Anda di halaman 1dari 7

Nama : Jihan Ayu Rahmayanti

NPM : 2206047225
PB - 24
A. CRP/RJP (Resusitasi Jantung Paru)
Bantuan hidup dasar diberikan untuk korban henti jantung dan henti napas. Hal pertama
yang harus dilakukan adalah amankan situasi, perkenalan diri (identitas dan kemampuan),
cek respon korban (kesadaran), panggil bantuan dan minta untuk bawa AED (automated
external defibrillator). Lalu, cek pernapasan pasien, bila tidak responsif dan tampak tidak
bernapas ataupun napas tidak normal, hal itu berarti pasien mengalami henti jantung.
Buka pakaian yang melapisi pasien. Lakukan kompresi dada maksimal sebanyak 100 -
120x/menit dengan titik kompresi berada di tengah dada. Dalam melakukan kompresi,
tekan yang kuat minimal 5 cm. Setelah selesai menekan, biarkan dada mengembang
sempurna terlebih dahulu. Lalu, berikan napas buatan dengan alat bantu yang berfungsi
membatasi mulut pasien dengan mulut pemberi napas buatan. Hembuskan napas 1 detik
sampai dada pasien terlihat terangkat. Lalu, selanjutnya kompresi dada sebanyak 30x
dengan bantuan napas 2 kali. Ulangi siklus hingga 2 menit (kurang lebih 5 siklus).
Saat AED datang, nyalakan AED dan ikuti instruksi AED.
Indikasi untuk pemberian kejut listrik, jangan ada yang menyentuh korban dan analisa
irama jantung. Setelah shock diberikan, kalau masih tidak ditemukan napas, maka
lakukan RJP kembali dengan 30x dan diberi bantuan napas 2 kali lakukan selama
maksimal 2 menit lalu diobservasi kembali.
Bila tidak ada indikasi pemberian terapi kejut listrik, dilakukan analisa irama jantung dan
tetap pastikan lingkungan korban clear, serta tidak ada yang menyentuh korban. Lalu,
lakukan kompresi kembali dengan irama 30x kompresi dan 2x bantuan napas.
Evaluasi korban dengan melihat respon korban. Tanda korpan merespon adalah adanya
gerakan, pernapasan, ataupun batuk. Bila napas masih tidak ada, beri bantuan napas 1x
dalam 5 - 6 detik.
Penghentian bantuan hidup dasar bila terdapat penolong yang lebih ahli, penolong
kelelahan, tampak tanda kematian, telah dilakukan pertolongan selama 30 menit tetapi
tidak ada respon.
B. Lifting and Moving
Dalam mentrasportasikan korban, ada berbagai macam cara. Berdasarkan banyaknya
petugas yang melakukan transportasi, transportasi korban terbagi menjadi 3, yaitu
transportasi satu orang, transportasi dua orang, dan transportasi tiga orang atau lebih.
Dari ketiga kategori tersebut memiliki berbagai macam tipe transportasi. Bila pasien
mengalami cedera servikal, harus tangani cedera servikalnya terlebih dahulu. Karena
akan sangat fatal bila tidak ditangani terlebih dahulu. Dapat menggunakan penyangga
leher dan jangan pindahkan kepala sama sekali.
Transportasi korban bila hanya dilakukan oleh satu orang dapat menggunakan beberapa
teknik di bawah ini:
1) Ankle pull
Merupakan metode transportasi korban paling cepat dan dapat dilakukan bila pasien
dalam keadaan tidak sadar. Akan tetapi, untuk melakukan metode ini perlu permukaan
yang halus dan dilakukan dalam jarak dekat.
Cara melakukan metode ini adalah dengan memegang pergelangan kaki korban, lalu
menariknya dengan pusat kekuatan berada di kaki (bukan di punggung). Kemudian, tetap
menarik selurus mungkin dengan tetap memperhatikan kepala korban, khawatir
terguncang atau terbentur akibat permukaan yang tidak rata.
2) Shoulder pull
Metode ini lebih disarankan dibandingkan metode ankle pull karena shoulder pull
menopang kepala korban sehingga tidak terjadi guncangan atau terbentur. Namun,
metode ini memiliki kelemahan, yaitu membuat petugas menunduk sebatas pinggang
untuk menarik korban.
Cara melakukan metode shoulder pull adalah dengan memegang baju korban di area
bawah bahu. Kemudian, pastikan kedua tangan tetap menyangga kepala untuk menopang
kepala korban. Setelahnya, tarik korban.
3) Blanket pull
Digunakan untuk memindahkan korban dengan metode menyeret korban. Cara
melakukannya adalah dengan menempatkan korban pada selimut dengan menggunakan
metode “logroll” ataupun metode transportasi tiga orang. Kemudian, korban diletakkan
dengan posisi kepala mendekat pada salah satu ujung selimut. Lalu, ikat ujung selimut di
sekitar korban. Dalam menarik korban, pastikan punggung dalam keadaan tegak.
4) Craddle lift
Digunakan pada saat mengangkat korban dengan berat badan yang ringan, biasanya
digunakan pada saat mengangkat anak-anak. Cara melakukan metode ini adalah dengan
meletakkan tangan petugas di lutut dan bagian belakang korban.
5) Fire fighter carry
Teknik untuk membawa korban dalam jarak tempuh yang jauh dan untuk berhasil
melakukan metode ini perlu bantuan orang lain. Cara melakukannya adalah menaruh
badan korban di salah satu bahu dan tangan terdekat petugas dengan badan korban
disilangkan serta disatukan dengan tangan korban untuk menyangga badan korban.
6) Fireman drag
Cara melakukan metode ini dengan menelentangkan korban di lantai, lalu mengikat
kedua tangan korban dengan alat bantu. Kemudian, kalungkan tangan korban yang sudah
terikat ke leher petugas.
7) Pack strap carry
Menggunakan metode ini saat korban terluka dan tidak aman apabila menggunakan
metode firefighter carry. Cara melakukannya adalah meletakkan tangan korban di bahu
petugas. Kemudian, menyilangkan lengan korban dan petugas memegangnya dengan
tangan menyilang juga. Lalu, menarik tangan untuk mendekat ke arah dada dan squat
untuk mengangkat korban.

