Anda di halaman 1dari 4

Kemiskinan dan Kerusakan Lingkungan

Oleh␣ Redaksi|Telah Terbit 22 Januari 2020

Oleh: Lalu Suryadi S.,SP.MM.

Kasubbid Pangan dan Pertanian Bappeda NTB

Kemiskinan merupakan masalah multidimensi karena berkaitan dengan ketidakmampuan


akses secara ekonomi, sosial budaya, politik dan partisipasi dalam masyarakat. Kemiskinan
secara harfiah dapat dikatakan sebagai keadaan tidak memiliki apa-apa secara cukup.
Kemiskinan juga didefinisikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan secara ekonomi untuk
memenuhi standar hidup rata-rata masyarakat di suatu daerah. Kondisi ketidakmampuan ini
ditandai dengan rendahnya kemampuan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pokok baik
berupa pangan, sandang, maupun papan. Kemampuan pendapatan yang rendah ini juga akan
berdampak berkurangnya kemampuan untuk memenuhi standar hidup rata – rata seperti
standar kesehatan masyarakat dan standar pendidikan.

Dalam berbagai pandangan ada tiga jenis kemiskinan yang sering di kemukakan yaitu
kemiskinan struktural, kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut. Kemiskinan struktural
adalah kemiskinan yang diderita oleh satu golongan masyarakat karena struktur sosial
masyarakat tersebut tidak mampu memanfaatkan sumber-sumber pendapatan yang
sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan relatif merupakan kondisi kemiskinan karena
pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan
masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Sementara
Kemiskinan absolut adalah apabila tingkat pendapatan seseorang dibawah garis kemiskinan
atau sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum (basic
needs), antara lain kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang
diperlukan untuk hidup dan bekerja. Bentuk-bentuk kemiskinan yang ada serta berbagai
ragam faktor penyebabnya, tentunya sangat mempengaruhi rumusan kebijakan yang dibuat.

Berbicara tentang faktor penyebab kemiskinan ada banyak hal yang menjadi sumber
penyebab utama terjadinya kemiskinan, mulai dari permasalahan terbatasnya sumber daya
alam yang ada pada suatu wilayah, sampai pada rendahnya kapasitas SDM yang dimiliki
masyarakat sehingga tidak memiliki kemampuan, ide dan gagasan untuk membuat usaha
yang bisa menghasilkan untuk peningkatan kesejahteraannya, sehingga walaupun sumber
daya alam yang ada berlimpah tetapi kapsitas SDMnya rendah maka sumber daya yang
berlimpah tersebut tidak akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada suatu
wilayah.

Kemiskinan dan lingkungan hidup merupakan dua hal krusial yang sulit untuk dipisahkan
karena keduanya saling mempengaruhi sehingga membahas keduanya menjadi topik yang
seolah tak ada habisnya, ibarat bicara duluan mana telur atau ayam?. Secara teori, lingkungan
hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup,
termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri
kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya (UU. No. 23/1997).
Suparmoko (1997), menyebutkan bahwa lingkungan hidup Indonesia sebagai suatu sistem
terdiri dari lingkungan sosial (sociosystem), lingkungan buatan (echnosystem) dan
lingkungan alam (ecosystem). Lingkungan hidup meliputi sumberdaya alam yang punya
kemampuan untuk pulih kembali (recovery), namun akibat tekanan aktifitas manusia yang
semakin ekstrim dibandingkan dengan laju pemulihan sumberdaya alam yang lambat, maka
akan terjadi degradasi bahkan kerusakan sumberdaya alam yang semakin cepat, karena
pergerakan upaya perusakan yang dilakukan oleh manusia lebih cepat daripada kemampuan
alam untuk melakukan pemulihan kembali (recovery). Tekanan penduduk apabila tidak
sebanding dengan ketersediaan sumberdaya alam tentu saja akan memperlambat pemulihan
sumberdaya alam. Kerusakan terhadap lingkungan sangat sulit untuk dihindari apabila
intensitas tekanan terhadap lingkungan terus menerus terjadi sehingga upaya pembangunan
yang memperhatikan kaidah-kaidah lingkungan menjadi salah satu cara yang diperlukan agar
lingkungan tetap terjaga keberadaannya. Pengelolaan lingkungan yang salah akan berdampak
fatal pada kerusakan lingkungan yang berkepanjangan hingga tidak dapat diperbaiki lagi
dalam jangka panjang. Apabila hal tersebut terjadi maka sulit dihindarkan kondisi ini akan
menimbulkan bencana lingkungan sebagaimana yang banyak terjadi baru-baru ini di
beberapa wilayah seperti tanah longsor, banjir bandang dan bencana lainnya.

Kemiskinan dan kerusakan lingkungan berkorelasi negatif dan saling mempengaruhi.


