Anda di halaman 1dari 2

Pungki Retnowati | 14010415130049 | Cyber Crime

Resume

Jurisdiction

Seperti yang kita ketahui bahwa kejahatan (crime) didalam cyberspace tidak mengenal
adanya jarak fisik antara pelaku dengan korban atau target kejahatan. Hal tersebut tentunya
sering kali menimbulkan masalah tersendiri menyangkut yurisdiksi. Sering kali menjadi
pertanyaan adalah apabila antara pelaku dan target berada di negara yang berbeda, maka
yurisdiksi manakah yang akan berlaku untuk mengadili pelakunya. Sebelum membahas lebih
lanjut mengenai yurisdiksi cyber crime perlu diketahui terlebih dahulu beberapa istilah berikut:

1. Prescriptive jurisdiction
Yurisdiksi preskriptif, juga dikenal sebagai subyek atau yurisdiksi legislatif, dibahas
dalam pasal 22 Konvensi Cybercrime. Ini menetapkan sejumlah basis di mana partai-
partai tersebut membentuk yurisdiksi.
2. Adjudicative jurisdiction
Yurisdiksdi ajudikatif dikenal juga sebagai kekuasaan pengadilan untuk mengadili
orang (subyek hukum) yang melanggar peraturan atau perundang-undangan .
3. Enforcement jurisdiction
kekuasaan negara untuk memaksakan atau menegakkan (enforce) agar subyek hukum
menaati hukum. Tindakan pemaksaan ini dilakukan oleh badan eksekutif negara yang
umumnya tampak pada bidang-bidang ekonomi, misalnya kekuasaan untuk menolak
atau memberi izin, kontrak-kontrak, dan lain-lain.

Cyber Crime merupakan suatu kejahatan yang sangat kompleks, lebih lebih jika
kejahatan ini menyangkut hal asing ( dua negara atau lebih ), maka untuk memudahkannya
dalam yurisdiksi cyber crime ini, terdapat beberapa prinsip yang perlu diketahui :

1. Yurisdiksi teritorial
Menurut prinsip yurisdiksi teritorial, negara mempunyai yurisdiksi terhadap semua
persoalan dan kejadian di dalam wilayahnya. Prinsip ini adalah prinsip yang paling
mapan dan penting dalam hukum internasional. Suatu negara memiliki yurisdiksi
terhadap semua orang, benda, perkara-perkara pidana atau perdata dalam batas-batas
wilayahnya sebagai pertanda bahwa negara tersebut berdaulat.
2. Yurisdiksi Personal
Menurut prinsip yurisdiksi personal, suatu negara dapat mengadili warga negaranya
karena kejahatan yang dilakukannya di mana pun juga. Sebaliknya, adalah kewajiban
negara untuk memberikan perlindungan diplomatik kepada warga negaranya di luar
negeri. Ketentuan ini telah diterima secara universal.
3. Yurisdiksi menurut Prinsip Perlindungan
Berdasarkan prinsip yurisdiksi perlindungan, suatu negara dapat melaksanakan
yurisdiksinya terhadap warga-warga asing yang melakukan kejahatan di luar negeri
yang diduga dapat mengancam kepentingan keamanan, integritas, dan kemerdekaan
negara. Penerapan prinsip ini dibenarkan sebagai dasar untuk penerapan yurisdiksi
suatu negara. Latar belakang pembenaran ini adalah perundang-undangan nasional
pada umumnya tidak mengatur atau tidak menghukum perbuatan yang dilakukan di
dalam suatu negara yang dapat mengancam atau mengganggu keamanan, integritas, dan
kemerdekaan orang lain.

Berbagai cara dilakukan oleh negara-negara untuk menyelesaikan permasalahan yurisdiksi,


namun apabila pelaku tindak pidana cyber berada di luar wilayah negara yang terkena dampak
paling besar, maka harus dipikirkan bagaimana cara membawa pelaku tersebut ke negara
tersebut. Cara yang biasa ditempuh oleh negara-negara adalah melalui jalur kerjasama
internasional. Berikut adalah bentuk kerjasama internasional yang di tempuh negara-negara
untuk membawa pelaku tindak pidana cyber agar dapat diadili di negaranya:

1. Ekstradisi dan Deportasi


2. Bantuan Timbal Balik (Mutual Legal Assistance)

Anda mungkin juga menyukai