Selanjutnya adalah teknik mentransportasi korban dengan dua orang petugas, beberapa
teknik di antaranya adalah:
1) Human crutch
Memudahkan untuk memindahkan korban bila korban tidak sadar. Cara melakukannya
adalah dengan meletakkan korban di lantai dan petugas berada di sisi kanan/kiri dada
korban. Lalu, memegang baju daerah pinggang korban dan menunduk lalu mengangkat
korban.
2) Four handed seat
Metode ini dilakukan pada korban yang sadar dan jarak tempuh yang lumayan dekat.
Syarat untuk dapat melakukan metode ini adalah korban mampu berdiri dan menahan
dirinya saat dipindahkan. Cara melakukan metode ini adalah dengan memosisikan tangan
petugas dengan menyilang dan saling berpegangan. Kemudian, menurunkan genggaman
dan membiarkan korban menduduki genggaman tersebut. Lalu, korban diangkat sambil
korban berpegangan pada pundak kedua petugas.
3) Two handed seat
Berbeda dengan four handed seat, two handed seat dapat dilakukan bila korban dalam
keadaan tidak sadar dan dengan jarak tempuh yang lumayan jauh. Cara melakukan teknik
ini adalah dengan mengangkat korban dengan kedua petugas menunduk di kedua sisi
korban dengan salah satu tangan berada di pundak dan satu tangan yang lain saling
berpegangan. Kemudian, korban didudukkan di kedua tangan petugas. Arah jalan sesuai
dengan arah pandang korban.
4) Chair carry
Metode ini merupakan metode paling cocok dilakukan untuk membawa korban naik atau
turun tanggan dan melewati jalan yang permukaannya tidak rata. Kursi yang dipakai
harus kursi yang kuat dan bukan kursi roda.
Cara melakukannya adalah dengan menaruh korban di kursi. Salah satu petugas
mengangkat di belakang punggung korban dengan arah pandang yang sama dengan
korban dan petugas yang lain mengangkat kursi di bagian kaki dengan arah pandang
berlawanan dengan korban.

