Anda di halaman 1dari 5

TUGAS – PERTEMUAN 2

MATA KULIAH SUSTAINABLE URBAN DEVELOPMENT

Pertanyaan untuk diskusi


1. Mencari definisi lain dari “Sustainable Urban Development”!
Jawab:
 “Sustainable urban development has become a new development strategy and
concept, and it is defined as a paradigm of social structure that achieves the
coordination of population, resources, environment, and economy.” (Sumber:
Wang, Z., Li, L., Bingcheng, Z., Haozhe, X., Jiahui, X., Yeting, Fu., Yanfang, Z.,
Fangying, Li. 2023. Sustainable urban development based on an adaptive cycle
model: A coupled social and ecological land use development model, China.
Ecological Indicators 154. https://doi.org/10.1016/j.ecolind.2023.110666)
Pembangunan kota berkelanjutan menjadi strategi dan konsep pembangunan baru
dan didefinisikan sebagai paradigma struktur sosial yang dicapai koordinasi dari
populasi, sumber daya, lingkungan, dan ekonomi.
 “The Sustainable Urban Development (SDG 11) endeavors to create inclusive,
safe, resilient, and sustainable cities and human settlements.” (Sumber: Ai, W.,
Weiwei, D., Yajie, L. 2024. Connecting ferrous metal extraction, sustainable
urban development, and resource management in diverse economies, China.
Resources Policy 90. https://doi.org/10.1016/j.resourpol.2024.104743)
Pembangunan kota berkelanjutan berupaya untuk menciptakan kota dan
permukiman yang inklusif, aman, berketahanan, dan berkelanjutan.
2. Keberlanjutan pembangunan sektor perkotaan merupakan suatu permasalahan
yang menantang. Mengapa?
Jawab: Tingginya angka urbanisasi telah membuat kota-kota besar di Indonesia
mengalami penurunan daya dukungnya. Padahal, jumlah penduduk yang tinggal di
perkotaan terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini tentu menjadi salah satu
tantangan terberat di sektor infrastruktur perkotaan. Urbanisasi dan daya dukung kota
yang terus menurun telah menimbulkan dampak negatif bagi perkotaan, mulai dari
masalah sosial, kawasan kumuh, menurunnya kualitas lingkungan serta kemacetan
kota.
3. Bagaimana parameter keberlanjutan?
Jawab: Lingkungan, Sosial-Ekonomi. Indikator lingkungan - iklim global - kualitas
udara – hujan keasaman - pencemaran ekosistem - mobilitas perkotaan – manajemen
limbah - konsumsi energi - konsumsi air – indikator gangguan (kebisingan, bau, dll) –
lainnya. Indikator sosial ekonomi (berdasarkan indikator dari The European
Foundation, Dublin, sebagian diubah dan diperbarui): - keadilan sosial - legalitas -
kondisi akomodasi - keamanan perkotaan - keseimbangan ekonomi dan sosial
(misalnya: pendapatan, usia) – partisipasi warga negara (dalam pengelolaan kota) –
lainnya.
4. Masalah-masalah penting yang terabaikan menyebabkan ketidakseimbangan
sosial, ekonomi, dan lingkungan yang mengakibatkan permasalahan
multidimensi. Bagaimana contoh permasalahan yang ada?
Jawab: Kemiskinan. Berbicara tentang faktor penyebab kemiskinan ada banyak hal
yang menjadi sumber penyebab utama terjadinya kemiskinan, mulai dari
permasalahan terbatasnya sumber daya alam yang ada pada suatu wilayah, sampai
pada rendahnya kapasitas SDM yang dimiliki masyarakat sehingga tidak memiliki
kemampuan, ide dan gagasan untuk membuat usaha yang bisa menghasilkan untuk
peningkatan kesejahteraannya, sehingga walaupun sumber daya alam yang ada
berlimpah tetapi kapsitas SDMnya rendah maka sumber daya yang berlimpah tersebut
tidak akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada suatu wilayah.
Contoh Studi Kasus:
(Sumber: Bappeda Provinsi NTB, Kasubbid Pangan dan Pertanian, Suryadi, 2020)
Pada Tahun 2018 Penduduk NTB lebih dari 700 ribu masih hidup dibawah
garis kemiskinan dengan penghasilan kurang dari US$ 2 per hari, bahkan angka
