Anda di halaman 1dari 28

REKAYASA IDE

PROFESI KEPENDIDIKAN

“PENGEMBANGAN PROFESI DAN KOMPETENSI GURU


BERBASIS MORAL DAN KULTUR”

DIUSULKAN OLEH :

Nama : Agatha Yolanka Putri

NIM : 3141111001

Kelas : Reguler-C Angkatan 2014

Dosen Pengampu : Dr. Sudirman, M.Pd

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2017
1
DAFTAR ISI

1. BAGIAN MUKA
a. Sampul Muka
b. Daftar isi
c. Ringkasan …………………………………………………………….. 3
2. BAGIAN UTAMA
a. Bab 1 : pendahuluan…………………………………………………… 4
i. Latar belakang masalah
ii. Tujuan dan manfaat
b. Bab 2 : kerangka pemikiran…………………………………………… 7
c. Bab 3 : Metode Pelaksanaan…………………………………………... 7
d. Bab 4 : Pembahasan…………………………………………………… 8
e. Bab 5 : kesimpulan dan saran…………………………………………. 26
3. BAGIAN AKHIR
a. Daftar Pustaka…………………………………………………………. 27
b. Daftar biodata………………………………………………………….. 29

2
Ringkasan

Pengembangan profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena guru


memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan
teknologi kepada peserta didik, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa untuk mampu
bertahan dalam era kompetisi. Sebagai pekerjaan professional, seorang guru diharuskan memiliki
berbagai fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator, informator, komunikator, agen pembaharu,
inovator, konselor, evaluator, dan administrator dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
Untuk melaksanakan tugas yang berat seperti itu guru harus tetap membangun moral dan kultur
yang baik, seperti berbudi luhur, jujur, beriman, kemampuan mengaktualisasikan diri seperti
disiplin, tanggung jawab; kemampuan mengembangkan profesi seperti berpikir kreatif, kritis,
dan lain-lain. Kenyataan sudah membuktikan bahwa kultur yang baik akan menjadi kunci
kesuksesan sebagaimana yang terjadi dinegara-negara maju di Asia. Dengan memegang dan
membangun kultur dan moral yang baik dalam melaksanakan profesi sebagai guru maka
langsung atau tidak langsung kualitas pendidikan akan dapat ditingkatkan.
Kata Kunci: Pengembangan; Profesi; Kompetensi Guru; Berbasis; Moral; Kultur

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang–Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945. Demikian bunyi undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional. Pancasila yang dimaksudkan disini adalah pancasila yang susunannya
terdapat di dalam mukadima pembukaan UUD 1945, yaitu:
Ketuhanan Yang Maha Esa
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Persatuan Indonesia
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Secara etimologis atau menurut bahasa, dasar artinya adalah: Bagian yang terbawah (kuali, botol,
dsb), lantai: rumah papan (Duduk bersila), Lapisan yang paling bawah (Meni sbg cat), Alas;
Fondasi, Pokok atau pangkal suatu pendapat, Tanah yang ada di bawah air, Kali, laut, dsb.Dari
pengertian tersebut dapat dipahami bahwa dasar adalah segala hal yang mendasari dari sesuatu
yang dibicarakan. Maka sebelum masuk pada pembahasan tentang pendidikan maka apa yang
mendasari seseorang sehingga menganggap penting untuk membicarakan tentang pendidikan.
Pasal 31 UUD 1945 mengamanatkan bahwa:
Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan
Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasonal, yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari
anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaranpendapatan dan belanja daerah untuk
memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Pendidikan diIndonesia masih menghadapi aneka masalah. Karena itu perhatian masyarakat
indonesia terhadap masalah pendidikan tidak pernah surut. Persoalan itu tidak pernah selesai,

4
karena subtansi yang ditransformasikan selama proses pendidikan dan pembelajaran ilmu
pengetahuan, teknologi, dan kemajuan masyarakat. Beberapa persoalan pensisikan yang masih
menonjol saat ini yaitu rendahnya mutu proses dan luaran pendidikan. Lebih mendasar lagi
apabila yang diperbincangkan adalah mengenai mutu atau kualitas pendidikan, dimana mutu
pendidikan di negara kita ini memang masih rendah dari pada negara besar lainnya. Indikator
rendahnya kualitas pendidikan diIndonesia dapat terlihat pada prestasi siswa, seperti nilai Ujian
Nasional rata-rata masih rendah, dan terkadang sekolah menyediakan kuci jawaban Ujian
Nasional untuk meningkatkan nilai rata-rata para peserta didiknya. Selama bertahun-tahun
kemerosotan pendidikan diIndonesia sudah terlihat dan terasa, dan untuk sekian kalinya
kurikulum selalu dituding seagai penyebabnya. Hal ini tercermin dengan adanya upaya
mengubah dan menyempurnakan kurikulum, mulai dari kurikulum 1975 diganti dengan
kurikulum 1984, kemudian diganti dengan kurikulum 1994, kurikulum berbasis kompetensi
2004, dan terakhir adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), dan kali inni diganti
menjadi kurikulum 2013. Tudingan tersebut tidakla sepenuhnya benar. Nasinius mengungkapkan
bahwa kemerosotan pendidikan bkan karena kesalahan kurikulum tetapi kekkurangan dari
kemampuan profesionalisme guru dan keengann belajar siswa. Sumargi mengemukakan bahwa
profesinalisme guru masi belum memadai utamanya dalam hal bidang keilmuannya. Misalnya
guru Matematika dapat mengajar Kimia dan Fisika. Ataupun guru bidang IPS dapat mengajar
B.indonesia. memang jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif sudah cukup banyak, tetapi mtu
dan profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya yang tidak berkualitas
dan menyampaikan materi keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dang
menyelenggaralan pendidikan yang benar-benar berkualitas.
Berkaitan dengan hal tersebut maka dalam beberapa tahun terakhir pemerintah senantiasa
berupaya meningkatkan profesionalisme guru. Guru sebagai tenaga profesional telah ditetapkan
dalam UU Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 39 Ayat 2. Dalam Peraturan Pemerintah
tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) Nomor 19/2005 meskipun tidak secara eksplisit
dinyatakan guru sebagai jabatan dan atau pekerjaan professional, namun di sini disebutkan
seorang guru sebagai agen pembelajaran diharuskan memiliki kompetensi profesional, di
samping kompetensi lainnya: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, dan kompetensi
sosial (Pasal 28 Ayat 3). Dalam UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pengertian
kata profesional (Pasal 1 Ayat 4) adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang

5
dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau
kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan
profesi. Rumusan ini tidak memberikan spesifikasi mengenai guru professional, namun tentu saja
dalam UU ini adalah pekerjaan atau jabatan guru dan dosen.
Sebagai jabatan professional maka kepada guru diberlakukan akuntabilitaspublik, yang mengacu
pada pemenuhan kriteria kelayakan profesi guru. Sehubungan dengan hal tersebut, uji
kompetensi guru adalah langkah awal yang dilakukan pemerintah untuk menentukan langkah
selanjutnya dalam perbaikan kualitas pendidikan. Dengan uji kompetensi, maka dapat ditentukan
standard kompetensi guru, yaitu suatu ukuran yang ditetapkan bagi seorang guru dalam
menguasai seperangkat kemampuan agar berkelayakan menduduki salah satu jabatan fungsional
guru, sesuai bidang tugas dan jenjang pendidikannya. Standardisasi kompetensi guru diperoleh
dari uji kompetensi bertujuan untuk memformulasikan peta kemampuan guru secara nasional,
memformulasikan peta kebutuhan dan peningkatan mutu guru, dan menumbuhkan kreativitas
guru yang bermutu, inovatif, terampil, mandiri, dan bertanggung jawab, serta menumbuhkan
kultur dan moral yang tinggi.

B. Tujuan Penulisan
1. Apakah yang dimaksud dengan guru ?
2. Apakah tujuan dari kependidikan ?
3. Apa saja fungsi pendidik ?
4. Bagaimana Pengembangan Profesi dan Kompetensi Guru Berbasis Moral dan Kultur ?

6
BAB II

KERANGKA PEMIKIRAN

A. Pengertian Guru

Peran guru dalam proses kemajuan pendidikan sangatlah penting. Guru merupakan salah satu
faktor utama terciptanya generasi penerus bangsa yang berkualitas, tidak hanya dari sisi
intelektual saja melainkan dari tata cara berperilaku dalam masyarakat. Oleh karena itu tugas
yang diemban seorang guru tidaklah mudah, guru yang baik harus mengerti dan paham tentang
hakekat sejati seorang guru.

Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidik anak usia dini jalur sekolah atau
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menegah.

Menurut UU no 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen. Guru adalah pendidik yang
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini sampai pendidikan
menengah. Pengertian guru diperluas menjadi pendidik yang dibuuhkan secara dikotomis tentang
pendidikan. Pada bab XI tentang pendidik dan kependidikan. Dijelaskan pada ayai 2 yakni
pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran. Untuk mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuannya peserta didik seharusnya memiliki kesempatan yang luas untuk memperoleh
pengajaran dan ilmu pengetahuan pada setiap lembaga pendidikan, baik yangdikelola oleh
pemerintah maupun yang dikeloh oleh masyarakat.

B. Tujuan Kependidikan

Sesuai dengan amanat Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional, pendidikan bertujuan untuk pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Menurut Azhar Arsyad agar seseorang memiliki kemahiran yang benar dan berkualitas maka ia

7
harus memenuhi dua syarat pokok. Pertama, mengetahui dan memahami apa yang dikehendaki
oleh pekerjaan itu (kawasan kognitif). Kedua, keinginan melaksanakan pekerjaan itu dengan
betul dan berkualitas.

Tujuan pendidikan nasional secara komprehensip makna dari tujuan tersebut dapat
disimpulkan bahwa hasil output yang diharapkan dari sebuah lembaga pendidikan adalah:
Bagaimana mendidik, mengajar, membina, dan melatih perserta didik agar menjadi manusia
yang beriman, bertakwa, berahlak, sehat jasmani dan rohaninya, memiliki banyak ilmu
pengetahuan yang bermanfaat baik bagi dirinya maupun orang lain, cakap dalam melakukan
berbagai kegiatan, kreatif dengan memiliki daya cipta yang tinggi, mandiri dengan senantiasa
tidak bergantung pada orang lain dalam mengarungi kehidupannya, dan bersifat demokratis
dengan tanpa membedakan antra satu dengan yang lainnya, serta bertanggung jawab terhadap
berbagai tugas dan pekerjaan yang disandang dan diembannya.
Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan
multimakna. Pendidikan sistem terbuka: fleksibilitas pilihan dan waktu penyelesaian program
lintas satuan dan jalur pendidikan. Pendidikan multimakna: adalah proses pendidikan yang
diselenggarakan dengan berorientasi pada pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan watak
dan kepribadian, serta berbagai kecakapan hidup sebagai makhluk sosial dan makhluk yang
harus mampu mempertahankan dalam kondisi apapun juga.

C. Fungsi Pendidik

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta


peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Demikian
bunyi pasal 3 UU no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Fungsi pendidikan
antara lain :

1. Menumbuhkan kreativitas subjek.


2. Memperkaya khazanah budaya manusia.
3. memperkaya isi nilai-nilai insani dan nilai-nilai ilahi.
4. Menyiapkan tenaga kerja produktif.

8
Fungsi pendidik lainnya adalah :

1. Mengorganisasikan berbagai sumber belajar untuk mewujudkan tujuan belajar.


2. Memimpin.
3. Mengawasi segala sesuatu.

Pada aspek lain pendidikan memiliki fungsi sebagai lembaga konservasi lingkungan hidup
manusia, sebagai fungsi kontrol sosial agar manusia dapat dalam interaksi sosialnya senantiasa
terkontrol dari berbagai kegiatan yang sesuai dengan tata nilai etika, budaya, dan nilai-nilai
agama dianutnya.

