Anda di halaman 1dari 3

Model – Model Pendekatan Teologis

Hakikat masing-masing model kontekstual yang pertama, tidak pernah mencukupi atau tidak
dapat menyikapi secara utuh/tuntas; yang kedua, sebjektifitas yang melibatkan sudut pandang
dan keyakinan personal; yang ketiga, tidak menggunakan secara tunggal absolud atau
memutlakkan satu pendekatan sebagai yang paling benar; yang keempat adanya interaktif
yang bersinergi. Peran dari model-model kontekstual adalah untuk membedah dan
memahami bagian-bagian realitas saja bukan secara keseluruhan. Dalam menyelesaikan
masalah yang melibatkan model-model teologi kontekstual dapat menggunakansatu model,
namun tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan lebih dari satu model. Karena untuk
memahami masalah yang ada, peran model-model kontekstual berbeda-beda dan dibutuhkan
analisa dari beberapa sudut pandang, agar ditemukan kesesuaian penggunaan.1
Berikut model-model yang terdapat dalam teori kontekstual menurut Bevans, diantaranya.2 :
1. Model terjemahan
Model terjemahan merupakan sebuah proses menafsir namun tidak secara harafiah
untuk mengartikan atau menterjemahkan kata per kata dari sebuah kalimat, melainkan
model terjemahan merupakan jembatan untuk menemukan makna secara relevan
sesuai konteks dengan arti yang konkret. Prinsipnya seperti injil yang kekal tidak
berubah, sedangkan konteks akan menjadi wadah injil yang akan memberi
penampilan yang berbeda. Misalnya seperti khotbah, dikemas dan disampaikan
dengan sampul yang berbeda-beda, namun tetap bertujuan untuk mentransfer rasa
yang sama, yaitu makna injil. Model terjemahan merupakan model yang menghargai
teks, penghargaan terhadap konteks lebih menonjol bukan hanya sekedar menjadi
sarana yang akan berharga, apabila ada inti atau isi didalamnya. Kelemahan dari
model tersebut adalah model tersebut tidak memiliki nilai sama sekali, tetapi akan
sangat berharga dan berfungsi apabila ada inti atau isi di dalamnya. Model terjemahan
bersifat dinamis, sehingga apabila tidak memahami model ini maka akan timbul
pemikiran yang berat sebelah, yang beranggapan bahwa budaya lebih penting dari
pada konteks atau sebaliknya.
Kebudayaan sering kali menjadi sorotan dalam model ini, namun pertimbangannya
budaya tidak dapat sepenuhnya menjadi sentral agar diterima seutuhnya dengan
begitu saja, namun tetap harus diimbangi dengan sikap kritis, agar tidak timbul
ketidaksetaraan dalam menilai danmemahami model tersebut. Penghargaan terhadap
model terjemahan sangat bergantung pada kedua sisi, baik inti atau tradisi dari
konteks itu sendiri dengan konteks masa kini keduanya sama-sama penting dan
bernilai.

2. Model Antropologis
Model Antropologis merupakan model yang tidak kaku, memiliki warna yang
berbeda namun kadang terlalu bebas tanpa batasan dalam konteks yang baru dan
berpusat pada nilai dan kebaikan pribadi secara individual. Prinsip keabsahan
konteksnya diakui sejak awal sebagai sesuatu yang unik dan berharga. Manusia
sebagai sarana pewahyuan Ilahi sadar bahwa manusia sendiri memiliki peran masing-
masing, sehingga konteks adalah sesuatu yang kudus, karena ada nilaikeabsahan
1
Bevans, Model-model, 51-56
2
Bevans, Model-model, 59
dalam setiap konteks, sehingga konteks akan menentukan isi dari teks (setiap konteks
unik). Model antropologis memiliki prinsip untuk mempertahankan esensi budaya dan
tetap melibatkan konteks di dalamnya. Seperti bagan dibawah menjelaskan bahwa
konteks dengan tradisi bersifat fleksibel.