Beranjak ke tipe transportasi korban yang terakhir, yaitu transportasi korban dengan tiga
orang petugas atau lebih. Teknik-teknik tersebut di antaranya:
1) Hammock carry
Metode ini membutuhkan 3 orang atau lebih. Orang dengan kemampuan yang lebih kuat
berada di sisi korban dengan jumlah yang lebih sedikit. Cara melakukannya adalah
dengan saling berpegangan dengan tangan petugas lain dan dilakukan bergantian. Salah
satu tangan petugas yang kosong digunakan untuk menyangga kepala dan kaki korban.
2) Log roll
Digunakan untuk mengangkat dan memindahkan korban ke tandu atau ranjang, bahkan
memindahkan ke tempat dengan jarak tempuh yang pendek. Cara melakukan metode ini
adalah mendekatkan lutut petugas ke sisi paling dekat dengan kaki korban. Selanjutnya,
petugas yang berada pada kepala korban memberi komando untuk mengangkat korban
dan diletakkan sementara di paha petugas. Bila korban akan diletakkan di tempat yang
cukup rendah, maka pasien langsung diletakkan kembali pada tempat tersebut. Sementara
itu, bila pasien diletakkan di ranjang atau tempat yang lebih tinggi, maka petugas yang
berada di kepala memberi komando untuk berdiri dan berjalan dengan langkah yang
sama.
C. Fiksasi dan Imobilisasi
Bila korban mengalami perdarahan pada femur dan dalam kondisi terlentang, maka
pastikan korban meluruskan kakinya. Lalu, taruh papan panjang dari bawah ketiak
sampai kaki bagian bawah. Pada bagian dekat ketiak, beri kain pelapis agar terdapat
ruang antara ketiak dan kayu. Lalu, pasangkan papan lain di area kaki bagian dalam. Pada
bagian selangkangan, beri kain pelapis. Setelahnya, ikat kedua papan tersebut
menggunakan mitela dan pastikan kaki pasien tidak dapat bergerak bebas.

Bila korban mengalami perdarahan pada posisi terteruk. Tekuk kaki 45 derajat dan bidai
dengan papan sejajar. Papan harus terletak horizontal di bawah lutut, lalu ikat pada
bagian femur dan fibula. Pastikan ikatan sudah kuat sehingga kaki tidak bergerak.

Bila lengan mengalami cedera, beri papan sejajar pada lokasi cedera dan ikat dengan dua
kain. Gunakan kain yang lebih panjang untuk mengangkat papan serta tangan. Lalu,
kaitkan ke leher dengan posisi sling. Ikat kain lainnya secara melingkar pada bagian
belakang dada. Selain menggunakan posisi sling, tangan dapat tidak digantungkan
dengan meletakkan papan bidai di bawah ketiak lalu ikat dengan kain dan pastikan
seluruh area tangan terikat dengan kain. Lalu, beri ikatan tambahan yang mengelilingi
tubuh pada area tangan atas dan bawah siku.
Pada perdarahan di area siku, dapat dilakukan fiksasi dan imobilisasi dengan menekuk
siku. Caranya adalah dengan melipat siku sebesar 90 derajat. Lalu, pasang 2 papan
berukuran sedang yang menghimpit lengan atas dan bawah dan ikat pada bagian lengan
atas dan bawah. Lalu, ikat dengan membentang ujung kain di salah satu bahu dan
mengitari bagian pergelangan tangan dan membentang ke bahu lain. Kedua ujung kain
harus diikat pada bagian belakang leher sampai dapat menopang lengan yang mengalami
cedera.
Pada perdarahan di area ankle atau kaki bagian bawah, beri bantalan sebagai pengganti
papan untuk menopan ankle dan kaki korban. Letakkan ankle dan kaki di atas bantalan,
lalu satukan ujung bantal agar ankle dan kaki tidak bergerak. Sedangkan, bila perdarahan
di area bahu dan humerus, letakkan lengan bawah di area dada dengan telapak tangan
menghadap ke tubuh. Pasangkan kain pada salah satu bahu dengan mengitari siku dan
lengan bawah. Lalu, ikat lengan atas dengan mengitari tubuh menggunakan kain.

D. Penggunaan APD
Sebelum menggunakan APD, petugas kesehatan harus mencuci tangan terlebih dahulu.
Lalu memakai surgical mask dan head mask, serta sarung tangan sekali pakai. Lepas
sarung tangan satu bersamaan dengan sisi yang lain, lalu buang. Setelah membuang,
lakukan cuci tangan dengan hand rub selama 30 detik. Lepas head cap dengan
mencungkil head cap bagian dalam. Lalu, hand rub. Lalu, lepas masker dan hand rub lagi.
APD level 1 digunakan pada zona hijau atau noninfeksius.
APD level dua menggunakan face shield, kacamata goggel, dan alat pelindung diri
berupa hazmat, serta handscoon dan masker N95. Cara menggunakannya kurang lebih
sama dengan yang level 1. APD level 2 dilakukan pada nakes yang berada di zona
kuning. Sementara itu, untuk level 3, pakai dua lapis masker (N95 dan surgical amsk),
gunakan sarung tangan, gunakan hazmat lalu lapis dengan sarung tangan kembali, pakai
apron, pakai kacamata goggle, lalu lapisi dengan penutup kepala, dan pakai face shield.
Baik pada APD level 2 ataupun 3, setiap melepas satu aspek APD, lakukan hand wash
selama 30 - 60 detik.

Anda mungkin juga menyukai