Palembang tahun 2008 dengan pimpinan
Direktur Utama PT Indojewel adalah Tn. Kevin Suparno, Direktur Akuntansi dan Keuangan
oleh Tn. Cecep Mulyadi, Direktur Produksi oleh Tn. Steve Handayana, dan Manajer SDM
oleh Tn. Syam Nugroho.

Hasil laporan audit manajemen ini dilakukan untuk menurunkan tingkat kegagalan produksi
yang disebabkan oleh kurang terampilnya karyawan dalam mengoperasikan mesin baru, dan
meningkatkan keterampilan karyawan dalam mengoperasikan mesin baru melalui program
pelatihan karyawan PT Indojewel. Hasil audit ini hanya mencakup bidang personalia saja
yang tujuannya untuk menilai keekonomisan, efisiensi dan efektivitas atas keterampilan
karyawan dalam mengoperasikan mesin baru. Tujuan dilakukannya program pelatihan
karyawan yaitu untuk meningkatkan keterampilan dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya.

Selain itu, dalam program pelatihan kayawan tersebut memiliki kelemahan dalam melakukan
pelaksanaannya yaitu: rencana pelatihan karyawan tidak dilakukan secara periodik; biaya
program pelatihan karyawan kurang memadai dapat dilihat hanya dianggarkan  sebesar
0.25% selama satu tahun dari laba bersih setelah pajak tahun sebelumnya; Tidak adanya
catatan atau dokumen yang dapat dipertanggungjawabkan atas penilaian hasil pelatihan yang
telah dilakukan. Hal ini dilakukan untuk melakukan evaluasi atas peningkatan kualitas
produk yang dihasilkan oleh karyawan; dan waktu pelatihan yang diberikan sangat singkat.

Selain itu, kondisi perusahaan mengalami penurunan produk gagal yang kurang signifikan.
Pada tahun 2008 menunjukkan sebesar 18% dan pada tahun 2007 menunjukkan sebesar 20%.
Ini artinya hanya mengalami penurunan kegagalan produk sebesar 2% selama satu tahun.

51
Berdasarkan informasi yang diberikan oleh perusahaan, total biaya kegagalan produk sebesar
Rp 825,25 Juta. buruknya kualitas produk yang dihasilkan menyebabkan banyak pelanggan
yang melakukan pengembalian produk sebesar 7,5% dari total penjualan.

Penyebab dari lemahnya program pelatihan ini diantaranya adalah tidak memadainya
anggaran pengelolaan pelatihan karyawan. Dapat dilihat dari data di atas, perusahaan hanya
menganggarkan sebesar 0,25% ; ketidaktuntasan program pengelolaan pelatihan karyawan
hingga tahap akhir yang mengarah pada ketidaksempurnaan keterampilan dan kemahiran
karyawan dalam mengoperasikan mesin baru, akibatnya karyawan tidak mahir dan terampil
untuk mengoperasikan mesin di lapangan sesuai standar manual pelatihan yang di berikan;
Dalam pelatihan terdapat waktu jeda yang cukup lama untuk mengidentifikasikan topik
pelatihan yang dibutuhkan karena tidak disusun secara periodik; buruknya pencantuman
pendokumentasian di dalam hasil penelitian karyawan, sehingga tidak adanya informasi
sebagai umpan balik dalam peningkatan kualitas produk yang dihasilkan atas pelatihan
keterampilan karyawan; Banyak kegagalan produk dan pemborosan dalam proses produksi
sehingga volume atau output produksi menjadi lebih kecil yang mengarah pada kenaikan
harga pokok produksi tanpa peningkatan kualitas terhadap produk yang dihasilkan; Adanya
benchmarking (patokan) atas persentase kegagalan produk selama proses produksi pada
industri yang sama yang lebih berhasil.

Hal ini, yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk peningkatan SDM atas program
keterampilan karyawan ini yaitu harus didukung anggaran yang memadai dan disetujui oleh
Direktur Akuntansi dan Keuangan; Rencana pelatihan dan pengembangan karyawan harus
disusun secara periodik bersama dengan penyusunan anggaran perusahaan; dan Pelaksanaan
progam pelatihan penggunaan mesin harus tuntas diselesaikan hingga tahap akhir.

