Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Abdul Munir, M. Pd
Di susun Oleh :
Winda Aryanti Saragih (1163351039)
BK Reguler D 2016
JURUSAN PPB/BK
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2018
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa, Saya panjatkan puja dan puji syukur
atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya,
sehingga saya dapat menyelesaikan critical chapter report mengenai “Teori dan Praktik
Pendekatan Person Centered”.
Critical ini dibuat dengan berbagai observasi dari dua sumber buku dengan topik bab
yang sama sehingga dapat menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan
critical chapter ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan critical chapter ini yaitu Dosen
Mata kuliah saya Bapak Prof. Dr. Abdul Munir, M. Pd.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki
tugas ini.Akhir kata saya berharap semoga apa yang dipaparkan dalam critical chapter report
ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Carl Ronsen Rogers (1902-1987) merupakan pelopor penemu Person Center Therapy.
Rogers beranggapan bahwa setiap individu pada intinya merupakan sosok yang kreatif,
sosialis, penuh hormat dan mempunyai kemampuan untuk mengembangkan seluruh potensi
yang dimilikinya. Untuk itu, dalam prakteknya Rogers memberikan kesempatan kepada klien
untuk menumbuhkan kesadaran diri dan dapat memahami dirinya sendiri. Lebih ditekankan
lagi pada pengalaman pribadi yang dimiliki individu karena dapat membantu klien lebih
mudah untuk mencari jalan keluar dari masalahnya.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan kritikal chapter ini “Teori dan Praktik Pendekatan Person
Centered” adalah agar kita mengetahui kelebihan dan kekurangan isi bab tersebut serta untuk
menambah wawasan penulis dalam bidang bimbingan dan konseling terutama pada model
konseling person centered. Selain itu untuk melengkapi tugas mata kuliah model-model
konseling.
1.3 Manfaat
Untuk menambah wawasan penulis khususnya dan pembaca pada umumnya
mengenai praktik pendekatan person chapter serta melatih mahasiswa dalam mengemukakan
kekurangan dan kelebihan pada bab yang dikritik.
IDENTITAS BUKU
Buku Pertama (utama)
A. Pendahuluan
Dalam konseling dan psikoterapi, pendekatan humanistik yang paling luas digunakan
adalah pendekatan person-centered dan Gestalt, walaupun psikosintesis, analisa
transaksional, dan metode lain juga mengandung elemen humanistik yang kental. Mengikuti
periode menurunnya tradisi humanistik sebagai sumber pengaruh dan inspirasi dalam
konseling dan psikoterapi, terdapat sinyal kebangkita kembali pendekatan ini.
Pada 1945, Rogers diajak bergabung dengan Universitas Chicago sebagai profesor
psikologi dan kepala pusat konseling. Bentuk psikoterapi yang dominan di Amerika saat itu
adalah psikoanalisis yang terlalu mahal untuk tentara dalam jumlah besar, walaupun terdapat
para analisis yang membuat hal tersebut memungkinkan. Pendekatan behavioral belum
muncul. Pendekatan non direktif Rogers merepresentasikan solusi ideal, dan seluruh generasi
psikologi Amerika dilatih di Chicago, atau universitas lain oleh para kolega Rogers. Dengan
cara inilah pendekatan Rogerian dengan cepat berdiri sebagi bentuk konseling non medis di
Amerika.
Diberbagai negara lain, di Eropa misalnya konselor dan terapis bekerja dalam
kerangka pendidikan yang dibiayai negara dan dalam agensi sukarela yang lepas dari
berbagai tekanan tersebut, memungkinkan pendekatan person-centered berkembang. Dalam
berbagai negara ini juga terdapat institut dan pelatihan Rogerian.
C. Citra Person dalam Teori Person-Centered
Rogers memiliki pandangan yang positif dan optimistik terhadap kemanusian, dan
percaya bahwa seseorang dengan kesadaran dan autentisitas diri akan membuat keputusan
berdasarkan lokus evakuasi internal yang tidak hanya valid bagi dirinya sendiri, tetapi juga
bagi orang lain. Walaupun tidak secara langsung terartikulasi dalam berbagai tulisannya,
asumsi dasar Rogers adalah tidak ada orang yang memiliki moralitas universal, dan secara
fisik akan merasakan apa yang benar dan yang salah dalam segala situasi.