Pelestarian budaya merupakan cara untuk mempertahankan nilai-nilai budaya yang tidak
bertentangan dengan nilai-nilai ilahi. Karena nilai budaya merupakan bagian terpenting dari
nilai-nilai yang dapat menunjang proses pendidikan, agar pendidikan dapat berfungsi
sebagaimana yang diharapkan. Hal ini dimaksudkan supaya pendidikan berfungsi untuk
menyeleksi peserta didik, agar mereka dapat ditempatkan sesuai dengan bakat dan minat serta
kemampuannya. Wujud kualifikasi yang dimilikinya bersesuaian dengan bidang kerja yang akan
ia hadapi pada masa kini dan yang akan datang.

Dalam UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada bab 1V pasal 15
dinyatakan bahwa jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi,
vokasi, keagamaan, dan khusus.
Dinyatakan di dalam pasal 1 bahwa ayat 9 bahwa Jenis pendidikan adalah kelompok yang
didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan. Jenis pendidikan yang
berkembang dalam sistem pendidikan nasional dapat dikelompokkan dalam tujuh jenis, yaitu:
Pendidikan umum, yaitu pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan
pengetahuan sebagai persiapan untuk melanjutkan keperguruan tinggi.
Pendidikan kejuruan; merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik
terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.
Pendidikan akademik; merupakan pendidikan tinggi program sarjana dan pascasarjana yang
diarahkan terutama pada penguasaan disiplin penguasaan pengetahuan tertentu.
Pendidikan Profesi, merupakan pendidikan tinggi programsarjana yang mmempersiapkan peserta

9
didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Pendidikan Vokasi;
merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan
dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan sarjana.
Pendidikan keagamaan; merupakan pendidikan dasar menengah, dan tinggi yang mempersiapkan
peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang
ajaran agama dan/atau menjadi ahli agama.
Pendidikan khusus; merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang
berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara
inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Jalur Pendidikan
Di dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan
bahwa Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi
diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan
tujuan pendidikan.
Wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses
pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan disebut jalur pendidikan. Jalur pendidikan
adalah pusat pengembangan potensi diri, yang terdiri dari jalur informal, formal, dan non formal.
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan pisik dan psihis sesuai umur peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan
kemampuan yang dikembangkan. Sedangkan jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan
pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar adalah
pendidikan yang berada pada jenjang sekolah dasar (SD)/Ibtida’iyah atau yang sederajat dan
sekolah menengah pertama (SMP)/Tsanawiyah atau yang sederajat. Jenjang pendidikan ini
mempunyai fungsi untuk meletakkan dasar karakter dan pengetahuan peserta didik. Untuk
melanjutkan pendidikannya kenjenjang yang lebih tinggi yaitu pendidikan menengah.
Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas
pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah
berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan
(SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

10
Pada jenjang pendidikan menengah peserta didik mulai memasuki masa remaja dan rata-rata usia
mulai 15 tahun – 18 tahun. Masa remaja ini peserta didik perlu pengawalan, bimbingan, dan
pimpinan yang tepat supaya terarah kecakapan dan kreativitasnya. Pada usia seperti ini peserta
didik sangat rentan dengan pengaruh luar yang menyertai pertumbuhan pisik dan psihisnya.
Mudah terpengaruh, mudah menerima pengaruh luar bahkan sangat cepat mengambil keputusan
sehingga perlu pimpinan, atau bimbingan serta arahan dari orang dewasa tentang persiapan
menatap masa depannya untuk meraih citacitanya.
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah
jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang, sedangkan pendidikan informal adalah jalur
pendidikan keluarga dan lingkungan.
Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
Ada tiga jenjang pendidikan yang dikembangkan dalam sistem pendidikan nasional, yaitu;
Pendidikan dasar
Pendidikan menengah dan
Pendidikan tinggi. Pendidikan dasar meliputi SD/MI dan SM/MTs dan yang sederajat.
Pendidikan menengah meliputi SMA/MA atau SMK/MAK dan yang sederajat. Pendidikan tinggi
bisa berbentuk; akademi, akademi komunitas, politeknik, sekolah tinggi, Institut, dan
Universitas.
Dengan demikian, jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang didasarkan pada usia dan
perkembangan fisik dan psikis peserta didik. Tahapan tersebut dimulai sejak pendidikan usia
dini. Pendidikan usia dini adalah pendidikan yang dilalui peserta didik sebelum masuk jenjang
pendidikan sekolah dasar (SD atau MI). Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dilalui
dengan syarat telah memperoleh ijazah pendidikan dasar yaitu ijazah SD/MI dan Ijazah
SMP/MTs. Perguruan tinggi adalah pendidikan yang yang akan dilalui setelah memperoleh
ijazah pendidikan menengah meliputi SMU/MA atau SMK/MAK.
Dalam UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada bab 1V pasal 14
dinyatakan bahwa jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan

11
menengah, dan pendidikan tinggi.
Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat. Pendidikan dasar
merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar
berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat
serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain
yang sederajat.
Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas
pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah
berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup
program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh
perguruan tinggi. Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka. Perguruan tinggi
dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau
universitas.
Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat. Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi,
dan/atau vokasi. Perguruan tinggi yang memenuhi persyaratan pendirian dan dinyatakan berhak
menyelenggarakan program pendidikan tertentu dapat memberikan gelar akademik, profesi, atau
vokasi sesuai dengan program pendidikan yang diselenggarakannya.
Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi dilarang
memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi. Gelar akademik, profesi, atau vokasi hanya
digunakan oleh lulusan dari perguruan tinggi yang dinyatakan berhak memberikan gelar
akademik, profesi, atau vokasi. Penggunaan gelar akademik, profesi, atau vokasi lulusan
perguruan tinggi hanya dibenarkan dalam bentuk dan singkatan yang diterima dari perguruan
tinggi yang bersangkutan.

12
BAB III

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu suatu metode yang
meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikira,
ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, factual, dan akurat mengenai fakta-
fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.
Ditinjau dari jenis masalah yang diselidiki, teknik dan alat yang digunakan dalam meneliti, serta
tempat dan waktu penelitian digunakan, penelitia deskriptif dapat dilihat dalam beberapa jenis,
yaitu :

Metode deskriftif survey. Metode ini berkesinambungan penelitian studi kasus


Penelitian analisis pekerjaan dan aktifitas penelitian tindakan penelitian perpustakaan dan
dokumentasi.

