Anda di halaman 1dari 20

“CRITICAL BOOK REPORT”

Mata Kuliah Model-Model Konseling

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Abdul Munir, M. Pd

Di susun Oleh :
Winda Aryanti Saragih (1163351039)
BK Reguler D 2016

JURUSAN PPB/BK
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa, Saya panjatkan puja dan puji syukur
atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya,
sehingga saya dapat menyelesaikan critical chapter report mengenai “Teori dan Praktik
Pendekatan Person Centered”.

Critical ini dibuat dengan berbagai observasi dari dua sumber buku dengan topik bab
yang sama sehingga dapat menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan
critical chapter ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan critical chapter ini yaitu Dosen
Mata kuliah saya Bapak Prof. Dr. Abdul Munir, M. Pd.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki
tugas ini.Akhir kata saya berharap semoga apa yang dipaparkan dalam critical chapter report
ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

   

                                Medan, April 2018


   

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kritik buku adalah kegiatan memahami, menganalisa, mengidentifikasi,mengkritik,


dan memberikan solusi pada sebuah buku yang dibaca agar buku tersebut dapat lebih
sempurna atau dapat menambah wawasan bagi mahasiswa dan dapat membiasakan
mahasiswa menjadi seorang yang kritis. Mengkritik buku dapat diawali dengan
mengidentifikasi identitas buku, membuat ringkasan pada setiap bab dalam buku tersebut,
dan memberikan penilaian terhadap kelebihan dan kekurangan pada buku tersebut.

Carl Ronsen Rogers (1902-1987) merupakan pelopor penemu Person Center Therapy.
Rogers beranggapan bahwa setiap individu pada intinya merupakan sosok yang kreatif,
sosialis, penuh hormat dan mempunyai kemampuan untuk mengembangkan seluruh potensi
yang dimilikinya. Untuk itu, dalam prakteknya Rogers memberikan kesempatan kepada klien
untuk menumbuhkan kesadaran diri  dan dapat memahami dirinya sendiri. Lebih ditekankan
lagi pada pengalaman pribadi yang dimiliki individu karena dapat membantu klien lebih
mudah untuk mencari jalan keluar dari masalahnya.

Pada hakikatnya, pendekatan client-centered adalah cabang khusus dari terapi


humanistik yang menggaris bawahi tindakan yang akan dilakukan oleh klien berikut dunia
subjektif dan fenomenalnya. Perkembangan pendekatan client-centered disertai peralihan dari
penekanan pada teknik terapi kepada penekanan pada kepribadian, keyakinan dan sikap ahli
terapi, serta pada hubungan terapeutik. Salah satunya adalah person-centered.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan kritikal chapter ini “Teori dan Praktik Pendekatan Person
Centered” adalah agar kita mengetahui kelebihan dan kekurangan isi bab tersebut serta untuk
menambah wawasan penulis dalam bidang bimbingan dan konseling terutama pada model
konseling person centered. Selain itu untuk melengkapi tugas mata kuliah model-model
konseling.

1.3 Manfaat
Untuk menambah wawasan penulis khususnya dan pembaca pada umumnya
mengenai praktik pendekatan person chapter serta melatih mahasiswa dalam mengemukakan
kekurangan dan kelebihan pada bab yang dikritik.

IDENTITAS BUKU
Buku Pertama (utama)

1. Judul Buku : Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus


2. Pengarang : John McLeod
3. Penerbit : Kencana Prenada Media Group
4. Tahun Terbit : 2008
5. Kota Terbit : Jakarta
6. Tebal Buku : 686 Halaman
7. ISBN : 979-3925-42-6

Buku kedua (Pembanding)

1. Judul Buku : Konseling Individual Teori dan Praktek


2. Pengarang : Prof. Dr. Sofyan S. Willis
3. Penerbit : Alfabeta
4. Tahun Terbit : 2009
5. Kota Terbit : Bandung
6. Tebal Buku : 272 Halaman
7. ISBN : 978-979-8433-57-3
BAB II
ISI BUKU

BAB 6 “TEORI DAN PRAKTIK PENDEKATAN PERSON-CENTERED”

A. Pendahuluan

Pendekatan yang diasosiasikan kepada Rogers, yang disebutkan dalam banyak


kesempatan dengan “non-directive” (tidak langsung), “client centered” (berpusat pada
klien), “person centered” (berpusat pada person). Kemunculan terapi client centered pada
1950 merupakan bagian dari pergerakan psikologi Amerika untuk menciptakan alternatif
terhadap dua teori yang mendominasi waktu itu: psikoanalisis dan behaviorisme. Gerakan ini
kemudian dikenal sebagai kekuatan “ketiga” dan juga sebagai psikologi humanistik.