Nilai penting citra person yang dianut oleh pendekatan ini digaris bawahin fakta
bahwa keterkaitan aliran ini terhadap kepakaran teknis konselor menjadi kurang penting, dan
utamanya berkonsentrasi kepada sikap atau filosofi konselor dan kualitas hubungan
terapeutik.
D. Hubungan Terapeutik
Hanya kondisi diatas yang dipersyaratkan. Hal ini akan cukup apabila keenam kondisi
tersebut eksis dan terus eksis dalam beberapa waktu. Proses konstruksi perubahan
kepribadian akan segera menyusul.
Empati
Nilai penting pengatributan kepada respons empati telah menjadi salah satu karakter
unik pendekatan konseling person-centered. Bagi klien,pengalaman”didengar” atau dipahami
akan mengarahkannya kepada kemampuan lebih besar untuk mengeksplorasi dan menerima
aspek diri yang sebelumnya ditolak. Akan tetapi terdapat sejumlah masalah yang muncul
dalam konsepsi empati yang terkandung dalam model inti. Ketika para periset berusaha
mengukur level empati yang ditampilkan oleh konselor,mereka akan menemukan bahwa
tingkat yang diambil dari berbagai sudut pandang menghasilkan pola hasil yang berbeda.
Pernyataan tertentu konselor terhadap klien akan dinilai secara berbeda oleh
klien,konselor dan pengamat luar(Kurtz dan Grummon,1972).Sulit untuk menjadikan para
penilai melakukan pemilihan yang akurat antara empati,keharmonisan dan penerimaan di
mata asisten riset perekam penilaian,ketiga kualitas ini tidak ada bedanya. Akhirnya terdapat
kesulitan filosofis yang muncul dari interprestasi alternatif terhadap konsep tersebut.Rogers
menyifati empati sebagai “state of being”.Truax dan Carkhuff mendefinisikan empati sebagai
ketrampilan komunikasi yang dapat dibentuk dan dipelajari dalam program pelatihan
terstruktur.
Dalam hal ini terdapat rasa mutualis atau hubungan”Saya-Anda” yang dideskripsikan
oleh Buber (van Balen,1990).Bozarth(1984) menulis, kali ini berkenaan dengan
konseling,bahwa respons empati kepada klien sedikit memiliki persamaan dengan pernyataan
kaku”refleksi makna” yang sangat populer pada tahun awal terapi client-centered.Bagi
Bozart(1980) idealnya adalah merespons secara empati dalam hal yang merupakan
ideosinkratis spontanitas.
Perkembangan penting lain yang berhubungan dengan empati adalah menguji dampak
respons empatik yang akurat,tepat,waktu dan sensitif.Barret-Lennard(1993:6) mengamati
bahwa:
Dalam praktik mungkin aspek paling unik dari pendekatan konseling person-centered
terletak pada penekanan terhadap kongruen(congruence).Pengaruh dari ide Rogers memiliki
arti bahwa versi dari konsepsi klasik person-centered terapi seperti empati,self,hubungan
terapeutik dan pengalaman telah menjadi kosakata pendekatan yang lain.Walaupun demikian
tidak ada satu pun pendekatan yang menambah rasa penting kenyataan,autentisitas,dan
keinginan konselor untuk dikenal sebagai seorang yang melakukan terapi person-centered
dan terapi humanistik kontemporer lainnya.
Dia memiliki perasaan bahwa terapis adalah seorang yang berpengalaman ada
padanya,pada kesadarannya dan dia mampu menghidupkan perasaan ini menjadi bagian dari
mereka dan komunikasi dengan mereka ketika saatnya tepat.Tak seorang pun yang bisa
mendapatkan kondisi secara penuh tetapi semakin siterapis mampu mendengarkan apa yang
terjadi dalam dirinya sendiri,dan semakin ia mampu menghadapi kompeksitas perasaan
sendiri tanpa ada rasa takut maka akan semakin tinggi tingkat kongruennya.
Mengapa kongruen termasuk dalam terapeutik? Bagaimana cara bekerja dengan konselor
yang kongruen, genuine dan ingin dikenal dapat mendatangkan manfaat kepada klien?
Seorang konselor yang kongruen bisa memiliki beberapa efek berharga dalam terapi :
Dalam riset pengalaman klien dan konselor selama masa kongruen dan non
kongruen,Grafanaki dan MccLeod(1999,2002) mampu mengidentifikasi waktu ketika kedua
partisipan masuk kedalam proses mengalir secara mutual dan saling mempresentasikan secara
penuh.Penekanan sentral terhadap kongruen dan kehadiran oleh praktisi person-centered
direfleksikan dalam tipe pelatihan dan supervisi yang dikembangkan dalam pendekatan.
