Anda di halaman 1dari 8

PAPER

Nama : Taufik Hidayat


NIM : 203515516080
Matkul : Sistem Birokrasi Indonesia
Dosen : Sirojudin Abbas, S.Ag., B.S.W., Ph.D
Tugas Minggu Kedua
Teori Birokrasi Max Webber
Dalam kehidupan kita selaku warga negara dan warga masyarakat selalu berhubungan
dengan birokrasi dan mungkin di antara kita ada yang pernah bahkan sering dikecewakan oleh
birokrasi karena urusan kita menjadi panjang dan berbelit-belit. Birokrasi ialah alat kekuasaan
bagi yang menguasainya, dimana para pejabatnya secara bersama-sama berkepentingan dalam
kontinuitasnya. Weber memandang birokrasi sebagai artiumum, luas, serta merupakan tipe
birokrasi yang rasional.
Weber berpendapat bahwa tidak mungkinkita memahami setiap gejala kehidupan yang
ada secara keseluruhan, sebab yang mampu kita lakukanhanyalah memahami sebagian dari
gejala tersebut. Weber tidak pernah mendefinisikan birokrasi secara jelas berdiri sendiri, tetapi
hanya mengemukakan ciri-ciri, gejala-gejala, proposisi-proposisi dan dari pengalaman yang ia
lihat sehari-hari. Dari kesemuannya ini para pembaca dapat menafsirkan pengertian birokrasi
yang dimaksudkan oleh Weber, termasuk karakteristiknya yang khusus, dipandang sebagai
bentuk birokrasi yang paling rasional. alah satu petunjuk bagi konsep umum Weber tampak
dalam identifikasinya terhadap jenis birokrasi patrimonial, di samping jenis birokrasi lain, yaitu
birokrasi rasional.
Birokrasi patrimonial berbeda dengan tipe birokrasi rasional. Birokrasi patrimonial
diangkat berdasarkan kriteria subjektif karena ada hubungan emosional dengan pejabat yang
mengangkat, sedangkan birokrasi rasional diangkat berdasarkan kriteria objektif, yakni syarat-
syarat yang sudah ditetapkan lebih dahulu sebelum seseorang masuk menjadi pegawai
pemerintah. Konsep tentang pejabat merupakan dasar bagi adanya birokrasi menurut Weber,
hal ini terlihat dari seringnya Weber dalam berbagai kesempatan menggunakan Beamtentum
(staf pegawai), sebagai suatu alternatif bagi pengertian birokrasi.
Walaupun Weber tidak mendefinisikan secara utuh tentang birokrasi tetapi dari ciri-ciri
yang dikemukakan pada berbagai kesempatannya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
“Birokrasi adalah suatu badan administratif tentang pejabat yang diangkat, dan membentuk
hubungan kolektif bagi golongan pejabat itu sebagai suatu kelompok tertentu yang berbeda,