Dalam konseling dan psikoterapi, pendekatan humanistik yang paling luas digunakan
adalah pendekatan person-centered dan Gestalt, walaupun psikosintesis, analisa
transaksional, dan metode lain juga mengandung elemen humanistik yang kental. Mengikuti
periode menurunnya tradisi humanistik sebagai sumber pengaruh dan inspirasi dalam
konseling dan psikoterapi, terdapat sinyal kebangkita kembali pendekatan ini.

B. Evolusi Pendekatan Person-Centered

Kelahiran pendekatan person-centered biasanya diatributkan kepada ceramah yang


diberikan oleh Rogers tahun 1940 di Universitas Minnesota. Dalam ceramahnya tersebut
kemudian diterbitkan sebagai sebuah bab dalam Counselling and Psychotherapy dinyatakan
bahwa terapis sangat dapat membantu klien dengan membiarkan mereka menemukan solusi
mereka sendiri terhadap masalah yang tengah mereka hadapi. Studi yang dilaksanakan
Rogers dan muridnya di Universitas Ohio tujuannya adalah untuk mempelajari efek terhadap
perilaku directif dan non direktif pada sisi konselor.

Pada 1945, Rogers diajak bergabung dengan Universitas Chicago sebagai profesor
psikologi dan kepala pusat konseling. Bentuk psikoterapi yang dominan di Amerika saat itu
adalah psikoanalisis yang terlalu mahal untuk tentara dalam jumlah besar, walaupun terdapat
para analisis yang membuat hal tersebut memungkinkan. Pendekatan behavioral belum
muncul. Pendekatan non direktif Rogers merepresentasikan solusi ideal, dan seluruh generasi
psikologi Amerika dilatih di Chicago, atau universitas lain oleh para kolega Rogers. Dengan
cara inilah pendekatan Rogerian dengan cepat berdiri sebagi bentuk konseling non medis di
Amerika.

Fase ketiga perkembangan terapi client-centered terjadi beberapa tahun kemudian


(1954-1957) dan dapat dilihat sebagai representasi usaha untuk mengonsolidasikan teori
dengan mengintegrasikan ide awal tentang kontribusi konselor dengan pemikiran setelah itu
tentang perubahan dalam diri klien, untuk bisa mencapai model hubungan terapeutik. Pada
1957 Rogers dan beberapa koleganya dari Universitas Chicago diberi kesempatan untuk
melakukan studi riset besar di Universitas Wisconsin, menyelidiki proses dan hasil
pendekatan terapi client-centered pada pasien skizofrenia yang dirumah sakitkan.

Rogers sendiri pergi ke California, pertama-tama ke Western Behavioural Science


Institute dan kemudian pada 1968 Center for Studies of the Person Lajolla. Ia kemudian aktif
di encounter group dan diakhir hayatnya bekerja untuk perubahan politik dalam hubungan
barat timur serta perubahan politik di Afrika Selatan (Rogers 1978, 1980). Perluasan ide
client-centered untuk melingkupi kelompok organisasi, dan masyarakat, secara umum berarti
tak lagi sesuai untuk memandang pendekatan tersebut hanya tentang klien dan yang semisal,
dan istilah person-centered dengan cepat muncul dipermukaan sebagai cara untuk
mendeskripsikan pendekatan yang bekerja untuk klien kelompok yang lebih besar dan
individual.

Evolusi pendekatan person-centered selama 50 tahun terakhir ini mengilustrasikan


banyak faktor sosial dan kultural penting. Tetapi client-centered diciptakan dari sintesis terapi
“pemahaman” Eropa dan nilai Amerika (Solod, 1978). Penekanan terhadap model
penerimaan diri dan simplesitas teoritis membuatnya sebagai terapi yang sangat sesuai untuk
tentara yang pulang dari perang, dan membuatnya menjadi pendekatan paling berpengaruh
pada waktu itu.