Keterampilan karyawan dalam menggunakan mesin baru sangat penting untuk dilakukan.
Semakin bagus keterampilan suatu karyawan, maka kualitas produk yang dihasilkannya pun
akan semakin bagus. Hal tersebut akan berdampak pada kenaikan produksi, terhindar dari
kegagalan produk, dan jumlah pelanggan yang mengembalikan produk akan menurun.

Hasil audit yang dilakukan oleh Tn. Kris Palguna ini menemukan beberapa kelemahan yang
harus menjadi perhatian manajemen perusahaan di masa yang akan datang. Kelemahan ini
diantaranya adalah kelemahan yang terjadi atas ketidaktuntasannya program pelatihan
karyawan atas pengoperasian mesin baru karena kurang memadainya anggaran yang

52
diberikan dan kelemahan atas kurangnya evaluasi program pelatihan karyawan untuk
meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan.

Berdasarkan kelemahan yang terjadi pada PT Indojewel, maka diberikan rekomendasi


sebagai koreksi atas langkah perbaikan yang bisa diambil manajemen untuk memperbaiki
kelemahan tersebut. Diantaranya adalah:

1)      Perusahaan harus memberikan anggaran yang memadai untuk program pelatihan
karyawan agar program pelatihan tersebut terlaksana hingga tuntas sehingga dapat
meningkatkan keterampilan karyawan atas pengoperasian mesin baru sesuai dengan yang
diharapkan oleh perusahaan.

2)      Rencana pelatihan dan pengembangan karyawan harus disusun secara periodik bersama
dengan penyusunan anggaran perusahaan.

3)      Laporan biaya kualitas harus terdokumentasi sebagai umpan balik atas peningkatan
kualitas dan produk yang dihasilkan supaya terjadi penurunan yang signifikan atas kegagalan
produk dan pengembalian produk oleh pelanggan.

Berdasarkan hasil laporan tersebut, pejabat yang bertanggungjawab adalah Manajer SDM,
Direktur Produksi, dan Direktur Akuntansi dan Keuangan. 

b. Evaluasi Kinerja Perusahaan di PT. Unilever

Dalam rangka meningkatkan produktifitas perusahaan dan memuaskan pelanggan, maka


kinerja karyawan perlu mendapat perhatian dari masyarakat, pemerintah maupun swasta[1].
Adanya persaingan global dalam kebebasan perdagangan membuat sebagian besar
perusahaan harus ikut berjuang untuk tetap dapat melakukan operasional perusahaannya atau
bahkan untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Tentu saja hal ini juga memerlukan
bantuan dan dukungan yang besar dari para karyawannya karena bagaimanapun juga
karyawan perusahaanlah yang merupakan aspek pokok dalam pelaksanaan sebuah
perusahaan [2].

Unilever (dan juga perusahaan – perusahaan lainnya di Indonesia) masih belum memiliki
penilaian kinerja yang terintegrasi. Yang ada baru performance apprasial saja.
Sistem performance management yang baik seharusnya memiliki performance planning,
coaching,  saat proses berlangsung, serta performance review. Kondisi tersebut sulit dicapai
di Indonesia karena budaya di negeri ini kurang akrab dan adanya aspek kesetaraan atasan –

53
bawahan. Padahal, performance management  yang terintegratif dapat berlangsung di luar
negeri karena adanya aspek kesetaraan antara atasan dan bawahan, sehingga mereka dapat
berinteraksi dalam menentukan target yang harus dicapai. Di Unilever, aspek tawar –
menawar target baru berlaku di level direktur. Belum berlaku untuk kepala departemen ke
bawah. Jadi, performance planning yang efektif memang belum berjalan.

Dengan adanya suatu hasil observasi ini yang dapat mengevaluasi kinerja karyawan tersebut,
diharapkan perusahaan, khususnya PT unilever ini dapat mengantisipasi dan mengadakan
pencegahan terhadap beberapa factor tersebut sehingga dapat menanggulangi kinerja buruk
yang dapat terjadi pada karyawan mereka sewaktu-waktu. Hal ini diterapkan guna
mendapatkan hasil pecapaian produksi perusahaan yang maksimal tanpa mengabaikan
kepentingan para karyawannya.