13
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Konsep Profesionalisme

Profesionalisme meupakan komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan


kemampuannya secara terus-menerus. Profesionalisme adalah sebutan yang mengacu kepada
sikap mental dalam membentuk komitmen dari anggota suatu profesi untuk senantiasa
mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya. Muchtar luthfi (1984: 44) menyebutkan
bahwa seseorang disebut profesi bila ia memenuhi kriteria sebagai berikut:
Profesi harus mengandung keahliah, artinya suatu profesi itu mesti ditandai oleh suatu keahlian
yang khusus untuk profesi itu. Keahlian itu diperoleh degan cara mempelajari secara khusus
karena profesi bukanlah sebuah warisan.

Profesi dipilih karena panggilan hidup dan dijalani sepenuh waktu. Profesi juga dipilih karena
dirasakan sebagai kewajiban sepenuh waktu maksudnya bukan seperti part time.
Profesi memiliki teori-teori yang baku secara universal. Artinya, profesi itu dijalani menurut
aturan yang jelas, dikenal umum, teori terbuka dan secara universal pegangannya diakui.
Profesi adalah untuk masyarakat bkan untuk diri sendiri.
Profesi harus dilengkapi dengan kecakapa diagnostik dan kompetensi aplikatif. Kecakapan dan
kompetensi itu diperlukan untuk meyakinkan peran profesi itu terhadap kliennya.
Pemegang profesi memiliki otonomi dalam melakukan tugas profesinya. Otonomi ini hanya
dapat diuji atau dinilai oleh ekan-rekannya seprofesi.
Profesi mempunyai kode etik yang disebutkan dalam kode etik profesi.
Profesi yang mempunyai klien yang jelas, yaitu orang yang membutuhka layanan.
Berdasarkan kriteria tersebut, maka tidak semua pekerjaan dapat dikatan sebagai sebuah profesi
jika memenuhi 10 kriteria profesi, yaitu:
Profesi harus memiliki suatu keahlian yang khusus, keahlian tidak dimiliki oleh profesi lain dan
harus diperoleh dengan cara mempelajarinya secara khusus. Kedua,
Profesi harus diambil sebagai pemennuhuan panggilan hidup, oleh karena itu profesi pekerjaan
sepenuh waktu.

14
Profesi memiliki teori-teori yang baku secra universal. Artinya profesi itu dijalan menurut teori-
teorinya. Teori harus baku artinya teori itu bukan sementara. Jika teori itu tidak baku maka kita
tidak dapat mengatakan bahwa suatu profesi karena belum memenuhi syarat untuk disebut
profesi.
Profesi harus dilengkapi dengan kecakapan diagnostik dan komtensi aplikatis. Kecakapan
diagnostik sudah jelas kelihatan pada profesi kedokteran. Akan tetapi kadang kala ada profesi
yang kurang jelas kecakapan diagnostiknya. Hal ini tentu disebabkan belum berkembangnya
teori dalam suatu profesi. Kompeensi aplikatif adalah kewenangan menggunakan teori-teori yang
ada di keahliannya harus didahului oleh dignosis. Jadi, kecakapan diagnosdtik memang tidak
dapat dipisahka dari kewenangan aplikatif, seorang yang tidak mampu mendiagnosis tentu tidak
berwenang melakukan apa-apa terhadap kliennya.

Profesi adalah untuk masyarakat, bukan untuk diri sendiri. Maksudnya ialah profesi itu
merupakan alat dalam mengabdikan diri kepada masyarakat, bukan untuk kepentingan diri
sendiri sepertinya untuk engumpulkan uang atau mengejar kehidupan.
Pemegang profesi memiliki otonomi dalam melakukan profesinya. Otonomi ini hanya dapat dan
boleh diuji oleh rekan-rekan seprofesinya, tidak boleh semua orang berbicara dalam semua
bidang. Maksudnya bukan tidak boleh berbicara sama sekali, akan tetapi yang tidak dapat
dibicarakan oleh semua orang adalah teori-teorinya.
Profesi hendaknya mempunya kode etik. Gunanya adalah untuk dijadikan pedoman dalam
melakukan ugas profesi. Kode etik ini tidak akan bermanfaat bila tidak diakui oleh pemegang
profesi dan juga oleh mmasyarakat. Kode artinya aturan, etis artinya kesopanan. Akan tetapi
dalam penerapannya kode etik tidak hanya berfungsi sebagai aturan kesopanan. Pelanggaran
kode etik dapat dituntut ke pengadilan.
Profesi harus mempunyai klien yang jelas. Klien disini maksudnya adalah pemakai jasa
profesi.pemakai jasa profesi kedokteran adalah orang sakit atau orang yang tidak ingin sakit.
Klien guru adalah siswa.

Profesi memerlukan profesi. Gunanya adalah untuk keperluan meningkatkan mutu


profesi itu sendiri. Organisasi ini perlu menjalin kerja sama, umpamanya dalam bentuk
pertemuan profesi secara periodik, menerbitkan media komunikasi seperti jurnal, majalah,
buletin,dsb.melalui media it teori-teori baru dikomunikasikan kepada rekan seprofesi. Benyak

15
hal yang dapa dan sebaiknya dilakukan oleh organisasi tersebut untuk kepentingan profesi
mereka. Mengenali hubungan profesinya dengan bidang-bidang lain. Sebenarnya tidak ada aspek
kehiduoan yang hanya ditangani oeleh satu profesi. Profesi pengobatan bersangkutan erat dengan
masalah-masalah kemasyarakatan, ekonomi, agama, bahkan dengan politik. Oleh karena itu,
dokter harus mengetahui kaitan profesi lain tersebut.
Suatu pandangan yang lebih praktis menyatakan bahwa seorang yang profesional dalam satu
profesi tertentu menghasilkan pemikiran-pemikiran tertentu dan karya yang kuat didasarkan pada
suatu sistem pengetahuan yang telah dibakukan oleh dunia ilmu pengetahuan, atau masyarakat
dalam bidang tertentu.
Mengacu pada kriteria dan persyaratan-persyaratan diatas, guru juga tidak dikatakan sebagai
sebuah profesi. Namun demikian keberadaan profesi guru dibandingkan dengan profesi lainnya
sungguh memperhatikan, khususnya jika dilihat sisi penghargaan yang diterima guru dalam
bentuk materi. Memang hal ini cukup ironis, karena disatu sisi profesi guru dianggap sebagai
profesi yang syarat dengan unsur pengbdian belaka, sehingga dipandang kurang layak untuk
menuntut penghargaan-penghargaan yang lain. Namun disisi llain, guru juga seorang manusia
yang memiliki kebutuhan, keluarga, dan tanggung jawab yang lain. Mereka juga membutuhka
biaya untuk dapat hidup dengan wajar ditegah-tengah lingkungan masyarakat. Untuk itu sudah
selayaknya bila kesejahteraan guru juga perlu mendapatkan perhatian agar mereka mampu
bekeeja secaa profesional sebagaimana yang dtuntun oelh sebuah profesi.
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Profesionalisme Guru.
Seiring dengan di tetapkannya Undangundang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
tuntutan profesionalisme guru terus didengungkan oleh berbagai kalangan di masyarakat kita,
termasuk kalangan guru sendiri melalui berbagai organisasi guru yang ada. Mereka berharap,
untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di Indonesia, diperlukan seorang guru yang
profesional dalam mendidik siswa-siswinya di sekolah. Hal ini jelas menunjukkan masih adanya
perhatian masyarakat terhadap peningkatan mutu pendidikan nasional. Namun sebagaimana telah
dikemukakan di atas bahwa profesionalisme guru pada berbagai jenjang dan jenis pendidikan
masih rendah. Dalam mewujudkan tuntutan kemampuan profesionalisasi guru seringkali
dihadapkan pada berbagai permasalahan yang dapat menghambat perwujudannya. Masih
rendahnya tingkat profesionalisme guru saat ini disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal
dalam diri guru itu sendiri (internal), dan permasalahan yang ada di luar diri guru (eksternal).

16
Permasalahan internal menyangkut sikap guru yang masih konservatif, rendahnya motivasi guru
untuk mengembangkan kompetensinya, dan guru kurang/tidak mengikuti berbagai
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan permasalahan eksternal menyangkut
sarana dan prasarana yang terbatas.
Dari sisi internal, masih banyak guru yang memiliki sikap konservatif. Guru cenderung
mempertahankan cara yang biasa dilakukan dari waktu ke waktu dalam melaksanakan tugas,
atau ingin mempertahankan cara lama (konservatif), mengingat cara yang dipandang baru pada
umumnya menuntut berbagai perubahan dalam pola-pola kerja. Guru-guru yang masih memiliki
sikap konservatif, memandang bahwa tuntutan semacam itu merupakan tambahan beban kerja
bagi dirinya. Selain itu, masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini
disebabkan oleh banyaknya guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari, sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak
ada. Guru kurang berminat untuk menambah wawasan sebagai upaya meningkatkan tingkat
profesionalisme. Selain daripada itu, guru kurang termotivasi guru dalam meningkatkan kualitas
diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di
perguruan tinggi.
Dari sisi eksrternal, rendahnya profesionalisme guru kemungkinan disebabkan sarana dan
prasarana yang kurang memadai dan mendukung bagi proses pembelajaran baik. Sarana dan
prasarana itu tidak harus berupa berbagai peralatan yang canggih, melainkan disesuaikan dengan
kebutuhan yang memungkinkan untuk diwujudkan. Betapa pun lengkap dan canggihnya sarana
yang tersedia, jika masih ada masalah-masalah seperti gurunya konservatif tidak mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknolgi serta motivasi untuk meningkatkan kinerja lemah,
maka ada kecenderungan pengadaan sarana dan prasarana kurang bermanfaat. Sebaliknya, jika
masalah-masalah itu dapat diatasi, tetapi sarana dan prasarananya terbatas, maka tidak akan
mendukung keberhasilan pendidikan atau pembelajaran.
Selain itu, adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa
mempehitungkan outputnya kelak di lapangan, maka tidaklah heran jika banyak guru yang tidak
patuh terhadap etika profesi keguruan, disamping belum adanya standar profesional guru
sebagaimana yang berlaku di negara-negara maju.
Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru;
Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total

17
Remtan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan
Pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan
kebijakan dan pihak-pihak terkait. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan
pencetak tenaga keguruan dan kependidikan
Masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan
kepada calon guru
Masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara makssimal
meningkatkan profesionalisme anggotanya.
Dengan melihat adanya faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru,
pemerintah berupaya untuk mencari alternatif untuk meningkatkan profesi guru. Walaupun guru
dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan, profesionalisasi harus
dipandang sebagai proses yang terus menerus. Oleh karena itu profesionalisme guru harus tetap
dan selalu dikembangkan.
Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru
Disadari atau tidak tugas guru dimasa depan akan semakin berat. Guru tidak hanya bertugas
mentransfer ilmu pengetahuan, keterampilan dan teknoliogi saja, melainkan juga harus
mengemban tugas yag dibebakan masyarakat kepadanya. Tugas tersebut meliputi mentransfer
kebudayaan dalam arti luaas keterampilan dalam menjalani hidup dan nilai beliefs.
Melihat tugas yang demikian berat tersebut, maka sudah selayaknya bila kemampuan profesional
guru juga terus ditngkatkan agar mereka mampu menjalankan dengan baik. Terkait dengan hal
ini guru sendiri harus mau membat penilaian atas kinerjanya sendiri atau mau melakukan
otokritik disamping harus pula memperhatukan berbagai pendapat dan harapan masyarakat.
Menurut purwato, dalam rangka meningkatkan profesionalismenya, guru harus selalu berusaha
untuk melakukan lima hal. Pertama, memahami tuntutan standar profesi yang ada. Hal ini harus
ditempatkan pada prioritas yang pertama karena:
Persaingan global sekarang memungkinkan adanya mobalitas guru lintas negara.
Sebagai profesional seorang guru harus mengikuti tuntutan perkembangan profesi secara global,
dan tuntutan masyarakat yang menghendakki pelayanan yang lebbih baik.
Kedua, mencapai kualifikasi dan kompetensi yang di persyatka. Dengan dipenuhinya kualifikai
dan kompetensi yang memadai maka guru memiliki posisi tawar yang kuat dan memenuhi syarat
yang dibutuhkan. Peningkaan kualitas dan kompetensi ini dapat ditempuh melalui in-service