Diberbagai negara lain, di Eropa misalnya konselor dan terapis bekerja dalam
kerangka pendidikan yang dibiayai negara dan dalam agensi sukarela yang lepas dari
berbagai tekanan tersebut, memungkinkan pendekatan person-centered berkembang. Dalam
berbagai negara ini juga terdapat institut dan pelatihan Rogerian.
C. Citra Person dalam Teori Person-Centered

Perhatian utama Rogers dan teoretikus person-centered lainnya adalah untuk


mengembangkan sebuah pendekatan yang efektif, buksn terlibat dalam spesikulasi hal-hal
teoretis. Dibandingkan dengan bangunan besar teori psikodinamik, peralatan konseptual
pendekan person-centered merupakan pendukung yang kurang kuat. Penting untuk disadari
bahwa hal ini dengan jelas menunjukkan absennya kandungan teoretis yang disyaratkan
untuk menyertai semua kegiatan untuk mendapatkan pendekatan fenomenologis
pengetahuan.

Seseorang dalam pendekatan person-centered dilihat sebagai sosok yang bertindak


untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Pertama, kebutuhan untuk aktualisasi diri. Dan, kedua
adalah kebutuhan untuk dicintai dan dihargai oleh orang lain. Akan tetapi, sebagaimana yang
dinyatakan oleh Maslow, kebutuhan tersebut terlihat sebagai kebutuhan biologis untuk
bertahan hidup yang independen. Walaupun demikian, seseorang lebih sering dipandang
sebagai makhluk terintegrasi (embodied being) melalui konsep “penilaian organismik”.

Rogers memiliki pandangan yang positif dan optimistik terhadap kemanusian, dan
percaya bahwa seseorang dengan kesadaran dan autentisitas diri akan membuat keputusan
berdasarkan lokus evakuasi internal yang tidak hanya valid bagi dirinya sendiri, tetapi juga
bagi orang lain. Walaupun tidak secara langsung terartikulasi dalam berbagai tulisannya,
asumsi dasar Rogers adalah tidak ada orang yang memiliki moralitas universal, dan secara
fisik akan merasakan apa yang benar dan yang salah dalam segala situasi.

Salah satu kesulitan dalam memahami citra person pendekatan person-centered


adalah versi buku teks tentang makna tersebut yang belum lengkap. Hal ini merupakan
bidang teori konseling tempat dimana khususnya jurang antara tradisi langsung dan oral dan
tradisi. Dari perspektif person-centered,konseptualisasi individu yang melukiskan entitas
yang statik dan baku adalah tidak tepat. Tujuannya selalu untuk membangun proses
konseptualisasi.

Nilai penting citra person yang dianut oleh pendekatan ini digaris bawahin fakta
bahwa keterkaitan aliran ini terhadap kepakaran teknis konselor menjadi kurang penting, dan
utamanya berkonsentrasi kepada sikap atau filosofi konselor dan kualitas hubungan
terapeutik.
D. Hubungan Terapeutik

Pada intinya, konseling person-centered adalah terapi hubungan. Agar perubahan


kepribadian konstruktif dapat terjadi, harus ada beberapa faktor dibawah ini dan harus terus
ada selama beberapa waktu:

1. Dua orang berada dalam kontak psikologis.


2. Yang pertama, mereka yang kita sebut dengan istilah klien, dalam status tidak
menentu, rapuh, dan cemas.
3. Orang kedua, kita sebt sebagai terapis, harmonis, atau terintegrasi dalam hubungan.
4. Terapis merasakan sikap positif tak bersyarat terhadap klien.
5. Terapis merasakan pemahaman empatik terhadap kerangka rujukan internal klien (the
internal frame of reference), dan berusaha mengemonikasikan hal ini kepada klien.
6. Terjadinya pengomunikasian pemahaman empatik terapis dan sikap positif tidak
bersyarat terapis kepada klien, walaupun pada tingkatan yang paling minim.

Hanya kondisi diatas yang dipersyaratkan. Hal ini akan cukup apabila keenam kondisi
tersebut eksis dan terus eksis dalam beberapa waktu. Proses konstruksi perubahan
kepribadian akan segera menyusul.

