Anda di halaman 1dari 15

KETERKAITAN SOCIAL INTELEGENT DENGAN HUMALITY TERHADAP

MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING DI UNIVERSITAS NEGERI

SEMARANG

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun guna memenuhi tugas Permasalahan dan Usulan Penelitian Bimbingan dan

Konseling

Dosen Pengampu

Dra. Maria Theresia Sri Hartati, M. Pd.

Eem Munawaroh, S. Pd. , M. Pd.

Oleh
Yusris Sabila 1301418094

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2021
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH


Manusia secara hakiki merupakan makhluk sosial yang selalu berhubungan dan
membutuhkan orang lain dalam kehidupannya untuk memenuhi segala kebutuhannya.
Manusia tidak mampu untuk hidup sendiri tanpa memerlukan bantuan dari orang di
sekelilingnya. Sejak dilahirkan manusia membutuhkan pergaulan dengan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan biologisnya. Manusia ditakdirkan untuk bersosialisasi dan
berinteraksi terhadap orang lain dan membutuhkan orang lain, sebagai makhluk sosial
manusia telah membutuhkan pergaulan dengan orang lain dalam proses kehidupannya.
Individu yang memiliki kecerdasan sosial yang memadai akan mampu menjalin
persahabatan yang akrab dengan orang lain, juga termasuk kemampuan memimpin,
mengorganisasi, menangani perselisihan antar individu, memperoleh simpati dari individu
lain, dan sebagainya. Kecerdasan sosial akan mengembangkan ketrampilan individu
untuk bekerja sama dengan orang lain, mampu berkomunikasi dalam konteks saling
memahami, dan ditandai oleh 2 kemampuan dalam hal memperhatikan perbedaan dan
mencermati maksud atau motif orang lain (Gardner, 2003).
Kecerdasan sosial berimplikasi pada terbinanya interaksi interpersonal yang positif,
dimana individu mampu hidup secara harmonis dan damai dalam perbedaan serta
keragaman. Keharmonisan dan perdamaian dalam kehidupan sosial tentu akan berujung
pada peningkatan kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup tiap individu di dalam unit
sosial tersebut, dimana individu-individu yang memiliki kecerdasan sosial yang memadai
terikat dalam interaksi sosial akan saling menunjang terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan
fisik dan psikis. Kondisi ini tentu menjadi harapan bagi setiap unit sosial.
Pada dasarnya pendidikan mempunyai makna yang sangat berarti untuk kehidupan
dan perkembangan mahasiswa. Hal ini sesuai dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun
2012 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 1 Ayat 1 yang berbunyi bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Dari paparan tersebut dapat kita ketahui bahwa salah satu keberhasilan dalam suatu
pendidikan dapat dicapai melalui jalur formal. Pendidikan formal pada umumnya
ditempuh dengan jalur akademik di sekolah mulai dari jenjang pendidikan kanak-kanak
hingga perguruan tinggi (Rifa, Susandari). Dalam konteks ini mahasiswa yang tengah
belajar di perguruan tinggi harapannya dapat melakukan usaha atau kegiatan yang
dijalankan secara sengaja, teratur, dan terencana dengan maksud mengubah atau
mengembangkan perilaku yang diinginkan sesuai dengan pembelajaran yang diampu
dengan jalur akademik.
Namun, saat menempuh pendidikan di perguruan tinggi tersebut tentunya tidak serta
merta menjadikan mahasiswa berfikiran bahwa setelah menuntaskan di bangku
perkuliahan tujuannya akan selesai akan tetapi, justru banyak yang merasa optimis karena
memikirkan masa depan setelah mengampu pendidikan di perguruan tinggi, apalagi
karena situasi saat ini yang masih melalui pembelajaran serba online hal ini tentunya akan
mempermudah akses dalam pembelajaran. Manusia adalah makhluk social yang
berintraksi dengan individu lain. Berbagai macam sifat, karakter yang dimiliki oleh
seseorang dalam menjalin hubungan interpersonal. (Nashori 2008) menerangkan bahwa
dalam interaksi dengan sesamanya, manusia menghadapi berbagai kemungkinan,
termasuk kemungkinan interaksi yang lebih akrab dan sebaliknya. Hubungan yang
kemungkinan menimbulkan konflik. Individu yang tersakiti oleh orang lain akan
mengeluarkan emosi marah dalam dirinya dan amarah ini dipendam oleh individu dengan
memperlihatkan perilaku agresif yang akan menimbulkan sikap balas dendam terhadap
orang yang menyakiti.
Konflik inilah yang menyebabkan suatu hubungan antar individu menjadi tidak baik
sehingga perlu diselesaikan. Salah satu intervensi yang bisa dilakukan dalam
penyelesaiannya adalah dengan sikap kerendahan hati. Secara etimologi kerendahan hati
atau (tawadhu’) berasal dari lafaz “‫“ عضاوت‬artinya merendahkan diri, rendah hati (Yunus,
1973). Menurut Khalid (2013) mengatakan bahwa kerendahan hati atau tawadhu’
mempunyai dua makna, pertama menerima kebenaran yang datangnya dari siapa saja,
baik orang itu miskin ataupun kaya, terhormat ataupun sederhana, kuat maupun lemah,
dari temannya sendiri atau bahkan dari musuhnya. Kedua, tawadhu’ adalah mampu
menjalin interaksi dengan semua manusia sikap penuh kasih sayang dan kelembutan.
Secara global kerendahan hati atau tawadhu’ diartikan sebagai “Merendahkan diri
dihadapan Allah SWT”. Elliot (2010) menyatakan bahwa humility (kerendahan hati)
adalah kemampuan untuk mengakui kesalahan diri, ketidaksempurnaan, kesengajaan/
keterbatasan diri dan keterbukaan untuk menerima ide-ide baru.
Orang yang memiliki sifat rendah hati adalah orang yang terbuka terhadap segala hal
yang bersifat positif, merasa memiliki kekurangan dan mau intropeksi diri sehingga
ketika ada orang lain yang melakukan kesalahan terhadapnya ia akan berusaha untuk
berfikir apakah kesalahan orang itu juga disebabkan oleh perbuatannya. Menurut Asy-
Syaqawi (2013) yang dimaksud dengan tawadhu’ ialah merendahkan diri dan berlaku
lemah lembut. Tawadhu’ tidak akan mendongkrak pelakunya menjadi terpuji melainkan
hanya untuk mengharapkan ridho Allah SWT.
Elliot (2010) menyatakan kerendahan hati (humility) adalah kemampuan untuk
mengakui kesalahan diri, ketidaksempurnaan, kesenjangan/keterbatasan diri dan
keterbukaan untuk menerima ide-ide baru, informasi, dan saran. Kerendahan hati juga di
anggap sebagai penilaian akurat individu terhadap kemampuan seseorang dan prestasi
dirinya. Kaitan antara kepentingan kerendahan hati terhadap pemaafan ditunjukkan dari
hasil penelitian Cardak (2013) yang menyatakan bahwa kerendahan hati dapat
memprediksi pemaafan.
Berdasarkan kerangka yang dipaparkan, maka hipotesis yang diajukan pada
penelitian ini yaitu keterkaitan social intelegence dengan humality mahasiswa bimbingan
dan konseling di universitas negeri semarang.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan, peneliti merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Seberapa tinggi tingkat social intelegence mahasiswa Bimbingan dan Konseling di
Universitas Negeri Semarang ?
2. Seberapa tinggi tingkat humality masa depan mahasiswa Bimbingan dan Konseling
di Universitas Negeri Semarang ?
3. Apakah terdapat hubungan antara social intelegence dengan humality mahasiswa
Bimbingan dan Konseling di Universitas Negeri Semarang ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, peneliti melakukan
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis tingkat social intelegence mahasiswa Bimbingan dan Konseling di
Universitas Negeri Semarang.
2. Menganalisis tingkat humality mahasiswa Bimbingan dan Konseling di Universitas
Negeri Semarang.
3. Untuk mengetahui apakah terdapat terdapat keterkaitan antara social intelegence
dengan humality mahasiswa Bimbingan dan Konseling di Universitas Negeri
Semarang.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian yang akan peneliti lakukan terdiri atas dua macam, yaitu manfaat
teoritis dan manfaat praktis

