Anda di halaman 1dari 12

Tema-tema Kajian Orientalis terhadap Al-Qur’an

Makalah Ini Ditulis Untuk Dipresentasikan


Pada Mata Kuliah : Hadits Tafsir Orientalis

Dosen Pembimbing :
Ust. Fauzi, S.Sos, M.Si.

Disusun oleh :
Nita Nurhilawati 2020.8.IT.063
Fadhillah Rahmi 2020.8.IT.0
Laila Hafizah Salma 2020.8.IT.0
Aidul Fitri Harahap 2020.8.IT.0
Satrinah 2020.8.IT.0

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
SEKOLAH TINGGI ILMU AL-QUR'AN
KEPULAUAN RIAU
2023 / 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kita
hidayah dan karunia-nNa berupa kesehatan kepada kita semua, sehingga kami dari
kelompok 3 dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Tema-tema Kajian
Orientalis terhadap Al-Qur’an” dengan tepat waktu, shalawat dan salam tak lupa
pula kita hadiahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Hadits Tafsir
Orientalis” yang diampu oleh dosen kami, Ustadz Fauzi, S.Sos, M.Si. dengan tujuan
untuk dipresentasikan guna menambah wawasan kita semua tentang kajian yang
menyangkut orientalis. Kami sadar makalah yang kami susun ini tentu tidak luput
dari kekurangan bahkan mungkin kekeliruan, oleh karena itu kami membutuhkan
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan kedepannya.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat


bermanfaat bagi para pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap
makalah ini agar kedepannya dapat kami perbaiki. Karena kami sadar,
makalah yang kami buat ini masih banyak terdapat kekurangannya.

Batam, 22 Februari 2023

Penyusun,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 Kajian Umum Orientalis Terhadap Al-Qur’an..........................................3
2.2 Sikap Orientalis Terhadap Kisah-Kisah Al-Qur’an...................................3
2.3 Kritik dan Penolakan Pandangan Orientalis Terhadap Al-Qur’an............3
2.4 Pengaruh Orientalis di Dunia Al-Qur’an...................................................3
2.5 Contoh Tafsir Liberal Terhadap Ayat-ayat Al-Qur’an..............................3

BAB III PENUTUP..............................................................................................23


3.1 Kesimpulan..............................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................24

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Golongan orientalis sering menggunakan isu sekitar Al-Qur’an dan


kenabian Nabi Muhammad SAW sebagai perkara utama yang dijadikan bahan
ejekan, cemoohan dan penghinaan terhadap Islam. Mereka beranggapan bahawa
dengan menggunakan dua isu ini dapat menimbulkan keraguan dalam kalangan
umat Islam dan seterusnya, dapat menyesatkan mereka dengan mudah. Secara
umumnya, keraguan terhadap Al-Qur’an merupakan suatu serangan pemikiran
(ghazwatul fikr) yang dilakukan oleh pihak musuh Islam sejak dimulainya
permusuhan agama Islam dan Kristian ketika perang Salib.

Terdapat beberapa sumber yang menyebut bahawa Kaisar Leo III dari
Byzantium pernah berdebat dengan Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang menuduh
Al-Qur’an telah diubah oleh al-Hajjaj ibn Yusuf al Thaqafi ketika menjadi
gubernur di Iraq.

Kemudian, sekitar tahun 1141-1142, Pierre Maurice de Montboissier yang


dikenali sebagai Petrus Venarabilis (Peter the Venerable) sebagai tokoh yang
merancang bagaimana menakluki umat Islam melalui pemikiran, tetapi bukan
dengan senjata telah merintis sebuah Islami Studies dalam kalangan orang
Kristian. Di Toledo, Sepanyol, Petrus Venarabilis menghimpun, membiayai dan
menugaskan kumpulan penterjemah untuk menghasilkan karya yang dijadikan
landasan untuk para Mubaligh Kristian untuk berinteraksi dengan orang Islam.
Dalam waktu yang singkat, usaha Petrus Venarabilis membuahkan hasil dengan
menerjemahkan Al-Quran dalam bahasa Latin oleh Robert dari Ketton pada tahun
1143.

Meskipun hasil terjemahan ini memiliki banyak kesalahan, namun karya


ini tetap digunakan sebagai acuan dalam kalangan orientalis hingga berabad-abad
lamanya (Akmal Sjaffril, 2011).

