Anda di halaman 1dari 11

PENELITIAN STRUKTUR TANAH DAN POTENSI

BENCANA DI BANDARA BARU DAERAH


ISTIMEWA YOGYAKARTA

Disusun oleh :
ERFIAN DWI NUGROHO
(1842100011)

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS WIDYA DHARMA KLATEN

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga Tugas Geologi Rekayasa ini dapat diselesaikan.

Tugas Geologi Rekayasa ini diberikan kepada Mahasiswa Teknik Sipil UNWIDHA KLATEN
dengan maksud agar mahasiswa mendapat pengetahuan dan memperjelas teori yang diberikan pada
saat perkuliahan.

Dalam penyusunan Tugas Geologi Rekayasa ini, penyusun telah menyelesaikan tugasnya dengan
baik, oleh karena itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada :

1. Hari Dwi Wahyudi, ST. M.Eng selaku dosen pembimbing Geologi Rekayasa Program
Studi Teknik Sipil Universitas Widya Dharma Klaten.

Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan Tugas Geologi Rekayaa ini.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat saya harapkan. Semoga Tugas Geologi
Rekayasa ini dapat bermanfaat bagi penyusun pada khususnya dan rekan mahasiswa pada
umumnya.

Klaten, Juli 2019

Penyusun
Daftar Isi

Kata Pengantar………………………………………………………………………………………...
Daftar isi………………………………………………………………………………………………
Abstrak…………………………………………………………………………………………….......
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang………………………………………………………………………………
1.2. Ruang lingkup……………………………………………………………………………….

BAB 2 ISI
2.1. Geomorfologi………………………………………………………………………………..
2.2. Litologi dan Sifat Keteknikan……………………………………………………………….
2.3. Struktur Geologi……………………………………………………………………………..
2.4. Tata Guna Lahan…………………………………………………………………………….
2.5. Kedalaman Fondasi………………………………………………………………………….
2.6. Tipe Perkerasan Landasan Pacu……………………………………………………………..
2.7. Zonasi Kebencanaan…………………………………………………………………………
2.7.1. Garis Sempadan Banjir………………………………………………………………
2.7.2. Percepatan Tanah Maksimum (PGA)………………………………………………..
2.7.3. Zona Inundasi Tsunami……………………………………………………………...
2.7.4. Analisis Potensi Kebencanaan……………………………………………………….

BAB 3 KESIMPULAN

Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………………
ABSTRAK
Atas pertimbangan pemerintah akan peningkatan kebutuhan penerbangan dan keamanan terhadap
penduduk sekitar, Bandara Adisutjipto direncanakan akan dipindahkan ke kawasan sepanjang
Pantai Congot-Glagah, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Oleh karena itu, diperlukan penelitian kondisi geologi teknik pada kawasan tersebut. Penelitian
diawali dengan pemetaan geologi teknik yang terdiri dari aspek morfologi, litologi dan sifat
keteknikan, tata guna lahan, serta struktur geologi. Penelitian dilanjutkan dengan melakukan uji
Dynamic Cone Penetrometer (DCP) di lapangan dan analisis data sekunder, yaitu Cone
Penetration Test (CPT), California Bearing Ratio (CBR), pemboran, master plan bandara baru
Yogyakarta oleh PUSTRAL UGM, peta landaan tsunami BPDP-BPPT Yogyakarta, peta potensi
banjir Yogyakarta pada Juni 2017 oleh BMKG Yogyakarta, serta peta percepatan tanah maksimum
kawasan Yogyakarta oleh Tim Revisi Gempa Indonesia 2010. Data tersebut digunakan untuk
penentuan daya dukung tanah, tipe tanah, tipe perkerasan landasan pacu, kedalaman fondasi, garis
sempadan, percepatan tanah maksimum, dan zona inundasi tsunami. Lokasi penelitian terdiri dari
morfologi
satuan dataran pantai, dataran alluvial, dan dataran fluvial, litologi berupa endapan pasir dengan
kondisi lapuk pada area pemukiman dengan nilai daya dukung tanah (qa) yang diijinkan antara
0,32-5,57 kg/cm2 dan tidak lapuk pada kawasan gumuk pasir pantai dengan nilai qa antara 0,17-
5,58 kg/cm2. Perkerasan yang sesuai untuk landasan pacu kawasan tersebut, yaitu low rigid
pavement dengan kedalaman fondasi mencapai 3,94 m. Desain konstruksi yang sesuai dapat
meminimalisasi resiko potensi kebencanaan untuk pembangunan bandara pada kawasan tersebut.
Kata Kunci : daya dukung tanah, geologi teknik, kebencanaan, Kulon Progo

