Anda di halaman 1dari 5

1.

PENGANTAR
Konflik berkepanjangan menjadi ciri bagi kawasan Afrika. Diperkirakan 500.000 orang
tewas akibat konflik bersenjata setiap tahunnya. Konflik-konflik baru pun bermunculan, salah
satunya karena banyak bermunculan kelompok-kelompok ekstrimis di berbagai lokasi di Afrika.
Selain faktor-faktor sosio-ekonomi, persebaran konflik ini juga didorong oleh aliran senjata yang
tidak diregulasi.
Laporan ini berfokus pada mengungkap dampak kemanusiaan atau dampak kemanusiaan
yang ditimbulkan oleh senjata-senjata gelap dan yang tidak diatur di Afrika. Senjata yang diteliti
utamanya adalah jenis Small Arms and Light Weapons (SALW).
2. SENJATA YANG TIDAK DIATUR DI AFRIKA
Permasalahan senjata ini tidak secara langsung menyebabkan konflik, tapi seringkali
menopang dan memperpanjang konflik.
2.1. Sumber-Sumber Aliran Senjata yang Tidak Diatur di Afrika
2.1.1. Diversi/Pengalihan dari Persediaan Negara. Dilakukan melalui penjualan
senjata resmi pejabat kepada aktor non-negara secara ilegal dan ditambah
denganmanajemen cadangan senjata yang buruk.
2.1.2. Black Market dan Perdagangan Gelap
2.1.3. Produksi Senjata Lokal yang Diregulasi dengan Buruk. Pada tahun 2005 di
Ghana produksi senjata lokal menghasilkan 200.000 senjata tiap tahunnya. 60
persen senjata ilegal di Nigeria dibuat secara lokal.
2.1.4. Sumber-Sumber Eksternal. Sebagian besar senjata gelap di Afrika
diperdagangkan di dalam Benua Afrika sendiri, tapi senjata ini awalnya
dikirim dari luar benua (Ukraina, Tiongkok, Kanada, Israel, Bulgaria,
Slovakia, Iran dan Rusia).

2.2. Faktor-Faktor yang Mendorong Proliferasi dan Penggunaan Senjata yang tidak
Dikontrol dan Gelap di Afrika
2.2.1. Usaha Mendapatkan Kekuatan Politik. Konflik biasanya pecah karena
pemerintah memutuskan untuk memasukkan atau mengeluarkan satu
golongan masyarakat tertentu. Golongan yang tidak dilibatkan biasanya akan
melakukan aksi-aksi kekerasan.
2.2.2. Pemerintahan dan Defisit Pembangunan. Ketimpangan ekonomi sangat
terlihat di Afrika. Masyarakat yang telah lama merasa diberlakukan tidak adil
mengungkapkan protesnya dengan cara kekerasan menggunakan senjata.
2.2.3. Sumber daya alam. Kontrol, akses dan distribusi sumber daya alam telah
memicu, menyokong atau memperburuk konflik di banyak negara kaya
bersumber daya di Afrika. Senjata gelap telah memberi kontribusi eskalasi
dan keruntuhan konflik semacam itu dalam beberapa tahun terakhir. Ini
termasuk konflik hidrokarbon, deposit mineral atau lahan penggembalaan.
Misalnya, senjata gelap merupakan faktor kunci dalam militansi dan
ketidakamanan di wilayah Delta Niger di Nigeria, daerah Katanga di DRC,
dan wilayah Tibesti kaya emas di Chad utara. Senjata telah meningkatkan
serentetan bentrokan dan korban kekerasan antara penggembala dan petani di
Mali dan Nigeria, Bororo di CAR, serta Barara di Chad.
2.2.4. Radikalisasi dan ekstremisme kekerasan. Pertumbuhan dan aktivitas
kelompok agama yang mendukung ideologi ekstremis radikal berkontribusi
terhadap penyebaran dan penggunaan senjata gelap di Afrika. Berdasarkan
perkiraan UNDP, 24.771 orang terbunuh dan 5.507 terluka antara tahun 2011
dan 2015, dengan sebagian besar korban jiwa tercatat di Nigeria dan Somalia.
Perbatasan yang porous dan hamparan 'ruang-ruang tak terkendali' di Sahel
dan Barat Afrika dieksploitasi untuk memindahkan senjata secara ilegal ke
kelompok ekstremis.
2.2.5. Kejahatan terorganisir. Aliran senjata tak terkendali memainkan peran
penting dalam aktivitas jaringan kejahatan terorganisir di seluruh Afrika;
Mereka adalah obyek perdagangan gelap atau digunakan untuk melindungi
infrastruktur yang digunakan untuk kegiatan kriminal. Perompak
menggunakan senjata gelap di wilayah Horn of Africa dan Teluk Guinea
untuk menyerang dan merebut kapal dan menculik kru untuk mendapatkan
uang tebusan.
2.3 The Global Arms Trade Treaty (ATT)
Bagian dari ATT pada bulan April 2013 dan mulai berlaku pada bulan Desember 2014
merupakan langkah penting dalam menangani masalah transfer senjata yang tidak
terkontrol dan terlarang ke dalam dan di dalam wilayah Afrika. ATT adalah sebuah
perjanjian multilateral yang mengatur perdagangan internasional, dan pengalihan,
senjata konvensional melintasi dan di dalam batas negara.
2.4 Pengaturan ATT Dan Kontrol Militer Di Afrika
Kekhawatiran masih dalam pelaksanaan ATT, terutama di Afrika. Sementara
perjanjian tersebut diharapkan dapat memandu peraturan dan pemantauan yang tepat
untuk penjualan dan pengalihan senjata global, kerja sama aktif negara-negara
pengekspor senjata sangat penting untuk mengurangi transfer senjata ke Afrika secara
ilegal. Impor senjata legal oleh negara-negara Afrika meningkat 45 persen pada tahun
2005-2009 dan 2010-2014, namun hanya menyumbang 1,5 persen dari transfer
senjata global. Selain Afrika Selatan, Mesir dan Sudan, negara-negara Afrika terbatas
dalam kemampuan mereka untuk memproduksi senjata dan amunisi. Ini berarti
bahwa sebagian besar senjata di Afrika, baik yang legal maupun yang tidak sah,
berasal dari luar benua. Sembilan puluh lima persen senjata yang digunakan di Afrika
berasal dari luar benua. Beberapa negara yang mengekspor senjata ke Afrika, seperti
China, Israel, Turki, Ukraina dan Amerika Serikat, belum meratifikasi atau
menyetujui perjanjian tersebut.
2.5 Att, African Union, Komunitas Ekonomi Regional (Recs) Dan Negara-Negara
Anggota
Mengingat situasi keamanan di Afrika, ada kebutuhan untuk melakukan upaya
terkoordinasi di tingkat regional dan multilateral untuk memerangi arus senjata yang
tidak terkontrol dan pemindahan senjata terlarang. Konvensi yang masih ada dan
inttrumen hukum mengenai kontrol senjata di Afrika mencerminkan tujuan ATT;
misalnya, Deklarasi Bamako AU 2000 memerinci posisi Afrika yang umum dalam
perdagangan senjata terlarang. Konvensi terkait di tingkat sub-regional termasuk
Protokol Pembangunan Afrika Selatan 2001 (SADC) tentang Pengawasan Senjata
Api, Amunisi dan Bahan Terkait lainnya; dan masih banyak konvensinlainnya.
Implementasi ATT bergantung pada dua faktor penting: kapasitas negara, serta
kemauan politik dan kepemimpinan. Yang penting, mengingat pola dan tren yang
muncul dalam konflik dan ketidakamanan di Afrika, menangani proliferasi dan arus
senjata gelap memerlukan upaya yang lebih holistik di luar negara masing-masing.

3. DAMPAK KEMANUSIAAN DARI PERSENJATAAN YANG TIDAK TERATUR DI


AFRIKA
3. 1 Konteks Senjata Gelap Dan Keamanan Di Negara-Negara Tertentu
Di seluruh studi kasus yang dipilih, laporan ini mengidentifikasi bagaimana senjata
yang tidak terkontrol telah mempengaruhi populasi. Beberapa dampak lebih banyak
terjadi di antara demografi tertentu, yang dipisahkan berdasarkan jenis kelamin, usia,
agama dan status. Di negara tetangga Sudan, konflik di Darfur dimulai pada tahun
2003 ketika kelompok oposisi yang menuduh pemerintah dengan sengaja
mengabaikan daerah tersebut mengangkat senjata melawan negara. Krisis didorong
oleh sejumlah isu, termasuk ketidaksepakatan mengenai resourcecontrol , perebutan
kekuasaan, masalah akibat ketidaksetaraan, dan marjinalisasi yang dirasakan.
3. 2 Dampak Kemanusiaan: Luka Dan Korban Jiwa
Diperkirakan 1.689 sampai 3.713 terbunuh antara tahun 2012 dan 2014 di Mali.
Sebagian besar kematian ini adalah warga sipil yang dibunuh oleh pemberontak dan
kelompok bersenjata lainnya. Di luar angka, pembunuhan yang melibatkan senjata
gelap sangat mengerikan dan secara psikologis menghancurkan korban dan keluarga
mereka. Perkiraan jumlah mayat di Libya menunjukkan bahwa 2.825 dan 1.523 orang
terbunuh pada tahun 2014 dan 2015 dan sampai Agustus 2016, 902 kematian telah
tercatat. Sementara angka kematian dalam beberapa tahun terakhir dikerdilkan oleh
sekitar 50.000 korban jiwa di tahun 2011
3. 3 Dampak Kemanusiaan: Internally Displaced Dan Pengungsi
Gerakan penduduk umumnya dimotivasi oleh kebutuhan untuk menghindari cedera
dan kematian akibat senjata yang tidak terkendali. Meskipun data tentang pengungsi
dan pengungsi sangat beragam dan beragam, mereka menunjukkan adanya
perpindahan orang-orang yang besar karena meningkatnya tingkat kekerasan
kelompok bersenjata.
Contoh kasus: seorang ibu rumah tangga berusia 35 tahun dan ibu lima anak dari
wilayah Gao telah mengungsi sejak 2012, ketika militan menyerbu desanya.
Sementara kelompok Islam pergi, membuat keamanan tetap menjadi masalah yang
signifikan karena kelompok bersenjata yang berbeda. Kehadiran gerombolan
bersenjata inilah yang membuat dia enggan pulang ke rumah.
3.4 Dampak Kemanusiaan: Gender-Based Violence
Gender-based violence (GBV) tersebar luas di Afrika, terutama selama situasi
konflik. Diperkirakan sekitar 45,6% dari wanita-wanita Afrika pernah mengalami
GBV, dibandingkan 35% secara global dan diperkirakan pula bahwa sebagian besar
wanita serta perempuan Afrika akan mengalami GBV, apapun bentuknya, dalam
hidup mereka. Data dari UN Secretary General’s Special Representative on Violence
in Conflict menunjukkan bahwa ditahun 2014-2015 terdapat 2,527 kasus kekerasan
seksual & fisik dalam situasi konflik yang terdokumentasi di CAR (Central African
Republic). Ditahun 2015, NGOs di Afrika juga mencatat adanya 60,000 kasus GBV.
GBV biasanya diasosiasikan dengan kelompok bersenjata atau combatants yang
menggunakan SALW (Small Arms and Light Weapons) untuk mempermalukan,
mengintimidasi, dan membuat individu dan komunitas yang ada menjadi trauma
dalam situasi konflik.
Contoh kasus: di Mali, gadis berumur 15 tahun yang tidak berpendidikan diperkosa
dan dihamili kemudian melahirkan anak kembar pada tahun 2012. Gadis ini
dikucilkan oleh keluarga dan komunitasnya, sedangkan pria yang menghamilinya
tidak mau bertanggung jawab sehingga ia tidak memiliki sumber penghasilan untuk
menghidupi dirinya dan anaknya.
3.5 Erosi (Pengikisan) Kohesi Sosial dan Kepercayaan Komunal
Adanya pembagian / perpecahan masyarakat dan komunitas menjadi bukti nyata
bahwa ada pengikisan kepercayaan publik yang disebabkan oleh kekerasan
bersenjata. Penggunaan senjata yang tidak dikontrol digunakan untuk memperburuk
ketegangan agama dan kesukuan dalam situasi yang sudah rapuh. Penggunaan senjata
yang tidak dikontrol juga memainkan peran penting dalam dislokasi masyarakat.
Contoh kasus: di CAR, distrik 5 dari Bangui terkenal oleh toleransinya dan menjadi
rumah bagi pemeluk agama Kristen dan Islam yang hidup berdampingan dalam
damai (bahkan kawin silang melintasi garis agama dan kesukuan). Namun semua
berubah sejak situasi konflik &krisis terjadi.

4. MEMERANGI PENGGUNAAN SENJATA YANG TIDAK DIKONTROL DI


AFRIKA: RELEVANSI ATT (ARMS TRADE TREATY)
ATT berpotensi untuk semakin menguatkan aturan perjanjian penjualan dan pengalihan
senjata global dengan cara yang akan mendorong transparansi dan meningkatkan
kepercayaan antar negara.
4.1 Relevansi ATT untuk Menghentikan Penggunaan Senjata yang tidak Dikontrol
di Afrika
Secara potensial, Afrika benar-benar mendapat manfaat dari ATT, mengingat dampak
destruktif dari proliferasi senjata di benua ini. Jika diterapkan dengan baik, perjanjian
tersebut dapat membendung arus senjata yang tidak terkontrol ke zona konflik di
seluruh Afrika. Pengurangan yang cukup besar dalam proliferasi senjata akan
berdampak besar pada perdamaian dan keamanan Afrika (meningkat).
4.2 Isu Pemerintahan yang Terlibat dalam Penerapan ATT di Afrika
ATT: undang-undang internasional yang normatif sehingga partai negara-negara
Afrika yang telah menandatangani dan meratifikasi perjanjian tersebut harus
menunjukkan kemauan politik pada tingkat politik dan tata pemerintahan yang tepat
dan memastikan kapasitas administratif, keuangan dan teknis untuk melaksanakan
perjanjian tersebut dengan sukses.
4 isu pemerintahan yang utama dan harus diperhatikan oleh semua negara di Afrika:
hukum domestik, proses pengawasan atas pengadaan senjata, sistem kontrol
senjata, pengelolaan stockpile senjata
4.3 Penanganan Kebutuhan yang Menunjang Kesejahteraan Bagi Armed State
Officials
Kesejahteraan Armed State Officials, termasuk anggota angkatan bersenjata, polisi
dan unit paramiliter lainnya harus menjadi prioritas utama. Gaji yang buruk dan
tertunda adalah salah satu dari banyak alasan mengapa Armed State Officials terlibat
dalam praktik korupsi, termasuk penjualan senjata ilegal.

5. Kesimpulan
Small Arms and Light Weapons (SALW) yang tidak terkontrol di Afrika adalah faktor yang
telah membentuk masalah sosial-politik dan keamanan di seluruh benua. SALW telah digunakan
dalam perjuangan untuk mendapatkan kekuasaan politik, konflik sumber daya alam, radikalisasi
dan ekstremisme kekerasan, dan kejahatan terorganisir. Kelemahan struktural di sebagian besar
negara Afrika mendorong berkembangnya SALW yang tidak terkendali, melalui pengalihan stok
negara, penjualan ilegal, dan perdagangan senjata lokal dan asing. Karena dampak kemanusiaan
dari SALW, seperti populasi pengungsi yang tinggi, GBV, kematian, erosi (pengikisan)
kepercayaan, dan dislokasi masyarakat, upaya untuk mengatur penjualan global melalui ATT
adalah sebuah perkembangan yang disambut baik. Tapi menangani proliferasi senjata yang tidak
terkontrol di Afrika memerlukan keterlibatan stakeholders Afrika dan non-Afrika. Sementara
kampanye pengendalian senjata oleh Oxfam adalah langkah ke arah yang benar, keberhasilan
penggerak, dan pengurangan SALW yang tidak terkendali di Afrika akan bergantung pada
koordinasi lintas sektoral para stakeholders dan pihak yang berkepentingan di tingkat lokal,
nasional, regional, dan global.

Anda mungkin juga menyukai