kemiskinan Provinsi NTB masih lebih tinggi dari rata-rata angka kemiskinan
Nasional. Kemiskinan menjadi salah satu pemicu terjadinya tekanan terhadap
lingkungan yang luar biasa. Degradasi dan kerusakan lingkungan sulit dihindarkan
ketika penduduk masih dililit kemiskinan. Intensitas pemanfaatan sumber daya alam
semakin tinggi karena hanya inilah sebagai satu-satunya tempat bergantung bagi
kelangsungan hidup dalam kondisi miskin. Sebagai contoh apabila satu keluarga saat
ini memiliki lahan 1 Ha. nantinya bila memiliki 4 anak maka akan dibagi masing-
masing 25 are. Luas ini tentunya tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidup si
anak dan keluarganya apalagi kalau lahan yang dimiliki tersebut adalah lahan kering
yang hanya di tanami 1 tahun sekali. Karena lahan tersebut tidak cukup untuk
membiayai hidup keluarga tersebut maka alternatif yang akan dilakukan adalah
mencari sumber daya lahan lain yang ada disekitarnya dan umumnya pilihan lahan
tersebut adalah kawasan hutan. Lebih parahnya lagi apabila lahan tersebut
kemiringannya lebih dari 450 yang secara teknis sangat berbahaya untuk di garap
menjadi lahan pertanian karena dapat memicu longsor dan erosi. Dan kondisi lahan
seperti ini tidak akan mampu bertahan lama sebagai fungsi lahan pertanian karena
karakteristik kemiringan yang tinggi bila dilakukan pengolahan secara terus menerus
maka lapisan top soil yang ada di permukaan lambat laun akan habis tergerus erosi
sehingga pada akhirnya akan menyisakan batuan saja yang tidak memungkinkan
untuk ditumbuhi tanaman. Apabila lahan tersebut sudah tidak produktif lagi karena
lagi-lagi tidak ada pilihan lain maka pemanfaatan kawasan hutan untuk lahan
pertanian berpindah lagi ke tempat lain sehingga hutan akan semakin terdesak dan
habis dimanfaatkan untuk lahan pertanian baik secara legal melalui berbagai program
pemanfaatan hutan maupun secara illegal melalui main kucing-kucingan dengan
aparat yang berwenang. Kondisi ini terus berjalan dan dilakukan secara massive dan
berjamaah dalam kawasan yang luas sehingga menyebabkan kerusakan sumber daya
lahan yang parah dan berdampak pada terjadinya bencana longsor dan banjir bandang.
Kejadian longsor dan banjir bandang yang terjadi biasanya tidak hanya membawa air
dari lahan yang lebih atas tetapi juga membawa tanah, dan nutrisi serta tanaman yang
ada di atasnya sehingga paripurnalah kerusakan yang terjadi pada sumber daya lahan
tersebut.
Disamping menyebabkan kerusakan sumber daya lahan, banjir bandang yang
terjadi sebagai akibat dari perusakan kawasan hutan untuk menjadi lahan pertanian
juga menyebabkan kerusakan pada infrastruktur dan perumahan penduduk yang
berada di bawahnya, bahkan juga dapat menyebabkan korban jiwa. Apabila kondisi
ini terjadi maka dapat menyebabkan penduduk yang tadinya kaya menjadi miskin,
yang hampir miskin menjadi miskin, yang sudah miskin menjadi semakin dalam
tingkat kemiskinannya, akibat dari rusak dan hilangnya asset oleh bencana banjir.
Tingkat kemiskinan juga dapat semakin parah karena seluruh asset yang semula
menjadi sumber untuk mendapatkan penghasilan sudah tidak ada lagi sehingga
berdampak pada tidak adanya pendapatan yang ujung-ujungnya juga bisa
meningkatkan jumlah dan kedalaman kemiskinan masyarakat. Dari sisi akses
masyarakat terhadap pelayanan public seperti sarana kesehatan, sarana pendidikan
serta akses ke sarana ekonomi seperti pasar dan perbangkan juga mengalami
hambatan sebagai akibat dari bencana banjir yang biasanya juga merusak infrastruktur
jalan, jembatan, perkantoran, puskesmas, sekolah dan lain sebagainya. Hal ini juga
menjadi pelengkap dari semakin beratnya beban penduduk miskin karena untuk
mendapatkan akses ke sarana pelayanan public tersebut harus menambah biaya akibat
kerusakan infrastruktur dan harus menjangkau lokasi pelayanan public yang lebih
jauh.
Di sisi lain untuk masyarakat yang sudah diwarisi oleh nenek moyangnya
dengan sumber daya lingkungan hidup yang sudah rusak parah, atau yang kondisi dan
karakterisitik alamnya memang sangat kritis, tentunya juga menjadi penyebab
susahnya untuk mendapatkan sumber penghasilan dari kondisi yang ada tersebut,
sehingga untuk daerah yang seperti ini umumnya banyak yang taraf kesejahteraan
masyarakatnya masuk dalam katagori penduduk miskin, karena sebagai penduduk
yang berlatar belakang mata pencaharian turun-temurun sebagai petani tentu
kehidupan dan mata pencahariannya sangat tergantung dari sumber daya alam
disekitarnya. Daerah yang kondisi lingkungannya memang sudah rusak akan
menghasilkan produktifitas yang sangat kecil, karena sumber daya lahan yang sudah
rusak umumnya sangat miskin dengan unsur hara yang sangat dibutuhkan untuk
pertumbuhan tanaman. Kondisi produktifitas yang rendah ini juga diperparah lagi
dengan minimnya ketersediaan sumber daya air pada daerah-daerah yang sudah rusak
tersebut karena tidak ada lagi hutan yang berfungsi sebagai daerah resapan yang
mampu menampung air hujan, sehingga kalaupun ada upaya pemanfaatan untuk
budidaya biasanya hanya bisa dilakukan sekali dalam satu tahun dengan
mengandalkan air hujan. Namun daerah yang tidak memiliki tutupan lahan seperti ini
pada musim hujan sangat rawan dengan bencana banjir, erosi dan tanah longsor,
sehingga tidak jarang tanaman mengalami kerusakan akibat bencana tersebut yang
mengakibatkan terjadinya gagal tanam maupun gagal panen. Jika hal tersebut terjadi
sudah tentu akan berdampak pada turunnya tingkat kesejahteraan masyarakat karena
tidak ada lagi sumber pendapatan untuk mendukung kehidupannya.
Kondisi di atas merupakan gambaran umum yang terjadi di Provinsi NTB,
dimana akibat perkembangan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat menjadi
5.013.687 jiwa tahun 2018 dengan kepadatan 248,78 jiwa/km2, menyebabkan tekanan
terhadap lingkungan semakin berat yang ditunjukkan oleh semakin luasnya lahan
kritis di NTB yaitu seluas 870.211 hektar lebih yang terdiri dari dalam kawasan hutan
seluas 432.941 hektar dan diluar kawasan hutan seluas 437.270 hektar. Terjadi
peningkatan seluas 291.565 hektar jika dibandingkan dengan tahun 2016 seluas
578.646 hektar. Kondisi ini akan terus terjadi kedepannya jika seluruh komponen
yang ada di NTB ini tidak segera berbenah memperbaiki keadaan dengan peningkatan
kesadaran secara menyeluruh bahwa seluruh aktifitas kita di alam ini dalam rangka
memanfaatkan potensi SDA harus dilakukan secara bertanggung jawab dengan
mengutamakan kelestariannya. Apabila kaidah-kaidah kelestarian alam ini kita
abaikan maka akan tiba saatnya alam ini membalasnya dengan bencana dan apabila
hal tersebut terjadi maka akan semakin banyak kerugian yang diperoleh manusia, baik
sebagai akibat dari bencana tersebut, maupun akibat dari kerusakan SDA yang secara
langsung berkontribusi pada menurunnya produktifitas lahan yang diindikasikan oleh
hilangnya unsur hara dari tanah maupun semakin menipisnya ketersediaan air tanah.
Dan jika berbagai dampak tersebut telah semakin paripurna maka manusia akan
menuai buah dari hasil kerjanya berupa menurunnya tingkat kesejahteraan akibat
tidak ada lagi sumber mata pencaharian yang biasanya mendapatkan kemurahan dari
berkah sumber daya alam. Semoga kita semua diberikan kesadaran bahwa jika kita
bersahabat dengan alam maka alam akan membalasnya dengan meningkatkan
kesejahteraan kita, tapi jika kita bermusuhan dengan alam maka alam akan
membalasnya dengan bencana dan kemiskinan.

Anda mungkin juga menyukai