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Geologi teknik yang mencakup aspek morfologi, litologi dan sifat keteknikannya, struktur geologi,
dan hidrogeologi adalah hal yang perlu dipertimbangkan oleh seorang ahli geologi untuk
menentukan calon lokasi suatu kawasan konstruksi. Beberapa aspek ini berkonstribusi besar
terhadap perencanaan konstruksi yang dilakukan oleh ahli sipil. Aspek kebencanaan juga perlu
mendapat perhatian untuk mencegah adanya kerusakan terhadap konstruksi yang telah didirikan.
Ahli geologi diperlukan untuk memberikan rekomendasi kemungkinan bencana geologi yang akan
terjadi berdasarkan kondisi geologi yang menyusun kawasan konstruksi tersebut. Dengan adanya
analisis kebencanaan terhadap suatu kawasan konstruksi, diharapkan dapat mengantisipasi bencana
tersebut dengan meminimalisasi dampak negatif yang dihasilkan.
Menurut PT. Angkasa Pura 1 (2012), salah satu bandara di Yogyakarta, Bandara Adisutjipto, sudah
dilakukan evaluasi pembangunannya dan dapat dikatakan kurang aman karena lokasinya sangat
dekat dengan pemukiman padat penduduk. Selain itu, bandara ini diperkirakan tidak dapat
memenuhi seluruh kebutuhan penerbangan di kawasan Yogyakarta yang merupakan kawasan
wisata, yaitu mencapai 2 - 3 juta penumpang pertahunnya. Oleh karena itu, PT. Angkasa Pura 1
(Persero) bersama Pemerintah DaerahIstimewa Yogyakarta berencana untuk memindahkan
Bandara Yogyakarta ke tempat yang lebih aman untuk penerbangan. Lokasi yang ditetapkan
sebagai pengganti Bandara Adisutjipto yaitu sepanjang Pantai Congot – Glagah, Kecamatan
Temon, Kabupaten Kulon Progo. Kawasan ini dipilih dengan pertimbangan yang menyangkut
aspek keamanan dalam operasi penerbangan karena daerah tersebut memiliki kemiringan lereng
yang kecil dan akses yang mudah dijangkau dari dan ke Kota Yogyakarta.
1.2. Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kondisi geologi rekayasa lokasi bandara dengan
melakukan pemetaan geologi rekayasa dan teknik yang terdiri dari aspek morfologi, litologi dan
sifat keteknikannya, struktur geologi, dan tata guna lahan. Data kebencanaan geologi seperti peta
landaan tsunami kawasan Kulon Progo oleh BPDP-BPPT, peta potensi banjir Yogyakarta Maret -
Mei 2015 oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) serta peta percepatan
maksimum tanah (Peak Ground Acceleration / PGA) Indonesia yang difokuskan terhadap lokasi
penelitian oleh Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010 dianalisis di penelitian ini. Lokasi
penelitian ini berada di sepanjang Pantai Congot - Glagah, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon
Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta dimana bandara baru direncanakan akan dibangun.

2. ISI
2.1. Geomorfologi
Menurut Bemmelen (1949), Kulon Progo merupakan zona Jawa Tengah bagian selatan berupa
plato yang luas, juga merupakan tinggian yang dibatasi oleh depresi Kebumen di bagian barat dan
depresi Yogyakarta di bagian timur. Kulon Progo terbagi menjadi 5 satuan geomorfologi
berdasarkan relief dan proses terbentuknya, yaitu Satuan Pegunungan Kulon Progo, Satuan
Perbukitan Sentolo, Satuan Teras Progo, Satuan Dataran Alluvial, dan Satuan Dataran Pantai.
Aspek geomorfologi merupakan salah satu aspek yang berperan penting dalam perencanaan
konstruksi. Morfologi di kawasan ini tergolong dataran rata karena didasarkan pada kemiringan
lereng sekitar yang relatif datar. Secara morfogenesa, kawasan ini tergolong didominasi oleh proses
pasang surut air laut karena lokasinya yang sangat dekat dengan laut (pantai), sehingga morfologi
secara umum di kawasan ini yaitu satuan dataran alluvial pantai (coastal alluvial plain).