Sementara itu, dalam kajian Adinin Armas telah memaparkan sejarah


perjalanan para orientalis dalam menyerang Al-Qur’an dengan cukup teliti
berdasarkan rujukan yang kukuh. Jika dahulu mereka menggunakan cara dan kata-
kata yang kasar seperti John of Damascus menyatakan “Muhamad sebagaimana
telah disebutkan, menulis banyak cerita bodoh…”, Ricoldo da Monte Croce,
menulis “Pengarangnya bukan manusia tetapi syaitan, yang dengan kehendaknya
serta izin Tuhan dengan pertimbangan dosa manusia, telah berhasil memulai karya

1
Anti-Kristian” dan Martin Luther juga menyerang Al-Qur’an dengan menyatakan
“Al-Quran mengajarkan kebohongan, pembunuhan dan tidak menghargai
perkahwinan.” (Adian Husaini, 2006).

Oleh karena itu, penyerangan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh Kristen


tersebut tidak banyak membuahkan hasil. Kaum orientalis dan misionaris
kemudian mengubah strateginya dengan menggunakan pendekatan baru dalam
menyerang Al-Qur’an. (Di Era Kajian Al-Qur’an Secara Akademik) Era Kajian
Al-Qur’an dengan wajah yang lebih ilmiah kemudian dilaksanakan. Para
orientalis sejak lama berusaha menunjukkan kelemahan-kelemahan Al-Qur’an,
seolah-olah ada masalah mendasar di dalam Al-Qur’an.

1.2 Rumusan Masalah


1.

1.3 Tujuan
1.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kajian Umum Orientalis terhadap Al-Qur’an

Serangan Orientalis dari Barat tidak hanya dari sarjana non-Muslim


yang mengkaji Islam dan al-Qur’an, namun juga dari sarjana Muslim yang
tinggal dan mengajar di Barat lalu menulis beberapa kajian tentang Islam dan
al-Qur’an.

Dan kajian mereka tidak hanya mengkaji tafsir, namun juga mengkaji teks
al- Qur’an, sejarah al-Qur’an, periodisasi al-Qur’an, kandungan al-Qur’an, ulum
al-Qur’an,terjemahan al-Qur’an, dan lain-lain. Bahkan Gabriel Said Reynolds
menyatakan bahwa kajian al-Qur’an di Barat saat ini telah mencapai masa
keemasannya “the golden age of Qur’anic studies has arrived.”2

Kajian Orientalis terhadap al-Qur’an, secara umum dapat bagi ke dalam


dua kategori, yang pertama kelompok “old” Orientalism (Orientalisme “Masa
Lalu”). Dan kedua kelompok “new” Orientalism (Orientalisme “Masa Kini”).

Kelompok Orientalis masa lalu dapat ditelusuri jejak tokoh dan


pemikirannya, sebut saja nama-nama seperti Ignaz Goldziher (w.1921), Theodor
Noldeke (w.1930), Edward Sell (w.1932), Arthur Jeffery (w.1959). Kelompok ini
di dalam beberapa karyanya lebih mengutamakan kajian kepada ‘what is behind
the text' (apa yang ada di balik teks/al-Qur’an). Contohnya karya Edward Sell
yang berjudul Historical Development of the Qur’an, A. Mingana tentang Syiriac
Influence on the Style of the Kur’an, A. Jeffery tentang The Foreign Vocabulary
of the Qur’an, dan yang lainnya, mereka termasuk dalam kategori ini, karena
membahas sesuatu sebelum al-Qur’an terbentuk, seperti pengaruh luar terhadap

3
al-Qur’an dan juga sejarah kemunculan al-Qur’an. Dalam penelitiannya mereka
menggunakan metodologi filologi, textcriticism, form criticism dan lainnya.

Lalu ada juga kategori Orientalis yang kedua dimana dalam paradigmanya
mereka mengutamakan ‘what is before/in front of the text' (apa yang ada di
hadapan teks/al-Qur’an) seperti bagaimana pengaruh al-Qur’an kepada orang
yang membacanya/mendengarnya, juga bagaimana para pembaca/pendengar
menerima dan memahami al-Qur’an. ‘Kacamata’ kategori kedua ini menggunakan
pendekatan filologis, text criticismterhadap al-Qur’an ke pendekatan sastra. Sebut
saja contohnya pada buku The Literary Structures of Religious Meaning in the
Qur’an (LSRMQ) yang diedit oleh Issa J. Boullata.4 Di dalam karyanya, mereka
cenderung mengkaji dan mengapresiasi gaya sastra al-Qur’an. Misalnya, Boullata
(seorang penganut agama Kristen dari Palestina, banyak menulis dan
mengapresiasi kemukjizatan al-Qur’an). A. Neuwirth (salah satu sarjana wanita
pengkaji al-Qur’an dan sastra Arab dari Jerman, menulis disertasinya tentang
kesatuan tema dalam al-Qur’an, dan kini banyak mempublikasikan beberapa
tulisan yang menentang pandangan J. Wansbrough dan A. Rippin). Lalu ada
nama-nama seperti, A.H. Johns, A.M. Zahniser, Michael Sells, dan A.T. Welch,
A.

Selain dua kategori tersebut ada juga para pengkaji Orientalis yang
menggunakan kajian revisionis dan tradisionalis. Kelompok revisionis adalah para
sarjana yang selalu meragukan dan mempertanyakan klaim umat Islam atas
kebenaran tradisi-tradisi Islam. Menurut mereka, klaim tersebut tidak didukung
dengan bukti yang kuat dan tidak bias, sementara kelompok tradisionalis adalah
para sarjana Barat yang mempercayai klaim umat Islam tersebut dengan tanpa
mempertanyakannya atau menerima begitu saja secara mentah-mentah
diistilahkan non-skeptisisme.5

Kajian-kajian al-Qur’an yang termasuk kajian revisionis contohnya, karya


John Wansbrough Quranic Studies: Sources and Methods of Scriptural
Interpretation. Di antara kesimpulan Wansbrough adalah pernyataannya bahwa

4
redaksi final al-Qur’an baru selesai 150 tahun setelah Nabi Muhammad wafat.6
Kesimpulan ini tentu saja berbeda dengan kesimpulan mayoritas umat Islam yang
menyatakan bahwa al-Qur’an telah selesai dan lengkap sebelum Nabi Muhammad
wafat. Banyak sarjana yang juga mengadopsi pendekatan revisionis ini, baik
dalam mengkaji al- Qur’an, tafsir, fiqh maupun bidang lainnya, seperti Andrew
Rippin, Gerald Hawting, Patricia Crone, Michael Cook, Christoph Luxenberg, and
Gerd Puin.7

Dengan bentuk kata pertanyaan “apa buktinya?” Kelompok revisionis ini


menyangsikan akan sumber-sumber Muslim, menurut mereka sumber-sumber
tersebut hanya sebagai “Sejarah Penyelamatan” (salvation history). Contohnya,
“Apa buktinya bahwa al-Qur’an sudah final pada masa Nabi?”, “Apa buktinya
bahwa al-Qur’an dikodifikasi pada masa khalifah Usman?” Yang mereka
harapkan adalah bukti historis yang tidak bias, dan akan lebih baik jika itu berasal
dari sumber non-Islam.

Salah satu murid John Wansbrough, yakni Andrew Rippin menulis


disertasi tentang Asbâb al-Nuzûl dan beberapa karyanya seperti, The Qur’an and
Its Interpretative Tradition, tentang tema-tema kajian al-Qur’an dan tafsir, dan
membahas sejarah perkembangan tafsir. Salah satu yang menjadi konsern
utamanya ialah tafsir pada masa awal Islam. Dimana ia banyak mengkritik para
sarjana yang mengaminkan begitu saja klaim para ulama tentang karya-karya
sarjana Muslim, seperti Ibn ‘Abbâs. Berdasarkan kajian terhadap teks dan
manuskrip yang ada di beberapa negara, ia menyimpulkan bahwa sebenarnya
beberapa karya Ibn ‘Abbâs antara satu dengan lainnya sama saja, namun diberi
judul yang berbeda-beda.8

Rippin mempertanyakan sumber-sumber kajian muslim, menurutnya


sumber-sumber tersebut tidak berbicara “what really have happened” (apa yang
sebenarnya terjadi), akan tetapi “what they believe/assume have really happened”
(apa yang mereka yakini benar- benar telah terjadi”).9 Argumen mereka “kita
tidak tahu dan tidak pernah dapat mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi;

5
semua yang kita ketahui sekarang adalah apa yang dipercaya telah terjadi oleh
orang yang datang kemudian, seperti terekam dalam Sejarah Penyelamatan.”10

2.2

2.3

6
2.4

7
8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai