Anda di halaman 1dari 19

UJIAN TENGAH SEMESTER

MATA KULIAH SENI DAN BUDAYA MELAYU

Tugas ini dibuat sebagai syarat memenuhi tugas UTS


Mata Kuliah Seni dan Budaya Melayu
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Herwandi, M.Hum.

Disusun oleh:
AWALUDIN
NIM: 2270003003

PROGRAM PASCA SARJANA JURURSAN PERADABAN ISLAM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN 2023
Soal:
1. Di dalam khasanah seni arsitektur di dunia Melayu telah terjadi akulturasi budaya.
Jelaskanlah tentang akulturasi budaya antara budaya pra Islam dengan budaya Islam di
dunia Melayu pada seni arsitektur tersebut, dan berikanlah contoh yang kongkrit.
Jawaban:
Seni arsitektur di dunia Melayu terjadi akulturasi budaya pra-Islam dan budaya Islam
dalam berbagai bentuk. Bentuk-bentuk itu dapat dilihat dalam seni bangunan, seni ukir atau
seni pahat, kesenian, seni sastra dll. Mengutip sumber belajar Kemendikbud RI,1 seni bangunan
dan arsitektur Islam terutama di Indonesia bersifat unik dan akulturatif. Seni bangunan zaman
perkembangan Islam yang terkenan dan menonjol antara lain adalah masjid, menara, dan
makam.
Masjid dan menara dalam seni arsitektur Islam terdapat perpaduan antara unsur Islam
dengan budaya pra-Islam yang suda lebih dulu ada. Seni arsitektur Islam yang menonjol adalah
masjid, sebab fungsi utama dari masjid adalah tempat ibadah umat Islam. Kata masjid berasal
dari bahasa arab, sajada-yasjudu-sujuudan,2 yang berarti sudu, menundukkan kepada sampai
ke tanah. Dari kata sajada kemudian terbentuk kata masjid yang artinya tempat sudud. 3
Berdasarkan hadits shahih al Bukhari, Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa bumi ini
dijadikan bagiku untuk masjid (tempat sholat) dan alat pensucian (buat tayamum) dan ditempat
mana saja seseorang dari umatku mendapat waktu sholat, maka sholatlah disitu.
Berdasarkan sabda nabi di atas, agama Islam memberi pengertian secara universal
terhadap masjid. Artinya, kaum muslim leluasa beribadah sholat di berbagai tempat yang
bersih. Walau demikian tetap dirasa perlu mendirikan bangunan khusus yang disebut masjid
sebagai tempat peribadatan umat Islam. Dan bahkan Martin Frishman 4 mengatakan bahwa
masjid sebagai bangunan berfungsi sebagai rumah ibadah dan simbol Islam. Masjid juga
berfungsi untuk pusat penyelenggaraan keagamaan Islam, pusat mempraktikkan persamaan
hak dan persahabatan di kalangan umat Islam. Sehingga masjid dianggap sebagai pusat
kebudayaan orang-orang muslim.

1
https://www.kompas.com/skola/read/2020/04/21/183000669/akulturasi-dan-perkembangan-budaya-
islam-seni-bangunan, diakses 19-4-2023
2
Tawalinuddin Haris, masjid-masjid di Dunia Melayu Nusantara, Suhuf, Vol. 3, No. 2, 2010, Universitas
Indonesia, Depok, hal. 279
3
Menurut H.A.R Gibb dan H. Kraemers, kata masjid dalam bahasa arab itu diambil dari bahasa Aramic,
mesgad yang berarti tiang suci, stela atau tempat pemujaan. Istilah ini ditemukannjuga dalam bahasa Ethiopia yang
berarti kuil atau gereja (Lihat Shorter Encyclopaedia of Islam, Leiden: E.J. Briil, 1953: 340). Kata sajada dapat
juga berarti tempat untuk beribadah, bahkan ada yang berpendapat kata masjid dari kata majlis.
4
Martin Frishman and Hasanuddin Khan (edited) The Mosque, History, Architectural Development &
Regional Diversity, London: Thames and Hudson Ltd, 1994
Di Indonesia terdapat berbagai macam sebutan untuk masjid serta bangunan tempat ibadah
lain sesuai bahasa pada masyarakat setempat. Di Jawa masjid disebut mesjid, orang Sunda
menyebutnya masigit, meuseugit dalam bahasa Aceh dan masigi orang-orang Makassar dan
Bugis menyebutnya.
Secara umum Arum Sutrisni Putri5 dalam tulisannya menggambarkan bahwa bangunan
masjid-masjid kuno di Indonesia mempunyai ciri-ciri antara lain:
1) Atap berupa tumpang atau bersusun. Semakin ke atas semakin kecil, tingkat paling atas
berbentuk limas, jumlah tumpang selalu ganjil (gasal) tiga atau lima. Atap demikian
disebut meru. Atap masjid biasanya masih diberi puncak (kemuncak) yang disebut
mustaka.
2) Tidak ada menara yang berfungsi sebagai tempat mengumandangkan adzan, berbeda
dengan masjid-masjid di luar Indonesia. Untuk menandai datangnya waktu salat,
dilakukan dengan memukul beduk atau kentongan. Contoh Masjid Kudus dan Masjid
Banten
3) Masjid umumnya dibangun di ibukota atau dekat istana kerajaan. Ada juga masjid-masjid
yang dianggap keramat yang dibangung di atas bukit atau dekat makam. Contoh masjid-
masjid zaman Wali Songo yang dibangun berdekatan makam

Pengaruh Islam dalam Arsitektur Melayu


Langgam Moorish
Dari berbagai langgam Arsitektur yang ada dalam Islam (arsitektur Islam terbagi menjadi
4 langgam yang terkenal, yaitu langgam Moorish yang berpusat di Spanyol, langgam Ottoman
yang berpusat di Turki dan Mesir, langgam Persia yang berpusat di Iran dan semenanjung
Arab, dan langgam Mughal yang berpusat di India)6, langgam Moorish7 adalah langgam yang
paling banyak diadopsi oleh arsitektur Melayu. Langgam ini, walaupun begitu sulit diterapkan
pada bangunan Melayu karena akan segera menggantikan elemen-elemen seperti jendela
dengan bukaan datar atau atap bertingkat yang merupakan ciri khas rumah Melayu. Langgam

5
https://www.kompas.com/skola/read/2020/04/21/183000669/akulturasi-dan-perkembangan-budaya-
islam-seni-bangunan, diakses 19-4-2023
6
Zuber Angkasa, Arsitektur Melayu Berbasis Islam dan Relevansinya dalam Desain Gedung UIN Raden
Fatah Palembang, UMP: Makalah Seminar, 25 November 2016
7
Pada sekitar abad ke-9, kaum Muslim menguasai semenanjung Iberia di Eropa (meliputi Spanyol dan
Portugal) hingga Afrika Utara. Mereka disebut kaum Moor oleh bangsa Eropa. Mereka membangun dengan
langgam arsitektur khas yang disebut langgam Moorish. Ciri langgam arsitektur Moorish adalah adanya lengkung
tapal kuda (horse-shoe arch), yaitu bagian atas dua pilar yang menyambung dan berbentuk melengkung seperti
tapal kuda
ini memiliki ciri khas pada bukaan jendela yang melengkung (setengah lingkaran) pada bagian
atasnya, yang tidak pernah ditemukan pada bangunan Melayu asli.