2.2. Litologi dan Sifat Keteknikan


Secara regional, daerah penelitian merupakan bagian dari stratigrafi Kulon Progo yang disusun
oleh Rahardjo dkk (1995) dengan tatanan stratigrafi regional dari tertua sampai termuda, yaitu
Formasi Nanggulan (Teon), Formasi Andesit Tua (Tmok), Formasi Jonggrangan (Tmj), Formasi
Sentolo (Tmps), Formasi Wates, Formasi Sleman dan Yogyakarta. Aspek litologi memiliki peranan
yang penting dalam mempengaruhi kestabilan dan kekedapan konstruksi suatu bandara. Aspek
litologi yang ditekankan pada konstruksi bandara adalah jenis dan karakteristik tanah berdasarkan
klasifikasi tanah untuk perencanaan bandara. Klasifikasi tanah berkontribusi dalam perencanaan
konstruksi landasan. Berdasarkan klasifikasi, dapat dikelompokkan tanah dengan kategori baik,
sedang, dan jelek terhadap pekerjaan landasan yang dilakukan pada konstruksi bandara. Jenis tanah
yang digolongkan baik, yaitu tanah yang gradasi baik serta bersifat porous dan permeabel sehingga
mudah dalam perencanaan perkerasan dan sistem drainase. Istilah pasir, kerikil, lempung, dan
lanau merupakan ukuran partikel pada batas ukuran butir yang ditentukan dan juga
menggambarkan sifat khusus tanah. Dengan adanya perbedaan agen transportasi pada sub satuan
morfologi tersebut, maka membuat sedimen yang berada di kawasan itu berbeda dari sifat
teknisnya sehingga terbagi menjadi 2, yaitu endapan pasir tidak terlapukkan dan endapan pasir
terlapukkan yang dinyatakan dalam peta geologi teknik lokasi. Sedimen ini menutupi 30% dari
total area pemetaan dan menyebar di selatan lokasi. Sedimen ini merupakan garis pantai dengan
nilai tahanan konus (qc) antara 0 - 223 kg/cm 2 dan nilai daya dukung tanah yang diijinkan antara
0,32 - 5,57 kg/cm2. Endapan pasir terlapukkan terdiri dari pasir berukuran halus dengan kondisi
material lepas dan terlapukkan tinggi. Endapan ini menutupi 70% dari total area pemetaan dan
menyebar di selatan lokasi penelitian. Endapan ini memiliki nilai tahanan konus (qc) antara 217 -
220 kg/cm2 dan nilai daya dukung tanah yang diijinkan antara 0,17 - 5,57 kg/cm 2. Endapan ini
berwarna coklat kehitaman. Berdasarkan data pemboran, kedalaman muka air tanah di lokasi
tersebut sekitar 0,5 – 2,0 meter. Dengan nilai tahanan konus tersebut, memungkinkan agen angin
masih berperan di bagian permukaan untuk mengangkut sedimen tersebut dan ada pengaruh fluvial
dalam transportasi sedimen. Oleh karena itu, penentuan tipe tanah untuk kecocokan terhadap
fondasi yang akan direncanakan dilakukan dengan menggunakan data Cone Penetration Test yang
memiliki ketelitian relatif tinggi dengan pengukuran setiap 20 cm sehingga penentuan tipe tanah
dapat secara detil dilakukan.

2.3. Struktur Geologi


Menurut Rahardjo dkk. (1995), Kulon Progo sudah mengalami 3 fase tektonik, yaitu Fase Tektonik
Oligosen Awal – Akhir, Fase Tektonik Miosen Awal, dan Fase Tektonik Pliosen – Plistosen.
Lokasi penelitian ini ditutupi oleh endapan dengan tingkat lapuk yang tinggi. Pemetaan di lapangan
tidak ditemukan adanya struktur geologi, baik kekar, sesar, maupun lipatan. Hal ini berawal dari
tidak ditemukannya struktur geologi pada peta geologi regional oleh Rahardjo, dkk (1995) dan
dikonfirmasi dari kegiatan pemetaan di lapangan.

