Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH ISLAM BUDAYA LOKAL

“Islam dan Kebudayaan Di Sumatra Barat”

Dosen Mata Islam Budaya Lokal:

Muhith S.PD.I, M.Ag

Disusun Oleh:

Ida Ayu Fitri

Laila Hafizah Salma

Sekolah Tinggi Ilmu Al-qur'an


Prodi Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir
DAFTAR ISI

JUDUL

DAFTAR ISI............................................................................................................................ii

KATA PENGANTAR.............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG..............................................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH...........................................................................................1

C. TUJUAN....................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Islam di Sumatra Barat.............................................................................2

B.Kebudayaan dan Adat di Sumatra Barat……………............................................3

C. Nilai-Nilai Adat dan Ajaran Islam di Sumatra Barat...........................................5

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN................................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................8

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

Puji Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
Rahmat dan Hidayah-Nya semata, kami dapat menyelesaikan Makalah dengan judul: ”Islam dan
Kebudayaan Sumatra Barat”. Salawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, para keluarga, sahabat-sahabat dan pengikut-pengikutnya sampai hari
penghabisan.

Semoga dengan tersusunnya Makalah ini dapat berguna bagi kami semua dalam memenuhi
tugas dari mata kuliah Islam Budaya Lokal dan semoga segala yang tertuang dalam Makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi para pembaca dalam rangka membangun khasanah
keilmuan. Makalah ini disajikan khusus dengan tujuan untu kmemberi arahan dan tuntunan agar
yang membaca bias menciptakan hal-hal yang lebihbermakna.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
dan belum sempurna. Untuk itu kami berharap akan kritik dan saran yang bersifat membangun
kepada para pembaca guna perbaikan langkah-langkah selanjutnya.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.

Batam, 21 Oktober 2022

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Islam di Sumatra Barat adalah Islam Sunni. Orang Minangkabau, penduduk asli Sumatra
Barat dan terdiri dari 88% penduduk Sumatra Barat saat ini, secara historis memainkan peran
penting dalam komunitas Muslim di Indonesia. Hingga saat ini wilayah tersebut dianggap sebagai
salah satu benteng Islam di Indonesia. Islam adalah agama yang paling dianut di Sumatra Barat,
sebuah provinsi di Indonesia, yang dianut oleh 97,42% dari seluruh penduduk. Populasi Muslim
meningkat menjadi 99,6% jika tidak termasuk Kepulauan Mentawai, di mana mayoritas non-
Muslim (Protestan) Sumatra Barat tinggal.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Masuknya Islam Di Sumatra Barat ?


2. Apa Saja Kebudayaan Di Sumatra Barat ?
3. Bagaimana Nilai Adat dan Islam Di Sumatra Barat ?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui Masuknya Islam Di Sumatra Barat.


2. Untuk mengetahui Kebudayaan Di Sumatra Barat.
3. Untuk mengetahui Nilai Adat dan Islam Di Sumatra Barat.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. MASUKNYA ISLAM DI SUMATRA BARAT

Agama Islam pertama kali memasuki Sumatra Barat pada abad ke-7, dimana pada
tahun 674 telah didapati masyarakat Arab di pesisir timur pulau Sumatra. Selain berdagang,
secara perlahan mereka membawa masuk agama Islam ke dataran tinggi Minangkabau atau
Sumatra Barat sekarang melalui aliran sungai yang bermuara di timur pulau Sumatra,
seperti Batang Hari.

Perkembangan agama Islam di Sumatra Barat menjadi sangat pesat setelah


kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar, yang berhasil
meluaskan wilayahnya hampir ke seluruh pantai barat Sumatra. Sehingga pada abad ke-13,
Islam mulai memasuki Tiku, Pariaman, Air Bangis, dan daerah pesisir Sumatra Barat
lainnya. Islam kemudian juga masuk ke daerah pedalaman atau dataran tinggi
Minangkabau yang disebut "darek". Di kawasan darek pada saat itu berdiri kerajaan
Pagaruyung, dimana kerajaan tersebut mulai mendapat pengaruh Islam sekitar abad ke-14.
Sebelum Islam diterima secara luas, masyarakat yang ada di sekitar pusat kerajaan dari
beberapa bukti arkeologis menunjukan pernah memeluk agama Buddha dan Hindu
terutama sebelum memasuki abad ke-7.

Pada waktu itu perkembangan Islam di Minangkabau masih boleh dikatakan


merupakan usaha yang kebetulan saja, karena adanya pedagang-pedagang yang beragama
Islam datang ke Minangkabau. Pengaruh Islam pun hanya terbatas pada daerah-daerah
yang didatangi oleh pedagang-pedagang Islam, yaitu di sekitar kota-kota dagang di pantai
Timur Sumatera.Masuknya agama Islam itu ada yang secara langsung dibawa oleh
pedagang Arab dan ada yang dibawa oleh Pedagang India atau lainnya, artinya tidak
langsung datang dari negeri Arab.

2
B. KEBUDAYAAN DAN ADAT DI SUMATRA BARAT
Beberapa Upacara Adat Sumatera Barat mungkin sudah tidak asing lagi. Setiap daerah dan
provinsi di Indonesia pasti memiliki ragam adat dan Budaya, keseluruhannya telah ada dan
diwariskan secara turun-temurun dari nenek moyang, hingga generasi setelahnya sampai sekarang.
Begitu juga dengan beberapa Upacara Adat Minangkabau yang hingga kini masih dilestarikan.
Sebut saja seperti upacara pernikahan, pengangkatan kepala suku, upacara tahunan, syukuran, dan
lain sebagainya. Semuanya bukan tanpa tujuan, melainkan untuk senantiasa menjaga tradisi yang
diwariskan para pendahulu, serta ajang dalam mempertahankan, mewarat dan memperkenalkan
kepada para penerus. Beberapa Upacara Adat Sumatera Barat ini ada yang diselenggarakan dengan
penentuan waktu, ada pula yang tidak.

Tradisi Ziarah Makam

Yang pertama adalah pergi berziarah ke makam keluarga atau sanak famili yang sudah wafat.
Tradisi ini biasanya dilakukan ketika menjelang bulan Ramadhan atau ketika lebaran. Tujuannya
adalah untuk mendo’a akan mereka yang sudah meninggal, agar senantiasa diberi ketenangan oleh
Allah SWT.

Tradisi Turun Mandi

Tradisi Unik di Sumbar berikutnya bernama Turun Mandi. Upacara ini diselenggarakan ketika
sebuah pasangan baru saja melahirkan anak mereka. Upacara Turun Mandi ini menjadi ajang
dalam memanjatkan rasa syukur atas karunia berupa seorang anak yang dianugerahi oleh Allah
SWT.

Selain itu, masyarakat Minangkabau mempercayai bahwa upacara ini merupakan Sunnah
Rasulullah, sambil memperkenalkan bahwa telah lahir seorang anak dari satu suku tertentu. Sesuai
dengan namanya, bayi tersebut akan dimandikan ke sungai dan dihadiri oleh masyarakat setempat
secara beramai-ramai.

3
Festival Tabuik

Selain pacu jawi, salah satu Upacara Adat Sumatera Barat yang tak kalah unik dan populer adalah
tradisi Tabuik, yang berasal dari Pariaman. Festival Akbar ini digelar setiap tanggal 10 Muharram
kalender Hijriyah, yang bertujuan untuk memperingati wafatnya Husein, cucu Nabi Muhammad
SAW.

10 Muharram disebut juga dengan Hari Asyura. Tradisi Tabuik pertama kali diperkenalkan tahun
1831, oleh tentara Tamil beragama Islam yang berasal dari India. Kegiatan dalam festival ini
adalah pelepasan Tabuik ke laut lepas, yang dilakukan di pantai yang berada di kota Pariaman.

Tradisi Basapa

Upacara Adat Sumatera Barat selanjutnya adalah ”Tradisi Basapa”, yakni berziarah ke makam
Syekh Burhanuddin, yang lokasinya ada di Ulakan, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat.
Dalam bahasa Indonesia,”Sapa” di sini berarti Safar, yakni salah satu nama bulan di kalender
Hijriyah.

Puncak acara akan dilakukan pada tanggal 10 safar, hari Rabu pada Minggu ke-2 dan 3. Tujuan
ziarah ini tentulah untuk mengirimkan do’a serta sebagai ucapan terima kasih kepada Syekh
Burhanuddin, yang telah berjasa besar dalam menyebarkan ajaran Islam di Minangkabau.

Mandi Balimau

Budaya Tradisional Sumatera Barat berikutnya adalah Balimau, singkatnya ialah kegiatan mandi
yang bertujuan membersihkan diri sebelum memasuki bulan suci Ramadhan. Dinamakan Balimau
karena masyarakat akan mandi menggunakan air limau atau jeruk nipis, karena jeruk nipis
dipercaya mampu mengangkat kotoran yang melekat pada kulit.

4
C. NILAI ADAT DAN AJARAN ISLAM DI SUMATRA BARAT

Provinsi Sumatera Barat, merupakan salah satu daerah provinsi dengan


penduduknya mayoritas beragama Islam dan juga terkenal dengan istilah “Adat Basandi
Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” yang merupakan ciri khas masyarakat Minangkabau
dalam menjalan ajaran Islam dan Adat Minangkabau. Hal ini berarti sumber dasar
hukumMinangkabau adalah hukum Islam, dimana hukum Islam bersumber kepada Al-
Qur’an dan Sunnah yang menjadi pedoman hidup umat Islam dan juga masyarakat
Minangkabau.Pengaruh adat dan agama di Sumatera Barat telah menghasilkan berbagai
kebijakan-kebijakan dari pemerintah Sumatera Barat bernuansa syariat Islam dimana
masyarakat. Sumatera Barat harus menjalankan kebijakan dari pemerintah tersebut.

Islam menempati bagian inti identitas di kalangan masyarakat Minangkabau. Orang


Minangkabau dianggap sebagai Muslim yang paling saleh dalam menjalankan ritual dalam
Rukun Islam. Sebagaimana dicontohkan oleh pepatah mereka Adat basandi syarak, syarak
basandi Kitabullah ("Adat berdasarkan ajaran Islam, ajaran Islam berdasarkan Al-
Qur'an"), budaya Minangkabau dianggap menghubungkan langsung dengan ajaran agama
Islam, di mana otoritas yang pertama ditopang oleh yang terakhir. Dengan demikian,
meninggalkan Islam (murtad) dianggap sama saja dengan meninggalkan masyarakat
Minangkabau secara lahir dan batin.

Kedekatan masyarakat adat dengan ajaran Islam identik dengan istilah


Minangkabau, bukanlah Sumatera Barat. Minangkabau dengan kebudayaannya telah ada
sebelum datangnya Islam, bahkan juga telah ada sebelum masuknya Hindu dan Budha.
Sebelum datangnya pengaruh dari luar, kebudayaan Minangkabau telah menemukan
bentuknya yangterintegrasi dan kepribadian yang kokoh. Oleh sebab itu, kebudayaan yang
datang dari luar tidaklah mempengaruhinya secara mudah. Penerimaan kebudayaan dari
luar akan diseleksi dan mana di antaranya yang bertentangan dengan dasar falsafah adat
tidak akan dapat bertahan di Minangkabau. Secara tidak langsung, dapat kita cermati
bahwa pergumulan yang terjadi pada masyarakat Minangkabau sampai pada bentuk
akhirnya merupakan bentuk murni dari integrasi nilai-nilai adat dengan ajaran Islam.

5
Pada mulanya ada perbedaan ajaran antara adat Minangkabau dan agama Islam
khususnya dalam masalah hukum kekerabatan dan hukum waris telah menyebabkan
timbulnya serangkaian masalah dalam hukum perdata, yang memerlukan penyesuaian
mendasar dalam kaidah hukum serta kelembagaan sosial. Oleh karena masyarakat
Minangkabau tidak mempunyai tatanan kelembagaan di atas tingkat nagari, maka
rangkaian goncangan dan perubahan sosial tersebut hanya diselesaikan secara lokal, dan
belum pernah dikonsolidasikan secara menyeluruh, terarah, terpadu, dan terencana.

Pada tahun 1832 Tuanku Imam Bonjol memberikan fatwa ishlah yang menjadi
dasar untuk pengembangan AjaranAdat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah,
Syarak Mangato Adat Mamakai yang kemudian dilengkapi dengan Alam Takambang Jadi
Guru- sebagai nilai dasar dalam menata masyarakat Minangkabau. Fatwa Tuanku Imam
Bonjol ini kemudian dikukuhkan dalam Sumpah Satie Bukit Marapalam pada tahun 1837
di Bukit Pato, Lintau, dekat Batu Sangkar.Peristiwa ini merupakan titik klimaks proses

integrasi nilai-nilai ajaran Islam dengan budaya Minangkabau.

Dengan adanya hubungan timbal balik adat dan agama dalam kebudayaan
Minangkabau yang kemudian dilengkapi dengan dibangunnya institusi keagamaan yang
diterima luas dalam struktur masyarakat adat maka kemudian ia dapat mendorong
dinamika keagamaan masyarakat Minangkabau yang berjalan dengan cepat dan mendasar.

6
BAB III

KESIMPULAN

Masuknya Islam ke-Ranah Minang telah memberikan nuansa baru dalam


kebudayaan Minangkabau. Walaupun tidak semua ajaran Islam tersebut serasi dengan adat,
terutama pada permulaan masuknya Agama Islam, tidak lantas menimbulkan konflik yang
tidak dapat diselesaikan. Tetapi seperti yang diketahui bahwasanya adat dan agama Islam
di Minangkabau akhirnya dapat saling memperkuat tata kehidupan masyarakat Minang.
Hal itu dibuktikan denganfalsafah hidup orang Minang Adat Basandi Sara’, Sara’ Basandi
Kitabullah (Adatbersendikan syari’at, syari’at bersendikan kitab Allah). Untuk
mensosialisasikan nilai-nilai ini dilingkungan sosial masyarakat Minang, maka Surau
memiliki andilbesar, meski keberadaannya jauh sebelum falsafah ini disepakati sebagai
falsafah hidup orang Minangkabau Sumatera Barat.

7
DAFTAR PUSAKA
Nasrun, Dasar Filsafat Adat Minangkabau (Jakarta: Bulan Bintang, 1971)

Samad, Duski tradisional Islam di Minangkabau: Dinamika, Perubahan dan konstitusinya Tajdid:
Jurnal Nasional Ilmu-ilmu Ushuluddin (Juli2003), vol 6, no. 2

Gazalba, Sidi, Konflik Antara Adat, Agama dan Pengaruh Adat (Padang: Seminar Islam di
Minangkabau, 1969) Hamka, Sejarah Minangkabau dengan Islam (Fort de Kock: Miratul
Ikhwan,1929)

https://media.neliti.com/media/publications/23743-ID-reaktualisasi-nilai-islam-dalam-budaya-
minangkabau-melalui-kebijakan-desentralis.pdf

Anda mungkin juga menyukai