Gambar ini menunjukkan lengkungan langgam moorish di Masjid

Selain dipergunakan untuk arsitektur Masjid, Langgam Moorish ini oleh masyarakat
Melayu telah banyak diadopsi pada eksterior rumah adat, seperti pada Rumah Melayu di
Asahan dan interior dan eksterior istana Maimun di Deli. Langgam Moorish juga di temukan
pada bentuk bukaan jendela bangunan Lembaga Adat Melayu Riau (LAMRI) Kabupaten Siak.

Rumah Melayu Asahan dengan bukaan Eksterior Masjid Agung Palembang


jendela berlanggam Moorish dengan Langgam Moorish

Pola Geometris Dasar


Bentuk lain yang menunjukkan pengaruh Islam adalah penggunaan pola geometris dasar8
dalam ornamen atap, lantai, atau dinding. Pola geometris menjadi elemen Islami karena ajaran
Islam mengutamakan bentuk-bentuk non hidup. Seperti dilihat pada gambar interior istana
Maimun, bagian langit-langit dihiasi dengan pola geometris lingkaran. Contoh lain adalah
rumah adat Pelalawan yang menggunakan pola geometrik di pagar beranda (teras) rumah
ketimbang pola asli Melayu yang hanya berupa pagar biasa. Motif geometrik merupakan salah

8
Pola geometris dasar mempunyai bentuk dasar seperti ilmu ukur biasa, seperti segiempat, persegi
panjang, lingkaran, layang-layang dan bentuklainya.
satu dari lima motif ukir Melayu.9 Motif geometrik umumnya berbentuk bulatan atau segitiga
yang disusun berderet. Kadangkala, motif ini diperluas dengan menambahkan sulur-sulur
tumbuhan.10

Rumah adat Pelalawan dengan pagar Rumah adat Pekanbaru dan Sumatera Selatan
bermotif Geometris Islam dengan pagar berlanggam Asli Melayu11

Simbolisasi Rukun Islam


Simbolisasi lima rukun Islam dalam rumah Melayu, atau rumah manapun, akan sulit jika
diaplikasikan pada tiang karena berjumlah ganjil sementara bangunan berbentuk petak. Walau
begitu, simbolisme masih mungkin diterapkan dalam bentuk jumlah anak tangga. Malahan,
terdapat sejumlah angka yang melambangkan makna tertentu dalam Islam, selain sebagai
penentu tinggi bangunan. Tiga makna yang paling umum adalah: anak tangga tunggal berarti
keesaan Allah, anak tangga empat berarti empat sahabat Nabi (Abu Bakar, Umar, Usman, dan
Ali), sementara anak tangga lima berarti rukun Islam 12. Anak tangga enam dapat saja dibuat
dan melambangkan rukun Iman atau anak tangga tujuh untuk melambangkan tujuh lapis langit
atau tujuh tingkat surga, tetapi ini jarang digunakan.

Rumah Melayu di Labuhan, Medan dengan anak


tangga berjumlah lima

9
Lima motif ukiran melayu yaitu motif flora, fauna, angkasa atau kosmos, geometri dan motif seni khat
atau kaligrafi
10
Applegreen, Ukuran KayuTradisional. http://bicarasenivisual.blogspot.co.id/2014/09/ukiran-kayu-
tradisional.html
11
Ndakia, Rumah Adat Riau. http://ndakia.blogspot.co.id/2016/01/rumah-adatriau.html
12
Suseno, T, Butang Emas” Warisan Budaya Melayu Kepulauan Riau. Tanjungpinang: Data Makmur
Setia, 2006
Soal:
2. Apa yang saudara ketahui tentang seni yang infinite (abstrak), dan modular di dalam Islam
dan bagaimana aplikasinya di dalam Seni Melayu. Berilah contoh yang empirik.
Jawaban:
Menurut Mikke Susanto dalam Jeihan: Maestro Ambang Nyata dan Maya 13, seni infinite
atau abstrak merupakan sebagai ciptaan seni yang mengandung unsur garis, bentuk dan warna
yang sifatnya bebas atau tidak terikat dengan bentuk alam. Dalam seni infinite/abstrak, bentuk
nyata alam tidak menjadi fokus pembuatan obyek utamanya. Jikalaupun menggunakan bentuk
nyata alam, biasanya hanya dijadikan motif dasar untuk membentuk karya seni.
Kriteria yang sering digunakan untuk mengulas karya bergaya abstrak adalah
ekspresionalisme. Ekspresionalisme adalah aliran seni rupa yang menganggap bahwa suatu
karya keluar dari diri seniman, bukan meniru atau menduplikasi alam dunia. Bagi
ekspresionalisme, seniman memiliki daya ingat dan cara pandang terhadap alam. Kemudian
diekspresikan pada karyanya.14
Mengutip dari buku Hermeneutika, Estetika, dan Religiusitas: Esai-Esai Sastra Sufistik
dan Seni Rupa, sejarah perkembangan seni abstrak bermula dari Barat. Diperkirakan seni
abstrak mulai dikenal di abad ke-19 di Eropa. Kemudian pada awal abad ke-20, seni ini mulai
berkembang cukup pesat di Amerika Serikat. Pada awal kemunculannya, seni abstrak berhasil
memunculkan aliran seni baru di Barat, yang mana sebelumnya selalu berkutat pada aliran
rasionalisme, empirisme, materialisme serta realisme. 15
Setelah seni abstrak makin dikenal, beberapa pelukis mulai beralih ke jenis seni ini. Para
pelukis mulai merepresentasikan obyek nyata ke seni abstrak dengan mengutamakan warna
simbolik dibanding warna alami. Saat beralih ke seni abstrak, para pelukis di era itu mulai
mengabaikan tiruan kenyataan atau obyek nyata alam dan lebih memilih membuat isyarat
obyek tersebut. Para pelukis juga lebih mengutamakan gagasan mereka tentang karya seni yang
akan dibuat, dibanding observasi.
Saat beralih ke seni abstrak, para pelukis di era itu mulai mengabaikan tiruan kenyataan
atau obyek nyata alam dan lebih memilih membuat isyarat obyek tersebut. Para pelukis juga
lebih mengutamakan gagasan mereka tentang karya seni yang akan dibuat, dibanding
observasi. Ciri seni abstrak Seni abstrak termasuk unik, karena obyeknya berbeda dengan seni