Empati

Nilai penting pengatributan kepada respons empati telah menjadi salah satu karakter
unik pendekatan konseling person-centered. Bagi klien,pengalaman”didengar” atau dipahami
akan mengarahkannya kepada kemampuan lebih besar untuk mengeksplorasi dan menerima
aspek diri yang sebelumnya ditolak. Akan tetapi terdapat sejumlah masalah yang muncul
dalam konsepsi empati yang terkandung dalam model inti. Ketika para periset berusaha
mengukur level empati yang ditampilkan oleh konselor,mereka akan menemukan bahwa
tingkat yang diambil dari berbagai sudut pandang menghasilkan pola hasil yang berbeda.

Pernyataan tertentu konselor terhadap klien akan dinilai secara berbeda oleh
klien,konselor dan pengamat luar(Kurtz dan Grummon,1972).Sulit untuk menjadikan para
penilai melakukan pemilihan yang akurat antara empati,keharmonisan dan penerimaan di
mata asisten riset perekam penilaian,ketiga kualitas ini tidak ada bedanya. Akhirnya terdapat
kesulitan filosofis yang muncul dari interprestasi alternatif terhadap konsep tersebut.Rogers
menyifati empati sebagai “state of being”.Truax dan Carkhuff mendefinisikan empati sebagai
ketrampilan komunikasi yang dapat dibentuk dan dipelajari dalam program pelatihan
terstruktur.

Banyak isu yang berhubungan dngan konsep empati didiskusikan dalam


model”lingkaran empat” yang diajukan oleh Barrett-Lennard(1981).

Langkah ke 1 : Pengaturan empati oleh konselor.

Langkah ke 2 : Menggemakan empati

Langkah ke 3 : Mengekspresikan empati

Langkah ke 4 : Menerima empati

Langkah ke 5 : Lingkaran empati berlanjut.

Lingkaran empati memunculkan pertanyaan kondisi interkoneksi kondisi inti.Mode


Barret-Lennard mendeskripsikan proses yang mencakup keterbukaan netral serta penerimaan
tehadap apa pun yang ditawarkan oleh klien. Model juga mendeskripsikan proses yang secara
harmonis membuat seorang konselor menjadi sadar akan perasaan terdalamnya,serta
menggunakan dalam hubungan konseling. Dalam alur kerja dengan klien,konselor,person-
centered yang efektif tidak akan menawarkan penggunaan ketrampilan terpisah akan tetapi
menawarkan keterlibatan pribadi penuh mereka dalam hubungan antara mereka.

Dalam hal ini terdapat rasa mutualis atau hubungan”Saya-Anda” yang dideskripsikan
oleh Buber (van Balen,1990).Bozarth(1984) menulis, kali ini berkenaan dengan
konseling,bahwa respons empati kepada klien sedikit memiliki persamaan dengan pernyataan
kaku”refleksi makna” yang sangat populer pada tahun awal terapi client-centered.Bagi
Bozart(1980) idealnya adalah merespons secara empati dalam hal yang merupakan
ideosinkratis spontanitas.

Perkembangan penting lain yang berhubungan dengan empati adalah menguji dampak
respons empatik yang akurat,tepat,waktu dan sensitif.Barret-Lennard(1993:6) mengamati
bahwa:

Pengalaman didengarkan dan dipahami secara mendalam-dalam beberapa lingkaran


vital personal-memiliki dampak tersendiri:apakah (dampak tersebut berupa perasaan seperti
sesuatu yang logis,perasaan seperti sesuatu yang logis,perasaan atau koneksi sisi terdalam
dari diri atau entah bagaimana menjadi merasa tidak kesepian dan kualitas lain yang
memudahkan atau menarik.

Kontribusi anyar untuk teori empati person-centered menjauhkan penekanan terhadap


definisi empati sebagai ketrampilan yang dapat dilatih kepada makna empati yang lebih
luas,dipahami sebagai sebuah komponen dari komitmen autentik untuk terlibat dalam dunia
orang lain.Konsepsi ini mengindikasikan lebih banyak penyatuan “ kondisi inti “ dan untuk
kembali kepada formulasi awal terapi client-centered.Sebelum Rogers dan para koleganya
menggunakan terminologi seperti empati,kongruen dan perhatian tak bersyarat,mereka
mendeskripsikan pendekatan sebagai sikap atau filosofi “ penghargaan terdalam terhadap
nilai penting dan harga diri tiap orang “ (Rogers,151:21).