1.4.1 Manfaat Teoritis


Penelitian yang dilakukan oleh peneliti diharapkan dapat memberikan
tambahan wawasan atau pengembangan pengetahuan dalam bidang bimbingan
dan konseling, khususnya pada kajian tentang keterkaitan antara social
intelegence dengan humality mahasiswa Bimbingan dan Konseling di Universitas
Negeri Semarang selama pembelajaran online. Kajian tersebut dapat nembah
khasanah ilmu bimbingan dan konseling.
1.4.2 Manfaat Praktis
Diharapkan dari penelitian ini baik konselor maupun praktisi yang lain
mampu memahami dan dapat memanfaatkan social intelegence untuk
meningkatkan humality dalam berperilaku baik didalam masyarakat.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Teori

A. Kecerdasan Sosial (Social Intelegence)


a) Definisi Kecerdasan Sosial (Social Intelegence)
Menurut Dusek (Casmini, 2007) pengertian kecerdasan atau intelligence dapat
diartikan menjadi dua berdasarkan kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif,
kecerdasan sosial merupakan proses belajar guna memecahkan suatu masalah yang
dapat diukur dengan tes kecerdasan. Sedangkan secara kualitatif, kecerdasan sosial
adalah cara berpikir dalam bentuk konstruk bagaimana menghubungkan dan
mengelola sebuah informasi dari luar yang kemudian disesuaikan dengan dirinya
sendiri (Casmini, 2007). Selanjutnya menurut Gardner (Efendi, 2005) menjelaskan
kecerdasan adalah sebuah kemampuan untuk memecahkan atau menciptakan sesuatu
yang bernilai bagi budaya tertentu. Wescler juga berpandangan bahwa kecerdasan
disebut sebagai suatu kapasitas umum dari individu untuk bertindak, berpikir rasional
dan berinteraksi dengan lingkungan secara efektif (Sagala, 2010). Sehingga
kecerdasan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menguasai kemampuan
tertentu.
Menurut Goleman (1996) menjelaskan bahwa kecerdasan sosial merupakan
suatu unsur untuk menajamkan kemampuan antarpribadi, unsur pembentuk daya tarik,
keberhasilan sosial bahkan karisma. Seseorang yang terampil dalam kecerdasan sosial
dapat menjalin hubungan dengan orang lain dengan cukup lancar, peka membaca
situasi dan perasaan orang lain, mampu mengorganisir dan pandai dalam menangani
permasalahan yang muncul setiap keadaan. Sementara menurut Thorndike (Ganaie &
Mudasir, 2015) menjelaskan bahwa kecerdasan sosial adalah kemampuan utuk
memahami dan mengelola hubungan laki-laki dan perempuan untuk bertindak
bijasana dalam berinteraksi. Singkatnya kemampuan yang mencapai kematangan pada
kesadaran berpikir dan bertindak untuk menjalankan peran manusia sebagai makhluk
sosial dalam menjalin hubungan dengan lingkungan atau kelompok masyarakat.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kecerdasan sosial
merupakan kemampuan untuk mengenal serta mempengaruhi diri sendiri dan orang
lain sehingga dapat beradaptasi dilingkungan dengan baik. Kecerdasan sosial
berkaitan dengan hubungan sosial yang mencakup kedekatan, kepercayaan, persuasi
dan keanggotaan kelompok.

