1. Perencanaan SDM
A. Pengertian
Perencanaan SDM adalah proses mengantisipasi dan membuat ketentuan (persyaratan) untuk
mengatur arus gerakan tenaga kerja ke dalam, di dalam, dan ke luar organisasi, Arthur W
Sherman dan Goerge W Bohlander, dalam Hadari Nawawi, 1997:137. Sementara menurut G
Steiner, dikatakan bahwa perencanaan SDM merupakan perencanaan yang bertujuan untuk
mempertahankan dan meningkatkan kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan, melalui
strategi pengembangan kontribusi pekerjanya di masa depan. Dari ke dua definisi yang disebut di
atas, sementara dapat disimpulkan bahwa perencanaan SDM merupakan serangkaian kegiatan
yang berkaitan dengan upaya merencanakan dalam mengantisipasi masa depan. Perencanaan
SDM sebagai suatu kegiatan merupakan proses bagaimana memenuhi kebutuhan tenaga kerja
saat ini dan masa datang bagi sebuah organisasi. Dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja saat
ini, maka proses perencanaan SDM berarti usaha untuk mengisi/menutup kekurangan tenaga
kerja baik secara kuantitas maupun kualitas. Sedangkan dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja
di masa datang, perencanaan SDM lebih menekankan adanya usaha peramalan (forecasting)
mengenai ketersediaan tenaga kerja yang didasarkan pada kebutuhan sesuai dengan rencana
bisnis di masa datang.
C. Tahapan
Menganalisis Tujuan Organisasi
Tahap Pertama dalam Perencanaan SDM adalah menganalisis tujuan yang ingin dicapai
oleh organisasinya. Tujuan organisasi disini dapat diurai menjadi tujuan yang lebih fokus
pada tujuan yang ingin dicapai oleh unit kerja atau bagian tertentu. Seperti bagian
produksi, bagian pemasaran ataupun bagian keuangan. Tujuan-tujuan tersebut kemudian
ditetapkan sebagai tujuan fungsional atau tujuan departemen.
Melakukan Inventarisasi Sumber Daya Manusia Saat Ini
Setelah mengetahui Pekerjaan yang tersedia melalui analisis tujuan organisasi, tahap
selanjutnya adalah mengetahui informasi-informasi tentang sumber daya manusia yang
tersedia saat ini.
Mulai dari jumlah tenaga kerja, kapasitas dan kemampuan, latar belakang pendidikan,
kinerja hingga potensi-potensi mereka. Inventarisasi SDM ini tidak hanya pada SDM
yang ada pada internal organisasi saja (sumber internal) tetapi juga harus
mempertimbangkan SDM yang berasal dari sumber eksternal. Seperti kandidat-kandidat
yang dapat direkrut sebagai karyawan dan juga kandidat dari agen penyedia tenaga kerja.
Perkiraan Permintaan dan Pasokan Sumber Daya Manusia
Setelah memiliki inventaris sumber daya manusia yang lengkap, tahap selanjutnya adalah
memperkirakan tenaga kerja yang diperlukan untuk masa yang akan datang.
Organisasi atau perusahaan akan mempertimbangkan apakah perlu adanya penambahan
tenaga kerja, apakah perlu meningkatkan produktivitas dan kemampuan karyawan saat
ini.
Memperkirakan Kesenjangan Sumber Daya Manusia
Perbandingan antara Permintaan dan Pasokan Sumber Daya Manusia ini akan
menghasilkan “kelebihan” atau “kekurangan” terhadap SDM yang diperlukan. Apabila
terjadi kekurangan SDM, maka yang harus dilakukan adalah melakukan pengrekrutan
karyawan baru atau melakukan peningkatan produktivitas dan kinerja dengan
menggunakan karyawan yang tersedia pada saat ini.
Namun apabila terjadi kelebihan SDM, maka organisasi atau perusahaan harus
melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK terhadap karyawannya.
Merumuskan Rencana Tindakan Sumber Daya Manusia
Rencana tindakan SDM ini tergantung pada hasil perkiraan kesenjangan SDM yaitu
kelebihan ataupun kekurangan dalam organisasi. Apakah diperlukan perekrutan baru,
pelatihan, mutasi atau transfer antar departemen atau bahkan pemutusan hubungan kerja
(PHK).
Pemantauan, Pengendalian dan Umpan Balik
Setelah menerapkan rencana tindakan SDM, inventaris atau persediaan SDM harus
diperbaharui selama periode tertentu. Rencana aksi ini harus dipantau dan
mengidentifikasikan kelemahan-kelemahannya untuk diambil tindakan selanjutnya.
Perbandingan antara Rencana SDM dengan penerapan aktual harus dilakukan untuk
memastikan tindakannya sesuai dengan ketersediaan jumlah karyawan yang diperlukan
untuk berbagai pekerjaan pada organisasi yang bersangkutan.
2. Azas keadilan
A. Pengertian
Keadilan kompensasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi bagaimana dan
mengapa karyawan bekerja pada suatu perusahaan dan bukan pada perusahaan lainnya.
Kompensasi yang adil maksudnya adalah segala pengorbanan yang dilakukan oleh karyawan
seimbang dengan imbalan yang mereka terima. Ada keseimbangan antara produktivitas
dengan upah atau gaji atau kompensasi yang diterimanya. Keadilan kompensasi pada
prinsipnya adalah sama akan tetapi bagi karyawan yang prestasinya beda maka keadilan
kompensasi yang diterima berbeda tergantung pada prestasi kerja karyawan tersebut.