3. Model Praksis
Model Praksis merupakan perpaduan antara praktik (aksi) dan refleksi atas aksi dalam
sebuah spiral yang berkelanjutan dan model ini menjadi titik pusat jati diri Kristen
dalam konteks tertentu sering disebut dengan teologi pembangunan. Model praksis
terbentuk melalui cara berpikir yang lebih intensif (mendalam) tidak mengambang
dan penekanannya ialah, setiap tindakan harus memberi makna dalam perubahan
sosial.Model praksis bukan model untuk menafsirkan dunia, melainkan sebuah model
untuk mengubah dunia. Misalnya dalam situasi kemiskinan yang merajalela,
penindasan dan marginalisasi manusia berjalan secara terus-menerus. Model praksis
menekankan bahwa setiap orang tidak hanya sekedar mendengarkan firman, tetapi
juga melakukannya (Yak 1:22).Kelemahan dari model praksis adalah pelakunya
terkadang kurang tegas dan berani dalam menggunakan model tersebut, lebih
dominan hanya sekedar teori dan minim praktik

4. Model Tradisional
Manusia sebagai personal (identitas) dan komunal (profesi) yang memiliki kepekaan
terhadap yang Ilahi, memahami teologi sebagai proses menalar untuk memahami
iman secara autentik. Tinjauan kritis terhadap model tersebut yaitu; mengabaikan
celah relativitas, melihat dan menilai bahwa setiap konsep memiliki pengalaman
secara personal dan mengandaikan persamaan proses menalar dalam diri manusia,
sekalipun berbeda konteks. Kelemahan dari model trasendental yaitu sering berbeda
pendapat karena kebebasan dalam berpikir, meskipun sama-sama menganalisa satu
hal tetap saja akan lahir pemahaman yang berbeda. Semua diandaikan seakan sama
padahal tidak. Menerima semua pendapat tanpamempertimbangkan dan tanpa
memberi batasan yang memberi peluang untuk kesalahpahaman

5. Model Sintesis
Model sintesis merupakan model memiliki pendirian yang tidak konsisten. Model
sintesis bertujuan untuk mempertahankan injil, konteks lain, dialogis dan analogis.
Model tersebut merupakan campur aduk dari berbagai konteks hidup manusia, setiap
konteks memiliki keunikan masing-masing, setiap orang bisa belajar dari orang lain
dan pengakuan diri sendiri oleh orang lain.Kelemahan model sintesis adalah tidak
menerima semua sintesis, cenderung bimbang (berusaha menjangkau orang lain,
namun tanpa tujuan yang pasti), sulit menerima transparansi dan kritikan namun ingin
menjadi teladan. Pengaruh yang paling buruk adalah sikap model tersebut yang
menerima pendapat/pujian “yang baik saja” tanpa menyeleksi.

6. Model Budaya Tandingan


Model budaya tandingan bukan bersikap anti budaya, melainkan pengakuan terhadap
ambiguitas budaya dan konteks; baik dan buruknya. Model ini mengkritisi dan
menganalisis konteks. Konteks itu sendiri membutuhkan pengakuan terhadap injil
sebagai lensa dan pengarah. Model ini merupakan perjumpaan atau keterlibatan
konteks melalui analisis kritis, namun tetap menghargai injil seutuhnya dalam nubuat
injil secara dinamis ditengah lingkungan yang kuat bahkan dalam keadaan
bermusuhan sekalipun. Model budaya tandingan setiaterhadap injil dan tidak berada
jauh dari injil, tetap mempertahankan injilnya dan berusaha agar relevan dan tetap
berpusat pada konteks.Kelemahan model tersebut ialah memiliki sikap (inklusif),
konteks berada di bawah injil tetapi tidak berjauhan dan tetap mempertahankan injil.

Anda mungkin juga menyukai