2.4. Tata Guna Lahan


Lokasi penelitian ini banyak dimanfaatkan warga untuk pemukiman, pertanian, dan tambak di
sekitar gumuk pasir (Gambar 5.). Pemetaan tata guna lahan ini dilakukan karena adanya kontrol
sifat keteknikan tanah dari penggunaan lahan di kawasan tersebut. Semakin tinggi penggunaan
lahan untuk pemukiman dan pertanian, maka akan membuat tanah atau endapan menjadi lapuk
karena penggunaan air yang tinggi sebagai kontrol pelapukan. Di kawasan ini terdapat 3
penggunaan lahan, yaitu pemukiman, pertanian, dan
tambak di areal gumuk pasir. Penggunaan lahan untuk pemukiman berpola di sepanjang jalan besar
dan sekitar sungai. Penggunaan lahan untuk pertanian hampir menutupi seluruh lokasi penelitian.
Gumuk pasir yang dimanfaatkan untuk tambak terdapat di selatan lokasi penelitian. Hal ini terbukti
bahwa sifat keteknikan litologi di selatan lokasi penelitian kurang terlapukkan bila dibandingkan
dengan di utara karena penggunaan lahan untuk pemukiman dan pertanian yang sangat intensif.
Tambak yang ada di sekitar gumuk pasir tidak menutupi keseluruhan gumuk pasir sehingga tidak
berkontribusi lebih terhadap pelapukan litologi tersebut.

2.5. Kedalaman Fondasi


Data CPT juga digunakan untuk mengetahui kedalaman fondasi yang cocok untuk bangunan
bandara. Perhitungan difokuskan terhadap pembangunan terminal bandara. Berdasarkan Master
Plan Bandara Baru Yogyakarta, luas bangunan pada tahap 1, yaitu 106.500 m2. Bangunan terminal
bandara direncanakan akan dibangun dengan spesifikasi 3 lantai dan menggunakan bahan beton
(PUSTRAL UGM, 2015). Asumsi yang dapat dilakukan adalah bahwa tiap lantai akan memiliki
luas 106.500 m2 / 3 lantai = 35.500 m2. Beban bangunan terminal dapat dihitung dari beban mati,
beban normal, beban gempa, beban angin, dan beban khusus. Namun, karena perencanaan
bangunan belum detil dilakukan, maka beban khusus diabaikan. Beban mati merupakan perkalian
antara luas bangunan, tebal beton yang akan digunakan, dan berat beton. Beban hidup merupakan
total dari perkalian luas bangunan dengan beban lantai dan luas bangunan dengan beban atap.
Beban angin merupakan perkalian antara luas bangunan dengan standar yang digunakan untuk
kawasan dekat pantai. Beban gempa merupakan perkalian antara beban nominal, daktilitas, dan
probabilitasi terlampaui beban tersebut dalam 50 tahun untuk gempa ringan dengan masa layan
bangunan 50 tahun. Beban nominal merupakan total dari beban hidup dan beban mati. Namun,
karena suatu bangunan harus mengacu pada SNI pembuatan gedung yang aman dari gempa
sehingga seluruh beban, baik beban hidup dan beban mati harus dikalikan dengan koefisien reduksi
sesuai dengan tujuan bangunan tersebut. Terkhusus untuk beban hidup, total beban harus dikalikan
dengan koefisien peninjauan gempa sesuai dengan tujuan bangunan serta koefisien reduksi beban
hidup kumulat if berdasarkan jumlah lantai yang direncanakan.