b) Aspek Aspek Kecerdasan Sosial


Menurut Goleman (2006) kecerdasan sosial dapat dikategorikan menjadi
dua yakni kesadaran sosial dan fasilitas sosial yang dijelaskan sebagai berikut:
1) Kesadaran Sosial Kesadaran sosial mengarah pada kepekaan perasaan
terhadap orang lain seperti memahami perasaan dan pikiran untuk ikut
terlibat dalam situasi yang sulit. Dalam kesadaran sosial terdapat
komponen yang dapat mewakili yakni:
a. Primal empathy (empati dasar) adalah perasaan terhadap orang lain
dan merasakan tanda isyarat emosi
b. Attunemen (penyelarasan) adalah mendengarkan dengan penuh
seksama dan menyelaraskan diri pada seseorang
c. Empathic accurary (empati yang tepat) adalah memahami pikiran,
perasaan dan maksud orang lain
d. Social cognition (kognisi sosial) adalah kemampuan individu dalam
memahami dan memilih hal apa yang tepat untuk dilakukan pada
situasi yang berbeda-beda atau mengetahui bagaimana kehidupan
bersosialisasi terjadi.

2) Fasilitas Sosial Fasilitas sosial adalah kemampuan merasakan


perasaan orang lain atau mengetahui apa yang mereka pikirkan. Fasilitas
sosial ini bertumpu pada kesadaran sosial yang memungkinkan
berinteraksi secara mulus dan efektif. Dalam fasilitas sosial terdapat
komponen yang dapat mewakili, yakni:
a. Synchrony (sinkronisasi) adalah kemampuan individu dalam
berinteraksi dengan menggunakan bahasa non-verbal secara lancar.
b. Self presentation (presentasi diri) adalah bagaimana individu
menampilkan dirinya dengan efektif saat berinteraksi dengan orang
lain.
c. Influence (pengaruh) adalah kemampuan individu dalam
mempengaruhi orang lain untuk berbuat sesuatu dengan perkataan
yang hati-hati dan mempu mengendalikan diri.
d. Concern (kepedulian) adalah kepedulian individu terhadap orang lain
dimana apabila semakin besar kepedulian kita terhadap orang lain,
kita dapat mengorbankan waktu dan tenaga untuk membantu orang
tersebut.

c) Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Sosial (Social Intelegence)


Suyono (2007) menyebutkan bahwa yang mempengaruhi kecerdasan
social sebagai berikut:
a. Moralitas Orang yang memiliki kecerdasan sosial akan member kontribusi
terbaik dari kemampuan dirinya untuk disumbangkan di lingkungan
sekitarnya.Adanya penanaman moralitas sejak dini akan membangun
kualitas hidup manusia yang baik serta mempengaruhi segala prilaku.
Oleh karena itu moralitas seseorang mempengaruhi kecerdasan sosial.
b. Kecerdasan Emosi Seseorang yang mampu menyadari dan mengelola
emosi diri sendiri, memiliki kepekaan terhadap emosi orang lain, mampu
merespon dan bernegosiasi dengan orang lain secara emosional, serta
dapat menggunakan emosi sebagai alat untuk memotivasi diri.
c. Status Ekonomi Status ekonomi merupakan kelompok manusia yang
menempati lapisan sosial, yang menunjukkan kedudukan atau posisi,
peringkat seseorang dalam kelompok masyarakatnya berdasarkan kreteria
ekonomi.

d) Ciri Ciri Kecerdasan Sosial Social Intelegence


Terkait didalam kondisi masayrakat terdapat ciri ciri yang
membedakan antara yang mempunyai kecerdasan social dan fasilitas yang
tinggi dan kecerdasan social dan fasilitas yang rendah :
1. Kecerdasan Sosial Dan Fasilitas yang Tinggi
1) Kesadaran Sosial
a. Mampu merasakan tanda isyarat perasaan orang lain
b. Mampu menyesuaikan informasi sehingga dapat memberikan
respon yang sesuai
c. Peka terhadap orang lain
d. Paham bagaimana kehidupan bersosial terbentuk
2) Fasilitas Sosial
a. Mampu berkomunikasi melalui tindakan
b. Mampu mengekspresikan diri dihadapan orang lain
c. Menjadi pengaruh orang lain
d. Peduli dengan sesama makhluk social
2. Kecerdasan Sosial Dan Fasilitas yang Rendah
1) Kesadaran Sosial
a. Kurang mampu merasakan tanda isyarat perasaan orang lain
b. Belum mampu menyesuaikan informasi sehingga dapat
memberikan respon yang sesuai
c. Tak acuh terhadap orang lain
d. Pemahaman yang kurang mengenai kehidupan bersosial
2) Fasilitas Sosial
a. Kurang mampu berkomunikasi melalui tindakan
b. Kurang mampu mengekspresikan diri dihadapan orang lain
c. Belum mampu menjadi pengaruh orang lain
d. Kurang memiliki kepedulian dengan sesama makhluk social

