Anda di halaman 1dari 7

Mata Kuliah : Teologi Kontekstual

Dosen : Dinson Saragih, M.Th

Tugas : Model-Model Teologi Kontekstual (Pengertian Dan Penggunaan Model-


Model, Model Terjemahan, Model Antropologi, Dan Model Praksis)

Nama/NIM : Adi Parhusip/1810012, Allfonso Siregar/1810013, Anita


Simatupang/1810016

I. PENDAHULUAN

Dalam berteologi kita harus mampu melakukan kontekstualisasi, untuk bisa


beradaptasi dengan situasi dan kondisi daerah tertentu di mana kita tinggal. Konteks
Indonesia adalah negara yang sangat banyak memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang
berbeda pada seriap daaerahnya. Ini adalah salah satu tantangan terbesar khususnya bagi
kita para teolog, kita harus mampu memberitakan kebenaran maka kita harus mampu
menyampaikannya dengan segala macam metode. Salah satu metode yang patut kita
lakukan adalah mengkontekstualisasikan agar masyarakat lebih mudah dan cepat
memahami. Teologi kontekstual adalah sebuat proses untuk berupaya beriman secara
budaya. Teologi kontekstual berupaya untek mememukan makna baru atau memperluas
makna yang sudah ada dengan tantangan konteks yang baru secara terus menerus. Maka
daari itu teologi kontekstual harus melakukan pendekatan untuk membedah, dan
memahami kenyataan yang plural berdasarkan sudut pandang tertentu. Maka pada
kesempatan kali ini, kelompok kami akan menjelaskan metode apa saja yang bisa kita
lakukan untuk menjalankan pendekatan kontekstualisasi.

II. PEMBAHASAN
II.1. Model Terjemahan

Dilansir dari kompasiana.com metode terjemahan merupakan sebuah metode teologi


kontekstual yang memberi penekanan pada kesetiaan terhadap kitab suci dan tradisi
sambil tidak lupa memberi ruang bagi kebudayaan/konteks. 1 Model terjemahan

1
https://www.kompasiana.com/www.zardensoc.com/teologi-kontekstual-model-
terjemahan_550ad722a33311d21b2e3abe di akses pada 26 Januari 2020 pukul 19.00
merupakan sebuah proses menafsir namun tidak secara harafiah untuk mengartikan atau
menterjemahkan kata per kata dari sebuah kalimat, melainkan model terjemahan
merupakan jembatan untuk menemukan makna secara relevan sesuai konteks dengan arti
yang konkret. Prinsipnya seperti injil yang kekal tidak berubah, sedangkan konteks akan
menjadi wadah injil yang akan memberi penampilan yang berbeda. Misalnya seperti
khotbah, dikemas dan disampaikan dengan sampul yang berbeda-beda, namun tetap
bertujuan untuk mentransfer rasa yang sama, yaitu makna injil. Model terjemahan
merupakan model yang menghargai teks, penghargaan terhadap konteks lebih menonjol
bukan hanya sekedar menjadi sarana yang akan berharga, apabila ada inti atau isi
didalamnya.2

Kelemahan dari model tersebut adalah model tersebut tidak memiliki nilai sama sekali,
tetapi akan sangat berharga dan berfungsi apabila ada inti atau isi di dalamnya. Model
terjemahan bersifat dinamis, sehingga apabila tidak memahami model ini maka akan
timbul pemikiran yang berat sebelah, yang beranggapan bahwa budaya lebih penting dari
pada konteks atau sebaliknya. Kebudayaan sering kali menjadi sorotan dalam model ini,
namun pertimbangannya budaya tidak dapat sepenuhnya menjadi sentral agar diterima
seutuhnya dengan begitu saja, namun tetap harus diimbangi dengan sikap kritis, agar tidak
timbul ketidaksetaraan dalam menilai dan memahami model tersebut. Penghargaan
terhadap model terjemahan sangat bergantung pada kedua sisi, baik inti atau tradisi dari
konteks itu sendiri dengan konteks masa kini keduanya sama- sama penting dan bernilai,
seperti bagan berikut;

Injil Konteks

Dinamis

Tradisi Perubahan Sosial

Model terjemahan lebih setia kepada model penerjemahan literer. Model ini
memberikan penekanan pada kesetiaan terhadap alkitab dan tradisi dan berusaha

2
Stephen, B Bevans, Model Model Teologi Kontekstual (Maumere Florest: Ledalero 2002) h. 51-56
menerjemahkannya ke budaya lokal.3 Model ini tidak bermaksud menerjemahkan kata
demi kata,".seperti misalnya menerjemahkan kata table dalam bahasa Inggris menjadi
mensa dalam bahasa Latin, atau tavola dalam bahasa Italia, atau meja dalam bahasa
Indonesia.4 (Bevans, 2002:64). Akan tetapi yang dimaksudkan model terjemahan adalah
“Terjemahan harus bersifat idiomatik, atau seperti kata Kraft, terjemahan itu mesti
dilakukan dengan padanan fungsional atau dinamis. Dengan menerima paham terjemahan
seperti ini, Kraf juga mendukung prinsip terjemahan yang digunakan Phillips Bible, New
English Bible, dan khususnya United Bible Societies (misalnya terjemahan Alkitab mereka,
Kabar Baik dalam Bahasa Sehari-hari.5