18
trainning dan berbagai upaya lainuntuk memperoleh sertifikasi.
Ketiga, membanggun hubungan kesejawatan yang baik dan luas termasuk lewat organisasi.
Upaya membangun hubungan kesejawatan yang baik dan luas dapat dilakukan guru dengan
membina jaringan kerja atau networking. Guru haru berusaha mengetahui apa yang telah
dilakukan oleh sejawatnya yang sukses. Sehingga bisa belajar ntuk mencapai sukses yang sama
atau bahka bisa lebih baik lagi. Mealalui networking inilah guru memperoleh akses terhadapt
inovasiinovasu dibidang profesinya.
Keempat, mengembangkan etos kerja atau budaya kerja yang mengutamakan pelayanan bermutu
tinggi kepada kostituen. Dizaman sekarang, semua bidang dan profesi dituntut untuk
memberikan pelyanan prima. Gurupun harus memberikan pelayanan prima kepada konsistennya
yaitu siswa, orang tua dan sekolah sebagai stakeholder. Terlebih lagi pelayanan pendidikan
adalah termasuk pelayanan publik yang didani, diadakan, dikontrol oleh dan utuk kepentigan
publik, oleh karena itu guru harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas kepda publik.
Kelima, mengadopsi inovasi atau mengembangka kreatifitas dalam pemanfaatan tektnologi
komunikasi dan informasi mutahir agar senantiasa tidak ketinggalan dan kemampuannya
mengelola pembelajaran. Guru dapat memanfaatkan media dan ide-ide baru bidang teknologi
pendidikan seperti media persentasi, komputer, dan juga pendekatan-pendekatan baru bidang
teknologi pendidikan.
Beberapa upaya diatas tentu saja tidak akan berjalan jika tidak dibarengi dengan unpaya yang
nyata untuk menjadikan guru menjadi sebuah profesi yang mejanjian artinya kesejahteraab guru
memang hars diingkatkan.

B. Pengembangan Profesi dan Kompetensi Guru Berbasis Moral dan Kultur

Kompetensi guru erat kaitannya dengan profesionalisasi guru. Profesi keguruan merupakan
jabatan yang dilandasi oleh berbagai kemampuan dan keahlian yang bertalian dengan keguruan.
Untuk memahami tugas pekerjaan guru, maka dapatlah dilakukan pengenalan terhadap
kompetensinya. Kompetensi profesional guru menggambarkan tentang kemampuan yang
dituntutkan kepada seseorang yang memangku jabatan sebagai guru. Artinya kemampuan yang
ditampilkan itu menjadiciri keprofesionalannya. Oleh karena itu, pengembangan profesionalisme
guru menjadi perhatian secara global, sebab guru memiliki tugas dan peran bukan hanya
memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi kepada peserta didik,

19
melainkan juga membentuk sikap dan jiwa untuk mampu bertahan dalam era kompetisi. Tugas
guru adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai
tantangan kehidupan serta desakanyang berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan peserta didik
ini meliputi aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional, dan
keterampilan. Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru harus
mempersiapkangenerasi muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan
diri agar tetap eksis, baik sebagai individu maupun sebagai profesional.
Supriadi (1998) mengutip jurnal Educational Leadership 1993 bahwa untuk menjadi profesional
seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal:
Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya
Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara
mengajarnya kepada siswa
Guru bertanggung jawab memanta hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi
Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya
Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Arifin (2000) mengemukakan guru yang profesional
dipersyaratkan mempunyai; dasar ilmu yang kuat, menguasai kiat-kiat profesi berdasarkan riset
dan praksis pendidikan, serta melakukan pengembangan kemampuan profesional
berkesinambungan.
Apabila syarat-syarat profesionalisme guru terpenuhi, maka akan mengubah peran guru yang
tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis. Semiawan (1991) mengemukakan bahwa
pemenuhan persyaratan guru profesional akan mengubah peran guru yang semula sebagai orator
yang verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan lingkungan
belajar yang invitation learning environment. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, guru
harus memahami berbagai fungsi yang diembannya, yaitu sebagai fasilitator, motivator,
informator, komunikator, transformator, agen perubahan, inovator, konselor, evaluator, dan
administrator. Para guru sepatutnya menyadari, bahwa menduduki jabatan profesional sebagai
guru, tidak semata-mata menuntut pelaksanaan tugas sebagaimana adanya, tetapi juga
memperdulikan apa yang seharusnya dicapai dari pelaksanaan tugasnya. Dengan adanya
keperdulian terhadap apa yang seharusnya dicapai dalam melaksanakan tugas, dapat diharapkan
tumbuh sikap inovatif, yaitu kecenderungan untuk selalu berupaya memperbaiki hasil yang