Sebagai contoh biasanya pelatihan person-centered memberikan waktu dalam jumlah yang
substansial untuk bekerja dengan kelompok besar.
E. Proses Terapeutik
Riset yang menggunakan model tujuh tahap ini menunjukkan bahwa klien yang
memulai terapinya ditahap pertama kurang mendapatkan manfaat dari proses tersebut.Mearns
dan Thorne (1988) telah menyatakan pentingnya kesiapan klien memulai eksplorasi diri
seperti ini. Rogers (1961) menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada tahap keenam
bersifat permanen dan karna itu para klien mungkin dapat bergerak ke langkah ketujuh tanpa
bantuan konselor.
F. Pemfokusan Eksperensial
Ketika kondisi empati, kongruen, dan penerimaan Rogers merujuk kepada beberapa
proses interpersonal atau lingkungan hubungan yang eksis melalui terapi, Greenberg dan para
kolegannya telah menyatakan bahwa hal tersebut dapat digunakan untuk memberikan
perhatian tertentu guna menciptakan momen perubahan yang sangat bermakna. Asumsi
Utama dalam konseling process-experiential adalah masalah yang dimiliki oleh seseorang
didasarkan kepada ketidakmampuan untuk terlibat dalam pemrosesan emosional yang efektif.
Pada 1968, Rogers diminta untuk berbicara adalam berbicaraa dalam simposium
bertajuk USA 2000 yang disponsori oleh Esalen Instituate, markas spiritual gerakan psikologi
humanistik. Beliau memilih untuk membicarakan visinya tentang arah yang akan menjadi
alur pergerakan hubungan antarmanusia di dunia modern, dan cara terapi individu serta
kelompok dalam memberikan konstribusi dalam proses ini.
Argensi
Akualisasi diri
Berfungsi penuh
Empati
Felt sense
Fenomenolgi
Hubungan
Kekuatan ketiga
Ketidakhamonisan
Konsep Diri
Lokus evaluasi
Tidak ada yang dapat menggantikan nilai penting membaca karya para pemikir
bidang konseling.Carl Rogers adalah seorang figur yang dominan, dan Counseling and
Psycho therapy karyanya pada 1942 masih segar dan relevan.
Teks kontemporer yang paling baik mereprensikan teori dan praktik person-contered
adalahDibs, karya Virginia Axline (1971).Buku ini merupakan laporan penggunan person-
centred yang dilakukan oleh Axeline terhadap seorang seorang anak muda,Dibs.
Dibandingkan dengan karya lain,Dibs mengomunisasikan penghargaan yang dalam terhadap
individu ,dan kemampuan individu untuk untuk tumbuh yang sangat penting bagi terapi
person-centered yang efektif.
Bunga rampai yang diedit oleh Cain dan Seeman (2002) Serta Schneider, et al. (2001)
melampaui pendekatan person-centered, dengan tujuan mencakup lebih banyak elemen terapi
humanistik. Tiap menyajikan sumber daya yang kaya, dan bukti bahwa “kekuatan ketiga”
masih berpotensi.
BAB III
PEMBAHASAN
4.1 Kesimpulan
Dengan mengkritik bab “Teori dan Praktik Pendekatan Person-Centered” ini, penulis
dapat menambah pengetahuannya mengenai bagaimana melakukan terapi, membuat kontak
dengan individu yang bermasalah dalam menjalin hubungan dengan metode person-centered,
dan penilaian terhadap pendekatan person-centered. Bahkan setelah membandingkannya
dengan bab “Pendekatan Konseling”, penulis dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan apa
yang ada pada bab utama tersebut .
4.2 Saran
Materi yang dipaparkan dalam bab ini sudah bagus,bahasa yang digunakan mudah
dipahami,hanya saja materi yang dipaparkan dalam bab ini banyak memaparkan istilah-istilah
sehingga pembaca tidak dapat memahami materi tersebut dan harus mencari tahu arti dari
istilah tersebut.Untuk itu,sebaiknya bab ini tidak perlu menggunakan istilah-istilah yang tidak
dapat dipahami pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
McLeod John. 2008. Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus. Jakarta : Kencana Prenada
Media Group
Willis Sofyan S. 2010. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta