Artikel Hukum Administrasi Negara
Artikel Hukum Administrasi Negara
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Kasus ini berawal saat adanya perjanjian salah satu Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), yakni Merpati Nusantara Airlines (MNA) dengan perusahaan
penyewaan pesawat dari Amerika Serikat, Thirdstone Aircaft Leassing Group
(TALG) pada Desember 2006. Dalam perjanjian itu, TALG menyatakan
kesiapannya untuk memenuhi permintaan penyewaan pesawat jenis Boeing 737-
400 dan 737-500. Atas perjanjian tersebut, MNA mengirimkan uang sebesar 1
Juta USD sebagai jaminan atau security deposit. Sampai Januari 2007, TALG
belum memenuhi permintaan Merpati untuk menyediakan pesawat tersebut,
dimana disisi lain, faktanya uang security deposit tersebut telah digunakan oleh
TALG sehingga tidak dapat ditarik kembali.1
Dakwaan JPU
2
Baca Laporan Bedah Kasus Tindak Pidana Korupsi Nomor Registrasi Perkara:
36/Pid.B/TPK/2012/PN.Jkt.Pst atas Nama Terdakwa Hotasi D.P. Nababan Oleh Masyarakat
Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK)
4
1. Primer
Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang_undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
2. Subsider
Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Mengacu pada penjelasan dalam Undang-undang ini tentang pengertian dan ruang
lingkup keuangan negara yang menyatakan :
4
Dian Puji N. Simatupang. Paradoks Rasionalitas Perluasan Ruang Lingkup Keuangan
Negara dan Implikasinya Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah. Jakarta: badan Penerbit FHUI,
2011. hal.34.
6
subtantif bahwa keuangan negara ada dimana-mana. Hal ini berarti keuangan
negara bersumber, berasal dan berkembang dari negara, yang akhirnya berujung
pada kepemilikan negara.
Keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk
apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala
bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena :
5
Ibid, Hal. 9
7
Keuangan Negara yang Dipisahkan
Pasal 1 butir 10 UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) mendefinisikan bahwa kekayaan negara yang dipisahkan adalah
kekayaan negara yangberasal dari Anggaran Pendapatan dan Belana Negara
(APBN) untuk dijadikan penyertaan modal negara pada Persero dan/atau Perum
serta perseroan terbatas lainnya. Dari penjelasan ini, posisi BUMN dalam
perspektif hukum positif adalah melakukan pengelolaan keuangan negara.
Artinya, pengelolaan keuangan negara oleh BUMN tidak menghilangkan sifat dari
kekayaan negara yang dipisahkan sebagai uang negara, tidak berubah sifatnya
menjadi uang privat.6
Dalam kasusnya, Hotasi Nababan bertindak sebagai Dirut PT. MNA yang
merupakan BUMN. Pengelolaan keuangan pada MNA, tidak terlepas dari ruang
lingkup keuangan negara dan kekayaan negara. Karena sekalipun masuk kedalam
kategori yang dipisahkan, pada sisi sifat, statusnya tetap sebagai uang dan
kekayaan negara. Sebagaimana telah dijelaskan dalam UU Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
6
Ibid, Hal. 11
8
Keuangan publik (public finance) memiliki keterkaitan dengan aspek publik
secara umum dan aspek publik secara khusus yang memiliki keterkaitan dengan
negara. Di beberapa negara pemaknaan keuangan publik secara sempit sebagai
keuangan negara atau lebih sempit sebagai anggaran negara.7
Keuangan publik hakikatnya menunjuk pada dua hal yaitu sektor keuangan yang
digunakan untuk kepentingan pemangku kepentingan (stakeholder) dalam
lingkungan kuasanya. Atau keuangan yang ditunjukkan pada fungsi
penyelenggaraan pemerintahan umum dan pelayanan umum dan pelayanan
publik. Bagi negara berkembang, keberadaan keuangan publik sama halnya
dengan administrasi publik merupakan keharusan sebagaimana dikemukakan
Irving Swerdlow yang mengemukakan, “the importance of adequate publik
administrastion for economic growth was quickly recognized and emphasized.”9
7
Dian Puji N. Simatupang. Paradoks Rasionalitas Perluasan Ruang Lingkup Keuangan
Negara dan Implikasinya Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah. Jakarta: badan Penerbit FHUI,
2011. hal.210.
8
perustakaan.depkeu.go.id, diakses 21 Oktober 2014
9
Dian Puji N. Simatupang. Paradoks Rasionalitas Perluasan Ruang Lingkup Keuangan
Negara dan Implikasinya Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah. Jakarta: badan Penerbit FHUI,
2011. hal.213
9
publik dimaknai sebagai suatu bangunan arsitektur yang terdiri dari keuangan
negara, keuangan daerah, keuangan badan hukum, dan keuangan subjek hukum
pribadi, yang masing-masing karakter hukum (rechtkarakter) dan status hukum
(rechtsstatues) yang berbeda yaitu semakin bersifat publik, akan semakin luas
wewenang (autority, gezag) negara, sedangkan semakin privat akan semakin
mengecil wewenang negara.10
Meski UUD 1945 baik pra maupun pasca perubahan, istilah “Keuangan Negara”
resmi digunakan dalam konstitusi, namun istilah tersebut masih menimbulkan
masalah penafsiran, karena dalam realitasnya disamping keuangan negara masih
terdapat keuangan daerah maupun keuangan badan hukum lainnya yang berasal
dari kekayaan negara yang dipisahkan pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) masih dikategorikan sebagai keuangan
negara.11
Dalam sistematika hukum yang berlaku umum, pada saat ini dikenal adanya dua
jenis badan hukum, yakni : ”Badan Hukum Publik” dan “Badan Hukum
Perdata”, dimana perbedaan antara kedua badan hukum tersebut terletak pada
“tugas dan kewajiban” (taak en bevoegheid) bagi badan hukum publik sebagai
dasar pelaksanaan fungsinya, dan “hak dan kewajiban” bagi badan hukum perdata
sebagai akibat perbuatan hukum dari suatu perjanjian perdata.12
10
Ibid Hal.215
11
Prof. Dr. Arifin P. Soeria Atmadja, Aktualisasi Hukum Keuangan Publik, (Bandung:
Mujahid Press, 2014), hal. 10
12
Ibid, hal. 11
10
Menurut Arifin P. Soeria Atmadja, yang tergolong badan hukum publik adalah
“Negara” dan “Daerah”, atau badan-badan hukum lain yang ditetapkan “dengan”
undang-undang atau berdasarkan peraturan perundang-undangan. Secara yuridis,
suatu badan hukum publik mempunyai “tugas dan kewenangan” dalam
menetapkan suatu ketentuan peraturan perundang-undangan atau kebijakan publik
yang dapat mengikat semua anggota masyarakat. Negara dan daerah atau badan
hukum lain yang ditetapkan sebagai badan hukum publik mempunyai imunitas
publikyang tidak dimiliki oleh badan hukum perdata, dimana hubungan
hukumnya dibangun bersifat “vertikal”.13
13
Ibid. Hal. 12
11
DAFTAR PUSTAKA
Amartya Sen, Kekerasan dan Ilusi Tentang Identita, Tangerang : Marjin Kiri,
2007
12
Agus Muhammad, Melihat Krisis Indonesia Lewat Analisa Amartya Sen, 13
Desember 2010 dalam situs http://www.unisosdem.org/humanitarian.php,
diakses pada tanggal 10 Desember 2014 pukul 20.23 WIB.
www.djpp.kemenkumham.go.id
www.perustakaan.depkeu.go.id
13