1
yang pekerjaan dan pengaruhnya dapat dilihat dalam organisasi tertentu, khususnya menurut
prosedur pengangkatannya”. Dengan demikian, berarti bahwa dalam konsep umum tentang
birokrasi Weber, bukan hanya terdiri dari gagasan tertentu tentang kelompok, tetapi juga
gagasan tentang bentuk-bentuk tindakan yang berbeda dalam kelompok tertentu itu Weber
memandang birokrasi rasional sebagai unsur pokok dalam rasionalisasi dunia modern, yang
baginya jauh lebih penting dari seluruh proses sosial. Proses ini mencakup ketepatan dan
kejelasan yang dikembangkan dalam prinsip-prinsip memimpin organisasi sosial sehingga
memudahkan dan mendorong konseptualisasi ilmu sosial
Satu hal yang penting ialah memahami mengapa birokrasi itu bisa diterapkan dalam
kondisi organisasi negara tertentu. Dengan demikian tipe ideal memberikan penjelasan kepada
kita bahwa kita mengabstraksikan aspek-aspek yang amat penting yang membedakan antara
kondisi organisasi tertentu dengan lainnya. Menurut weber, proses semacam ini bukan
menunjukkan objektivitas dari esensi birokrasi, dan bukan pula mampu menghasilkan suatu
deskripsi yang benar dari konsep birokrasi secara keseluruhan, tetapi hanya sebagai suatu
konstruksi yang bisa menjawab suatu masalah tertentu pada kondisi waktu dan tempat tertentu.
Menurut weber tpe ideal birokrasi yang rasional itu dilakukan dalam cara-cara sebagai berikut
:
1. Pejabat secara rasional bebas, tetapi dibatasi oleh jabatannya
2. Jabatan disusun oleh tingkat hierarki dari atas ke bawah dan kesamping dengan
konsekuensinya berupa perbedaan kekuasaan.
3. Tugas dan fungsi masing-masing jabatan dalam hierarki itu secara spesifik berbeda satu
sama lain
4. Setiap pejabat mempunyai kontrak jabatan yang harus dijalankan.
5. Setiap pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi profesionalitasnya
6. Setiap pejabat mempunyai gaji termasuk hak untuk menerima pensiun.
7. Terdapat struktur pengembangan karieryang jelas
8. Setiap pejabat sama sekali tidak dibenarkan menjalankan jabatannya untuk kepentingan
pribadi
9. Setiap pejabat berada di bawah pengendalian dan pengawasan suatu sistem yang
dijalankan secara disiplin.

2
PAPER
Nama : Taufik Hidayat
NIM : 203515516080
Matkul : Sistem Birokrasi Indonesia
Dosen : Sirojudin Abbas, S.Ag., B.S.W., Ph.D
Tugas Minggu Keempat
Birokrasi Dalam Masa Pra Penjajahan
Birokrasi merupakan suatu sistem pengorganisasian negara dengan tugas yang sangat
kompleks. Max Weber sebagai ahli yang mencetuskan konsep birokrasi mengemukakan bahwa
birokrasi adalah suatu badan administratif tentang pejabat yang diangkat, dan membentuk
hubungan kolektif bagi golongan pejabat itu sebagai suatu kelompok tertentu yang berbeda,
yang pekerjaan dan pengaruhnya dapat dilihat dalam organisasi tertentu, khususnya menurut
prosedur pengangkatannya. Konsep birokrasi ideal Weber menekankan bagaimana seharusnya
mesin birokrasi itu secara profesional dan rasional dijalankan.
Birokrasi di indonesia masa kini tidaklah dapat dilepaskan dari latar belakang sejarah
perkembangannya. Budaya birokrasi di Indonesia terbentuk melalui proses sejarah yang
panjang. Dimulai dari zaman kerajaan-kerajaan tradisional, dilanjutkan dengan zaman kolonial
dan zaman pergerakkan sampai zaman revolusi. Birokrasi mulai membaik setelah Indonesia
merdeka. Proses sejarah yang panjang inilah sangat mempengaruhi dan memperkuat proses
terbentuknya birokrasi Indonesia.
Di dalam buku Zainul Djumadin menjelaskan birokrasi atau aparatur negara adalah
suatu gejala negara dan masyarakat modern yang tanpa itu sangat sukar dibayangkan
wujudnya. Dalam arti ini birokrasi adalah rasional, fungsional dan khirarkis dengan batasan
kerja yang jelas. Suatu mesin yang mengabdi dan mengurus masyarakat. Sifatnya sangat
objektif tanpa pandang bulu. Konsep organisasi birokrasi modern pertama kali muncul di Eropa
pada akhir abad ke-18, yakni pada masa revolusi perancis, khususnya dalam menghadapi
masyarakat majemuk.
Birokrasi Pada Masa Kerajaan Jawa
. Pola birokrasi di Indonesia pada zaman kerajaan adalah pendekatan birokrasi
patrimonial. Patrimonial digambarkan dengan birokrasi yang memiliki pola hubungan yang
condong kearah personal dan sangat pribadi (system paternalistic). Dalam pola ini hubungan
antar atasan dan bawahan bersifat paternalistik, artinya semua kekuasaan terpusat ditangan
Raja dan pegawai kerajaan hanya sekedar pelayan raja. Dahulu Raja menjadi seseorang yang