13
Mikke Susanto, Jeihan: Maestro Ambang Nyata dan Maya, Kepustakaan Populer Gramedia, 2017
14
Vanya Karunia Mulia Putri, https://www.kompas.com/skola/read/2021/06/18/151625569/seni-abstrak-
pengertian-sejarah-ciri-dan-contoh-karyanya?page=2, diakses 20 April 2023
15
Abdul Hadi W.M dan Ali Zainal Abidin, Hermeneutika, estetika dan religiusitas: esai-esai sufistik dan
seni rupa, (Jakarta: Sadra International Institute, 2016)
pada umumnya. Keunikan inilah yang menyebabkan seni abstrak memiliki sejumlah ciri
pembeda dengan karya seni biasanya.
Dalam Penciptaan Karya Seni Lukis (2013) karya Zulfi Hendri, disebutkan jika ciri utama
dari seni infinite atau abstrak ialah bentuknya tidak pernah bisa dikenali. Karena hasil karya
seninya merupakan hasil imajinasi seniman dalam menemukan esensi dari bentuk obyeknya.
Ciri lain dari seni abstrak ialah bentuknya yang tidak pernah berhubungan dengan sesuatu yang
pernah dilihat di dunia nyata. Walau begitu, jika diamati lebih jauh, mungkin penikmat seni
akan berpikir jika mereka pernah melihat obyek dalam seni abstrak tersebut. Idom warna yang
digunakan dalam karya seni abstrak cenderung berbeda dengan karya seni lainnya. Karena
perpaduan warnanya terkesan sangat unik dan diolah sedemikian rupa, supaya menghasilkan
warna yang harmonis. Berikut gambaran dari seni abstrak:

Contoh karya seni abstrak Contoh karya seni abstrak

Contoh di atas merupakan salah satu contoh karya seni abstrak, berupa seni lukis. Jika
melihatnya, kita tidak mengetahui apa bentuk yang digambarkan oleh seniman tersebut. Warna
yang berbeda dan bentuknya yang tidak sesuai dengan representasi obyek nyata alam menjadi
ciri khas seni abstrak.
Sebelum datang Islam, pengaruh India dalam bidang kesenian sangat terlihat, seperti pada
bangunan keagamaan. Penggunaan batu dan bata sebagai bahan utama bangunan yang
dianggap lebih tahan lama dan sesuai untuk membangun rumah dewa dan dewi. Sedangkan
pengaruh Islam dalam bidang kesenian ini dapat dilihat pada makam atau batu nisan, masjid
dan perhiasan-perhiasannya. Batu nisan merupakan karya seni Islam yang pertama sekali
masuk ke Nusantara. Contohnya batu nisan Syeikh Abdul al-Qadir Husain Alam bertarikh 903
M. di Linggir Kedah. Pada permukaan makam-makam ini terdapat tulisan yang dipahatkan
ayat al-Qur`an serta ajaran Islam yang menekankan tentang syari`at dan tasawuf. 16
Masjid juga merupakan karya seni Islam yang terpenting di Nusantara. Dari segi coraknya,
masjid-masjid yang dibangun pada abad ke-14 hingga 18 M. masih berbentuk tradisional.
Pengaruh tradisi ini dapat dilihat pada bentuknya yang tersusun sebagai lanjutan dari seni Bali
yang disebut Meru. Pengaruh Hindu lebih jelas lagi pada bentuk dan bangunan menara kudus
yang didirikan pada zaman Sunan Kudus. Terdapat juga pengaruh masyarakat tradisional pada
bentuk perhiasannya.Pola-pola yang menjadi perhiasan dari zaman pra Islam seperti daun-
daunan, bunga teratai, bukit-bukit karang, pemandangan dan garis-garis geometri masih
dilestarikan.Di samping itu, terdapat juga perkembangan seni khath Islam.Ini dapat dilihat pada
bangunan makam, masjid dan sebagainya. Tidak dapat dinafikan bahawa seni Islam ini juga
masih melestarikan unsur pra Islam yang dianggap tidak bertentangan dengan ajaran Islam.17
Al-Faruqi seperti dikutip Yulia Eka Putrie mengatakan bahwa ada enam karakteristik
estetis seni Islam yaitu abstraksi, struktur modular, kombinasi suksesif, repetisi, dinamisme
dan kerumitan.18 Pola infinit seni Islam adalah bersifat abstrak. Meskipun representasi
figurative tidak sepenuhnya dihilangkan, namun mereka sangat jarang ditampilkan dalam seni
Islam. Bahkan Ketika figure-figure alam digunakan, mereka mengalami denaturalisasi dan
Teknik stirilisasi adar lebih sesuai deangan peran sebagai pengingkar naturalism dan bukan
sebagai penghadir fenomena alam natural.
Sedangkan struktur modular merupakan karya seni Islam tersusun atas berbagai bagian
atau modul yang dikombinasikan untuk membangun rancangan atau kesatuan yang lebih besar.
Masing-masing modul ini adalah sebuah entitas yang memiliki keutuhan dan kesempurnaan
diri, yang memungkinkan mereka untuk diamati sebagai sebuah unit ekspresi dan mandiri
dalam dirinya sendiri mupun sebagai bagian penting dari kompleksitas yang lebih besar.
Sebagai contoh dari seni infinit dan modular ini adalah ditemukan pada nisan kuburan
yang berupa pola-pola dedaunan atau patra dan hiasan geometrik seperti tali temali, segitiga,
belah ketupat, bintang, lingkaran tunggal atau ganda, kurawal, dan lainya. Selain itu terdapat
juga pada hiasan berbentuk periuk belanga yang bisa ditemukan pada nisan kuburan batu Aceh
dan dari pecahan periuk belanga dari situs banten lama.