Kongruen dan Masa Kini

Dalam praktik mungkin aspek paling unik dari pendekatan konseling person-centered
terletak pada penekanan terhadap kongruen(congruence).Pengaruh dari ide Rogers memiliki
arti bahwa versi dari konsepsi klasik person-centered terapi seperti empati,self,hubungan
terapeutik dan pengalaman telah menjadi kosakata pendekatan yang lain.Walaupun demikian
tidak ada satu pun pendekatan yang menambah rasa penting kenyataan,autentisitas,dan
keinginan konselor untuk dikenal sebagai seorang yang melakukan terapi person-centered
dan terapi humanistik kontemporer lainnya.

Dia memiliki perasaan bahwa terapis adalah seorang yang berpengalaman ada
padanya,pada kesadarannya dan dia mampu menghidupkan perasaan ini menjadi bagian dari
mereka dan komunikasi dengan mereka ketika saatnya tepat.Tak seorang pun yang bisa
mendapatkan kondisi secara penuh tetapi semakin siterapis mampu mendengarkan apa yang
terjadi dalam dirinya sendiri,dan semakin ia mampu menghadapi kompeksitas perasaan
sendiri tanpa ada rasa takut maka akan semakin tinggi tingkat kongruennya.

Mengapa kongruen termasuk dalam terapeutik? Bagaimana cara bekerja dengan konselor
yang kongruen, genuine dan ingin dikenal dapat mendatangkan manfaat kepada klien?
Seorang konselor yang kongruen bisa memiliki beberapa efek berharga dalam terapi :

 Kondisi membantu membangun kepercayaan dalam hubungan.


 Jika konselor ekspersikan dan menerima perasaan bahwa dirinya rapuh dan tidak tetap
maka akan lebih mudah bagi klien untuk menerima perasaan yang mereka miliki.
 Kondisi merupakan representasi salah satu hasil terapi yang diharapkan
 Jika indikasi dari bicara,nada dan gerak tubuh selaras maka komunikasi akan lebih
jelas dan dapat dipahami.
 Konselor menjadi mampu menarik kesimpulan dari elemen yang tidak diucapkan atau
“sub-vocal”(Gendlin,1967) dalam hubungan
 Kondisi tersebut dapat memfasilitasi aliran positif energi dalam hubungan.

Mearns,(1996:309) mengamati bahwa tingkat keberadaan tersebut berisiko bagi


konselor “ Menilai permukaan kompetensi relasional saya adalah satu hal namun dapatkah
saya mengambil risiko dengan membiarkan kongruen diri,saya dinilai?”. Dia
membandingkan kongruen konselor person-centered dengan metode akting para aktor yang
secara penuh memproyeksikan atau menenggelamkan diri ke dalam peran mereka.

Dalam riset pengalaman klien dan konselor selama masa kongruen dan non
kongruen,Grafanaki dan MccLeod(1999,2002) mampu mengidentifikasi waktu ketika kedua
partisipan masuk kedalam proses mengalir secara mutual dan saling mempresentasikan secara
penuh.Penekanan sentral terhadap kongruen dan kehadiran oleh praktisi person-centered
direfleksikan dalam tipe pelatihan dan supervisi yang dikembangkan dalam pendekatan.
Sebagai contoh biasanya pelatihan person-centered memberikan waktu dalam jumlah yang
substansial untuk bekerja dengan kelompok besar.

