Anda di halaman 1dari 3

Summary Bahan Bacaan Wajib

Donald Trump and America’s Grand Strategy : U.S. Foreign Policy Towards Europe,
Russia, and China by Klaus Larres

Setelah presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump resmi menjabat maka
administrasinya merupakan administrasi pada masa transisi. Anggapan bahwa pemerintahan
Trump akan memerlukan waktu yang lama untuk menata pemerintahan agaknya akan
menjadi kenyataan. Hal ini dibuktikan dengan terbaginya The Trump White House menjadi
dua fraksi yaitu sayap ideologikal dan fraksi yang lebih pragmatis, sedangkan Trump sendiri
tidak dapat menentukan dirinya akan memihak pada sayap yang mana. Namun, pemerintahan
Trump telah berhasil merumuskan kebijakan luar negeri AS yang komperehensive dan
merupakan “Grand Strategy” yang dimaksudkan untuk membuat tatanan global yang baru.
Politik luar negeri yang dirumuskan oleh pemerintahan Trump dikenal dengan “All About
US” dimana Trump akan lebih menekankan keamanan nasional dan kemakmuran AS.
Berbeda dengan pemimpin AS sebelum sebelumnya yang lebih menekankan demokrasi
tradisional dan nilai nilai kemanusiaan. Artikel ini membahas tentang kebijakan AS ke Eropa,
Rusia, Timur Tengah dan China.

 Prinsip Kebijakan Luar Negeri Trump


Kebijakan luar negeri Trump dianggap sangat tidak jelas meskipun pemerintahannya
telah berhasil merumuskan “Grand Strategy”, namun upaya untuk pencapaiannya
masih sangat jauh. Apa yang disebut sebagai Grand Strategy oleh pemerintahan
Trumpt tidak seperti pandangan dunia terhadap pemerintahan Trump. Hanya ada
beberapa langkah yang jelas (dan kontroversial tentunya) diantaranya : Penarikan AS
dari TPP dan pengajuan permintaan pada Kongres untuk peningkatan belanja
pertahanan oleh hampir 10 %. Dasar pemikiran pemerintahan Trump dalam
pembuatan kebijakan tidak pada nilai nilai yang dimiliki, tetapi terlalu naluri dalam
menanggapi kejadian kejadian yang terjadi. Tidak ada arahan atau strategi khusus.
Namun saat ini pemerintahan Trump sedang mengejar kebijakan utama “U-turns”
sebagai proses normalisasi pemerintahan Trump yag sesuai dengan nilai nilai
tradisional US. Yang lebih menjadi ciri saat ini adalah adanya battle antara fraksi
ideologis dan fraksi pragmatis, dimana fraksi ideologi menginginkan penurunan
birokrasi modern dan kembali ke Amerika jaman dulu serta melakukan supremasi
terhadap “orang putih – “biasa””. Sedangkan fraksi pragmatis mempunyai paham
bahwa Amerika merupakan pemimpin global yang tidak terbantahkan dengan
sentimen “America First”. Trump sendiri tidak dapat menentukan dimana dirinya
lebih berpihak, namun publik menilai saat ini bahwa Trump lebih condong ke fraksi
pragmatis dilihat dari kebijakan kebijakan luar negerinya yang telah diambil.

 Trump and the re-Emergence of Reality


Beberapa bulan setelah dilantik, Trump menghadiri Florida Summit yang juga
dihadiri oleh Presiden China, tepatnya April 2017. Hasilnya adalah Trump
menyatakan telah memperbaiki hubungan AS dan China terutama dalam rangka
mengurangi persenjataan nuklir. Namun, AS juga masih sering menuduh China
melakukan hal yang menguntungkan China saja dalam hal perdagangan. Trump juga
skeptis tentang keberlangsungan NATO. Publik beropini bahwa hal ini disebabkan
oleh adanya pembaharuan dukungan AS terhadap suatu aliansi. Pada masa
pemerintahan Obama, keadaan sangat stabil dan mudah ditebak. Tetapi Trump
memiliki rencana sebaliknya, fleksibilitasnya membuat dirinya bangga karena tidak
dapat ditebak. Yang lebih sering menggemparkan adalah cuitan Trump di twitter yang
membuatnya awkward ketika bertemu dengan para pemimpin dunia.

 Tillerson’s “America First” Foreign Policy


Rex Tillerson yang merupakan sekertaris negara menjelaskan kepada publik tentang
perspektifnya mengenai “America First”. Tillerson menjelaskan bahwa “America
First” masih tetap berfokus kepada keadaan yang lama, nilai yang lama namun
dengan gaya diplomasi yang baru menyesuaikan situasi sehingg membuat terlihat
lebih rumit. America First fokusnya meluas ke pembangunan nasional dan
kemakmuran ekonomi. Tidak seperti opini publik yang mengatakan “akan ada korban
lain demi tujuan AS”, melainkan “kemitraan antar mitra sangat penting dalam rangka
pencapaian ekonomi bersama”. Untuk masalah nilai AS yang menjunjung HAM,
Tillerson menjelaskan alasan mengapa pemerintahan Trump memecat HAM dalam
instrumen kebijakan luar negerinya. Adanya ketakutan akan keamanan nasional
membuat pemerintahan Trump menghindari pembelaan atas nama HAM.

 Europe, NATO, and Transatlantic Relations


Trump skeptis terhadap adanya suatu integrasi akan membawa hal yang berdampak
baik. Trump dinilai kurang memahami mengenai dampak nyata dari adanya integrasi
di Eropa. Bahkan Trump menilai langkah Britania Raya keluar dari Uni Eropa sebagai
hal yang “fantastis”. Trump menilai bahwa NATO sudang usang. Namun ia akhirnya
menyadari bahwa NATO merupakan satu satunya link yang dapat mengikat AS. Juga
peran NATO dalam menangani terorisme seperti Al Qaeda dan ISIS terutama setelah
kejadian 11/9.
Tidak ada kejelasan apakah kerjasama AS dan EU dalam TTIP (Transatlantic Trade
and Investment Partnership) akan tetap diteruskan atau tidak. Namun begitu Trump
masih menyarankan untuk kerjasama bilateral antara AS Jerman sedangkan EU
sendiri mewakilkan 28 negara dimana setiap negara tidak berhak bernegosiasi
kesepakatan bilateral perdagangan dengan negara ke 3.

[ INI DI TARO DIAKHIR, HABIS BAGIANNYA UPI ]

Pada artikel ini, penulis memberikan beberapa rekomendasi kepada pemerintahan Trump,
diantaranya :

1. Trump perlu berpihak kepada fraksi pragmatik diantara penasihat kebijakan luar
negerinya.
2. Nilai tradisional AS seharusnya menjadi dasar kebijakan luar negeri AS daripada
pencapaian tujuan keamanan nasional dan ekonomi yang sempit.
3. Persesuaian dengan China harus dilanjutkan namun tidak mengarah pada
marginalisasi isu isu tidak nyaman seperti HAM, perubahan iklim, dan kasus LCS.
Kesesuaian dengan China harus mencakup inisiasi baru untuk perundingan multi
partai dengan Korea Utara.
4. Sebagai masalah urgensi, administrasi Trump harus mulai sangat mendukung proses
integrasi Eropa.
5. Keterlibatan konstruktif yang konstruktif dengan Rusia harus terjadi atas dasar
menemukan solusi untuk perang saudara suriah dan konflik ukraina. Sanksi
seharusnya hanya dicabut saat hasil nyata telah dicapai.

Anda mungkin juga menyukai