16
Mugiono, Integrasi Pemikiran Islam dan Peradaban Melayu, Jurnal: JIA/Juni 2016, Th. 17 No. 1
17
Mugiono, Integrasi Pemikiran Islam dan Peradaban Melayu, Jurnal: JIA/Juni 2016, Th. 17 No. 1
18
Yulia Eka Pitrie, Seni Islam dalam Perspektif Al-Faruqi: Sebuah Komparasi, Jurnal el-Harakah, Vol
11, No. 1 Tahun 2009, hal. 17
Pada masa kerajaan-kerajaan Islam baik yang geometris maupun yang floralis juga
didapatkan pada berbagai barang seperti kain batik, benda-benda pusaka, dan benda keperluan
sehari-hari. Pada beberapa ragam batik bahkan ditambahkan hiasan antropomorfik seperti
burung funix, gambar ular naga dan lainnya.19
Lebih lanjut perkembangan seni ini tergambar pada rumah gadang yang merupakan salah
satu simbol kebudayaan di Sumatera Barat karena merupakan rumah adat. Motif ukiran rumah
gadang yang digunakan pada karya hanya menggunakan 4 motif khas, yaitu Kaluak Paku, Itik
Pulang Patang, Pucuk Rebung dan Siriah Gadang. Pemilihan ini dikarenakan 4 motif tersebut
paling sering muncul dibanyak rumah gadang dan paling sering disebut dibanyak sumber.
Maka itu 4 motif ini dirasa paling layak untuk mewakili motif rumah gadang yang lain pada
karya ini.

Bentuk Keluak Paku Bentuk Itik Pulang Bentuk Pucuk Bentuk Siriah
Petang Rebung Gadang

Motif motif ini dikembangkan menjadi seni modular dengan mencari bentuk dasar dan
ukuran kemudian dilakukan pengulangan dengan. Berikut hasil pengembangan tersebut yang
terdapat dalam beberapa rancangan Wucius Wong. Berikut contoh perkembangan seni
modular dari dasar hiasnya lalu teraplikasi pada motif pakaian.

19
https://abhiseva.id/kesenian-zaman-kerajaan-islam-di-indonesia/ diakses 21 April 2023
Soal:
3. Di dalam perkembangan tasawuf terdapat dua aliran besar yaitu Tasawuf orthodox dan
hetherodox. Bagaimana pengaruh kedua aliran tasawuf ini di dalam perkembangan seni di
dunia Melayu. Berikan contoh yang masing aliran tersebut.
Jawaban:
Di dalam perkembangan tasawuf terdapat dua aliran besar yaitu Tasawuf orthodox dan
hetherodox. Tasawuf ortodoks disebut juga dengan istilah sufisme amali yaitu aliran pemikiran
sufi yang pendapat-pendapatnya bersifat moderat dan selalu ingin menyelaraskan pengalaman-
pengalaman mistik, di satu sisi, dengan aturan-aturan syariat, di sisi lain. Pengalaman mistik
mereka selalu dirujukkan kepada al-Qur`an dan sunah agar tidak melewati batas-batas yang
wajar. Pendek-nya, syariat menjadi ukuran untuk menilai apakah sebuah pengalaman itu
dianggap absah atau tidak sebagai sebuah pengalaman spiritual. Jika pengalaman spiritual itu
selaras dengan syariat maka dipandang absah dan jika bertentangan, tentu dianggap
menyimpang.
Sedangkan tasawuf heterodoks atau sufisme filosofis adalah aliran para sufi yang lebih
mementingkan pengalaman fanâ dari pada ajaran syariat yang seringkali memunculkan
syathahât atau kata-kata janggal dan kontroversial. Hal ini selanjutnya membawa mereka
kepada konsep penyatuan antara manusia dan Tuhan seperti yang terjadi dalam konsep
wahdatul wujûd dan hulûl.20 Al-Ghazâlî dan al-Qusyairî dapat dimasukkan ke dalam tokoh
aliran tasawuf ortodok sedangkan al-Hallâj dan Ibn Arabî termasuk aliran heterodok.
Sejak awal perkembangan Islam aliran ortodhok dan hetherodok ini sering berbeda
pendapat dan selalu melakukan perbedaan pendapat di kalangan mereka itu dan bahkan
menimbulkan konflik yang sangat serius. Seperti contoh dijatuhkannya hukuman mati atas
persetujuan para ahli hukum di Bagdad kepada seorang wakil sufisme heterodoks pada abad
ke-3 H/ 9 M, al-Husein bin Mansur al-Hallâj, yang pernah menjadi murid Junaid al-Bagdâdî
tetapi kemudian diusir oleh gurunya karena tuduhan menyamakan dirinya dengan Tuhan dalam
ucapannya “anâ al-Haqq” (Aku adalah Yang Maha Benar) dan tuduhan menipu orang banyak
dengan sihir. Ia didera di depan publik, dilumpuhkan anggota badannya, digantung, dipancung
dan dibakar.21
Di nusantara dua aliran tasawuf ini, ortodoks (amali) dan hetero-doks (falsafi) pada
perkembangannya juga mempengaruhi pemikiran dan gerakan sufisme yang dimulai abad ke-

20
Abu al-Wafa` al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, terj. Ahmad Rofi` Utsmani, Pustaka
Bandung, 1985, hal. 95
21
Fazlur Rahman, Islam, University of Chicago Press, Chicago, 1979, hal. 137
16 dan ke-17. Sufisme heterodoks mewujudkan dirinya dalam pandangan-pandangan
Syamsuddin as-Sumatrani (w. 1630) dan Hamzah Fansuri (w. 1607) mengenai paham
wujudiyah sementara sufisme ortodoks terdapat dalam pikiran-pikiran Nuruddin al-Ranirî (w.
22
1658), Abdurrauf al-Singkilî (1615-1693), dan Syeikh Yusuf al- Makasari (1627-1699).
Berdasarkan pengaruh tersebut, tidak heran apabila dalam perkembangannya juga muncul
ketegangan dan konflik yang berkepanjangan antara dua penganut ajaran tersebut sebagaimana
terjadi pada para pendahulu mereka.
Adapun contoh dari dua aliran tasawuf ini yaitu tasawuf hetherodox sebagaimana telah
tercatat dalam sejarah, bahwa di Aceh pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Sani (1637-
1641) telah terjadi kontroversi mengenai ajaran wujudiyah. Ajaran ini disebarluaskan oleh dua
ulama besar, yakni Hamzah Fansuri dan Syamsuddin al-Sumatrani. Hamzah adalah seorang
ulama besar yang pernah melakukan perjalanan ke berbagai pusat pengetahuan Islam di Timur
Tengah seperti Mekkah, Madinah, Yerusalem, Bagdad (di mana ia mengunjungi makam Syeikh
‘Abdul Qâdir al- Jîlanî), dan Ayuthia yang ia sebut dengan nama Persianya, Shahru Nawi.
Hamzah Fansuri adalah pengarang pertama dan penyair terbesar di kalangan para sufi di
Nusantara. Ia mengungkapkan gagasan mistiknya dalam bentuk prosa dan syair yang penuh
dengan berbagai perumpamaan.23
Hubungan antara Hamzah dan Syamsuddîn, meski kurang begitu jelas, adalah hubungan
persahabatan yang mengisyaratkan adanya hubungan murid dan guru; Hamzah sebagai guru
dan Syamsuddin adalah muridnya. Hamzah dan Syamsuddin memiliki pandangan dan
pemikiran keagamaan yang sama. Keduanya mendukung ajaran mistik filosofis dari ajaran
wahdat al-wujûd. Keduanya sangat dipengaruhi oleh Ibn Arabî dan al-Jillî dan mengikuti sistem
doktrin wujûdiyah yang sangat rumit.24 Pada umumnya, pandangan mereka bersifat pantheistik,
suatu paham yang menjelaskan hubungan Tuhan dan manusia sebagai sesuatu yang tunggal dan
tidak dapat dipisah-pisahkan.
Pandangan mistik filosofis yang berwatak pantheistik dari Ibnu Arabi ini mulai abad ke-16
hingga pertengahan abad ke-17 M, dan ajaran ini sangat berpengaruh karena dua
pendukungnya: Hamzah dan Syamsuddîn adalah para sufi besar yang memegang peranan di

22
Oman Fathurahman, Tanbîh al-Mâsyî Menyoal Wahdatul Wujud Kasus Abdurrauf Singkel di Aceh
Abad 17, Mizan, Bandung, 1999, hal. 24, 36-37
23
Martin van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia Mizan,
Bandung, 1995, hal. 190
24
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII,
Mizan, Bandung, 1999, hal. 166-168
Istana kerajaan. Bahkan pengaruh ajaran mistis pantheistik ini telah menjangkau masyarakar
umum.25
Dalam berbagai karyanya, Hamzah Fansuri lebih menekankan imanensi Tuhan dan alam
secara mutlak. Sebagai contoh, Hamzah menganalogikan hubungan antara Tuhan dan alam
dengan pohon dan biji yang merupakan bibitnya. Walaupun tampaknya terdapat dua benda:
pohon dan biji, tetapi pada hakekatnya satu. Hamzah juga menganalogi-kan hubungan antara
Tuhan dan alam itu dengan matahari, cahaya, dan panasnya yang kelihatannya tiga tetapi pada
dasarnya, satu juga. Karena pandangan Hamzah semacam itu, maka ia lebih toleran terhadap
ungkapan-ungkapan ekstatik (syathahât) para sufi yang menunjukkan kesatuan antara Tuhan
dan dirinya seperti dalam ucapan al-Hallâj, Ana al-Haq (Aku adalah Yang Maha Benar). Dalam
keadaan biasa, menurut Hamzah, seseorang tidak diperkenankan menyatakan kesatuan dirinya
dengan Tuhan, tetapi dalam keadaan fana, birahi dan mabuk, hal itu boleh dilakukan. 26 Dalam
perspektif akidah Islam, seseorang yang mengklaim dirinya sebagai Tuhan jelas dipandang
telah melakukan perbuatan syirik. Namun Hamzah membedakan keadaan biasa dengan kondisi
ekstasi yang dialami sang sufi dan dengan jelas ia memberikan toleransi terhadap syathahât
yang muncul dari lisan kaum sufi.
Untuk melegitimasi gagasannya mengenai kesatuan wujud itu, Hamzah Fansuri dalam
berbagai karyanya selalu memakai hadis: man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa rabbahu. Ia
memahaminya kalimat man ‘arafa nafsah bukan sebagai pengenalan terhadap jantung, paru-
paru, kaki, tangan dan anggota badan lainnya, tetapi bahwa adanya makhluk dengan adanya
Tuhan itu satu, seperti biji dan pohon; pohon terdapat dalam biji itu. Walaupun tidak kelihatan
tetapi sebenarnya berada dalam biji itu.27
Sedangkan contoh dari tasawuf orthodox adalah Nuruddîn al-Ranirî yang berada di Aceh
dari tahun 1637 hingga 1644 itu, menganggap sesat ajaran wujûdiyah Hamzah dan Syamsuddîn.
Syamsuddîn mengajarkan bahwa Allah itu ruh dan wujud kita dan bahwa kita adalah ruh dan
wujud Tuhan. Berbeda dengan pendapat Hamzah dan Syamsuddin, dalam buku Asrâr al-Insân
fi Ma’rifat al-Rûh wa al-Rahmân,28 Nuruddin dengan tegas menentang pendapat bahwa ruh itu

25
Ahmad Daudy, Falsafah Mistik Syeikh Hamzah Fansuri dalam Sanggahan Syeikh Nuruddin Ar-Raniry,
dalam al-Jami’ah edisi no. 27, 1982, hal. 30
26
Oman Fathurahman, Tanbîh al-Mâsyî, hal. 53-54.
27
Ibid., hal. 58-59.
28
Karya ini mulai ditulis pada tahun 1640 atas perintah Sultan Iskandar Tsani dan diselesaikan sebelum
tahun 1644 selama pemerintahan Sultanah Safiyatuddin. Beberapa karya Nuruddin al-Raniri lainnya dapat disebut
misalnya: Sirât al-Mustaqîm, Durrat al-Farâ`id bi Syarh al-‘Aqâ`id, Bustân al-Salâtîn, Tibyân fî Ma’rifa al-
Adyân, Hujjat al-Siddîq li Daf’ al-Zindîq, untuk lebih lengkapnya, lihat Syed Muhammad Naquib al-Attas, A
Commentary of Hujjat al-Siddîq of Nuruddin al-Raniri, Minister of Culture Malaysia, Kuala Lumpur,1986, hal.
24-28
qadîm. Menurutnya, ruh itu diciptakan Tuhan. Ia menentang keras perkataan “Ana al-Haq”.
Kalimat “man ‘arafah nafsah faqad ‘arafa rabbah” dipahami sebagai berikut: Siapa yang
mengenal dirinya sebagai makhluk, maka ia akan mengenal Tuhannya sebagai Pencipta. Siapa
yang mengenal dirinya sebagai fanâ, maka ia akan mengenal Tuhannya sebagai baqâ.29
Perdebatan antara al-Ranirî dan pengikut wujûdiyah seringkali terjadi di hadapan Sultan
dan Sultanah hingga memakan waktu yang cukup lama. Namun karena mereka gagal mengatasi
masalah, maka al-Ranirî mengeluarkan fatwa bahwa doktrin wujûdiyah itu menyimpang dari
batas akidah Islam. Al-Ranirî menganjurkan kepada para penganutnya untuk bertobat dan
melepaskan diri dari paham itu. Dan siapa saja yang tidak mengikuti fatwa itu diklaim kafir dan
dapat dijatuhi hukuman mati. Karena sikap al-Ranirî itu didukung oleh penuh oleh Sultan
Iskandar Sani, maka para pengikut Hamzah harus menanggung tindakan kekeras-an dari aparat
kerajaan. Mereka dikejar-kejar dan dipaksa melepaskan keyakinannya terhadap doktrin
wujûdiyah yang mereka anut. Bahkan atas anjuran Nuruddîn, buku-buku Hamzah Fansuri
dikumpulkan dan dibakar di depan masjid raya Banda Aceh, Baiturrahman, karena karya-karya
tersebut dianggap sebagai sumber penyimpangan akidah umat Islam.30 Tentu saja hal ini
merupakan sikap berlebihan dari al-Ranirî dan para penentang paham wujûdiyah.
Bisa jadi sikap al-Ranirî yang tak kenal kompromi terhadap ajaran wujûdiyah itu
disebabkan oleh pengalaman masa lalunya ketika hidup di lingkungan Hindu di India yang
penuh dengan konflik sosial dan keagamaan antara kelompok muslim minoritas dan kelompok
Hindu mayoritas yang membekas dalam dirinya.31 Meski demikian, tidak dapat diingkari
bahwa kepribadian al-Ranirî yang bertindak tegas terhadap berbagai penyimpangan yang
dilakukan oleh sebagian kalangan mistik mengingatkan kita kepada model tasawuf ortodoks
yang selalu memagari ajaran-ajaran sufi dengan aturan-aturan syariat yang ketat, lebih-lebih
ajaran yang terkait dengan transendensi Tuhan dan keesaan-Nya.

29
Tudjimah, Asrâr al-Insân fî Ma’rifa al-Rûh wa al-Rahmân, P.T. Penerbitan Universitas, Djakarta, t.t.
hal. 5
30
Ibid., hal. 5
31
Azra, Jaringan Ulama, hal. 182-183.
Soal:
4. Di dalam seni kaligrafi di dunia Islam ada kecenderungan munculnya aliran “pseudo
Kaligrafi”. Apa maksudnya, berikan contoh.
Jawaban:
Kaligrafi berasal dari kata Yunani yaitu kalligraphia, Kalos berarti indah dan cantik,
graphien berarti menulis, sedangkan kalligraphia berarti seni menulis indah. 32 Kata “pseudo”
juga berasal dari bahasa Yunani pseudes, yang berarti; penipuan, kebetulan, peniruan. Kata ini
juga sering dimaknai sebagai “semu”.33 Jika dikaitkan dengan kaligrafi dapat disimpulkan
bahwa pseudo kaligrafi bisa dimaknai sebagai sebuah aliran kaligrafi yang kecenderungannya
seperti tulisan kaligrafi namun tidak seperti kaligrafi yang lahir dari tempat asalnya daerah
Timur Tengah atau arab.
Dikutip dari wikipedia.org bahwa pseudo kaligrafi yang orang eropa menyebutnya Pseudo-
Kufic, atau Kufesque, juga kadang-kadang pseudo-arabik, adalah gaya dekorasi yang
digunakan selama Abad Pertengahan, yang terdiri dari imitasi naskah Kufik Arab, atau kadang-
kadang naskah Kursif Arab, dibuat Dalam konteks non-Arab: "Imitasi bahasa Arab dalam seni
Eropa sering digambarkan sebagai pseudo-kufic, meminjam istilah untuk naskah Arab yang
menekankan stroke lurus dan sudut, dan paling umum digunakan dalam dekorasi arsitektur
Islam". Pseudo-Kufic sering muncul terutama dalam seni Renaissance dalam penggambaran
orang-orang dari Tanah Suci, khususnya Perawan Maria. Ini adalah contoh pengaruh Islam
pada seni Barat.34
Merujuk pada sejarah bahwa istilah Pseudo Kaligrafi lahir bermula ketika seni dan budaya
Timur (Arab) masuk ke Eropa yang diperkirakan mulai abad ke-7 sampai abad ke-19, ketika
terjadi perubahan ilmu pengetahuan dan kebudayaan dari peradaban khilafah Islam ke Eropa,
yang salah satunya adalah karya seni. Disamping gaya-gaya arsitektur Islami, hiasan dan motif
islami dengan beraneka karya seni lainnya pun turut berpindah ke Eropa. ketika itu, para
seniman Eropa terutama Seniman Nasrani menyalin tulisan-tulisan Arab pada dinding dan
tembok gereja, mereka melakukannya hanya atas dorongan suka keindahan.35
Menurut Faruqi dan Faruqi (1986, 1999) kaligrafi Islam yang masih berlandaskan estetika
Islam adalah kaligrafi gaya tradisional dan gaya floral. Dinamakan demikian karena kedua

32
Herwandi, Sejarah huruf arab dan kaligrafi sebagai seni Islam, (materi kuliah MK. Seni dan Budaya
Melayu)
33
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, (Jakarta:Balai Pustaka,
2008), hal. 156
34
https://en.wikipedia.org/wiki/Pseudo-Kufic
35
A.R. Sirojuddin, Seni Kaligrafi Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 13
kelompok ini masih setia dengan kaidah-kaidah kaligrafi masa lalu baik yang menekankan
terhadap tradisi tulisan maupun yang cenderung kepada bentuk figural. Selain itu Faruqi dan
Faruqi (1986, 1999) adanya tiga kelompok kaligrafi yang sebetulnya bukan lagi berlandaskan
estetika Islam yaitu kaligrafi ekspresionis, simbolik, dan abstrak murni. Kaligrafi ekspresionis
mengagungkan penyampaian letupan emosi-emosi subjektif dan ekspresi seniman yang lebih
menekankan emosi manusiawi dan keprihatinan individualistik. Lebih jauh kaligrafi jenis ini
menyajikan penyelaman ke dalam alam dan aspek duniawi bukan memancing perenungan
tentang suatu eksistensi yang lebih tinggi. Kaligrafi ini berlawanan dengan sifat-sifat abstrak
dan universal seni Islam, sebab seni Islam mencoba menghindarkan pernikmatnya dari yang
personal dan duniawi ke arah pemusatan pikiran terhadap trensendensi vertikal.
Sedangkan dalam kaligrafi simbolik bahwa huruf-huruf dihubungan dengan simbol atau
gagasan tertentu. Huruf-huruf simbolik disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan
benda yang diasosiasikan guna menyampaikan pesan atau kekuatan tertentu. Adapun pseudo
kaligrafi atau disebut juga kaligrafi abstak murni; motifnya menyerupai huruf tetapi bentuk-
bentuk tersebut sebenarnya sama sekali bukan huruf arab dan tidak memuat makna apapun
secara konvensional.36 Al-Faruqi menyebut kaligrafi ini disebut juga kaligrafi kontemporer
dengan julukan Khat palsu atau kahat kabur mutlak, karena menyerupai huruf huruf atau
perkataan, akan tetapi tidak mengandung apapun yang di kaitkan dengan tulisan tersebut.
Adapun contoh dari pseudo kaligrafi tersebut sebagaimana terlihat pada gambar berikut:

Gambar 1 Gambar 2

Gambar 1 merupakan dinar Mansus atau emas dari raja inggris Offa (memerintah 757-
796), merupakan salinan dinar of the abbasid kufik (774). Koin emas ini menampilkan legenda
latin Offa Rex (King Offa). Koin emas tersebut merupakan salinan terbalik atau susunan terbalik
yang diduga kuat merupakan salinan dari koin emas pada gambar 2.37

36
Herwandi, Sejarah huruf arab dan kaligrafi sebagai seni Islam, (materi kuliah MK. Seni dan Budaya
Melayu)
37
https://en.wikipedia.org/wiki/Pseudo-Kufic
Selain itu adapula contoh pseudo arab yang bukan gaya kufik sebagaimana terlihat pada
gambar berikut yaitu tulisan yang mengelilingi jendela interior gereja san roman, Toledo
Spanyol.38

Soal:
5. Jelaskanlah bagaimana menurut saudara keberlanjutan seni tradisional Melayu saat ini.
Bagaimana eksistensinya di dalam seni modern di Indonesia.
Jawaban:
Dalam konteks memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari manusia menciptakan budaya.
Unsur-unsur kebudayaan ini mencakup: agama, bahasa, organisasi, ekonomi, teknologi,
pendidikan, dan seni. Keseluruhannya dapat berwujud gagasan, kegiatan, maupun artefak.
Kesenian atau yang sering juga disebut seni budaya muncul di dalam kebudayaan manusia
untuk memenuhi kebutuhan manusia akan aspek keindahan. Menurut Umar Khayyam
“kesenian adalah salah satu unsur yang menyangga kebudayaan.” 39 Kesenian merupakan
ekspresi kebudayaan manusia. Kesenian timbul kerana proses sosialisasi budaya. Kesenian
tentunya didukung oleh suatu kelompok masyarakat tertentu dan juga dapat menunjukkan ciri-
ciri serta sejarah budaya dari suatu daerah.
Dalam ajaran Islam, bahwa Allah itu sendiri indah dan Allah menyukai keindahan.
Termasuk juga manusia sebagai makhluk ciptaan Allah pastilah membutuhkan keindahan di
dalam kehidupannya.. Demikian pula dalam kebudayaan Melayu. Masyarakat Melayu memiliki
kesenian yang terdiri dari berbagai cabang seni seperti musik, tari, teater, rupa, arsitektur, dan
lainnya. Setiap cabang seni ini terdiri dari berbagai genrenya masing-masing. Misalnya di
dalam tarian Melayu ada genre tari Anak Kala, Serampang Dua Belas, Hadrah, Mak Inang
Pulau Kampai, Zapin Serdang, Zapin Deli, Zapin Bunga Hutan, Selabat Laila, dan lain-lain.
Kesenian Melayu adalah ekspresi dari kebudayaan masyarakat Melayu. Di dalamnya
terkandung sistem nilai Melayu, yang dijadikan pedoman dan tunjuk ajar dalam

38
https://en.wikipedia.org/wiki/Pseudo-Kufic
39
Umar Khayyam, Seni Tradisi Masyarakat, Jakarta: Sinar Harapan, 1981, hal. 16
berkebudayaan. Kesenian Melayu menjadi bahagian yang integral dari institusi adat. Kesenian
Melayu juga meluahkan filsafat hidup dan konsep-konsep tentang semua hal dalam budaya,
seperti ketuhanan, kosmologi, globalisasi, akulturasi, inovasi, enkulturasi, dan lain-lainnya.
Kesenian Melayu dalam rangka mengisi zaman yang dilalui pastilah mengalami
kesinambungan (kontinuitas) dan disertai dengan perubahan. Kesinambungan adalah
meneruskan apa-apa yang telah diciptakan sebelumnya, dan mengaplikasikannya secara
fungsional di masa seni itu hidup. Kesinambungan seni ini bisa berupa gagasan yang
terkandung di dalamnya, atau boleh juga dalam kenyataan sesungguhnya seperti genre yang
diteruskan. Selain itu, kesenian Melayu juga mengalami perubahan-perubahan sesuai dengan
masa ia hidup. Seni Melayu tumbuh dari masa animisme dan dinamisme, diteruskan ke masa
Budha dan Hindu, sampai datangnya Islam secara masif abad ketiga belas.
Kesenian Melayu menyumbangkan berbagai nilai kepada perkembangan budaya secara
nasional dan transnasional, khususnya di kalangan negeri-negeri rumpun Melayu. Seni budaya
Melayu juga memiliki peran strategis dalam konteks pembangunan dalam skala daerah
(provinsi, kabupaten, kecamatan, dan pedesaan), juga dalam lingkup nasional, dan Dunia
Melayu. Dalam memungsikan seni Melayu pada pembangunan, tentulah diperlukan berbagai
strategi kebudayaan. Di antaranya adalah bahwa orang-orang Melayu mestilah dapat membaca
tanda-tanda zaman. Oleh karenanya perlu melakukan polarisasi budaya secara benar di bawah
bimbingan Allah.
Pada zaman modern saat ini banyak cabang seni yang telah muncul namun tidak semua
cabang seni tersebut dapat diamalkan dan cocok dengan seni tradisional melayu. Secara umum
seni tradisional melayu terfokus dalam empat kategori yaitu seni suara, seni tari, seni musik
dan seni kraf tangan. Namua ada pula yang berpendapat bahwa seni hanya terbagi menjadi tiga
bagian yaitu seni rupa, seni suara dan seni gerak dan bahkan ada yang hanya membaginya
menjadi dua yaitu seni plastik dan seni yang bukan berbentuk material. 40 Seni tradisional
Melayu tersebut terlihat mengalami tantangan yang cukup besar saat ini. Hal itu disebabkan
adanya persaingan yang cukup ketat dengan hadirnya seni modern yang popular dan seakan
lebih diminati oleh masyarakat terutama oleh generasi muda. Mereka lebih tertarik dengan seni
modern seperti musik-musik populer, jenis musik jazz, k-pop, rock, dangdut, hip hop, film, seni
rupa kontemporer dan lain sebagainya, dibandingkan seni-seni tradisional Melayu warisan
nenek moyang. Kondisi tersebut, memotivasi para pencinta seni untuk berusaha melestarikan
seni tradisional Melayu dengan berbagai macama cara diantaranya mempromosikan,

40
https://www.scribd.com/doc/48101193/Jenis-Dan-Bentuk-Kesenian-Melayu#
mengajarkan, dan mengadakan pertunjukan-pertunjukan seni. Ada juga seniman yang terus
berusaha menciptakan karya seni dengan menggabungkan unsur-unsur seni tradisional melayu
dengan seni modern, sehingga lebih diterima oleh masyarakat tanpa harus menghilangkan
identitas seni tradisional Melayu itu sendiri.
Menurut penulis untuk menjaga eksistensi dan terus terjaganya seni-seni tradisional
melayu maka perlu adanya kesadaran seluruh lapisan masyarakat untuk terus memelihara dan
menjaga seni tersebut, kemudian peran seniman itu sendiri dengan memakai dan
mengajarkannya serta dukungan penuh pemerintah dengan memberikan atau menentukan
kebijakan dan bahkan menjadi pelopor sehingga eksistensi seni tradisional Melayu terus dapat
dilestarikan dan terjaga. Namun jika tiga elemen di atas kurang bersinergi, maka dihawatrikan
eksistensinya akan terkalahkan oleh hadirnya seni modern. Seperti tergambar oleh hasil
penelitian Sofy Eka41 Sari tentang grup musik melayu Ghazal42 sang nila utama di Kota
Pekanbaru Riau bahwa musik melayu Ghazal merupakan kesenian melayu tua yang mengalami
dampak globalisasi dan kurang diperhatikan masyarakat sehingga membuat eksistensinya
tenggelam di bawah persaingan era globalisasi dan modern khususnya di zaman milenial ini.
Lebih lanjut menurut peneliti bukan hanya pengaruh globalisasi namun kurangnya penghargaan
masyarakat terhadap kesenian ini yang mempengaruhi semangat seniman untuk terus menjaga
warisan budaya dan juga kurangnya dukungan pemerintah setempat sehingga musik Ghazal ini
mengalami eksistensi dekadensi yang berarti mengalami grafik penurunan terhadap
keberadaanya.

41
Eksistensi Grup Musik Melayu Ghazal Sang Nila Utama di Kota Pekan Baru Provinsi Riua, (Skripsi: Prodi
Sendratasik FKIP Univ. Islam Riau, 2020)
42
Musik Ghazal adalah jenis musik Arab yang bercorak percintaan. Oleh karena adanya pengaruh dari Persia
dan India, musik Ghazal ini dikembangkan menjadi jenis nyanyian dengan iringan musik yang populer pada zaman
Umayah, salag seorang tokoh musik Ghazal yang terkenal yaitu Umar bin Ruba`ayah. Musik Ghazal kemudia
berkembang ke Negara Persia dan India. Dari India nyanyian Ghazal ini dibawa ke tanah Melayu dan diterima
sebagai salah satu lagu-lagu asli dalam masyarakat Melayu
DAFTAR PUSTAKA
Angkasa , Zuber, Arsitektur Melayu Berbasis Islam dan Relevansinya dalam Desain Gedung UIN Raden
Fatah Palembang, UMP: Makalah Seminar, 25 November 2016
Applegreen (2023) Ukuran KayuTradisional. http://bicarasenivisual.blogspot.co.id/2014/09/ukiran-
kayu-tradisional.html
Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII,
Mizan, Bandung, 1999, hal. 166-168
Abu al-Wafa` al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, terj. Ahmad Rofi` Utsmani, Pustaka
Bandung, 1985, hal. 95
Bruinessen, Martin van, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia Mizan,
Bandung, 1995, hal. 190
Daudy, Ahmad, Falsafah Mistik Syeikh Hamzah Fansuri dalam Sanggahan Syeikh Nuruddin Ar-Raniry,
dalam al-Jami’ah edisi no. 27, 1982, hal. 30
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, (Jakarta:Balai
Pustaka, 2008), h. 156
Fathurahman, Oman, Tanbîh al-Mâsyî Menyoal Wahdatul Wujud Kasus Abdurrauf Singkel di Aceh
Abad 17, Mizan, Bandung, 1999, hal. 24, 36-37
Frishman, Martin and Hasanuddin Khan (edited) The Mosque, History, Architectural Development &
Regional Diversity, London: Thames and Hudson Ltd, 1994
Hadi, Abdul, W.M dan Ali Zainal Abidin, Hermeneutika, estetika dan religiusitas: esai-esai sufistik dan
seni rupa, (Jakarta: Sadra International Institute, 2016)
Herwandi, Sejarah huruf arab dan kaligrafi sebagai seni Islam, (materi kuliah MK. Seni dan Budaya
Melayu)
https://en.wikipedia.org/wiki/Pseudo-Kufic
https://www.scribd.com/doc/48101193/Jenis-Dan-Bentuk-Kesenian-Melayu#
https://www.kompas.com/skola/read/2020/04/21/183000669/akulturasi-dan-perkembangan-budaya-
islam-seni-bangunan, diakses 19-4-2023
https://abhiseva.id/kesenian-zaman-kerajaan-islam-di-indonesia/ diakses 21 April 2023
https://www.kompas.com/skola/read/2020/04/21/183000669/akulturasi-dan-perkembangan-budaya-
islam-seni-bangunan, diakses 19-4-2023
Haris, Tawalinuddin, masjid-masjid di Dunia Melayu Nusantara, Suhuf, Vol. 3, No. 2, 2010, Universitas
Indonesia, Depok, hal. 279
H.A.R Gibb dan H. Kraemers (Lihat Shorter Encyclopaedia of Islam, Leiden: E.J. Briil, 1953: 340).
Khayyam, Umar, Seni Tradisi Masyarakat, Jakarta: Sinar Harapan, 1981, hal. 16
Mulia Putri, Vanya Karunia, https://www.kompas.com/skola/read/2021/06/18/151625569/seni-abstrak-
pengertian-sejarah-ciri-dan-contoh-karyanya?page=2,
Mugiono, Integrasi Pemikiran Islam dan Peradaban Melayu, Jurnal: JIA/Juni 2016, Th. 17 No. 1
Ndakia (2023) Rumah Adat Riau. http://ndakia.blogspot.co.id/2016/01/rumah-adatriau.html
Rahman, Fazlur, Islam, University of Chicago Press, Chicago, 1979, hal. 137
Sirojuddin, A.R., Seni Kaligrafi Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 13
Suseno, T (2006) “Butang Emas” Warisan Budaya Melayu Kepulauan Riau. Tanjungpinang: Data
Makmur Setia
Susanto, Mikke, Jeihan: Maestro Ambang Nyata dan Maya, Kepustakaan Populer Gramedia, 2017
Tudjimah, Asrâr al-Insân fî Ma’rifa al-Rûh wa al-Rahmân, P.T. Penerbitan Universitas, Djakarta, t.t.
hal. 5
Yulia Eka Pitrie, Seni Islam dalam Perspektif Al-Faruqi: Sebuah Komparasi, Jurnal el-Harakah, Vol
11, No. 1 Tahun 2009, hal. 17

Anda mungkin juga menyukai