B. Kerendahan Hati (Humality)


a) Definisi Kerendahan Hati (Humality)
Integrasi ilmu tentang pengertian tawadhu‟ atau kerendahan hati juga
dipaparkan dalam kajian ilmu barat. Sebagaimana Elliot (2010) menyatakan
bahwa humility (kerendahan hati) adalah kemampuan untuk mengakui
kesalahan diri, ketidaksempurnaan, kesengajaan/keterbatasan diri dan
keterbukaan untuk menerima ide-ide baru, informasi, dan saran. Menurut
Norvin Richards kerendahan hati adalah kecenderungan untuk
mempertahankan prestasi, sifat, perspektif tidak dilecehkan dan sebagainya,
bahkan jika dirangsang untuk membesar-besarkan (dalam Snow, 1995).
Richards mengklaim Kerendahan hati itu tidak melebih-lebihkan kepentingan
sendiri.
Templeton (dalam Elliot, 2010) menyampaikan bahwa humility
(kerendahan hati) berlawanan dengan arogan (kesombongan). Humility
mempromosikan sebuah keterbukaan untuk belajar dari orang lain dan
bergabung dengan masyarakat sehingga tampak orang yang rendah hati adalah
orang-orang yang tidak berpikir terlalu tinggi, tidak berpikir terlalu rendah diri
terhadap diri mereka sendiri.
Bersikap tinggi hati, tidak mau memberi salam, tidak mau tersenyum
dan tidak mau berbicara kepada siapapun. Itu artinya berbuat zalim kepada
manusia 37 karena tidak memberikan hak secara wajar dan manusiawi.
Humility (kerendahan hati) tidak berfikir buruk diri sendiri, melainkan tidak
berfokus pada diri sendiri untuk mengabaikan yang lain. Lickona (dalam
Permatasari, 2016) mengatakan bahwa kerendahan hati adalah kebajikan yang
dianggap sebagai dasar dari kehidupan moral secara keseluruhan.
Humility (kerendahan hati) telah dianggap sebagai komponen penting
dalam kehidupan pribadi dan interpersonal (Emmons. dkk dalam Elliot, 2010).
Di bidang kesehatan, kurangnya humility (kerendahan hati) atau fokus diri
yang berlebihan terkait dengan kecenderungan narsistik adalah faktor risiko
penyakit jantung koroner Scherwitz dan Canick (dalam Elliot, 2010). Dalam
hubungan interpersonal, kerendahan hati dan empati memberikan jalan untuk
menyelesaikan konflik sehingga mendapatkan pemaafan dan rekonsiliasi.
Sebagai bagian dari pemaafan, dengan kerendahan hati bisa membuat pihak
yang tersinggung memiliki kerangka kerja kognitif memahami kebutuhan
masa lalunya untuk mendapatkan pengampunan, membuatnya mungkin lebih
membalas.
Humility (kerendahan hati) adalah atribut yang dianggap sangat
berharga sebagai karakteristik yang matang secara spiritual. Kerendahan hati
memberikan kerangka pemahaman diri dan pengendalian diri yang mungkin
memberi kerangka kerja untuk kehidupan yang lebih baik dan memungkinkan
mereka untuk lebih memantau perjuangan mereka sendiri, seperti menyadari
reaksi mereka terhadap Tuhan dan kepada orang-orang di sekitar mereka.
Dari beberapa pengertian dapat disimpulkan bahwa kerendahan hati
(tawadhu‟ atau humility) adalah kepribadian atau sifat yang melekat dalam
diri individu yang mampu untuk mengakui kesalahan dan kekurangan diri
sendiri serta mau menerima kebenaran dari siapa saja tanpa memandang