Sedangkan kompensasi yang layak adalah besarnya upah lebih banyak dikaitkan dengan
standar hidup dan peraturan-peraturan ketenagakerjaan. Seperti kebutuhan fisik minimum
dan upah minimum regional. Keadilan, kelayakan dan besarnya kompensasi yang berlaku
pada suatu perusahaan akan banyak menarik minat para plagiat merupakan tindakan tidak
terpuji calon tenaga kerja yang potensial untuk bergabung atau bekerja pada perusahaan yang
bersangkutan. Berbeda dengan perusahaan yang memberikan kompensasi yang kecil dan
tidak layak tentunya akan sepi peminat dari calon-calon tenaga kerja yang potensial.
Kompensasi yang tinggi dan layak juga dapat mempertahankan karyawan yang ada. Jika
karyawan merasa kompensasi yang diberikan perusahaan kepadanya cukup memadai untuk
menghidupi diri dan keluarganya, maka ia akan tetap bekerja di perusahaan tersebut. Tetapi
manakala kompensasi yang mereka terima dari perusahaannya tidak memadai guna
menghidupi diri dan keluarganya, maka mereka akan berpikir untuk keluar ke perusahaan
lain yang sistem kompensasinya lebih baik dari perusahaan asal dia bekerja. Kalaupun
mereka tetap bekerja pada perusahaan tersebut, maka mereka akan bekerja seadanya dan
tidak bergairah dalam bekerja sehingga produktifitas kerjanyapun rendah.
B. Dampak
Ketika membiarkan ketidakadilan, pada dasarnya pemimpin menciptakan lingkungan yang
kurang sehat (Evita, 2011). Ketidakadilan ini, dapat menyebabkan motivasi kerja dan kinerja
karyawan menjadi menurun. Hal ini tentu saja akan mengganggu aktifitas bisnis dan kinerja
perusahaan. Dalam hal ini peran pimpinan perusahaan dapat memegang peran penting. Posisi
kepemimpinan perlu diperkuat dalam hal pemahaman sistem nilai organisasi khususnya
tentang pentingnya rasa keadilan bagi karyawan (Evita, 2011). Manajemen perusahaan pada
dasarnya harus memahami dan menerapkan equity theory; kepuasan seseorang tergantung
pada keadilan yang ia rasakan (equity) atau ketidak adilan (unequity) atas suatu situasi yang
dialaminya (Aamodt, 2007). Menurut teori ini, seseorang akan membandingkan rasio input-
hasil dirinya dengan rasio input-hasil-orang lain sebagai pembanding. Jika perbandingan itu
dianggapnya cukup adil, maka ia akan merasa puas. Namun jika perbandingan itu tidak
seimbang dan justru merugikan, akan menimbulkan ketidakpuasan dan menjadi motif
tindakan bagi seseorang untuk menegakkan keadilan (Aamodt, 2007).
Ketidakadilan dapat mengacu pada tindakan diskriminasi (Lapian, 2012). Diskriminasi
menurut (Fulthoni, 2009) merupakan perlakuan yang tidak adil dan tidak seimbang yang
dilakukan untuk membedakan terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu,
biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras, kebangsaan,
agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial. Istilah tersebut biasanya melukiskan, suatu
tindakan dari pihak mayoritas yang dominan dalam hubungannya dengan minoritas yang
lemah, sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku mereka itu bersifat tidak bermoral dan tidak
demokratis (Fulthoni, et.al, 2009). Secara teoritis, diskriminasi dapat dilakukan melalui
kebijakan untuk mengurangi, memusnahkan, menaklukkan, memindahkan, melindungi
secara legal, menciptakan pluralisme budaya dan mengasimilasi kelompok lain. (Fulthoni, et
al, 2009) memaparkan jenis-jenis diskriminasi yang sering terjadi, yaitu :
Keadilan Eksternal
Keadilan eksternal merupakan posisi kompensasi yang diberikan oleh suatu perusahaan
terhadap seorang karyawan dibandingkan dengan kompensasi yang diberikan oleh
perusahaan pesaing untuk seorang karyawan dengan pekerjaan yang sama. Kebijakan yang
memperhatikan daya saing eksternal ini mempunyai 2 pengaruh terhadap tujuan, yaitu :
ü Mendorong penetapan tingkat gaji yang mencukupi atau memenuhi kebutuhan karyawan
dalam rangka menghargai dan mempertahankan karyawan.
ü Mengendalikan biaya tenaga kerja sehingga harga produk yang dihasilkan oleh
perusahaan dapat tetap bersaing.
Suatu perusahaan dituntut untuk dapat bersaing dengan perusahaan lainnya. Jika perusahaan
dapat menghargai karyawan sesuai atau lebih tinggi dari tingkat kompensasi di perusahaan
lain, maka perusahaan ini berhasil mempertahankan karyawan-karyawannya apalagi
karyawan yang potensial.
Terkadang karyawan memiliki persepsi keadilan kompensasi yang tidak didukung dengan
data yang akurat. Karyawan membandingkan pekerjaan yang mempunyai nama yang sama
dengan perusahaan lain, tetapi kompensasi yang diterima berbeda. Hal ini dikarenakan nilai
kerjanya belum tentu sama dengan perusahaan lain sehingga kompensasi yang diterima juga
tidak sama.
Untuk mempertahankan keadilan eksternal, perusahaan harus menggunakan kenaikan gaji
sebagai suatu alat untuk menyesuaikan tingkat gaji karyawan sesuai dengan perubahan biaya
hidup atau tingkat gaji secara umum.