Solusi pemecahan masalah

Jumlah karyawan yang bekerja di PT Unilever Indonesia secara keseluruhan pada tanggal 31
Desember 2013 ini adalah mencapai 6.719 karyawan. Hal ini naik dari tahun 2012 yang
berjumlah 6.447 karyawan[3]. Hal ini tentu saja bukan jumlah yang sedikit dalam ukuran
sebuah perusahaan. Jumlah karyawan yang banyak ini tentu saja membutuhkan perhatian
ekstra dari perusahaan Unilever tersebut dalam mengembangkan dan melatih para SDMnya.

Di Unilever, kesempatan untuk memperoleh posisi yang lebih baik dengan gaji yang lebih
baik akan sangat tergantung pada performa kerja masing – masing karyawan. Unilever
memiliki sistem reward yang sangat fair. Ini bercermin dari sistem reward yang diberikan
kepada orang – orang yang memberikan kontribusi terbaiknya bagi perusahaan. Sementara
orang yang underperformed (low-performer) akan memperoleh reward yang juga rendah.
Sistem ini membuat setiap manajer di Unilever berusaha memberikan performa terbaiknya
untuk mencapai target perusahaan.

Proses performance management di Unilever berawal dari rapat Senior Group Directors


(SGD). Dalam rapat ini dibahas proyeksi kinerja selama setahun ke depan, ditambah key
performance indicator (KPI)-nya. Hasilnya akan dibawa ke perusahaan masing – masing,
yang selanjutnya diturunkan lagi ke kepala divisi, selanjutnya ke kepala dan terakhir ke
manajer. Kepada para kepala divisi ini, kepala departemen dan manajer akan diberikan
individual performance plan yang harus dicapai plus KPI-nya. Tak hanya diberi target,
karyawan juga rutin diberi coaching dan konseling antara atasan dan bawahan. Setelah

54
memasuki masa penilaian, karyawan bersangkutan bisa menyanggah hasil penilaian atasan
jika dirasa tidak sesuai. Semua hal tersebut memiliki form yang lengkap dan tersusun rapi.

Rekrutmen merupakan perjalanan awal karier. Setelah calon pemimpin (Future Leaders)  di
Unilever ini direkrut, maka akan menjalani Unilever Development Program. Keberanian
Unilever untuk menetapkan entry salary yang tinggi juga membuat Unilever dipilih dalam
hal sistem remunerasi. Sistem remunerasi perusahaan ini juga dinilai sangat atraktif dan
kompetitif, dan mampu memacu karyawan untuk maju dan berkembang.

Untuk pengembangan profesionalisme, Unilever memiliki learning programme yang


komprehensif serta terus memupuk learning culture di perusahaan yang mendorong orang
untuk dapat belajar berbagai hal di setiap kesempatan, baik melalui sesi-sesi resmi maupun
tidak resmi dimana karyawan dapat saling sharing pengetahuan, pengalaman, kisah sukses
maupun kegagalan untuk pembelajaran rekan-rekannya. Untuk mendorong work-life balance,
Unilever menyediakan berbagai sarana seperti fasilitas gym, klub olahraga untuk
karyawan, nursery room, daycare centre menjelang Lebaran, aktivitas rohani dan social, dan
lain-lain.

Dengan mendorong karyawan untuk terus menerus mengembangkan diri serta


mempertahankan work-life balance, perusahaan dapat mengembangkan dan mempertahankan
SDM-SDM yang handal dan berkualitas, yang berperan utama dalam pengembangan bisnis.
Setiap tahun manajemen Unilever Indonesia menargetkan pertumbuhan bisnis di Indonesia,
yang disesuaikan dengan target yang ingin dicapai oleh Unilever secara global.

Dalam mengatasi permasalahan SDM dalam bidang pelatihan ini perusahaan unilever secara
umum telah menyiapkan modul training yang berjumlah 2.188 modul yang telah dinaikan
dari tahun sebelumnya yang berjumlah 2.046 buah modul. Selain itu dari segi peningkatan
jumlah pelatih internal juga naik dari 1.416 pelatih menjadi 1.575 pelatih. Dan peningkatan
jumlah aktivitas training mencapai 12,705 training[4].