E. Proses Terapeutik

Dari perspektif person-centered,proses perubahan terapeutik dalam klien


digambarkan dalam terminologi proses keterbukaan yang lebih besar terhadap
pengalaman.Rogers (1951) menyifati arah pertumbuhan terapeutik sebagai bagian dari
peningkatan kesadaran akan pengalaman yang ditolak,sebagai bagian dari pergerakan dari
menerima dunia secara general menjadi mampu melihat segala sesuatu dari berbagai sisi yang
berbeda dan ketergantungan yang lebih besar kepada pengalaman personal sebagai sumber
nilai dan standar.Tujuh langkah meningkatkan keterlibatan klien dalam sisi terdalam
dirinya(Rogers,1961;Klein,et al,1986) dirangkum sebagai berikut :

1. Komunikasi merupakan peristiwa eksternal.


2. Ekspresi mulai mengalir lebih bebas dalam topik yang tidak menyangkut diri
3. Menggambarkan reaksi personal sebagai peristiwa ekternal.
4. Deskripsi perasaan dan pengalaman personal.
5. Diekspresikan perasaan saat ini.
6. Merasakan “rujukan batin” atau aliran perasaan yang memiliki hidupnya sendiri.
7. Rangkaian perasaan yang dirasakan terhubung dengan berbagai aspek dari isu.

Riset yang menggunakan model tujuh tahap ini menunjukkan bahwa klien yang
memulai terapinya ditahap pertama kurang mendapatkan manfaat dari proses tersebut.Mearns
dan Thorne (1988) telah menyatakan pentingnya kesiapan klien memulai eksplorasi diri
seperti ini. Rogers (1961) menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada tahap keenam
bersifat permanen dan karna itu para klien mungkin dapat bergerak ke langkah ketujuh tanpa
bantuan konselor.

F. Pemfokusan Eksperensial

Kerangka kerja yang digunakan secara luas dalam pendekatan person-centered


sebagai cara untuk memahami proses adalah model pemfokuskan eksperiensial Gendlin yang
memungkin mereprsentasikan satu satunya perkembangan yang berpengaruh dalam teori dan
praktik person-centered setelah era Wisconsin(Lietaer,1990).Teknik pemfokusan dan teori
yang mendasari cara merasakan didukung oleh analisis filosofis (Gendlin,1962,1984a) dan
riset psikologis yang dapat dipertanggungjawabkan(Gendlin,1969,1984c).

Gedlin menganut pandangan bahwa pada intinya proses eksperiensial yang


digambarkan disini tidak hanya terjadi pada terapi person-centered tetapi juga terjadi pada
terapi lainnya.Oleh karna itu tugas utama konselor adalah membantu klien terus bersama felt
sense-nya,bukan menjauh dirinya juga untuk memfasilitasi pembentukan simbolisasi akurat
yang memungkinkan pengekspresian makna implisit. Langkah-langkah diatas dapat
dilaksanakan atau dibantu untuk terjadi dalam dialog atau interaksi antara konselor atau klien
atau konselor secara sengaja dapat mengintruksikan dan membimbing klien melewati proses
tersebut.

Ketika kondisi empati, kongruen, dan penerimaan Rogers merujuk kepada beberapa
proses interpersonal atau lingkungan hubungan yang eksis melalui terapi, Greenberg dan para
kolegannya telah menyatakan bahwa hal tersebut dapat digunakan untuk memberikan
perhatian tertentu guna menciptakan momen perubahan yang sangat bermakna. Asumsi
Utama dalam konseling process-experiential adalah masalah yang dimiliki oleh seseorang
didasarkan kepada ketidakmampuan untuk terlibat dalam pemrosesan emosional yang efektif.

Disisi lain,kerangka teoritis pendekatan person-centered memberikan perhatian yang


besar kepada kualitas hubungan antara konselor dan klian, contohnya berkenaan dengan
pertumbuhan gradual rasa percaya dan aman. Dinyatakan pula bahwa mode kerja ini
bergantung kepada keberadaann serangkaian sikap dan keyakinan dalam diri konselor,dan
kemampuan untuk mengomunikasikan kualitas-kualitas ini dalam bentuk yang kuat dan
autentik.

Perdebatan dalam konseling person-centered muncul berkenaan dengan dimensi


spiritual atau transenden dari pengalaman. Walaupun Rogers Sendiri pada awalnya berniat
menjadi pendeta, terapi sebagaian besar kariernya dalam teori psikologi dilaksanakan dalam
kerangka kerja skuler humanistis yang ketat

Pada fase pertama, konselor menggunakan reflective listening,kejujuran dan


penerimaan untuk menciptakan hubungan yang baik dengan klien.Selanjutnya,pada fase
kedua “konselor mengadopsi pola respons yang dapat berfungsi memenuhi kebutuhan unik
klien individual (memggunakan) sikap, teknik, dan pendekatan yang inhern dalam, dan
tersedia dari, semua teori konseling lain “ (Boy dan Pine, 1982: 18-19).

