Anda di halaman 1dari 2

Hybrid Financial Instruments

Pada dasarnya, sumber pembiayaan perusahaan secara garis besar terdiri dari 4 hal, yaitu:

a. Pendanaan internal, misalnya dengan menahan laba

b. Pendanaan melalui modal (equity financing) dan distribusi laba (distributing dividend)

c. Pendanaan melalui utang (debt financing)

d. Anjak piutang (factoring) dan leasing

Namun, walaupun demikian, ada kalanya untuk meningkatkan pembiayaan, suatu perusahaan perlu
menggunakan lebih dari satu sumber pembiayaan, sehingga perhitungan akuntansi dan pajaknya
merupakan gabungan dari jenis pembiayaan yang dipilih.

Salah satu instrumen keuangan yang saat ini banyak digunakan oleh perusahaan dalam
melakukan investasi adalah hybrid financial instruments. Dari sisi pertimbangan komersial, inovasi
instrumen keuangan dengan menggunakan hybrid financial instruments akan memberikan
keuntungan bagi perusahaan saat menghadapi risiko investasi yang besar. Inovasi instrumen
keuangan dalam hybrid financial instruments dapat dilihat dari karakteristiknya yang mencampurkan
karakteristik instrumen utang dan juga karakteristik instrumen modal.

Utang Modal

Dana akan dikembalikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan Dana hanya akan
dikembalikan pada saat likuidasi

Imbalan dari utang harus tetap dibayar meskipun penerima utang dalam keadaan merugi
Imbalan dari penyertaan modal tergantung dari performa usaha penerima modal

Dalam keadaan likuidasi, pemberi utang (kreditor) memiliki hak prioritas atas aset Hak
pemberi mdoal (pemegang saham) atas asset merupakan hak tagih terakhir setelah kreditor

Pemberi utang (kreditor) tidak memiliki kontrol atas perusahaan Pemberi modal (pemegang saham)
memiliki kontrol atas perusahaan

Hybrid financial instruments dapat didefinisikan sebagai instrumen keuangan yang memiliki
karakteristik ekonomi yang tidak konsisten, baik secara parsial maupun secara keseluruhan terhadap
bentuk legalnya. Sementara itu, OECD mendifinisikan hybrid financial instrument sebagai instrumen
keuangan yang diklasifikasikan berbeda diantara negara-negara yang terlibat dalam transaksi
instrumen tersebut, misalnya sebagai pinjaman di satu negara dan sebagai modal di negara lainnya.
Contoh hybrid financial instruments yang sering ditemui antara lain: saham preferen (preference
shares), silent partnership, shareholder loan, participation bonds, convertible bonds, warrant bonds,
dan profit participation loans.

Dalam aspek pajaknya, hybrid financial instrument seringkali digunakan dalam perencanaan
pajak pada tingkat internasional karena terdapat perbedaan dalam pengklasifikasian dan perlakuan
pajak di beberapa negara yang mengakibatkan peluang tax arbitrage meningkat. Hybrid financial
instruments sering digunakan untuk tujuan penghindaran pajak (tax avoidance) melalui profit shifting
yang mengakibatkan dasar pengenaan pajak dalam negeri suatu negara bisa terkikis (Base Erosion
Effect). Isu ini membuat OECD membahas secara mendetail dalam laporannya yang berjudul
“Addressing BEPS (Base Erosion Profit Sharing)”. Dalam laporan tersebut, OECD memaparkan
bagaimana BEPS menjadi ancaman serius terhadap penerimaan, kedaulatan, dan keadilan dalam
sistem perpajakan. Hal ini menandakan bahwa isu BEPS ini tidak hanya dihadapi oleh negara-negara
berkembang saja, melainkan juga negara-negara maju yang merupakan negara asal dari perusahaan
multinasional.

Ketentuan di Indonesia lebih menekankan pembedaan antara penghasilan dan biaya dalam
menghitung penghasilan kena pajak bukan pada pembedaan antara utang dan ekuitas secara
eksplisit. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 18 ayat 3 UU PPh yang berbunyi:

“Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan
pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena
Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Waib Paak lainnya sesuai
dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan
menggunakan metode perbandingan harga antara pihak independen, metode harga penjualan
kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya”

Dalam penjelasan Pasal 18 ayat 1 UU PPh dijelaskan bahwa apabila pebandingan antara
utang dan modal sangat besar melebihi batas-batas kewajaran, pada umumnya perusahaan tersebut
dalam keadaan tidak sehat. Dalam hal demikian, untuk penghitungan Penghasilan Kena Pajak,
Undang-Undang ini menentukan adanya modal terselubung. Terkait dengan modal terselubung yang
imbal hasilnya dikategorikan dividen ketentuan perpajakan Indonesia tidak mendefinisikan istilah
modal terselubung, sehingga tidak menutup kemungkinan akan diinterpretasikan berbeda dan
tentunya hal ini tidak memenuhi prinsip kepastian.

Tujuan perpajakan yang dapat dicapai dengan menggunakan hybrid financial instruments
dalam perencanaan pajak adalah sebagai berikut:

a. Memperoleh pengurangan ganda (double dipping) atas pembayaran bunga.

b. Perusahaan yang memungkinkan pembebanan bunga pada suatu negara dan tidak
dikenakan pajak di negara lainnya.

c. Mengatasi tax avoidance rule dengan struktur pembiayaan yang mengindari permasalahn
thin-capitalization rule atau aturan back-to-back loan.

d. Menghindari atau mengurangi tarif pemotongan pajak penghasilan dan pajak atas laba
pengalihan harta.

e. Menunda penerimaan penghasilan atau mendapatkan pengurangan pajak secara dini.

Suatu instrumen keuangan hybrid yang bertujuan memanfaatkan perbedaan sistem perpajakan
diantara 2 negara tidak memiliki tujuan yang bonafide mengakibatkan dasar pengenaan pajak dalam
negeri suatu negara bisa terkikis sehingga hal ini dianggap sebagai bentuk penghindaran pajak yang
menjadi ancaman serius berbagai negara. Saat ini, Indonesia masih belum memiliki ketentuan
pencegahan penghindaran pajak baik secara khusus maupun umum yang dapat menangkal praktik
penghindaran pajak melalui penggunaan instrumen keuangan hybrid. Walaupun otoritas pajak
Indonesia memiliki wewenang untuk merekarakterisasi transaksi utang sebagai modal, namun
dengan tidak adanya peraturan yang dapat digunakan sebagai batasan antara utang dan modal
menjadi kendala bagi kepastian hukum untuk menjustifikasi wewenang otoritas pajak tersebut.

Anda mungkin juga menyukai