derajat, memiliki sikap lemah lembut, dan merendahkan diri dihadapan Allah
SWT.
b) Aspek Aspek Kerendahan Hati (Humality)
Menurut Elliot (2010) humility (kerendahan hati) terdiri dari empat
aspek, yaitu:
a. Openness merupakan membuka diri pada segala hal yang bersifat positif
tanpa mempertimbangkan siapa dan dari mana diperoleh. Perihal
keterbukaan seseorang terhadap segala hal adalah salah satu kemampuan
dalam menjalin interaksi dengan semua manusia (Khalid, 2013).
b. Self forgetfulness yaitu merasa memiliki kekurangan, dan intropeksi diri
Manusia sebagai al-Insan dalam Al Qur‟an mengacu pada potensi yang
diberikan Tuhan kepadanya. Kemampuan menguasai ilmu pengetahuan,
namun selain memiliki potensi positif, manusia sebagai al-insan juga
mempunyai kecenderungan berprilaku negatif (lupa).
c. Modest self assesment yang menunjukkan penilaian diri yang sederhana
dan mampu menilai secara berimbang yang sejalan dengan kematangan
emosi dalam memandang berbagai hal. Jalaluddin mengatakan bahwa
potensi akal memberikan kemampuan kepada manusia untuk memahami
simbolsimbol hal-hal abstrak, menganalisa, membandingkan, maupun
membuat kesimpulan akhir memilih dan memisahkan antara yang benar
dan yang salah (Kasinah, 2013).
d. Focus on others adalah memperhatikan orang lain memahami orang lain
serta menghargai orang lain 41 Bentuk kesedian untuk memperhatikan
kepentingan orang lain, wujudnya adalah tolong menolong. Menghargai
orang lain adalah harus mampu memperlakukan orang lain secara baik
dan benar, dalam arti sesuai norma dan aturan yang berlaku. Harus
mampu memosisikan atau mendudukkan orang lain sama pentingnya
dengan diri sendiri. Artinya, jika seorang merasa dirinya penting/berharga,
dia pun harus sadar juga atau memahami juga bahwa orang lain juga
penting dalam arti sama pentingnya atau berharganya dengan diri sendiri
karena semua sama manusia memiliki kedudukan dan posisi yang sama
hadapan Tuhan (Panjaitan, 2014)
Beberapa konsep penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli seperti
studi pertama (Exline dan Geyer pada tahun 2004 dalam Elliot, 2010)
mengkaji pengaruh pengembangan dari humility (kerendahan hati). Kedua,
(Rowatt, 42 Ottenbreit, Nesselroade, Jr., & Cunningham, 2002 dalam Elliot,
2010) dan ketiga (Rowatt, Powers, Targhetta, Comer, Kennedy, & Labouf,
2006 dalam Elliot) studi yang terkait mengukur humility (kerendahan hati)
menggunakan metode implisit. Mereka dimasukkan karena mereka adalah
perwakilan dari beberapa upaya yang menilai kerendahan hati disposisional.
Kesederhanaan sering dikaitkan dengan kerendahhatian dan studi keempat
(Gregg, Hart, Sedikides, dan Kumashiro, 2008 dalam Elliot, 2010) adalah
upaya terbaru dari pengukurannya. Ini menunjukkan metode yang tepat
mendefinisikan konsep abstrak, dan karena kerendahan hati adalah sebuah
konsep terkait dengan usaha mereka mengukurnya dan memberikan wawasan
dalam pengembangan penelitian ini tentang skala kerendahan hati (dalam
Elliot, 2010).

