Anda di halaman 1dari 2

Wettu tenrioloE engka onrong riasengE Borong, Tuoni ro pabbingkungE riaseng Bedullahi.

Iyanaritu
tuo syale-ale ri kalampang denaE na mabela pole ri galungna . Bedullahi monro syale-ale nasaba
hine na mate.

Pada jaman dahulu di sebuah daerah bernama Borong, hiduplah petani bernama Beddullahi. Dia
hidup sebatang kara disebuah gubuk tak jauh dari sawah garapan milik majikannya. Beddullahi hidup
menyendiri setelah isteri yang dicintainya meninggal. Sebelum isterinya meninggal, Beddullahi
sebenarnya tinggal bersama isterinya disalah satu kamar, di rumah milik majikannya. “Tempatilah
kamar ini bersama isteri kamu, daripada kamar ini tidak ada yang merawatnya,” kata majikan
Beddulahi suatu ketika.

Tinggal di gubuk, Beddullahi hanya ditemani suara dongi-dongi yang kadang menghibur dan temani
sepinya. Detik demi detik, siang berganti malam, dilewatkan Beddulahi seorang diri. Bila mentari
pagi mulai bersinar, dia mengerjakan tugas utamanya yakni mencangkul di sawah. Saat matahari
hendak ke peraduan, Beddullahi menghentikan pekerjaannya dan kembali ke gubuknya. Begitu
seterusnya.

Pekerjaannya sangat menguras tenaga dan butuh waktu lama untuk menggarap sawah majikannya
yang sangat luas. Untuk menyelesaikan cepat, sangat tidak mungkin. Beddullahi hanya bermodalkan
sebuah cangkul. Namun, dia tidak patah arang. Setiap selesai bekerja, Ia tidak pernah lupa berdoa
kepada yang kuasa agar diberikan kesabaran.

Pada suatu hari, seperti biasa, Beddullahi kembali bersiap memulai aktivitasnya menggarap sawah.
Ia kemudian ke belakang gubuknya hendak mengambil cangkul yang biasa digunakannya. Namun
betapa herannya Beddullahi. Cangkul yang biasanya dia gantung di belakang gubuknya hilang. Justru
yang didapatinya adalah seekor sapi jantan.

“Entah dari mana asalnya sapi ini”, katanya membatin. “Nama saya Rakkala, saya siap membantu
tugas-tugas kamu membajak sawah, Beddullahi”, Kata si Sapi. Beddullahi terperanjat kaget saat
mengetahui Sapi tersebut berbicara. “Kamu bisa bicara ya ?, asal kamu dari mana dan kenapa tiba-
tiba ada disini ?”, Tanyanya kepada Si Sapi bernama Rakkala.

“Saya adalah buah dari kesabaran yang kamu tunjukkan selama ini,” Jelas sapi jantan ini. Kemudian
Beddullahi, lagi-lagi bertanya kepada Rakkala. “ Bagaimana cara kamu bisa membantu saya ?”.
“Cukup kamu mencari batang kayu yang kuat dan ikatkan pada tubuh saya. Saya akan berjalan
mengelilingi sawahmu dan meratakan tanahnya,” Jelas si Rakkala.
Beddullahi pun melakukan apa yang diminta si Rakkala. Dan benar saja, sawah miliknya sudah rata
oleh si Rakkala dalam waktu yang tidak lama. Sawah Beddullahi pun siap ditanami padi. “Terima
kasih Rakkala. Kamu sudah meringankan pekerjaanku,” Kata Beddullahi singkat.

Sebagai tanda terima kasihnya kepada Si Rakkala, Beddullahi kemudian mengajaknya ke sungai
Barambang. Di sana dia memandikan Rakkala. Bahkan Beddullahi membuatkan kandang untuk
Rakkala dipinggir sungai Barambang. “Tinggallah disini, Rakkala. Kamu bisa mandi, bahkan berenang
di sungai sepuasnya,” Jelasnya.

“Kalau di gubukku tidak aman. Saya khawatir babi hutan akan mengincarmu. Kalau di sini babi hutan
tidak bisa mendekat, karena tempat ini dikelilingi batu yang mengandung belerang dan itu
pantangan bagi babi hutan,” Jelas Beddullahi lagi.

Keesokan harinya, Beddullahi ke sungai Barambang hendak menemui Rakkala. Namun betapa
terkejutnya Beddullahi, Rakkala tidak ditemuinya. Bahkan hilang bersama kandang yang sudah
dibuatnya. Justru yang muncul tiba-tiba di depannya adalah dua air terjun yang letaknya
berdampingan. Nah, bila anda berjalan-jalan ke Desa Batu Belerang dan Barambang, Kecamatan
Sinjai Borong, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, maka sempatkanlah mandi-mandi di air terjun
kembar Barambang-Batu Belerang. Air terjun ini adalah salah satu destinasi wisata di Sinjai.

Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Kisah Beddullahi dan Rakkala", Klik untuk
baca:

https://www.kompasiana.com/daengenal/54f345c97455137f2b6c6eff/kisah-beddullahi-dan-rakkala

Kreator: Daeng Enal

Kompasiana adalah platform blog, setiap konten menjadi tanggungjawab kreator.

Tulis opini Anda seputar isu terkini di Kompasiana.com

Anda mungkin juga menyukai