Kemiskinan terjadi karena kerusakan lingkungan atau sebaliknya lingkungan rusak karena
adanya kemiskinan pada wilayah sekitar. Hubungan sebab akibat tersebut dapat terus
menerus berlanjut membentuk suatu siklus yang tidak berujung. Pada kondisi seperti itu,
kemiskinan akan semakin parah dan lingkungan semakin rusak. Semakin lama kondisi itu
berlangsung, semakin kronis keadaanya. Sehingga status kemiskinan berubah secara tidak
linier. Dari miskin, ke lebih miskin, dan akhirnya miskin sekali atau sangat miskin, demikian
pula kecenderungan yang sama juga terjadi juga pada kerusakan lingkungan. Hal ini ditandai
dengan aktivitas dan kehidupan manusia yang melebihi kapasitas alam. Manusia yang miskin
untuk bertahan hidup karena tidak memiliki pilihan lain melakukan pemanfaatan SDA yang
berlebihan melampaui daya dukung (carrying capacity) dari sumber daya alam yang ada.

Lalu bagaimana situasi yang terjadi di Provinsi NTB?, Pada Tahun 2018 Penduduk NTB
lebih dari 700 ribu masih hidup dibawah garis kemiskinan dengan penghasilan kurang dari
US$ 2 per hari, bahkan angka kemiskinan Provinsi NTB masih lebih tinggi dari rata-rata
angka kemiskinan Nasional. Kemiskinan menjadi salah satu pemicu terjadinya tekanan
terhadap lingkungan yang luar biasa. Degradasi dan kerusakan lingkungan sulit dihindarkan
ketika penduduk masih dililit kemiskinan. Intensitas pemanfaatan sumber daya alam semakin
tinggi karena hanya inilah sebagai satu-satunya tempat bergantung bagi kelangsungan hidup
dalam kondisi miskin. Sebagai contoh apabila satu keluarga saat ini memiliki lahan 1 Ha.
nantinya bila memiliki 4 anak maka akan dibagi masing-masing 25 are. Luas ini tentunya
tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidup si anak dan keluarganya apalagi kalau lahan
yang dimiliki tersebut adalah lahan kering yang hanya di tanami 1 tahun sekali. Karena lahan
tersebut tidak cukup untuk membiayai hidup keluarga tersebut maka alternatif yang akan
dilakukan adalah mencari sumber daya lahan lain yang ada disekitarnya dan umumnya
pilihan lahan tersebut adalah kawasan hutan. Lebih parahnya lagi apabila lahan tersebut
kemiringannya lebih dari 450 yang secara teknis sangat berbahaya untuk di garap menjadi
lahan pertanian karena dapat memicu longsor dan erosi. Dan kondisi lahan seperti ini tidak
akan mampu bertahan lama sebagai fungsi lahan pertanian karena karakteristik kemiringan
yang tinggi bila dilakukan pengolahan secara terus menerus maka lapisan top soil yang ada di
permukaan lambat laun akan habis tergerus erosi sehingga pada akhirnya akan menyisakan
batuan saja yang tidak memungkinkan untuk ditumbuhi tanaman. Apabila lahan tersebut
sudah tidak produktif lagi karena lagi-lagi tidak ada pilihan lain maka pemanfaatan kawasan
hutan untuk lahan pertanian berpindah lagi ke tempat lain sehingga hutan akan semakin
terdesak dan habis dimanfaatkan untuk lahan pertanian baik secara legal melalui berbagai
program pemanfaatan hutan maupun secara illegal melalui main kucing-kucingan dengan
aparat yang berwenang. Kondisi ini terus berjalan dan dilakukan secara massive dan
berjamaah dalam kawasan yang luas sehingga menyebabkan kerusakan sumber daya lahan
yang parah dan berdampak pada terjadinya bencana longsor dan banjir bandang. Kejadian
longsor dan banjir bandang yang terjadi biasanya tidak hanya membawa air dari lahan yang
lebih atas tetapi juga membawa tanah, dan nutrisi serta tanaman yang ada di atasnya sehingga
paripurnalah kerusakan yang terjadi pada sumber daya lahan tersebut.

Disamping menyebabkan kerusakan sumber daya lahan, banjir bandang yang terjadi sebagai
akibat dari perusakan kawasan hutan untuk menjadi lahan pertanian juga menyebabkan
kerusakan pada infrastruktur dan perumahan penduduk yang berada di bawahnya, bahkan
juga dapat menyebabkan korban jiwa. Apabila kondisi ini terjadi maka dapat menyebabkan
penduduk yang tadinya kaya menjadi miskin, yang hampir miskin menjadi miskin, yang
sudah miskin menjadi semakin dalam tingkat kemiskinannya, akibat dari rusak dan hilangnya
asset oleh bencana banjir. Tingkat kemiskinan juga dapat semakin parah karena seluruh asset
yang semula menjadi sumber untuk mendapatkan penghasilan sudah tidak ada lagi sehingga
berdampak pada tidak adanya pendapatan yang ujung-ujungnya juga bisa meningkatkan
jumlah dan kedalaman kemiskinan masyarakat. Dari sisi akses masyarakat terhadap
pelayanan public seperti sarana kesehatan, sarana pendidikan serta akses ke sarana ekonomi
seperti pasar dan perbangkan juga mengalami hambatan sebagai akibat dari bencana banjir
yang biasanya juga merusak infrastruktur jalan, jembatan, perkantoran, puskesmas, sekolah
dan lain sebagainya. Hal ini juga menjadi pelengkap dari semakin beratnya beban penduduk
miskin karena untuk mendapatkan akses ke sarana pelayanan public tersebut harus
menambah biaya akibat kerusakan infrastruktur dan harus menjangkau lokasi pelayanan
public yang lebih jauh.