2.2 Kerangka Berfikir


Kerangka berfikir untuk penelitian ini adalah peneliti ingin mengetahui apabila perilaku
social intelegence dapat berpengaruh didalam humality pribadi seorang siswa.
Kemampuan social siswa berperan penting dalam kehidupan sehari-hari baik
dilingkungan sekolah, keluaega dan masyarakat. Sedangkan kemampuan social
dipengaruhi oleh interaksi social siswa tersebut. Jadi, jika interaksi social siswa satu
dengan dyang lain baik, kemampuan social dia juga akan baik. Namun, jika interaksi
social siswa satu dengan yang lain buruk, maka kemampuan social siswa tersebutpun
dapat menjadi buruk. Interaksi social yang baik dikarenakan siswa tadi mempunyai sifat
kerendahan hati (Humality) jadi akan senantiasa tidak menyombongkan diri kepada
orang lain dan tidak menggangap diri sendiri lebih istimewa dari orang lain. Seorang
siswa dikatakan mempunyai kecerdasan social (social intelegence) yang tinggi terlihat
dengan menyadari motif dan perasaan orang lain dan diri sendiri, sehingga berpengaruh
terhadap kemampuan social siswa.

2.3 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana
rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.
Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang
relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan
data. Jadi hipotesis juga dapat dikatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan
masalah penelitian, belum jawaban yang empiric dengan data. Hipotesis dibedakan atas
dua jenis yaitu hipotesis nol dan hipotesis alternative. Hipotesis nol ditandai dengan kata-
kata seperti tidak ada pengaruh, tidak ada hubungan, dan sejenisnya. Hipotesis
alternative adalah lawan dari hipotesis nol. Dari uraian kajian teori dan kerangka berfikir
dapat ditarik hipotesis dalam penelitian adalah social intelegence berpengaruh terhadap
kemampuan siswa. menurut Thorndike (Ganaie & Mudasir, 2015) menjelaskan bahwa
kecerdasan sosial adalah kemampuan utuk memahami dan mengelola hubungan laki-laki
dan perempuan untuk bertindak bijasana dalam berinteraksi. Singkatnya kemampuan
yang mencapai kematangan pada kesadaran berpikir dan bertindak untuk menjalankan
peran manusia sebagai makhluk sosial dalam menjalin hubungan dengan lingkungan atau
kelompok masyarakat. Interaksi social yang baik dikarenakan siswa tadi mempunyai
sifat kerendahan hati (Humality) jadi akan senantiasa tidak menyombongkan diri kepada
orang lain dan tidak menggangap diri sendiri lebih istimewa dari orang lain. Seorang
siswa dikatakan mempunyai kecerdasan social (social intelegence) yang tinggi terlihat
dengan menyadari motif dan perasaan orang lain dan diri sendiri, sehingga berpengaruh
terhadap kemampuan social siswa.
DAFTAR PUSTAKA

Kihlstrom, John F., dan Nancy Cantor. "Intelegensi sosial." (2000).

Ford, Martin E., dan Marie S. Tisak. "Pencarian lebih lanjut untuk kecerdasan
sosial." Jurnal Psikologi Pendidikan 75.2 (1983): 196.

Warsah, Idi. "Pendidikan Keimanan Sebagai Basis Kecerdasan Sosial Peserta


Didik: Telaah Psikologi Islami." Psikis: Jurnal Psikologi Islami 4.1 (2018): 1-16.

Mulia, Annisa Sekar. "Mengungkap pemahaman tentang akuntansi dari kecerdasan


emosional, spiritual dan sosial mahasiswa." Jurnal Akuntansi Multiparadigma 3.3
(2014): 441-456.

Sudrajat, Ajat. "Mengapa pendidikan karakter?." Jurnal Pendidikan Karakter 1.1


(2011).

Fitriani, Yulia, and Ivan Muhammad Agung. "Religiusitas Islami Dan Kerendahan
Hati Dengan Pemaafan Pada Mahasiswa." Jurnal Psikologi 14.2 (2018): 165-172.

Permatasari, Devi. "Menumbuhkan Kerendahan Hati Siswa SMP Melalui


Konseling Kelompok Analisis Transaksional." Proceedings Konferensi Nasional"
Mempersiapkan Kebangkitan Generasi Emas Indonesia 2045 Melalui Revolusi Mental
Anak Bangsa" 1.1 (2015): 325-343.

Anda mungkin juga menyukai