Pada 1968, Rogers diminta untuk berbicara adalam berbicaraa dalam simposium
bertajuk USA 2000 yang disponsori oleh Esalen Instituate, markas spiritual gerakan psikologi
humanistik. Beliau memilih untuk membicarakan visinya tentang arah yang akan menjadi
alur pergerakan hubungan antarmanusia di dunia modern, dan cara terapi individu serta
kelompok dalam memberikan konstribusi dalam proses ini.

Pada saat yang sama, pendekatan person-centered dapat ditempatkan di samping


pendekatan konseling lain dengan dimensi kehidupan sosaial yang berbeda. Pendekatan
psikokodinamik dan relasi objek misalnya, menampilkan citra person yang diinvasi oleh
orang lain dan dibebani bukan oleh “kondisi yang layak” (condition of worth), tetapi oleh
internalisasi reprensi orang tua yang melecehkan (anak-anaknya).Pendekatan kognitif-
behafiral menyajikann potret seseorang yang berjuang untuk mengatur hidupnya dan menjadi
pemecah masalah yang rasional dan sukses. Tema ini juga dapat dikejar dengan perspektif
person-centered.
G. Ringkasan Bab
 Konseling client-centered (yang di kemudian hari dikenal dangan person-contered)
merupakan elemen kunci “kekuatan ketiga” gerakan psikologi humanistik pada era
1950-an.
 Perkemabangan teori konseling Rogers didasarkan kepada pekerjaan para
kolagennya,seperti Shilen, Raskin, Barret-Lennard, dan Gendlin, serta melibatkan fusi
teori, riset, dan praktik yang kreatiif.
 Konseling person-centered diinformasikan oleh pemikiran fenomeologis dan
pendeketan pada konsep diri individu serta kemampuan untuk tumbuh dan merasa
kuat.
 Metode pemfokusan eksperensial yang dikembangan oleh Gendelin bisa menjadi cara
yang berhargga untuk memfasilitasi proses ini.

H. Terminologi dan Konsep Kunci

Argensi

Akualisasi diri

Berfungsi penuh

Empati

Felt sense

Fenomenolgi

Hubungan

Kekuatan ketiga

Ketidakhamonisan

Konsep Diri

Lokus evaluasi

Model Kondisi inti


Model Lingkaran empati

I. Bacaan yang Dianjurkan

Tidak ada yang dapat menggantikan nilai penting membaca karya para pemikir
bidang konseling.Carl Rogers adalah seorang figur yang dominan, dan Counseling and
Psycho therapy karyanya pada 1942 masih segar dan relevan.

Teks kontemporer yang paling baik mereprensikan teori dan praktik person-contered
adalahDibs, karya Virginia Axline (1971).Buku ini merupakan laporan penggunan person-
centred yang dilakukan oleh Axeline terhadap seorang seorang anak muda,Dibs.
Dibandingkan dengan karya lain,Dibs mengomunisasikan penghargaan yang dalam terhadap
individu ,dan kemampuan individu untuk untuk tumbuh yang sangat penting bagi terapi
person-centered yang efektif.

Bunga rampai yang diedit oleh Cain dan Seeman (2002) Serta Schneider, et al. (2001)
melampaui pendekatan person-centered, dengan tujuan mencakup lebih banyak elemen terapi
humanistik. Tiap menyajikan sumber daya yang kaya, dan bukti bahwa “kekuatan ketiga”
masih berpotensi.
BAB III
PEMBAHASAN

Komentar Terhadap Isi Buku :

Kelebihan dalam buku ini adalah :