Program pelatihan tersebut meliputi program pelatihan general skills, leadership skills,


professional skills, dan sharing session[5]. Dari masing-masing program pelatihan tersebut
masih memuat beberapa program didalamnya secara mendetail dan khusus untuk
membimbing dan melatih para karyawan untuk dapat mengembangkan keahlian dan untuk
menyemangati para karyawan agar lebih termotivasi kembali didalam melakukan
pekerjaannya. Perusahaan ini juga menggunakan lebih banyak media yang bersifat interaktif

55
seperti Facebook, Twitter, dan Safety Portal di intranet Unilever Indonesia guna menjalin
dialog dua-arah tentang berbagai masalah berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerja.
Hal ini dilakukan oleh PT unilever guna menjaga keselamatan dan kesehatan para
karyawannya yang dianggap paling penting.

General skills atau keahlian umum ini meliputi berbagai pelatihan keahlian secara umum
yang diajarkan kepada para karyawan perusahaan PT. Unilever. Selain itu general skill ini
juga digunakan untuk melatih danmemberikan training kepada seluruh karyawan perusahaan
PT unilever Indonesia dalam mempraktekan keahlian umum mereka yang berkaitan dengan
pekerjaan di perusahaan ini.

Leadership skills atau yang sering disebut-sebut sebagai keahlian atau kemampuan


kepemimpinan. Keahlian ini juga diajarkan dan dilatih oleh perusahaan PT unilever kepada
para karyawannya agar memiliki tanggung jawab dan sikap sebagai seorang pemmpin
sehingga dapat ikut mengarahkan dan mengoperasikan perusahaan sebagai layaknya
pemimpin dalam masing-masing bidang pekerjaan mereka dalam perusahaan ini tanpa harus
menunggu perintah dan bergantung dengan orang lain.

Professional skills merupakan kemampuan individu yang menunjukan kemampuan


profesionalnya dalam melaksanakan tanggung jawab pekerjaannya didalam perusahaan PT
unilever. Perusahaan memberikan pelatihan ini agar seluruh karyawan perusahaan PT
unilever dapat bekerja dan bertindak secara professional didalam menjalankan bidang
pekerjaannya.

Sharing session merupakan waktu dimana para karyawan akan dikumpulkan dan berbagi
mengenai keluh kesah yang terjadi dikalangan pegawai yang berkaitan dengan pekerjaan
mereka di perusahaan. Selain itu, para pemimpin atau psikolog perusahaan juga dapat
memberikan motivasi dan penyemangat mereka pada sesi ini untuk ikut membangkitkan
gairah serta semagat para karyawan dalam bekerja. Hal ini tentu saja penting untuk dilakukan
mengingat semangat dan motivasi merupakan hal pokok yang menjadi dasar seseorang untuk
melakukan suatu pekerjaan.

Dengan adanya pelatihan atau training tersebut maka perusahaan telah ikut serta dalam
mengembangkan karir para karyawannya baik secara langsung maupun tidak
langsungmelalui program pelatihan dan pendidikan tersebut. Hal ini tentu saja akan
menambah keahlian dan dapat membuka kesempatan berkarir yang lebih tinggi bagi para

56
karyawannya. Sehingga hal ini perlu dilakukan oleh berbagai perusahaan yang ingin
meningkatkan mutu sumber daya manusiannya demi kemajuan perusahaan juga.

Dalam bidang atau masalah keselamatan dan kesehatan, perusahaan ini memiliki misi
tersendiri untuk menjadi perusahaan dengan tingkat kecelakaan nol. Jadi perusahaan ini tak
kenal kompromi dalam mendukung dan memfasilitasi kesehatan dan karyawan di seluruh
operasional perusahaan dengan cara memupuk budaya perilaku aman dikalangan karyawan
dan mitra usaha. Semakin berkembangnya perusahaan ini maka resiko kecelakaan kerja juga
akan meningkat. Oleh karena itu, kesadaran akan keselamatan kerja menjadi semakin penting
dalam aktivitas bisnis dalam kegiatan sehari-hari perusahaan. Selama tiga tahun terakhir,
melalui kampanye keselamatan ‘From zero to Hero’ perusahaan ini telah meningkatkan
kesadaran karyawan dalam menjaga keselamatan diri sendiri maupun orang-orang lain di
sekitar mereka.

Pada 2013, perusahaan unilever ini meluncurkan BESAFE[6] (Behaviour-Based-Safety),


sebuah program yang berfokus untuk menanamkan perilaku aman/ safety behavior dalam diri
karyawan. Jadi pada intinya, program ini, yang mengacu pada program Behavioural Safety
Excellence, yang mengharuskan seluruh karyawan perusahaan untuk mengetahui risiko
pekerjaan mereka; dan untuk selalu berperilaku aman untuk menghindari risiko atau bahaya,
baik untuk diri mereka sendiri maupun orang-orang lain di sekitar mereka. Program BESAFE
meliputi pelatihan bagi semua orang mulai dari pekerja pabrik hingga jajaran Direksi.

57
KESIMPULAN

Audit SDM pada dasarnya adalah untuk memastikan bahwa pengelolaan SDM yang
dilakukan telah sesuai dengan strategi perusahaan. Evaluasi SDM didefinisikan sebagai
“pengumpulan informasi secara deskriptif sistematis dan berbeda-beda, untuk membuat
keputusan pengembangan yang efektif terkait dengan seleksi, adopsi, nilai, dan modifikasi
berbagai kegiatan pembelajaran”. Audit SDM pada dasarnya adalah untuk memastikan
bahwa pengelolaan SDM yang dilakukan telah sesuai dengan strategi perusahaan. Sedangkan
tujuan evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja organisasi
melalui peningkatan kinerja dari SDM organisasi. Keduanya juga memiliki tahapan, jenis,
dan juga manfaat. Audit dan evaluasi ini sama-sama memiliki peran penting di sebuah
perusahaan agar kedepannya perusahaan akan terus maju dan bertahan lama.

58
DAFTAR PUSTAKA

Siagian, Sondang P. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT.


Bumi Aksara

Subekhi, Akhmad ; Jauhar, Mohammad. (2012). Manajemen Sumber Daya


Manusia. Jakarta : Prestasi Pustakaraya

Sodikin, Dickdick; Djaka Permana ; Suhenda Adia. (2017). _Manajemen


Sumber Daya Manusia_ . Jakarta: Salemba Empat

Irwansyah dan Maya Sari Dewi. (2010) _Manajemen Sumber Daya Manusia_.
Banjarmasin

Ida Ayu Desriwulandari. “Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial


Dalam Perkara Demosi Karyawan Kontrak PT. DEWATA SEMINYAK (Studi Kasus
Putusan Nomor. 03/Pdt.Sus-PHI/2016/PN DPS)”. Diakses pada tanggal 23 Maret 2023
dari https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://ojs.unud.ac.id/
index.php/kerthasemaya/article/download/38580/23413&ved=2ahUKEwiu9Yb6yoD-
AhWw7TgGHZ4mAR8QFnoECAkQAQ&usg=AOvVaw2VVo0emH5b__c4TeK_Iljr

Arens, A. A., Elder, R. J., & Beasley, M. S. (2012). Auditing and assurance services: An
integrated approach (14th ed.). Pearson.

Mulyadi. (2012). Auditing: Pendekatan terintegrasi. Salemba Empat.

Mardiasmo. (2019). Akuntansi Sektor Publik. Andi.

Standar Profesional Akuntan Publik tentang Audit Internal. Ikatan Akuntan Indonesia.

Kusuma, A. N. (2016). Audit Forensik. Penerbit Salemba Empat.

Institute of Internal Auditors Indonesia. (2022). Standar Profesional Praktik Audit


Internal.

59
International Auditing and Assurance Standards Board. (2016). International
Standards on Auditing.

Refika, A. (2007) Anwar Prabu Mangkunegara, Evaluasi Kinerja SDM.

Dansite Wordpress. (2009) Penilaian Kerja Karyawan

Dokumen.Tips (2016) Studi Kasus Audit

Sari, Lia. Analisis Common Size untuk Penilaian Kinerja Keuangan PT. Unilever


Indonesia Tahun 2003-2012. Ilmiah volume VI No.I, 2013. ISSN: 1979-0759.

Kusumaningrum, R. (2018). STRATEGI RETENSI KARYAWAN DALAM PENURUNAN


ANGKA TURNOVER Doedyk Setiyawan , Abstrak. 2, 5–8.
Suka, S. G. (2022). Hubungan Retensi Karyawan , Komitmen Organisasi dan Turnover.
4(2), 12–23.
Nasir, Adam, Rahmawati, Arfin, Mujiati, & Rahmiatin, T. (2020). Manajemen Sumber
Daya Manusia, Pengadaan dan Retensi SDM di Perguruan Tinggi Swasta. Alfebata.
Riadi, M. (2018). Pengertian, Jenis, Penyebab dan Perhitungan Turnover Karyawan.
Kajian Pustaka. https://www.kajianpustaka.com/2018/02/pengertian-jenis-penyebab-
dan-perhitungan-turnover.html#:~:text=Turnover atau pergantian adalah
keinginan,mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.
Rivai, V., & Dkk. (2014). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan.
Sopiah, & Sangadji, E. M. (2018). Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. CV
Andi Offset.
Vinmo. (2022). Mengenal Retensi Karyawan dan Employee Turnover.
https://blog.vinmo.co.id/hr/employee-retention-employee-turnover/
Mobley,W. H. 1986. Pergantian Karyawan: Sebab, Akibat Dan Pengendaliannya.
Terjemah.Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo
Mowday, R.T., L.W. Porter and R.M Steers, 1982. Employee Orgabization Linkages: The
Psychology of Commitment Absenteism and Turnover. New York: Academic Press
Jurnal Bisnis dan Pembangunan, Edisi Juli-Desember 2021 Vol 10, No. 2, ISSN 2541-1403,
E-ISSN 2541-187X
Cohen, W.M., and Levinthal, D.A. 1990. “Absorptive Capacity: A New
Perspective on Learning and Innovation. “Administrative Science Quarterly, Vol.35,
p.128-152.
Daghfous, A., 2004. “Absorptive Capacity and Implementation of Knowledge-
Intensive Best Practice. “SAM Advanced Management Journal, Vol. 69, No.2, p.21-
27.
Darudiato, Suparto dkk. (2013). Knowledge Management: Konsep dan Metodologi.
Jurnal ULTIMA InfoSys, Vol. IV, No. 1
60
Dewiyana, Himma. 2006. Kompetensi dan Kurikulum Perpustakaan: Paradigma
Baru dan Dunia Kerja di Era Globalisasi Informasi. Jurnal Studi Perpustakaan dan
Informasi, Vol.2, No.1.
Jansen, J.J.P., Bosch V.D, Bosch, F.A.J., and Volberda, H.W., 2005. “Managing
Potential and Realized Absorptive Capacity: How do Organizational Antecedents
matter?” Academy of Management Journal, Vol. 48,p. 999-1015.
Lidya Novita. (2012, Desember 18). Contoh kasus penerapan knowledge management.
Blogspot.com; https://lidyanovitas.blogspot.com/2012/12/contoh-kasus-penerapan-
knowledge.html
Minbaeva, D., Pedersen, T., Bjorkman, I., Fey, C.F., and Park, H.J., 2003. “MNC
Knowledge Transfer, Subsidiary Absorptive Capacity, and HRM.” Journal of
International Business Studies, Vol.34,p.586-99
Muchlisin Riadi. (2020, September 3). Knowledge Management (Pengertian, Fungsi,
Komponen, Jenis, Level dan Siklus). Kajianpustaka.com; Blogger.
https://www.kajianpustaka.com/2020/09/Knowledge-Management.html
Ninik, P. 2011. Iklim Organisasi, Organizational Citizenship Behavior dan Trust
Sebagai Prediktor Perilaku Knowledge Sharing.
Nonaka, I., and Takeuchi, H, 1995. The Knowledge-Creating Company, Oxford
University Press, New York
Probosari, Ninik dkk. (2017). MANAJEMEN PEGETAHUAN: Pendekatan Konsep dan
Aplikasi Riset. Studocu.com; https://www.studocu.com/id/document/universitas-
pembangunan-nasional-veteran-yogyakarta/manajemen/e-book-manajemen-
pengetahuan/31542715
Siti Nazlifah. (2014, December 28). Penerapan Knowledge Management pada PT
Pertamina (Persero) Halaman 1 - Kompasiana.com. KOMPASIANA;
Kompasiana.com.
https://www.kompasiana.com/nazlifahsiti/54f91baea33311ac048b45e4/penerapan-
knowledge-management-pada-pt-pertamina-persero
Zahra, S.A and George, G., 2002.”Absorptive Capacity: A Review,
Reconceptualization, and Extension.” Academy of Management Review,
Vol.27.p.185-203

61

Anda mungkin juga menyukai