3
turut diagungkan oleh rakyatrakyatnya setelah tuhan. Raja adalah simbol kekayaan, semakin
seseorang memiliki kedekatan dengan sang raja, semakin besar pula kekuatan dan dominasi
kepemimpinannya.
Pada masa kerajaan Surakarta, aparat pemerintahan berperan sebagai pelayan raja.
Rakyat terbagi dalam tiga lapisan sosial. Yaitu, Santoso Dalem, mereka ini keluarga raja,
seperti kaum bangsawan dan pangeran. Mereka digolongkan lapisan penguasa. Lapisan kedua,
abdi dalem, yaitu para pegawai kerajaan. Lapisan sosial ketiga ialah kawula dalem, yaitu rakyat
biasa. Dalam khirarki kepemimpinan, raja sangat menonjol. Menurut konsep tradisional, raja
adalah “penerima wahyu kedaton” (anugrah tuhan yang menjadikan raja), yang berarti
kekuasaan yang diterima oleh raja adalah dari Tuhan. Kalau sekiranya ada yang membantah
atau membangkang terhadap raja berarti dia juga membangkang terhadap Tuhan. Raja
merupakan sumber kekayaan, makin dekat seseorang dengan raja makin besar kekuasaan dan
pengaruh kepemimpinannya
Birokrasi pada masa kerajaan jawa mataram struktur masyarakat nampak sangat jelas
terbagi dalam dua kelompok yaitu pihak pengabdi-pengabdi raja(abdi dalem dan priyayi) dan
pihak orang kecil (wong cilik) bukan pegawai, apakah petani, pedagang, pengrajin ataupun
apapun. Raja-raja menguasai saudara-saudra nya dan pegawai-pegawainya, dengan
menghadiahkan sejengkal tanah (appanages) yang meliputi beberapa desa, atau untuk pegawai
kecil diberi hak untuk menarik pajak kepada masyarakat. Penerima-penerima untuk raja itu
menunjuk wakil (bekel), yang selalu merasa petani, sejauh ia berani menyimpan hasilnya yang
diperkirakan tidak ketauan dan memberikan sisanya kepada bangsawan yang menjadi
pelindungnya.
Oleh karena pada masa kerajaan Jawa Kuno struktur masyarakatnya adalah raja,
priyayi, kaum petani dan pedagang. Raja dan juga para priyayi dimasing-masing wilayah
dianggap sebagai seorang umat yang dikaruniai hak ketuhanan yang mendapa tugas untuk
mengurus rakyatnya. Sebaliknya, rakyat itu pada umumnya dianggap sebagai milik dan benda.
Dan sebagai Pangreh Praja diwajibkan pandai mengasuh rakyatnya, mendidik rakyatnya,
mengenal rakyat dengan perantaraan pegawai-pegawai bawahannya, seperti Lurah dan Camat.

Birokrasi Pada Masa Kolonial Belanda

Pada birokrasi Kolonial Belanda, Jabatan yang dipegang oleh colonial Belanda disebut
dengan Binenland Bestuur sementara jabatan yang diperbolehkan Kolonial untuk dipegang
oleh kaum pribumi disebut dengan Pangreh Praja. Pangreh Praja diangkat sebagai Ambtenaar

4
yang digaji untuk kepentingan Belanda. Hal tersebut mengakibatkan sejenis feodalisme. Lalu
apa itu feodalisme? Feodalisme merupakan sebuah faham mengenai system pelimpahan
wewenang kekuasaan sosiopolitik dalam mengelola wilayah kekuasaannya yang dilakukan
oleh kalangan bangsawan. Feodalisme menjadi alat bagi pemerintah kolonial untuk
mengerahkan raja-raja dalam memungut hasil bumi dan jasa dari rakyatnya. Kontrol
pemerintah kolonial semakin menghilangkan peran politik raja dalam membuat kebijakan
pemerintahan secara umum.
Dengan adanya birokrasi kolonial tersebut, maka kedudukan dan kewibawaan kerajaan
nusantara secara otomatis semakin bergeser yang mengakibatkan Nusantara secara perlahan
semakin dikuasai oleh penguasa asing, mirisnya stafnya sendiri justru adalah warga pribumi
yang telah dibeli oleh Belanda. Dari sana kerajaan nusantara satu persatu runtuh dan dikuasai
sepenuhnya oleh Kolonial Belanda.
Birokrasi pada masa VOC maupun pemerintahan kolonial Belanda sistem birokrasi
diperintah secara otokratis, birokratis dan sentra listis, semua urusan pemerintah dipusatkan
pada satu tangan yaitu Geoverneur General yang berada dibogor. Gubernur Jenderal ini adalah
sebagai wakil kerajaan Belanda yang ditempatkan ditanah jajahan. Adapun dalam menjalankan
pemerintahannya, Gubernur Jendral membuat dua macam struktur birokrasi yaitu birokrasi
yang mengurus urusan orang-orang priyayi (Inlander), struktur masyarakat Hindia Belanda
pada masa itu adalah pertama, masyarakat Belanda dan masyarakat Eropa lainnya; kedua,
masyarakat timur asing yang terdiri dari orang-orang Tionghoa dan Arab; ketiga, adalah
masyarakat pribumi (Inlander). Perbedaan tersebut diatas membuat jurang pemisah yang lebih
tajam antara masyarakat dengan penguasa, melebihi pada masa kerajaan di Jawa.

5
PAPER
Nama : Taufik Hidayat
NIM : 203515516080
Matkul : Sistem Birokrasi Indonesia
Dosen : Sirojudin Abbas, S.Ag., B.S.W., Ph.D
Tugas Minggu Keenam
Birokrasi dan Kelompok Kepentingan (Interest Group)
Kelompok Kepentingan (Interest Group)
Kelompok kepentingan atau interest group merupakan salah satu kekuataan penting
dalam konfigurasi politik yang dalam tahap tertentu dapat membangun system politik,
kelompok kepentingan mendasari keberadaan politik kelompok-kelompok yang menekankan
system politik yang terdapat pluralism dan kompetisi dalam masyarakat. Kelompok
kepentingan berbentuk sebagai perkumpulan swadaya masyarakat yang memiliki tujuan untuk
dapat memberikan pengaruh pada keputusan politik agar pejabat publik untuk dapat bertindak
sesuai dengan suara atau kepentingan anggota kelompoknya.
Menurut Maurice Duverger, kelompok kepentingan merupakan suatu organisasi yang
terdiri dari sekelompok individu yang mempunyai kepentingan dan tujuan yang sama, serta
melakukan kerjasama untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah demi mencapai
kepentingannya. Menurut Gabriel Almond Kelompok Kepentingan adalah sekumpulan
manusia yang terorganisir yang memiliki tujuan yang sama dan berusaha mempengaruhi
kebijakan pemerintah sesuai dengan kepentingannya tanpa menghendaki jabatan politik
Dengan demikian kelompok kepentingan secara singkat dapat diartikan sebagai
sekumpulan individu yang terbentuk dan terorganisir atas dasar satu atau beberapa
kepentingan/interes yang sama dalam upaya mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah agar
sesuai dengan kepentingan yang diwakilinya, tanpa memiliki kehendak untuk memperoleh
jabatan publik.
Kelompok kepentingan pada hakikatnya dapat dibagi menjadi dua, yakni: Pertama,
kelompok kepentingan privat, dan kedua, kelompok kepentingan publik. Kelompok
kepentingan privat adalah kelompok kepentingan yang berusaha memperjuangkan
kepentingan-kepentingan anggota-anggota yang diwakilinya (golongan tertentu) dalam
konteks kehidupan umum seperti: Pengacara, dokter, akuntan, dosen, guru, hakim, pengacara,
serta golongan professional lain, termasuk juga para pekerja atau buruh. Sementara kelompok
kepentingan yang bersifat publik adalah kelompok kepentingan yang berorientasi

6
mempengaruhi pemerintah agar melakukan tindakan tertentu yang menguntungkan
kepentingan umum secara menyeluruh. Contoh dari jenis kelompok kepentingan ini adalah
geraka-gerakan sosial yang mengadvokasi isu-isu lingkungan, pendidikan, pertambangan,
perempuan, ketenagakerjaan, korupsi, kekerasan, perdagangan manusia, konsumen dan
sebagainya.
Praktek Tindakan Kelompok Kepentingan di Masyarakat
Kelompok kepentingan yang ada di masyarakat terbagi ke dalam 4 jenis, diantaranya
yakni sebagai berikut :
1. Kelompok Anomik, kelompok ini hanya berasal dari unsur masyarakat yang cenderung
dilakukan secara spontan dan partisipasinya bersifat non konvensional atas dasar sikap
frustasi tertentu (contoh; demonstrasi Ikatan Warga Kampung Pulo yang tergusur);
2. Kelompok Non Assosiasional, kelompok ini berasal dari latar belakang atau
identitasnya seperti keturunan atau etnik, regional, status dan kelas yang menyatakan
kepentingan yang sama (contoh; Forum Betawi Rempug, Persatuan Batak Bersatu,dll);
3. Kelompok Assosional, kelompok ini merupakan para aktivis secara resmi yang bersifat
formal dengan memiliki keanggotaan yang profesional, memiliki agenda, dan prosedur
kerja yang telah diatur. Kelompok ini beranggotakan orang-orang yang berasal dari satu
profesi yang sama, dengan tujuan spesifik untuk mewakili kepentingan anggotanya
(contoh; Serikat Buruh, Kamar Dagang dan Industri (KDI), Ikatan Dokter Indonesia
(IDI) dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
4. Kelompok Institusional, kelompok ini berasal dari basis profesi yang sama bersifat
formal serta berbadan hukum dan memiliki fungsi-fungsi politik atau sosial lain di
samping artikulasi kepentingan (contoh; Partai Politik, Organisasi Nahdatul Ulama,
Muhammadiyah, dsb).
Bagaimana Sistem Birokrasi dan Kelompok Kepentingan Dapat Bekerjasama
Birokasi merupakan suatu organisasi pemerintahan yang di dalamnya terdapat struktur
yang tersusun rapih dan terdapat praktik pengelolaan layanan bersifat hierarkis dan
terperinci sesuai fungsi dan tugas anggota suatu organisasi. Birokrasi sangat berkaitan
dengan kehidupan masyarakat hal itu yang membuat birokrasi selalu berhubungan dengan
kelompok kepentingan yang ada. Kelompok kepentingan sebagai wadah masyarakat dalam
menyampaikan aspirasi dan pendapat.
Dalam menjalankan tugasnya birokrasi memiliki kewajiban mengetahui pihak-pihak
yang harus mendapat pelayanan secara proporsional. Persoalan yang menyangkut hajat
hidup orang banyak merupakan titik sentral perhatian birokrasi agar tidak salah

7
menempatkan pihak stakeholder dalam pelaksanaan tugasnya. Ada dua kelompok penting
menurut Griffin (1996:113) yang ada di masyarakat setempat sekaligus melekat dalam
setiap birokrat, yakni local community dan interest groups (kelompok kepentingan). Dua
kelompok ini memiliki pengaruh dan bargaining position yang kuat sehingga
pengabaiannya dapat menyebabkan laju program pemerintah terhambat.
Kerjasama antara birokrasi dan kelompok kepentingan akan menghasilkan titik inti
birokrasi dalam menjalankan tugasnya yakni memiliki kewajiban mengetahui terkait
persoalan yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan pihakpihak mana saja yang harus
mendapat pelayanan secara proporsional. Heywood (2013) mengemukakan bahwa
setidaknya terdapat empat fungsi yang melekat pada birokrasi yaitu; fungsi administratif,
fungsi artikulasi kepentingan publik, fungsi stabilitas politik dan fungsinya sebagai
penasihat kebijakan.

Anda mungkin juga menyukai