20
selama ini telah dicapai, sehingga tugastugas yang menjadi tanggung jawabnya selalu
dilaksanakan dan diupayakan untuk selalu meningkat.
Pengembangan profesi dan kompetensi guru dapat dilakukan dengan mengoptimalkan berbagai
sarana dan prasarana yang ada di sekolah, seperti meningkatkan dan mengefektifkan kegiatan
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), meningkatkan budaya membaca bagi guruguru, dan
juga meningkatkan kemampuan berbahasa asing terutama bahasa Inggris dan kemampuan
menggunakan berbagai media teknologi informasi (TI), dan sebagainya.
Beberapa yang disebutkan di atas merupakan sebagian kecil alternatif yang bisa dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan dan profesionalisme guru. Mustahil KBK bisa berhasil tanpa
diimbangi dengan kompetensi gurunya terlebih dahulu sebagai ujung tombak (front liner). Guru
yang profesional dan sekolah yang kondusif akan menjadi jalan mulus untuk mencapai cita-cita
pendidikan nasional kita. Oleh karena itu profesionalismemguru harus tetap dan selalu
dikembangkan.
Terkait dengan profesinya, guru dituntut memiliki kompetensi yang memadai sesuai dengan
standard kompetesi yang harus dimiliki oleh seorang guru. Terdapat beberapa pendapat tentang
pengelompokkan kompetensi guru. Dalam UU Sisdiknas, dan UU Guru dan Dosen, kompetensi
guru dikelompokkan ke dalam empat rumpun,yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Menurut Depdiknas dalam buku “
Standar Kompetensi Guru Pemula SMK”, kompetensi guru dapat dikelompokkan ke dalam 4
(empat) rumpun, yaitu: penguasaan bidang studi, pemahaman peserta didik, penguasaan
pembelajaran yang mendidik, dan pengembangan Kepribadian dan Keprofesionalan. Di samping
itu, Paul Suparno (2003) mengelompokkan kompetensi guru kedalam tiga rumpun, yaitu
kompetensi pribadi, kompetensi bidang studi, dan kompetensi dalam pembelajaran/pendidikan.
Dari ketiga pendapat di atas tampaknya tidak ada yang saling bertentangan melainkan saling
memperkuat.
Kompetensi kepribadian mencakup kepribadian yang utuh, berbudi luhur, jujur, dewasa,
beriman, bermoral; kemampuan mengaktualisasikan diri seperti disiplin, tanggung jawab, peka,
objektif, luwes, berwawasan luas, dapat berkomunikasi dengan orang lain; kemampuan
mengembangkan profesi seperti berpikir kreatif, kritis, reflektif, mau belajar sepanjang hayat,
dapat ambil keputusan dan lain-lain. Kemampuan kepribadian lebih menyangkut jadi diri
seorang guru sebagai pribadi yang baik, tanggungjawab, terbuka, dan terus mau belajar untuk

21
maju. Yang pertama ditekankan adalah guru itu bermoral dan beriman. Hal ini jelas merupakan
kompetensi yang sangat penting karena salah satu tugas guru adalah membantu anak didik
bertakwa dan beriman serta menjadi anak yang baik.
Kompetensi dalam bidang studi memuat pemahaman akan karakteristik danisi bahan ajar,
menguasai konsepnya, mengenal metodologi ilmu yang bersangkutan, memahami konteks
bidang itu dan juga kaitannya dengan masyarakat, lingkungan dan dengan ilmu lain. Jadi guru
tidak cukup hanya mendalami ilmunya sendiri tetapi termasuk bagaimana dampak dan relasi
ilmu itu dalam hidup masyarakat dan ilmu-ilmu yang lain. Maka guru diharapkan punya
wawasan yang luas.
Kompetensi dalam pembelajaran atau pendidikan memuat pemahaman akan sifat, ciri anak didik
dan perkembangannya, mengerti beberapa konsep pendidikan yang berguna untuk membantu
siswa, menguasai beberapa metodologi mengajar yang sesuai dengan bahan dan perkembangan
siswa, serta menguasai sistem evaluasi yang tepat dan baik yang pada gilirannya semakin
meningkatkan kemampuan siswa. Persoalan yang melekat dengan guru dan menarik untuk
dicermati adalah persoalan kultur guru. Kenyataan sudah membuktikan bahwa kultur yang baik
akan menjadi kunci kesuksesan. Keberhasilan negara-negara maju di Asia, seperti Jepang,
Singapura, dan Korea Selatan tidak lain dan tidak bukan karena mereka memegang dan
membangun kultur yang baik.
Menurut Mochtar Lubis, bangsa Indonesia -tentu saja termasuk guru- memang terkenal dengan
kultur yang kurang baik. Misalnya tidak suka bekerja keras, tidak jujur, tidak disiplin, mudah
putus asa, malu mengakui kesalahan, senang jalan pintas, tidak rasional. Jika kultur itu tidak
dapat berubah pada diri seorang guru, penulis pesimistis akan keberhasilan pelaksanaan KBK
seperti harapan insan pendidikan khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Pelaksanaan KBK menjadikan beban yang cukup berat pada sosok guru. Mulai dari
pencermatan standar kompetensi, menyeleksi kompetensi dasar yang harus dipelajari siswa,
membuat silabus, memilih pendekatan, memperhatikan pengalaman belajar, mengetahui secara
personal setiap anak didiknya, sampai pada tahap pelaksanaan evaluasi yang begitu "renik"
hingga pemberian remedi bagi yang belum tuntas penguasaan kompetensi dasar yang harus
dikuasai. Untuk melaksanakan tugas yang berat seperti itu guru hendaknya mau membangun
kultur yang baik. Tanpa kerja keras dan etos kerja yang tinggi tidak mungkin seorang guru mau
berusaha untuk mencermati kompetensi dasar yang sesuai bagi siswanya, membuat silabus

22
sebelum masuk ruang kelas, mencari sebuah pendekatan yang relevan, memilih model
pembelajaran yang cocok, membuat evaluasi yang rinci, dan seterusnya.
Kultur kejujuran juga harus dibangun lewat penilaian terhadap anak didik pemberian nilai tidak
asal memberi angka yang sementara ini banyak dilakukan temanteman guru. Di samping itu,
tanggung jawab guru dalam proses pembelajaran juga perlu diperhatikan. Di manakah letak
tanggung jawab guru bila kelas sering kosong, sementara guru duduk-duduk di kantor atau
"ngopi" di warung? Kita tidak boleh gampang melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain,
sehingga kita sering "cuci tangan" bila terjadi permasalahan. Dan, jangan lupa bahwa guru
merupakan model bagi siswanya.
Berangkat dari berbagai pengalaman yang lalu, kita sebenarnya tahu bahwa kegagalan dalam
dunia pendidikan bukan hanya karena perangkat dan pelaksananya tidak menguasai perangkat
yang digunakan. Akan tetapi, berpulang kepada mental pelaksana yang ada di lapangan. Kita
semua tahu bahwa korupsi, kolusi dan nepotisme itu tidak baik, tetapi karena kegiatan itu sudah
menjadi kultur bangsa kita maka kita sulit untuk menghilangkannya. Jika kultur bersantai-santai,
malas, suka bohong, tidak malu dengan kesalahan yang dilakukan, suka jalan pintas, gampang
melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain, dan sebagainya yang sudah terpatri di dalam
jiwa bangsa Indonesia -termasuk guru- tidak dikikis sedikit demi sedikit, maka sulit bagi kita
mengharapkan keberhasilan pelaksanaan pendidikan yang berkualitas.
Sebagai individu yang berkecimpung dalam pendidikan, guru harus memiliki kepribadian yang
mencerminkan seorang pendidik. Sebagai pendidik, guru harus yang menjadi tokoh panutan dan
identilikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Guru sering dijadikan panutan oleh
masyarakat, untuk itu guru harus mengenal nilai-nilai yang dianut dan berkembang di
masyarakat tempat melaksanakan tugas dan bertempat tinggal. Oleh karena itu, guru harus
memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri,
dan disiplin.
Berkaitan dengan tanggung jawab; guru harus mengetahui, serta memahami nilai, norma moral,
dan sosial, serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Guru
juga harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya dalam pembelajaran di sekolah,dan
dalam kehidupan bermasyarakat.
Berkenaan dengan wibawa; guru harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai
spiritual, emosional, moral, sosial, dan intelektual dalam pribadinya, serta memiliki kelebihan

23
dalam pcmahaman ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni sesuai dengan bidang yang
dikembangkan.
Guru juga harus mampu mengambil keputusan secara mandiri (independent), terutama dalam
berbagai hal yang berkaitan dengan pembelajaran dan pembentukan kompetensi, serta bertindak
sesuai dengan kondisi peserta didik, dan lingkungan. Guru harus mampu bertindak dan
mengambil keputusan secara cepat, tepat waktu, dan tepat sasaran, terutama berkaitan dengan
masalah pembelajaran dan peserta didik, tidak menunggu perintah atasan atau kepala sekolah.
Sedangkan disiplin; dimaksudkan bahwa guru harus mematuhi berbagai peraturan dan tata tertib
secara konsisten, ataskesadaran professional, karena guru bertugas mendisiplinkan para peserta
didik di sekolah, terutama dalam pembelajaran. Oleh karena itu, dalam menanamkan disiplin
guru harus memulai dari dirinya sendiri, dalam berbagai tindakan dan perilakunya. Kita tidak
begitu yakin dengan paradigma "jika guru mendapatkan imbalan yang memadai akan bekerja
dengan baik" kalau tanpa didukung dengan kultur yang baik. Dengan demikian, agar
pelaksanaan pendidikan (pembelajaran) berjalan sukses, marilah kita bersama-sama membangun
kultur yang baik. sehingga kualitas pendidikan akan meningkat.
Upaya-upaya guru untuk meningkatkan profesionalismenya, diperlukan adanya dukungan dari
semua pihak yang terkait agar benar-benar terwujud, seperti PGRI, pemerintah dan juga
masyarakat. Sebagai saran, pengembangan profesionalisme guru seharusnya sudah dimulai sejak
masa perekrutan. Selain itu, perlu didukung fasilitas yang memadai, perbaikan kesejahteraan
guru merupakan agenda penting yang tidak bisa ditinggalkan.

24
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Guru sebagai tenaga profesional telah ditetapkan dalam berbagai Undang-Undang dan
Peraturan Pemerintah UU Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Guru dan Dosen, dan
Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan. Sebagai pekerjaan professional,
seorang guru diharuskan memiliki berbagai kompetensi antara lain kompetensi professional,
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial. Disamping itu, guru juga
memiliki multi fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator, informator, komunikator,
transformator, change agent, inovator, konselor, evaluator, dan administrator dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan.
Untuk melaksanakan tugas yang berat seperti itu guru harus tetap membangun moral dan kultur
yang baik, seperti berbudi luhur, jujur, beriman, kemampuan mengaktualisasikan diri seperti
disiplin, tanggung jawab; kemampuan mengembangkan profesi seperti berpikir kreatif, kritis,
dan lain-lain. Kenyataan sudah membuktikan bahwa kultur yang baik akan menjadi kunci
kesuksesan sebagaimana yang terjadi dinegara-negara maju di Asia. Dengan
memegang dan membangun kultur dan moral yang baik dalam melaksanakan profesi sebagai
guru maka pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi berjalan sukses, sehingga kualitas
pendidikan akan meningkat.
Upaya-upaya guru untuk meningkatkan profesionalismenya, diperlukan adanya dukungan dari
semua pihak yang terkait agar benar-benar terwujud, seperti PGRI, pemerintah dan juga
masyarakat. Sebagai saran, pengembangan profesionalisme guru seharusnya sudah dimulai sejak
masa perekrutan. Selain itu, perlu didukung fasilitas yang memadai, perbaikan kesejahteraan
guru merupakan agenda penting yang tidak bisa ditinggalkan.

B. Saran

Menurut saya itu guru harus tetap membangun moral dan kultur yang baik, seperti berbudi
luhur, jujur, beriman, kemampuan mengaktualisasikan diri seperti disiplin, tanggung jawab;
kemampuan mengembangkan profesi seperti berpikir kreatif, kritis, dan lain-lain. Kenyataan
sudah membuktikan bahwa kultur yang baik akan menjadi kunci kesuksesan sebagaimana yang

25
terjadi dinegara-negara maju di Asia. Dengan
memegang dan membangun kultur dan moral yang baik dalam melaksanakan profesi sebagai
guru maka pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi berjalan sukses, sehingga kualitas
pendidikan akan meningkat.

26
DAFTAR PUSTAKA

 www. Maribeljarbk.web.id/2015/04/perngertian-profesional-profesi.html?m=1
 http://intanimam98.blogspot.co.id/
 http://id.m.wikipedia.org/wiki/guru&ei html.
 http://ilmu-pendidian.net/profesi-kependidikan/guru/fungsi-sebagai-pengelola-
pembelajaran.

27
LAMPIRAN BIODATA

NAMA : AGATHA YOLANKA PUTRI

TEMPAT, TANGGAL LAHIR : SENDANG REJO, 25 NOVEMBER 1996

ALAMAT : JALAN AHMAD YANI KWALA BEGUMIT


KEC. BINJAI KAB. LANGKAT.

NIM : 3141111001

JURUSAN : PENDIDIKAN PANCASILA DAN


KEWARGANEGARAAN

STAMBUK : 2014

HOBI : VOLY

28

Anda mungkin juga menyukai