Di sisi lain untuk masyarakat yang sudah diwarisi oleh nenek moyangnya dengan sumber
daya lingkungan hidup yang sudah rusak parah, atau yang kondisi dan karakterisitik alamnya
memang sangat kritis, tentunya juga menjadi penyebab susahnya untuk mendapatkan sumber
penghasilan dari kondisi yang ada tersebut, sehingga untuk daerah yang seperti ini umumnya
banyak yang taraf kesejahteraan masyarakatnya masuk dalam katagori penduduk miskin,
karena sebagai penduduk yang berlatar belakang mata pencaharian turun-temurun sebagai
petani tentu kehidupan dan mata pencahariannya sangat tergantung dari sumber daya alam
disekitarnya. Daerah yang kondisi lingkungannya memang sudah rusak akan menghasilkan
produktifitas yang sangat kecil, karena sumber daya lahan yang sudah rusak umumnya sangat
miskin dengan unsur hara yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Kondisi
produktifitas yang rendah ini juga diperparah lagi dengan minimnya ketersediaan sumber
daya air pada daerah-daerah yang sudah rusak tersebut karena tidak ada lagi hutan yang
berfungsi sebagai daerah resapan yang mampu menampung air hujan, sehingga kalaupun ada
upaya pemanfaatan untuk budidaya biasanya hanya bisa dilakukan sekali dalam satu tahun
dengan mengandalkan air hujan. Namun daerah yang tidak memiliki tutupan lahan seperti ini
pada musim hujan sangat rawan dengan bencana banjir, erosi dan tanah longsor, sehingga
tidak jarang tanaman mengalami kerusakan akibat bencana tersebut yang mengakibatkan
terjadinya gagal tanam maupun gagal panen. Jika hal tersebut terjadi sudah tentu akan
berdampak pada turunnya tingkat kesejahteraan masyarakat karena tidak ada lagi sumber
pendapatan untuk mendukung kehidupannya.

Kondisi di atas merupakan gambaran umum yang terjadi di Provinsi NTB, dimana akibat
perkembangan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat menjadi 5.013.687 jiwa tahun
2018 dengan kepadatan 248,78 jiwa/km2, menyebabkan tekanan terhadap lingkungan
semakin berat yang ditunjukkan oleh semakin luasnya lahan kritis di NTB yaitu seluas
870.211 hektar lebih yang terdiri dari dalam kawasan hutan seluas 432.941 hektar dan diluar
kawasan hutan seluas 437.270 hektar. Terjadi peningkatan seluas 291.565 hektar jika
dibandingkan dengan tahun 2016 seluas 578.646 hektar. Kondisi ini akan terus terjadi
kedepannya jika seluruh komponen yang ada di NTB ini tidak segera berbenah memperbaiki
keadaan dengan peningkatan kesadaran secara menyeluruh bahwa seluruh aktifitas kita di
alam ini dalam rangka memanfaatkan potensi SDA harus dilakukan secara bertanggung
jawab dengan mengutamakan kelestariannya. Apabila kaidah-kaidah kelestarian alam ini kita
abaikan maka akan tiba saatnya alam ini membalasnya dengan bencana dan apabila hal
tersebut terjadi maka akan semakin banyak kerugian yang diperoleh manusia, baik sebagai
akibat dari bencana tersebut, maupun akibat dari kerusakan SDA yang secara langsung
berkontribusi pada menurunnya produktifitas lahan yang diindikasikan oleh hilangnya unsur
hara dari tanah maupun semakin menipisnya ketersediaan air tanah. Dan jika berbagai
dampak tersebut telah semakin paripurna maka manusia akan menuai buah dari hasil kerjanya
berupa menurunnya tingkat kesejahteraan akibat tidak ada lagi sumber mata pencaharian
yang biasanya mendapatkan kemurahan dari berkah sumber daya alam. Semoga kita semua
diberikan kesadaran bahwa jika kita bersahabat dengan alam maka alam akan membalasnya
dengan meningkatkan kesejahteraan kita, tapi jika kita bermusuhan dengan alam maka alam
akan membalasnya dengan bencana dan kemiskinan.

Anda mungkin juga menyukai