 Isi bab ini mengoptimalkan pengembangan pengetahuan deklaratif dan
prosedural. Hal ini dicirikan dengan langkah-langkah penyajian yang di
mulai dengan pendahuluan, penyajian materi (materi bacaan), ringkasan
bab, topik untuk refleksi dan diskusi, terminologi dan konsep kunci, dan
bacaan yang dianjurkan.
 Materi yang dijelaskan dalam bab ini sangat lengkap,padat,dan jelas.
 Pada bab ini penulis menyertakan contoh-contoh masalah yang berkaitan
dengan pendekatan person-centered yang mudah untuk dipahami.
 Informasi yang disajikan di dalam bab ini adalah aktual, faktual, up to date,
menyeluruh, dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami sehingga
sesuai untuk dijadikan sebagai buku acuan (reference book).
 Dalam bab ini juga terdapat materi bacaan pada kotak 6.2 dimana kotak ini
dinamakan pre-terapi yaitu membuat kontak dengan individu yang
bermasalah dalam menjalin hubungan dengan metode person-centered.
Dalam kotak ini juga dijelaskan contoh masalah hingga penyelesain
masalahnya.
 Pada kotak 6.3 juga dijelaskan bagaimana Carl Rogers melakukan terapi.
Dengan demikian pembaca akan dapat mempraktekkan langsung bagaimana
melakukan terapi yang baik dan benar menurut Rogers.
Kekurangan dalam buku ini adalah :
 Buku ini tidak diedit dengan baik. Terdapat banyak istilah bahasa Inggris
yang salah eja. Contohnya pada halaman 209 pada bab ini terdapat kata
“self-help” seharusnya ditulis “self-help” dan “inner spirit” seharusnya
ditulis “inner spirit”. Juga terdapat beberapa penggunaan tanda baca seperti
titik, koma, spasi, dan kapitalisasi yang kurang tepat. Hal ini dapat
mempengaruhi pemahaman pembaca, khususnya pemula, tentang isi buku.
 Pada halaman 227 terdapat pengulangan sebanyak dua kali pada kalimat
“konseling menjadi kokoh menjadi sebuah profesi, dan para konselor juga
telah memainkan bagian yang lebih aktif dalam memfasilitasi perubahan
organisasional. Hal ini dapat menimbulkan inti dari topik yang dibahas
tidak tersampaikan kepada pembaca.
 Pada bab dalam buku utama tidak terdapat kekurangan dan kelebihan
pendekatan person-centered sementara pada bab “Pendekatan-Pendekatan
Konseling” dengan topik yang sama dalam buku pembanding terdapat
kekurangan dan kelebihan pendekatan person-centered.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari seluruh pembahasan, dapat disimpulkan bahwa setiap buku memiliki


kelengkapan yang berbeda-beda. Kelengkapan materi merupakan acuan utama ketika
mengkritik chapter. Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan mengkritik bab “Teori dan Praktik
Pendekatan Person-Centered” ini, kemudian membandingkannya dengan buku lain dengan
materi yang sama, maka kita dapat mengetahui dimana letak kelebihan dan kekurangannya.
Jadi, kelemahan pada buku utama dapat ditutupi dengan adanya materi tambahan dari buku
pembanding, sehingga keduanya saling melengkapi.

Dari seluruh pembahasan yang dikemukakan maka dapat disimpulkan bahwa


mengkritik buku tidaklah mudah. Penulis yang melakukan kritik terhadap buku harus benar-
benar penuh ketelitian agar tidak salah dalam menafsirkan isi buku dan perbandingannya
dengan buku lain.

Dengan mengkritik bab “Teori dan Praktik Pendekatan Person-Centered” ini, penulis
dapat menambah pengetahuannya mengenai bagaimana melakukan terapi, membuat kontak
dengan individu yang bermasalah dalam menjalin hubungan dengan metode person-centered,
dan penilaian terhadap pendekatan person-centered. Bahkan setelah membandingkannya
dengan bab “Pendekatan Konseling”, penulis dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan apa
yang ada pada bab utama tersebut .

4.2 Saran

Materi yang dipaparkan dalam bab ini sudah bagus,bahasa yang digunakan mudah
dipahami,hanya saja materi yang dipaparkan dalam bab ini banyak memaparkan istilah-istilah
sehingga pembaca tidak dapat memahami materi tersebut dan harus mencari tahu arti dari
istilah tersebut.Untuk itu,sebaiknya bab ini tidak perlu menggunakan istilah-istilah yang tidak
dapat dipahami pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

McLeod John. 2008. Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus. Jakarta : Kencana Prenada
Media Group

Willis Sofyan S. 2010. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta

Anda mungkin juga menyukai