Dalam buku karya Stephen Bevans terdapat Diagram Model Terjemahan, dapat dilihat
bahwa ada beberapa karakteristik dari Model Terjemahan:

 Pertama, dasar biblis dan teologisnya ada pada beberapa dokumen yaitu Kis 14:15-
17;Kis 17:2-31; Sirilus dan Methodius;Ricci; de Nobilli; dan pernyataan Yohanes
XXIII pada pembukaan Konsili Vatikan II.
 Kedua, pewahyuan ditafsir sebagai proposisi atau perumusan, terarah pada isi.
 Ketiga, konteks dilihat sebagai sesuatu yang baik dan patut dihargai.

Model terjemahan maksudnya menerjemahkan Injil ke dalam bahasa budaya setempat


agar lebih mengena.

II.2. Model Antropologi

Model Antropologis merupakan model yang tidak kaku, memiliki warna yang berbeda
namun kadang terlalu bebas tanpa batasan dalam konteks yang baru dan berpusat pada
nilai dan kebaikan pribadi secara individual. Prinsip keabsahan konteksnya diakui sejak
awal sebagai sesuatu yang unik dan berharga. Manusia sebagai sarana pewahyuan Ilahi
sadar bahwa manusia sendiri memiliki peran masing-masing, sehingga konteks adalah
sesuatu yang kudus, karena ada nilai keabsahan dalam setiap konteks, sehingga konteks
akan menentukan isi dari teks (setiap konteks unik). Model antropologis memiliki prinsip

3
STAKN Toraja, Bunga Rampai: Teologi kontekstual & Kearifan Lokal Toraja (Jakarta: BPK GM 2020) h.12
4
Bevans, Model Model… h.64
5
Bevans, Model Model… h.66
untuk mempertahankan esensi budaya dan tetap melibatkan konteks di dalamnya. Seperti
bagan di bawah menjelaskan bahwa konteks dengan tradisi bersifat fleksibel. 6

Injil Konteks

Stabil/Fleksibel

Perubahan Sosial Tradisi

Model antropologis mencari tahu apa pesan melalui bedah antropologis Injil dan
membawanya ke masa kini. Caranya, dengan mengetahui kebudayaan kita bisa menarik
pesan Injil sesungguhnya dari dalam kebudayaan. Daripada mengenalkan nama baru,
model ini akan memperkenalkan Injil dalam nama yang sudah dikenal dalam budaya
tersebut;"7

Model antropołogis bersifat "antropołogis" dalam dua arti. Pertama, model ini berpusat
pada nilai dan kebaikan antropos pribadi manusia. Di dalam setiap pribadi, dan setiap
masyarakat serta lokasi sosial dan setiap budaya, Allah menyatakan kehadiran Ilahi-Nya,
dan dengan demikian teolog bukan melulu perkara menghubungkan sebuah pewartaan
dari luar betapapun sifatnya yang adi-budaya atau adi-kontekstual-dengan sebuah situasi
khusus. Kedua, model ini bersifat antropologis dalam arti bahwa ia menggunakan
wawasan- wawasan ilmu-ilmu sosial, terutama antropologi. Dengan menggunakan disiplin
ilmu ini, seorang praktisi model antropologis berupaya memahami secara lebih jelas jaring
relasi manusia serta nilai-nilai yang membentuk kebudayaan manusia, dan dalamnya Allah
hadir, menawarkan kehidupan, penyembuhan serta keutuhan. 8 Model ini mempunyai
karakteristik sebagai berikut:

 Pertama, dasar biblis dan teologinya terdapat dalam Mat 15:21-28: Mrk 7:24-30;
Yoh 3:16; pergerakan Kisah Para Rasul; "benih-benih Sabda" dari Yustinus
Martir.
 Kedua, pewahyuan dipahami sebagai kehadiran personal.
6
Bevans, Model Model… h. 73
7
STAKN Toraja, Bunga Rampa,,, h. 12
8
Bevans, Model Model…h. 98
 Ketiga, konteks dimana kebudayaan berada dipahami, guna "menarik ke luar
Injil dari dalam kebudayaan" itu.
II.3. Model Praksis