Beban Mati = Luas bangunan x Tebal Beton x Berat beton bertulang standar x Koefisien
Reduksi
= 106.500 m2 x 0,125 m x 2400 kg/m2 x 0,9
= 28.755.000 kg
Beban Hidup = [(Luas bangunan x beban lantai)+(Luas bangunan x beban atap)] x
koefisien reduksi beban hidup kumulatif x koefisien reduksi untuk
peninjauan gempa
= [(106.500 m2 x 100 kg/m2) + (106.500 m2 x 100 kg/m2)] x 0,9 x 0,9
= 17.253.000 kg
Beban Angin = Luas bangunan x standar beban bangunan di dekat pantai
= 106.500 m2 x 40 kg/m2
= 4.260.000 kg
Beban Gempa = Beban nominal x Daktilitas x Probabilitas terlampaui beban dalam 50 tahun
= (29.755.000 + 17.253.000) kg x 5,3 x 0,1
= 46.008.000 kg x 5,3 x 0,1
= 24.384.000 kg
Maka, total beban yang bekerja disalurkan kepada fondasi yaitu :
Total Beban = Beban Mati + Beban Hidup + Beban Angin + Beban Gempa
= 28.755.000 kg + 17.253.000 kg + 4.260.000 kg + 24.384.000 kg
= 74.652.240 kg
Fondasi yang direncanakan untuk menahan beban ini dan biasa digunakan, yaitu
fondasi telapak (tapak) dengan alas berbentuk balok berjumlah 1200 buah dengan ukuran
150 cm x 150 cm. Maka, beban yang bekerja tiap fondasi tapak, yaitu :
Beban tiap fondasi = Total Beban : Jumlah fondasi
= 74.652.240 kg : 1200
= 62.210,2 kg
Maka, daya dukung fondasi yang diijinkan (qa) untuk bangunan ini, yaitu :
qa bangunan rencana = Beban tiap fondasi : Luas ukuran rencana fondasi
= 62.210,2 kg : (150 cm x 150 cm)
= 2,76 kg/cm2
Bangunan akan aman jika daya dukung tanah yang diijinkan (qa tanah) lebih besar dari daya
dukung bangunan rencana (qa fondasi), sehingga akan lebih baik jika fondasi diletakkan di lapisan
tanah yang memiliki nilai daya dukung yang lebih besar dari daya dukung fondasinya

2.6. Tipe Perkerasan Landasan Pacu


Tipe perkerasan suatu jalan atau landasan dapat ditentukan dari nilai California BearingRatio
(CBR) yang bisa didapatkan dari pengukuran Dynamic Cone Penetrometer (DCP) atauanalisis
laboratorium. Dari uji ini dapat diketahui daya dukung tanah yang dinyatakan dengan nilai CBR
dalam satuan persen. Dengan alat DCP dapat diketahui nilai CBR in situ dan dilakukan pada tanah
dengan kualitas yang rendah. Nilai CBR yang didapatkan dari pengukuran DCP tergolong rendah
yaitu rata-rata 1,0 – 6,0%. Hal ini dikarenakan pengujian dilakukan di kawasan yang memiliki
kualitas tanah yang rendah. Kualitas tanah yang rendah ini diinterpretasikan dari penggunaan lahan
untuk pertanian yang banyak menggunakan air sehingga bisa menurunkan daya dukung tanah.
Pengujian CBR laboratorium sudah dilakukan oleh PUSTRAL UGM dan menghasilkan nilai CBR
terendah pada Tabel 3. Landasan pacu calon bandara ini rencananya akan dilakukan perkerasan
kaku dengan bahan dasar beton. Oleh karena itu, nilai CBR perlu dikonversi ke nilai modulus
reaksi tanah dasar (k) dalam satuan kPa/mm. Nilai terendah dari semua data CBR ini yaitu 6,4%
atau jika dikonversikan ke modulus reaksi tanah dasar, yaitu 43 kPa/mm. Setelah nilai modulus
reaksi tanah dasar terendah didapat,maka dapat ditentukan tipe perkerasan kaku yang akan
diterapkan pada landasan pacu calon bandara, yaitu jenis low pavement. Nilai PCN landasan ini
yaitu 43 yang didapat dari nilai modulus reaksi tanah dasar. Tipe perkerasan yang akan dibangun
yaitu jenis perkerasan kaku dengan kategori subgrade pavement yaitu ultra low. Maksimum
tekanan ban yaitu tinggi, tanpa batas dimana metode evaluasi perkerasan ini dilakukan dengan
evaluasi teknis (T). Maka, kode PCN landasan ini yaitu PCN/43/R/D/W/T. Kode ACN (Aircraft
Classification Number) yaitu 43 memberikan infomasi tipe pesawat jenis B747-400 yang
direncanakan menjadi pesawat terbesar yang akan melintasi landasan tersebut cocok dengan jenis
tanah di kawasan tersebut, terutama untuk tipe pesawat B747-400D (domestik) dengan maksimum
berat 2,72 kN dan tekanan ban 1,04 MPa.

2.7. Zonasi Kebencanaan


2.7.1. Garis Sempadan Banjir
Sungai Bogowonto terletak di sebelah barat lokasi penelitian yang bermuara di Pantai Congot,
Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo. Sungai ini tergolong sungai bertanggul yang jauh dari
kawasan perkotaan Sungai ini memiliki debit yang tinggi dan fluktuatif di bagian hilir karena ada
pengaruh pasang surut air laut. Berdasarkan PP RI No.38 tahun 2011 tentang Sungai, penetapan
garis sempadan diperlukan agar fungsi sungai dan kegiatan manusia tidak saling terganggu.
Dengan tipe sungai yang merupakan sungai yang bertanggul dan jauh dari kawasan perkotaan
(Wates), maka lokasi garis sempadan pada sungai ini ditetapkan minimal berjarak 5 meter dari tepi
luar kaki tanggul sepanjang alur sungai. Hal ini mengindikasikan bahwa pembangunan konstruksi
akan aman jika berjarak minimum 5 meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur
sungai.Langkah penentuan garis sempadan ini adalah sebagai respon dari berbagai prediksi potensi
rawan banjir yang dikeluarkan oleh BMKG. Pada Bulan Maret - Mei 2015, BMKG memprediksi
bahwa Kecamatan Temon berpotensi rawan banjir, meskipun tingkat rendah sedang.

2.7.2. Percepatan Tanah Maksimum (PGA)


Analisis percepatan tanah maksimum untuk konstruksi bangunan menggunakan peta dengan 10%
dan 2% kemungkinan terlampaui dalam 50 tahun umur bangunan. Hal ini dikarenakan akan
menggambarkan kondisi life safety dan collapse prevention. Pengaruh faktor beban rencana dari
gempa ditinjau dalam perencanaan struktur. Akibat pengaruh gempa rencana, suatu struktur harus
masih bisa berdiri meskipun berada dalam kondisi di ambang keruntuhan. Berdasarkan peta
percepatan tanah maksimum pada level gempa 10% dalam 50 tahun untuk periode ulang gempa
500 tahun, lokasi penelitian berada pada nilai PGA (Ao) 0,2-0,25 gal yang ditandai oleh warna
hijau muda (Gambar 8.). Berdasarkan peta percepatan tanah maksimum pada level gempa 2%
dalam 50 tahun untuk periode ulang gempa 2500 tahun, lokasi penelitian berada pada nilai PGA
0,4-0,45 gal yang ditandai dengan warna kuning tua di peta. Hal ini membuktikan bahwa bangunan
yang sudah berumur 50 tahun akan mungkin 10% terlampaui beban bangunannya pada kecepatan
gempa maksimum 0,2-0,25 gal atau 0,02-0,025 m/s2 dan akan mungkin 2% terlampaui beban
bangunannya pada kecepatan gempa maksimum (Ao) 0,4-0,45 gal atau 0,04-0,045 m/s2 (Gambar
9.). Nilai PGA tersebut diperhitungkan dalam perencanaan struktur gedung untuk menjamin
kekekaran (robustness) minimum dari struktur yang akan dibangun. Berdasarkan SNI-1726-2002,
lokasi penelitian berada di wilayah 3 dimana nilai Ao yaitu 0,23 gal.
2.7.3. Zona Inundasi Tsunami
Analisis zona inundasi tsunami pada lokasi penelitian dilakukan menggunakan peta zona inundasi
tsunami oleh BPDP-BPPT (2012). Lokasi penelitian terletak pada zona inundasi 1 dan 2. Zona
inundasi 1 merupakan zona dengan tinggi tsunami 0,0 - 0,5 meter yang ditandai dengan warna
oranye. Sedangkan zona inundasi 2 merupakan zona dengan tinggi tsunami 0,5 – 3,0 meter
(Gambar 10.). Lokasi penelitian yang merupakan lokasi perencanaan pembangunan bandara
terletak pada zona inundasi tsunami 1 dan 2. Ini menandakan bahwa lokasi perencanaan bangunan
ini rawan tsunami dengan ketinggian tersebut. Berdasarkan prinsip rencana dan perancangan
menghadapi tsunami menurut National Tsunami Hazard Mitigation Program(2001).

2.7.4. Analisis Potensi Kebencanaan


Analisis kebencanaan merupakan upaya preventif agar dampak negatif yang dihasilkan dapat
diminimalisasikan. Lokasi penelitian berada di sebelah timur Sungai Bogowonto yang merupakan
sungai bertanggul yang jauh dari kawasan perkotaan dan mengalir berakhir ke Samudera Hindia
melalui Pantai Congot. Tingkat sedimentasi yang tinggi mengakibatkan perlunya kewaspadaan
masyarakat dan pemerintah, terutama dalam pembangunan konstruksi. Agar fungsi sungai dan
manusia tidak terganggu, maka perlunya garis sempadan banjir sesuai dengan karakteristik sungai
tersebut.

3. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai penyelidikan geologi teknik di lokasi
pembangunan bandara baru di sepanjang Pantai Congot - Glagah, Kecamatan Temon, Daerah
Istimewa Yogyakarta, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
• Kondisi geologi teknik kawasan ini mendukung perencanaan pembangunan bandara karena
memenuhi syarat morfologi datar dan terdiri dari sedimen pasir yang mampu menampung air
dalam jumlah yang cukup, meskipun dari sifat keteknikan bersifat lepas dan lunak akibat
perbedaan agen sedimentasi pada suksesi vertikal dan lateral.
• Kedalaman fondasi yang dianjurkan yaitu 3,9 meter di bawah datum lokal dan didukung dengan
tipe sedimen jenis dense or cemented sand.
• Tipe perkerasan yang cocok untuk landasan pacu yaitu perkerasan kaku dengan tipe C (lowrigid
pavement) dengan tebal sekitar 1,5 meter agar mampu dilintasi pesawat terbesarrencana yaitu
B747-400D dan didasari dari jenis tanah yang masih lepas agar konstruksi lebih tahan lama.
• Dari analisis kebencanaan, lokasi penelitian rawan banjir, gempa, dan tsunami sehingga
pembangunan sebaiknya berjarak 5 meter dari tepi sungai. Lokasi ini mungkin 10% terlampaui
beban total pada kecepatan gempa 0,2 - 0,25 gal dan kemungkinan 2% pada kecepatan 0,4 - 0,45
gal.
• Lokasi ini berpotensi terkena landaan gelombang (run up) mencapai 3 meter. Bahaya sekunder
seperti likuifaksi dan collapse karena sifat fisis dan teknis sedimen perlu diwaspadai untuk
mengurangi dampak negatif yang dirasakan pada pembangunan sepanjang garis pantai. Dari
kesimpulan tersebut, rekomendasi yang dapat diberikan untuk perencanaan pembangunan
bandara di lokasi tersebut, yaitu :
• Perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai dampak banjir di kawasan tersebut, baik drainase
maupun pasang surut air laut;
• Sistem drainase dan pemompaan bandara perlu dirancang dengan baik agar banjir yang mungkin
terjadi tidak menghambat jalannya penerbangan;
• Kualitas beton yang dijadikan sebagai fondasi bangunan terminal tersebut harus tinggi karena
berada di bawah muka air tanah serta perlunya pertimbangan beban gempa dan beban khusus
dalam konstruksi;
• Untuk mengantisipasi tsunami, perlu dilakukan peninggian kedudukan bangunan dan landasan
pacu dari gelombang maksimum yang ada di kawasan tersebut. Pembangunan pilar penahan atau
bumper pemecah air atau ombak akan menahan dampak tersebut;
• Diperlukan evaluasi bangunan tahan gempa oleh ahli sipil agar memiliki daya tahan yang tinggi
dan terhindar dari kerusakan struktur bawah ketika gempa.
Daftar Pustaka
Alif, T.F., Novita, E., Hananto, A.A., Mulyata, (2011),Peta Dasar Zonasi Tingkat
PeringatanTsunami, Pusat Pemetaan Dasar Kelautan dan Kedirgantaraan (PDKK)-
BARKOSURTANAL, Bogor.
American Association of State Highway and Transportation Officials (AASHTO), (1986).,
Guidefor The Design of Pavement Structures, AASHTO, Washington DC.
Austroads, (1987),A Guide to the Visual Assesment of Pavement Condition, Austroads, Australia.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Direkotrat Jenderal Sumber Daya Air
Departemen Pekerjaan Umum, Badan Informasi Geospasial (BIG), (2015), Peta
PotensiBanjir Maret – Mei 2015 kawasan Yogyakarta.
https://repository.ugm.ac.id/274104/1/OHT-03

Anda mungkin juga menyukai