Model Praksis merupakan perpaduan antara praktik (aksi) dan refleksi atas aksi dalam
sebuah spiral yang berkelanjutan dan model ini menjadi titik pusat jati diri Kristen dalam
konteks tertentu sering disebut dengan teologi pembangunan. Model praksis terbentuk
melalui cara berpikir yang lebih intensif (mendalam) tidak mengambang dan
penekanannya ialah, setiap tindakan harus memberi makna dalam perubahan sosial. Model
praksis bukan model untuk menafsirkan dunia, melainkan sebuah model untuk mengubah
dunia. Misalnya dalam situasi kemiskinan yang merajalela, penindasan dan marginalisasi
manusia berjalan secara terus-menerus. Model praksis menekankan bahwa setiap orang
tidak hanya sekedar mendengarkan firman, tetapi juga melakukannya (Yak 1:22).
Kelemahan dari model praksis adalah pelakunya terkadang kurang tegas dan berani dalam
menggunakan model tersebut, lebih dominan hanya sekedar teori dan minim praktik. Cara
berteologi yang dianggap "lebih baru" ini adalah apa yang kita maksudkan sebagai modei
praksis, sebuah model yang biasanya diserupakan dengan apa yang disebut-sebut sebagai
teologi pembebasan, namun juga mulai biasa digunakan dalam cabang ilmu "teologi
praktis". Model praksis adalah suatu cara berteologi yang dibentuk oleh pengetahuan pada
tingkatnya yang paling intensif-tingkat aksi berdasarkan refleksi. Model ini juga
menyangkut pemindaian makna dan memberi sumbangsi kepada rangkaian perubahan
sosial, dan dengan demikian tidak menimba ilhamnya dari teks-teks klasik atau tingkah
laku klasik, tetapi dari realitas- realitas masa kini dan peluang-peluang masa depan, Praksis
adalah sebuah term tekhnis yang memiliki akar- akarnya dalam Marxisme, dalam mazhab
Frankfurt (misalnya J. Habermas, A. Horkheimer. T. Adorno), dan dalam filsafat pendidikan
Paolo Freire.9

Model praksis melihat bahwa pada inti pesan Kristus adalah bagaimana cara kita dalam
hidup sehari-hari, melalui perenungan praksis-refleksi-praksis dalam siklus berkesinam-
bungan. Dalam model ini Injil dan budaya saling melengkapi untuk menghadapi berbagai
situasi yang berada dalam konteks. Model ini memerlukan praksis yang kemudian

9
Bevans, Model Model…h. 128-129
direfleksikan dalam terang teologi; "10 Kaum praksis menekankan seperti yang digagaskan
oleh rasul Yakobus yakni "tidak hanya mendengarkan firman tetapi juga pelaku firman
(bdk. Yak 1:22). Bagi mereka, teologi menemukan pemenuhannya bukan melulu pada
"pemikiran yang benar" (ortho-doxy), melainkan terutama dalam "tindakan yang benar"
(ortho-praxy). Model praksis menggunakan sebuah metode yang "dalam" artinya yang
paling mendasar dipahami sebagai kesatuan antara pengetahuan sebagai aktivitas dan
pengetahuan sebagai isi. Model ini bekerja di atas keyakinan bahwa "kebenaran ada pada
tataran sejarah , bukan pada bidang ide-ide". Philip Berryman mencirikan model ini dengan
mengacu kepada penggunaannya oleh Paulo Freire, yakni praksis merupakan "aksi đan
refleksi". la mengadakan refleksi atas aksi dan mengadakan aksi atas refleksi, dua-duanya
berputar menjadi satu. Model praksis lebih etis dan santun ketimbang disebut model
pembebasan. 11

Injil Konteks

dan Kitab Suci &Tradisi

Perubahan Sosial Tradisi menghasilkan

Aksi Baru

III. KESIMPULAN

Pada dasarnya setiap model kontekstual tidak pernah mencukupi atau tidak dapat
menyikapi secara tuntas, setiap model memiliki kelemahan dan kelebihannya masing-
masing. Dalam menyelesaikan masalah yang melibatkan model-model teologi kontekstual
kita dapat menggunakan satu tapi tidak menutup kemungkinan untuk memakai lebih dari
satu model. Untuk memahami masalah yang ada, kita memerlukan model-model
kontekstual yang berbeda tergantung dengan situasi dan kondisi. Tentunya dibutuhkan
analisa yang baik dan benar. Kita dapat memakai model sesuai dengan konteks yang ada,
tergantung pada kemampuan kita untuk menggunakan model kontekstualisasi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
10
STAKN Toraja, Bunga Rampa,,, h.12
11
Bevans, Model Model…h. 132-133
Beavan, Stephen 2002 Model Model Teologi Kontekstual. Jakarta: BPK GM

STAKN Toraja, 2020 Bunga Rampai: Teologi kontekstual & Kearifan Lokal Toraja
Jakarta: BPK GM

Internet

https://www.kompasiana.com/www.zardensoc.com/teologi-kontekstual-model-
terjemahan_550ad722a33311d21b2e3abe di akses pada 26 Januari 2020 pukul 19.00

Anda mungkin juga menyukai