Anda di halaman 1dari 22

PERBANDINGAN PEMIKIRAN PENDIDIKAN IBNU KHALDUN

DENGAN ZAINUDDIN LABAY

Oleh : Indah Sari

Pendahuluan

Manusia, sebagaimana khalifah fil ardli, diberdayakan oleh Allah SWT


untuk mengatur, merekayasa, dan mengolah sumber daya alam untuk kepentingan
semua orang, agar manusia bahagia dalam kehidupan ini dan di akhirat. Oleh
karena itu, manusia digambarkan sebagai makhluk yang berpikir. Akibatnya,
manusia mampu melahirkan ilmu pengetahuan (pengetahuan) dan teknologi, yang
merupakan atribut yang tidak dimiliki makhluk lain. Ilmu pengetahuan merupakan
salah satu modal terpenting untuk mencerna sumber daya alam agar umat manusia
dapat mewujudkan potensi penuhnya dalam mempelajari dan melayani Allah
SWT.
Salah satu tradisi umat manusia adalah pendidikan, yang bertujuan untuk
mempersiapkan generasi penerus untuk bersosialisasi dan beradaptasi dengan
budaya di mana mereka tinggal.. Pendidikan tidak hanya harus mengajarkan
informasi yang paling mutakhir, tetapi juga membentuk dan membangun sistem
kepercayaan dan karakter yang kuat pada setiap siswa agar mereka dapat
mencapai potensi penuh mereka dan menemukan tujuan hidup mereka.
Pendidikan terutama harus berfungsi sebagai katalisator untuk pertumbuhan. Ada
hubungan manusia dengan Tuhan Yang Mahakuasa, hubungan manusia dengan
manusia, dan hubungan manusia dengan alam adalah tiga hubungan utama
kehidupan manusia. Akibatnya, pendidikan nasional harus mampu menumbuhkan
dan meningkatkan kemampuan komunikasi, serta kesadaran masyarakat dan
kesadaran lingkungan.
Pancasila dan UUD 1945 menjadi landasan pendidikan nasional.
Pendidikan nasional terus dipupuk dan dikembangkan untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Bab II pasal 3, yaitu membangun orang-orang
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki karakter
yang mulia, sehat, berpengetahuan luas, cakap, kreatif, mandiri, demokratis dan
bertanggung jawab.1
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut maka peran
pendidikan sangat menentukan, terutama dalam pembentukan sikap
mental, karena sikap mental yang positif sangat dibutuhkan dalam rangka
proses alih generasi.7 Ibnu Khaldun dengan gagasan dan pemikirannya
yang cemerlang, dapat memunculkan generasi-generasi penerus
pemikir ilmu pengetahuan yang dapat kita saksikan bersama
dewasa ini dengan pemikiran-pemikiran yang terus berkembang sesuai
dengan perkembangan pemikiran pendidikan pada beberapa abad terakhir
ini. Dari beberapa wacana tersebut, jelaslah bahwa pendidikan Islam
adalah sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan
yang dibutuhkan oleh manusia. Disamping itu prinsip-prinsip Islam
menjadi dasar pendidikan Islam dan menjadi pedoman seluruh aspek kehidupan
muslim2

Biografi Ibnu Kladun dan Zainuddin Labay

Ibnu Khaldun adalah seorang filsuf sejarah yang hidup dari tahun 732 M (1332) di
Tunisia hingga 808 M di Mesir (1406 M). Nama Abu Zaid Abdurrahman Ibnu
Muhammad Ibnu Khaldun Waliyuddin al-Tunisi al-Hadramy al-Asbili al-full
Maliki namanya adalah Abu Zaid Abdurrahman Ibnu Muhammad Ibnu Khaldun
Waliyuddin al-Tunisi al-Hadramy al-Asbili al-full Maliki namanya adalah Abu
Zaid Abdurrahman Ia lahir dalam keluarga Andalusia di Silvia. Nenek
moyangnya berasal dari kafilah bani Wa-il yang tergolong kabilah Arab-
Yaman, yang diduga hijrah ke Andalusia para abad ke-3 hijriah. Ibnu
1
Pasaribu & B. Simanjuntak, Pendidikan Nasional (Tinjauan Paedagogik Teoritis),
(Bandung: Tarsito, 1982), hlm. 91.7 Abdul Khaliq dkk, Pemikiran Pendidikan Islam, (Semarang:
Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 5.
2
Syamsul Hidayat and Ana Nur Wakhidah, “Konsep Pendidikan Islam Ibnu Khaldun
Relevansinya Terhadap Pendidikan Nasional,” Profetika Jurnal Studi Islam 16, no. 1 (2015): 93–
102, https://journals.ums.ac.id/index.php/profetika/article/view/1836.
Khaldun dibesarkan di Tunis dan belajar ilmu-ilmu pengetahuan umum di zaman
itu. Ibnu Khaldun hafal al-Qur’an dan qira’at tujuh, dia mempelajari ilmu-ilmu
aqliyah dan filsafat dari filosof-filosof Maghribi2.

Berdasarkan keadaan historis ini, nama Ibnu Khaldun adalah penghujatan


terhadap kekek Khalid bin Usman, yang nama aslinya awalnya adalah Ibnu
Khaldun, Abd. al-Rahman. Ia sebelumnya dikenal sebagai "Ibnu Khaldun." Ibnu
Khaldun lahir di Tunis pada awal Ramadhan 732 H dari keluarga yang terlibat
dalam politik dan sains. Menurut perhitungan sejarawan, ini terjadi pada 27 Mei
1332 M. Kehidupan Ibnu Khaldun mungkin telah dibentuk oleh keadaan seperti
itu dalam keluarganya. Dunia politik dan keilmuan Ibnu Khaldun begitu saling
terkait. Kecerdasan otaknya juga harus disalahkan atas kemajuan
profesionalnya248. Perjalanan pendidikan Ibnu Khaldun dimulai di kota Tunis
selama 18 tahun (1332-1350).

Ayah Ibnu Khaldun adalah guru pertamanya, seperti kebiasaan di kalangan


Muslim pada saat itu, dan ia telah mendidiknya dengan mengajarinya dasar-dasar
Islam. Hal ini bisa dimaklumi karena Muhammad bin Muhammad, ayah Ibnu
Khaldun, memiliki tingkat pemahaman agama yang tinggi. Sayangnya, pendidkan
Ibnu Khaldun dari ayahnya berumur pendek, karena ayahnya meninggal pada
tahun 1349 M sebagai akibat dari virus Black Death. Kematian ayahnya ini
memiliki dampak tersendiri bagi Ibnu Khaldun, selain menjadi sumber dukacita
baginya. Keadaan keluarganya tampaknya memiliki dampak yang signifikan pada
pembentukan pikirannya. Nenek moyangnya telah menanamkan dalam dirinya
tradisi intelektual, sementara perkembangan dan kejatuhan dinasti Islam,
khususnya dinasti Umayyah dan Abbasiyah, memberinya kerangka kerja dan teori
ilmu sosial dan filsafat. Sebagaimana para pemikir Islam lainnya, pendidikan
masa kecilnya berlangsung secara tradisional. Artinya ia harus belajar membaca
al-Qur’an, Hadits, Sastra, dan Nahwu Sharaf dengan sarjana-sarjana
intelektual pada waktu itu.
Zainuddin Labay, adalah seorang penggerak Pendidikan, guru dan
sekaligus pemikir Islam yang berasal dari Padang Panjang. Dalam
sejarah hidupnya ia belajar, mengembangkan ajaran dan pemikiran Islam,
danmengabdikan dirinya sebagai guru dan redaktur majalah pemikiran di
kota Padang Panjang. Zainudin seorang pelopor pembaharuan Pendidikan
yang berpengaruh, sehingga banyak tokoh menyebutnya sebagai tokoh
terkemuka dalam dunia Pendidikan Islam10Zainudin Lebai lahir dari seorang
ibu Rafi‘ah berasal negeri IV Angkat Bukittinggi Kabapaten Agam dan
pindah ke Padang Panjang di negeri Bukit Surungan pada abad XVIII M.
Zainudin Labaymerupakan anak keempat dari lima bersaudara sukunya
Sikumbang dengan kepala suku bergelar Datuk Bagindo Maharajo11.
Bapaknya adalah seorang ulama di Panjang Panjang Bernama Syekh
Muhammad Yunus, yang masih ada berhubungan darah dengan Haji Miskin
yaitu salah seorang anggota Harimau Nan Salapan pada masa Perang
Paderi12.Zainudin Lebai ditinggal bapaknya Ketika berumur 17 tahun. Atas
permintaannya ia dimakamkan di Pada13ng Panjang. Sepeninggal Syeikh
Muhammad Yunus, Zainudin dibesarkan oleh ibunya Rafi‘ah dengan
bantuan kakaknya Kudi Urai bersama suami. Zainuddin Labay lahir pada hari
Kamis, tanggal 12 Rajab 1308 H/1890 M, ia mempunya 4 adik yaitu: Mariah
(1313-1375 H/ 1895-1972 M), Muhammad Rasad (1313-1376 H/ 1895-1956 M),
Rihanah (1316-1388 H/ 1898-1968 M), Rahmah (1318-1388 H/ 1900-1969
M) (Rasyad, 1991: 339) tambahan nama Labayyang melekat pada namanya
bukanlah nama kehormatan tertinggi dalam nama keluarga maupun nama
kehormatan dalam masyarakat Minangkabau, tetapi nama ini adalah nama yang
Zainudin kecil yang sematkan sendiri sejak ia berusia delapan tahun14. Tambahan
nama Labayselalu ia pakai dan para muridnya selalu memanggil dengan panggilan
demikian. Zainudin Labaymenikah pada usia 22 tahun dengan gadis pilihan
orang tuanya bernama Sawiyah yang berasal dari Bukit Surungan Padang
Panjang dari suku Panyalai. Pernikahan dikarunia, dua orang anak, sulung anak
perempuan yang bernama Zuraidah dan adiknya laki-laki bernama Tanius
Mathran Hibatullah. Dalam sejarah perjalanan hidupnya kemudian bercerai
dan menikah lagi dengan seorang gadis yang bernama Djaliah berasal dari
desa Jambu Gunung Padang Panjang. Dalam pernikahan yang kedua tidak
berlangsung lama karena istri kedua ini meninggal dunia dan belum
dikarunia anak. Disaat Zainudin Labay sedang giat-giatnya dalam gerakan
beliau meninggal dalam usia 34 tahun.

Pemikiran Pendidikan

1. Tujuan pendidikan

Ibnu Khaldun berpendapat bahwa tujuan pendidikan pertama-tama adalah


memberikan kesempatan kepada pikiran untuk aktif dan bekerja, karena dia
memandang aktivitas ini sangat penting bagi terbukanya pikiran dan
kematangan individu, kemudian kematangan ini akan mendapat faedah bagi
masyarakat, pikiran yang matang adalah alat kemajuan ilmu dan industri dan
sistem sosial. Karena ilmu dan industri lahir di dalam masyarakat disebabkan
oleh aktifitas pikiran insani ini. Sedangkan manifestasi terpenting dari
aktifitas pikiran ini adalah usaha mencapai ilmu pengetahuan. Ibnu khaldun
tidak memisahkan antara teori dan praktek, bahkan mengaitkan antara
keduanya secara bersama-sama untuk memperoleh keterampilan atau untuk
menguasai pengetahuan, dengan anggapan bahwa makhluk yang terbentuk
dari perolehan keterampilan atau penguasan pengetahuan, tidak lain
merupakan suatu perbuatan yang bersifat fikriah jasmaniah sehingga
pengetahuan yang didapat melekat dengan kuat (Sulaiman, 1987:32).
Menurut Ibnu Khaldun tujuan dunia akhirat harus dicapai, selanjutnya
pendidikan menurut Ibnu Khaldun harus sesuai dengan anak didik. Dalam
Kitab Muqaddimahnya Ibnu Khaldun menjelaskan berbagai macam ilmu
pengetahuan.
Penulis dapat menjelaskan bahwa tujuan pendidikan Islam menurut Ibnu Khaldun
dalam penjelasannya itu dapat dibagi kepada 2 bagian: 1.Tujuan pendidikan yang
berorientasi kepada akhirat. Ibnu khaldun menjelaskan dalam Kitab
Muqaddimahnya bahwa mengajarkan anak-anak mendalami Alqur’an
merupakan suatu simbol dan pekerti Islam, orang Islam memiliki Alqur’an dan
mempraktekkan ajarannya, dan menjadikan pengajaran, ta’lim, di semua kota
mereka. Hal ini akan mengilhami hati dengan satu keimanan dan memperteguh
keimanan, serta memperteguh keyakinan kepada Alqur’an dan Hadis.
2.Tujuan pendidikan yang berorientasi kepada duniawi, dalam
Muqaddimahnya juga Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa pendidikan
sebagai salah satu industri yang berkembang di dalam masyarakat. Ibnu
khaldun berpendapat bahwa industri ini berkembang di dalam masyarakat
manapun karena ia sangat penting bagi kehidupan inidividu didalamnya.
Pertama-tama berkembang industri yang sederhana asasi dan dibutuhkan di
dalam kehidupan seperti pertanian, pembangunan, pertukangan, pertukangan
kayu dan jahit menjahit. Hal ini merupakan ilmu praktis yang sifatnya
sederhana dan khas, sedangkan pekerjaan yang bersifat kompleks seperti
kedokteran, administrasi, dan kesenian. Tujuan pendidikan Islam menurut
Ibnu Khaldun yang pertama itu merupakan tujuan paling utama dan
pertama yang ditanamkan kepada individu, karena sesuai dengan Alqur’an yang
merupakan ajaran bagi seluruh aspek kehidupan manusia di alam raya ini
sekaligus Alqur’an dijadikan kurikulum pendidikan Islam. Ibnu
Khaldun dalam konsep pendidikannya akan membentuk suatu
masyarakat yang siap menghadapi perubahan sosial yang terjadi, sebab Ibnu
Khaldun tidak mementingkan pengajaran teoritis saja melainkan benar-
benar melakukan pembentukan kecakapan riil kepada masyarakat agar
hidup lebih baik. Ibnu Khaldun ingin menjadikan manusia hamba Allah yang
berakhlak baik sebagai khalifah di maka bumi. Ibnu Khaldun bermaksud
menjadikan pengabdi Allah menjadi paling bertakwa itu bukanlah orang
yang ahli dalam keagamaan saja, melainkan orang yang tahu dengan jelas dan
lengkap seluruh isi ajaran Allah dalam Alqur’an serta cakap melaksanakannya
ke dalam praktek kehidupan sehari-hari, baik selaku individu maupun selaku
warga serta mayarakat dan bangsa.3
3
Siti Rohmah, “Relevansi Konsep Pendidikan Islam Ibnu Khaldun Dengan Pendidikan Modern,”
Forum Tarbiyah 10, no. 2 (2012),
http://e-journal.iainpekalongan.ac.id/index.php/forumtarbiyah/article/view/384.
Sedangkan tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun
yakni;1)Mengasah kemampuan pikiran (akal) dan mempergunakannya
untuk aktif danbekerja.2)Melahirkan masyarakat yang berkebudayaan
dan membentuk peradaban. 3) Agar mampu memenuhi kebutuhan
hidupnya (memperoleh rizki).4) Meningkatkan keyakinan kepada
Allah dan mendekatkan diri pada-Nya. Tujuan pendidikan menurut Ibnu
Khaldun pun hampir samadengan para pemikir Islam lainnya. Seperti
yang telah dijelaskan oleh H.M. Arifin, (2008: 54), Tujuan pendidikan
Islam adalah perwujudan nilai-nilai islami dalam pribadi manusia
didik yang diikhtiyarkan oleh pendidik muslim melalui proses yang
terminal pada hasil (produk) yang berkepribadian Islam yang
beriman, bertakwa, dan berilmu pengetahuan yang
sanggupmengembangkan dirinya menjadi hamba Allah yang
taat.Tujuan pendidikan Ibnu Khaldun lebih bersifat realistis,
sehingga beliau menjadikan pendidikan bukan hanya bertujuan
meninggikan derajat manusia namun lebih kepada untuk dapat
membantu mencari lapangan pekerjaan. Kondisi pendidikan saat ini
pun lebih mengarah kepada pemikiran Ibnu Khaldun yakni untuk
menciptakan sumber dayamanusia (SDM).Banyak sekolah-sekolah yang
menawarkan berbagai promosi pekerjaan setelah lulus dan ketika
memilih jurusan untuk sekolah pun dikaitkan dengan lapangan
pekerjaan apa yang ingindiharapkan. SDM untuk kondisi masyarakat
masa kini,memang sangat dibutuhkan untuk mempertahankan
kehidupan selanjutnya. Namun, sebaiknya pendidikan pun juga ditujukan
untuk melaksanakan fungsi manusia sebagai khalifah dimuka bumi, untuk
beribadah dan untuk mencapai ridho Allah.Kedua, Pendidik. Menurut
Ibnu Khaldun, secara fitrahmanusia adalah makhluk sosial.
Seorang manusia pasti membutuhkan manusia lainnya untuk saling
menolong. Demikian halnya dengan pendidikan, seorang manusia
(peserta didik) membutuhkan orang lain (pendidik) untuk
mengajarinya hal baru.Menurut Ibnu Khaldun seorang pendidik yang
baik hendaknya: 1)mempunyai keahlian, dalam hal ini profesional
yaitu seorang pendidik telah menguasai bidang ilmu yang menjadi
tugas pokoknya. 2) Seorang pendidik tidak boleh menggunakan
kekerasan yang akan berakibat buruk pada peserta didik tersebut walaupun
itu berupa hukuman sekalipun. Pendidik seharusnya bersikap
dan berperilaku penuh kasih sayang kepada peserta didiknya. 3)
memiliki pengetahuan yang memadai tentang perkembangan psikologi
peserta didik.4
Memberikan kesempatan kepada pikiran untuk aktif dan bekerja, karena
aktivitas ini sangat penting bagi terbuka pikiran dan kematangan individu,
kemudian kematangan ini akan mendapatkan faedah bagi
masyarakat.Memperoleh berbagai ilmu pengetahuan, sebagai alat untuk
membantunya, hidup dengan baik di dalam masyarakat dan berbudaya.
Memperoleh lapangan pekerjaan, yang digunakan untuk memperoleh rizki.
Ada beberapa faktor yang dijadikan alasan untuk merumuskan
tujuan pendidikan yaitu: 1.Pengaruh filsafat sosiologi, yang tidak bisa
memisahkan antarmasyarakat, ilmu pengetahuan dan kebutuhan masyarakat.
Perencanaan ilmu pengetahuan sangat menentukan bagi perkembangan
masyarakat berbudaya.
Pendidkan sebagai aktivitas akal insani, merupakan salah satu industry yang
berkembang di dalam masyarakat, karena sangat urgen dalam kehiduapn
setiap masyarakat individu. Rumusan tujuan pendidikan dan faktor-faktor yang
dijadikan sebagai dasar pertimbangan menentukan tujuan pendidkan,
nampaknya masih ada kesesuaian dengan pendidikan pada masa kini.5

2. Kurikulum pendidikan
Jika dikaji secara seksama, maka Ibnu Khaldun mengadakan
pembagian ilmu atau klasifikasi ilmu kepada 3 yaitu: 1.Ilmu-ilmu filsafat
4
Syamsul Hidayat, “Pemikiran Ibnu Khaldun Tentang Pendidikan,” 2012,
http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/21855.
5
Hamam Burhanuddin, “Dekontruksi Pemikiran Ibnu Khaldun Tentang Pendidikan,” Edukasi 3,
no. 1 (2015): 699–718,
https://www.academia.edu/download/55015669/jurnal_STAI_Muhammadiyah_Tulungagung.pdf.
(‘ulumul ‘aqlyah) 15). Yaitu buah dari aktivitas pikiran manusia dan
perenungannya. Ilmu-ilmu itu bersifat alamiah bagi manusia, dengan
pandangan bahwa ia adalah Homo Sapiens (makhluk yang
mempunyai akal pikiran). Ilmu-ilmu ini tidak khusus bagi suatu
agama, tetapi berlaku bagi pemeluk agama lain, dan mereka sama
dalam menerima pengetahuan dan bahasannya, ilmu-ilmu itu terdiri
dari : logika, fisika dan ilmu alam, metafisika dan
matematika, geometri, ilmu ukur, aljabar, angka-angka faraoid dan
geometri, optika dan astronomi. 2.Ilmu tradisional, konvensional (Al
‘ulumu an naqlyah al wadliyah), meliputi ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu
qiroat, ushul fiqh, fiqh (takhlifi) badan dan qolbi, keimana, aqidah,
tasawuf dan ta’bir mimpi, ilmu kalam.3.Ilmu alat, ini terbagi menjadi
dua yaitu: ilmu alat yang membantu syariat seperti: ilmu lughot, ilmu
nahwu, balaghoh, dan lainya serta ilmu alat yang membantu ilmu aqilyah
seperti ilmu mantiq. Dari orientasi pemikiran Ibnu Khaldun
mengenai ilmu pengetahuan yaitu : 1.Tidak ada pemisahan antara ilmu
teoritis dengan ilmu praktik. Orientasi ini tampak pula ketika ia
menjelaskan bahwa “malakah” yang berbentuk pengajaran ilmu atau
pencarian ilmu keterampilan di dalam industry, tidak lain adalah buah
dari suatu aktivitas, intelektual fisik di dalam suatu waktu. Dengan
demikian pandangannya sejalan dengan pandangan terakhir yang
dicapai oleh pendidikan modern yang mengatakan bahwa belajar
harus melibatkan akal dan fisik secara serempak, dan belajar tidak akan
benar atau sempurna jika hal ini tidak terjadi. 2.Orientasi kepada
pengadaan keseimbangan antara ilmu agama dengan ilmu ‘aqliyah.
Meskipun dia meletakkan ilmu agama pada tempat pertama ditinjau
dari segi keguruannya bagi murid karena membantunya untuk hidup
dengan baik, namun dia juga meletakkan ilmu aqliyah pada tempat
yang tidak kurang, penting dari ilmu agama. Hal itu disebabkan ilmu
aqilyah dihasilkan dari aktivitas akal yang merupakan pemberian
Allah kepada manusia. Dengan demikian dia tidak meremehkan ilmu
agama atau merendahkan nilainya bagi murid. Bahkan dia tidak
memperlakukannya sebagai aspek rohaniah saja sebagaimana
dilakukan oleh para penulis muslim lainnya sebelum dia. Seperti al
Ghozali akan tetapi dia memandangnya sebagai ilmu yang
penting bagi kehidupan manusia yang utama dan biak, yang hanya
akan sempurna dengan adanya istiqomah khalqiyyah (kelurusan
kejadian) dan pengaturan lega. Demikian pula tidak
mengurangi hak aqliyah malahan dia meletakkannya pada taraf yang
sesuai dan menjelaskan kepentingannya yang kurang dari
kepentingan agama. 3.Orientasi kepada anggapan bahwa tugas mengajar
adalah alat terpuji untuk memperoleh rizki. 4.Orientasi menjadikan
pengajaran bersifat umum, mencakup aspek-aspek berbagai ilmu
pengetahuan, serta jauh dari spesialisasi sempit sambil memperdalam
ilmu alat seperti ilmu bahasa dan mantiq.27PenutupDekontruksi
pemikiran Ibnu Khaldun tentang pendidikan memberikan warna
yang baru dan banyak perbedaannya dengan pemikir-pemikir muslim
sebelumnya, dan ini menandakan kepada kita bahwa hasil pemikir-
pemikir dari masa ke masa akan berkembang terus, sesuai
dengan pertumbuhan pemikiran dan pengalaman serta perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian ilmu
pengetahuan akan berperan sebagai pengembangan potensi
manusia agar manusia dapat hidup dan berkembang dalam masa
yang terus berkembang sesuai dengan arus perkembangan zaman.
Juga sebagai potensi untuk mengolah bumi dan sumber daya alam
untuk kepentingan seluruh umat manusia agar manusia hidup layah dan
baik sebagai seorang manusia. Kehidupan layak dan baik akan
memacu manusia untuk menggunakan potensi tersebut untuk bekerja
dan beribadah kepada Allah sebagai tugas dan kewajiban untuk
mengemban amanah Allah. Oleh karena itu, potensi tersebut harus dapat
memerangi kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan karena
ketiga faktor tersebut merupakan musuh utama bagi manusia. Oleh
karena itu nabi Muhammad telah memberikan peringatan kepada kita
bahwa kemiskinan itu akan membawa kepada penyimpangan-
penyimpangan. Penyimpangan itu memasuki segala aspek kehidupan
manusia, baik dalam kehidupan social, politik, ekonomi, sosial budaya
serta bidang lainnya yang berhubungan dengan kehidupan manusia.
Oleh karena itu, Abdullah syalah al bakry, telah menyatakan perang
terhadap kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan.

3. Materi dan metode pembelajaran

Ibnu khaldun menetapkan bahwa metode mengajar, sebaiknya, harus


diterapkan dalam proses mengajarkan materi ilmu pengetahuan atau
mengikutinya (Guidance ancausile), karena dipandang pengajaran tidak
akan sempurna kecuali harus dengan metode itu. Maka seolah-olah metode
dan materi merupakan satu kesatuan, padahal ia bukanlah bagian dari materi
pelajaran, yang bukti-buktinya ditunjukkan dengan adanya kenyataan bahwa
dikalangan tokoh pendidikan terdapat metode-metode yang berbeda-
beda.Dapat dikatakan bahwa Ibnu Khaldun sebagai pendidik yang berkemampuan
mengajar berpendapat bahwa kedayagunaan metode yang dapat digunakan
untuk menyampaikan
pengetahuan kepada murid bergantung pada sejauh mana kematangan
persiapan guru dalam mempelajari hidup kejiwaan anak-anak didiknya.
Sehingga diketahui sejauh mana kematangan kesiapan mereka dan bakat-bakat
ilmiahnya.Maka jelaslah bahwa pendapat di atas sampai batas-batas tertentu
sesuai dengan pandangan ilmu pendidikan modern.
Pendidik dalam pandangan Ibnu Khaldun haruslah orang yang berpengetahuan
luas, dan mempunyai kepribadian yang baik. Karena pendidik selain sebagai
pengajar di dalam kelas, pendidik juga harusbisa menjadi contoh atau suri
tauladan bagi peserta didiknya.Ibnu Khaldun menganjurkan agar para guru
bersikap dan berperilaku penuh kasih sayang kepada peserta didiknya,
mengajar mereka dengan sikap lembut dan saling pengertian, tidak
menerapkan perilaku keras dan kasar, sebab sikap demikian dapat
membahayakan peserta didik, bahkan dapat merusak mental mereka, peserta didik
bisa menjadi berlaku bohong, malas dan bicara kotor, serta berpura-pura,
karena didorong rasa takut dimarahi guru atau takut dipukuli.
Dalam hal ini, keteladanan guru yang merupakan keniscayaan dalam
pendidikan, sebab para peserta didik menurut Ibnu Khaldun lebih mudah
dipengaruhi dengan cara peniruan dan peneladanan serta nilai-nilai luhur yang
mereka saksikan, dari pada yang dapat dipengaruhi oleh nasehat, pengajaran atau
perintah-perintah.b.Peserta didikBeliau menganjurkan agar guru-guru
mempelajari sungguh-sungguh perkembangan akal pikiran murid-muridnya,
karena anak pada awal hidupnya belum memiliki kematangan
pertumbuhan. Kata beliau:“Kita telah menyaksikan kebanyakan guru pada masa
itu tidak mengetahui metoda pengajaran dan cara penggunaannya, sehingga
mereka hadir di depan murid-muridnya dengan mengajarkan permasalahan yang
sulit dipahami, dan mereka menyuruh agar memecahkannya (menganalisanya)
dan mereka menduga bahwa cara demikian akan memperkembang
pengajaran dan mengandung kebenaran, padahal kemampuan menerima
pengetahuan di kalangan murid dan kematangannya, berkembang secara
bertahap. Itulah sebabnya murid mula-mula lemah pemahamannya
terhadap keseluruhan ilmu, kecuali dengan jalan mendekati dan
memperbaiki dengan menggunakan contoh-contoh yang dapat diamati dengan
pancaindera. Kesiapan dari kematangan murid tersebut berkembang setingkat
demi setingkat, bertentangan dengan problema ilmu yang dihadapkan
kepadanya. Dan proses pengalihan ilmu untuk mendekati, dengan cara
menganalisa problema tersebut, sehingga kemampuan untuk menyiapkan diri
mereka ilmu itu benar-benar sempurna, kemudian baru mendapatkan hasilnya”.
Menurut Ibnu Khaldun, mengajarkan anak-anak atau remaja hendaknya
didasarkan atas prinsip-prinsip pandangan bahwa tahap permulaan
pengetahuan adalah bersifat total (keseluruhan), kemudian secara bertahap,
baru terperinci, sehingga anakdapat menrima dan memahami permasalahan
pada tiap bagian dari ilmu yang diajarkan, lalu guru mendekatkan ilmu
itu kepada pikirannya dengan penjelasan dan uraian-uraian sesuai dengan
tingkat kemampuan berpikirnya anak-anak tersebut serta kesiapan
kemampuanmenerima apa yang diajarkan.Berikut ini metode-metode pengajaran
dan pendidikan yang ditawarkan Ibnu Khaldun
1.Metode Pentahapan dan Pengulangan (Tadarruj Wat Tikrāri)
Menurut Ibnu Khaldun, mengajarkan anak-anak atau remaja
hendaknya didasarkan atas prinsip-prinsip pandangan bahwa tahap
permulaan pengetahuan adalah bersifat total (keseluruhan), kemudian
secara bertahap, baru terperinci, sehingga anak dapat menrima dan memahami
permasalahan pada tiap bagian dari ilmu yang diajarkan, lalu guru mendekatkan
ilmu itu kepada pikirannya dengan penjelasan dan uraian-uraian sesuai
dengan tingkat kemampuan berpikirnya anak-anak tersebut serta kesiapan
kemampuan menerima apa yang diajarkan.Kemudian guru mengulangi lagi ilmu
yang diajarkan itu agar anak-anak meningkat daya pemahamannya sampai
kepada taraf yang tertinggi melalui uraian dan pembuktian yang jelas,
setelah itu beralih dari uraian yang global kepadauraian yang hingga tercapai
tujuan akhirnya yang terakhir, kemudian diulangi sekali lagi pelajaran
tersebut, sehingga tidak lagi terdapat kesulitan murid atau anak untuk
memahaminya dan tak ada lagi bagian-bagian yang diragukan.
Metode tersebut benar-benar sejalan dengan teori-mengajar yang terbaru
yang menyatakan bahwa pentahapan pemahaman anak memerlukan
pemahaman tentang perkembangan jiwa yang berlangsung secara berbeda-
beda bagi masing-masing anak. Dengan cara mengulang-ulangi akan
membawa anak kepada ketelitian yang menjadi salah satu faktor dari sistem
belajar praktis. Memang benar jika dikatakan bahwa mengulang-ulangi
berbuat sesuatu akan menimbulkan keseimbangan dan memudahkan pemantapan
ingatan dan menumbuhkan sistem berpikir yang teratur dalam jiwa anak.Psikologi
modern memandang bahwa pengulangan itu merupakan salah satu metode
belajar yang baik, karena dapat memperbaiki pengetahuan pada tahap
permulaannya yang sesuai dan benar dengan teori –kemampuan
menangkap perngertian menusia terhadap obyekpengalaman (seperti telah
diuraikan dalam teori Gestalt).
Teori pertama menetapkan bahwa manusia mengamti benda-benda dengan
secara keseluruhan pada permulaannya, kemudan semakin nampak
rinciannya. Teori demikian telah diungkap oleh Ibnu Khaldun sebelum teori
Gestalt, maka menjadilah totalitas pengetahuan anak pada permulaan
pengamatan, baru kemudian nampak rincian-rinciannya memang berlangsung
menurut tabiat akal-pikiran dalam proses pengamatan indrawi terhadap
benda-benda. Menggunakan Sarana Tertentu untuk Menjabarkan Pelajaran Ibnu
Khaldun mendorong kepada penggunaan alat-alat peraga, karena anak pada waktu
mulai belajar permulaannya lemah dalam memahami dan kurang daya
pengamatannya. Alat-alat peraga itu membantu kemampuan memahami ilmu
yang diajarkankepadanya, dan hal inilah yang ditekankan oleh beliau, karena
memang anak bergantung pada panca inderanya dalam proses penyusunan
pengalamannya. Dalam pekerjaan mengajar alat-alat peraga tersebut
merupakan sarana pembuka cakrawala yang lebih luas, yang berlawanan dengan
kebiasaan merumuskan kalimat-kalimat yang ditulis atau diucapkan, di samping
itu juga alat peraga ini menjadikan pengetahuan anak bersentuhan dengan
pegalaman indrawi yang hakiki.Maka dari itu makna yang terkandung di
dalam metoda ini adalah lebih memudahkan anak memahami pelajaran
dan mengurangi kesalahan daya penerimaan ilmu yang diajarkan serta
memperkecil pemahaman yang buruk, dan sebagainya.Jadi dengan demikian
Ibnu Khaldun mendahului zamannya dengan pendapat-pendapat beliau yang
terbukti sesuai dengan pandangan ilmu pendidikan modern.
Ibnu Khaldun mendorong agar melakukan perlawatan untuk menuntut ilmu
karena dengan cara ini murid-murid akan mudah mendapat sember-sumber
pengetahuan yang banyak sesuai dengan tabiat eksploratif anak, dean
pengetahuan mereka berdasarkan observasi langsung itu berpengaruh besar
dalam memperjelas pemahamannya terhadap pengetahuan lewat pengamatan
indrawinya.Pendidikan modern sekarang memperkuat pandangan Ibnu
Khaldun tentang perlunya widyawisata sebagai sarana yang besar artinya
dalam upaya mendapatkan pengetahuan secara langsung di lapangan dan
pengaruhnya kuat sekali dalam hati anak.
4.Tidak Memberikan Presentasi yang Rumit Kepada Anak yang Baru Belajar
Permulaan Hendaknya jangan mengajarkan anak-anak dengan definisi-definisi,
dan kaidah-kaidah ilmu pengetahuan, khsusnya pada permulaan belajar akan
tetapi seharusnya guru memulai dengan memberikan contoh-contoh yang mudah
dan membahas nas-nas serta mengistimbatkan (mengambil kesimpulan) yang
khusus. Pemahaman anak terhadap pengertian kaidah dan norma-norma
serta definisi-definisi berarti menghadapkan anak kepada kaidah-kaidah
ilmu yang bersifat menyeluruh dan menghadapkan kepada anak permasalah
(problema) ilmu secara sekaligus, hal ini jelas belum dapat dimengerti oleh
anak karena usianya yang belum matang, dan juga karena hal itu akan
menyebabkan akal pikirannya dibebani dengan kesulitan dan rasa malas,
bahkan memperkecil daya pikirnya yangakan berakhir pada apa ang
dinamakan “kelumpuhan akademis”. Hal demikian akan mengakibatkan anak lari
dari ilmu dan membencinya.Bukan ilmu yang salah, tetapi metodenya
yang buruk, karena tidak memperhatikan kecenderungan anak dan kesiapan
kemampuannya.
5.Harus Ada Keterkaitan Dalam Disiplin IlmuIbnu Khaldun mendorong agar
guru dalam mengajarkan ilmu kepada muridnya mengkaitkan dengan ilmu
lain, (jangan terpisah-pisah). Karena memisah-misahkan ilmu satu sama lain
menyebabkan kelupaan; hal ini diperkuat dengan uraian terdahulu tentang
perlunya mengajar dengan pengulangan sampai tiga kali tanpa terpisah-pisah
atau terputus-putus, agar memudahkan orang tidak lupa. Sebenarnya masalah
waktu itu sendiri yang memegang peranan apakah memperlancar atau
menghambat kemampuan memperoleh ilmu.Dalam hal ini Ibnu Khaldun tidak
setuju memisah-misah dan memotong-motong ilmu demi untuk memberikan
waktu istirahat dan memperbaharui semangat belajar, akan tetapi beliau
mengartikan bahwa akan menimbulkan kelupaan yang berkepanjangan
terhadap ilmu yang telah dipelajari. Jika terjadi pemutusan hubungan antara
ilmu-ilmu yang dipelajari dalam jangka waktu lama, akhirnya ia tidak dapat
mengkaitkan lagi dengan berbagai ilmu yang telah dipelajari.
6.Tidak Mencampurkan Antara Dua Ilmu Pengetahuan Dalam Satu WaktuIbnu
Khaldun menganjurkan agar guru tidak mengajarkan dua ilmu dalam satu
waktu kepada muridnya karen sebelum memperoleh salah satu
ilmu, akan mengakibatkan terpecahnya konsentrasi pikiran dan melepaskan
ilmu yang lainnya untuk memahami problmatikanya yang lailn. Hal ini
mengakibatkan kerugian dan kesulitan. Jika ia telah menyelesaikan satu ilmu,
maka ilmu itu menjadi sarana yang dapat menciptakan keberhasilan
memecahkan dan memahami problema-problemanya.Pandangan beliau tersebut
menunjukkan bahwa takhassus (spesialisasi) ilmu itu penting; karena tak
mungkin orang menguasai seluruh rahasia ilmu dari sekian banyak ilmu dan
memahami deetail-detailnya tanpa mentuntaskan studi ilmu itu. Begitu juga
pendapat beliau, bahwa tak mungkin mengajarkan anak dengan problema-
problema dari dua macam ilmu yang berbeda (dalam satu waktu berdasarkan
alasan yang telah diuraikan di atas).
7.Hendaknya Jangan Mengajarkan Al-Qur’an Kepada Anak Kecuali Setelah
Sampai Pada Tingkat Kemampuan Berfikir TertentuIbnu Khaldun mencela
keras kebiasaan yang berlaku pada zamannya, di mana pendidikan anak
tidak didasrkan atas metode yang benar. Karena anak diwajibkan menghafal
Al-Qur’an pada permulaan belajar berdasarkan alasan bahwa Al-Qur’an harus
diajarkan kepada anak sejak dini agar ia dapat menulis dan berbicara
dengan bahasa yang benar, dan al Qur’an depandang mempunyai kelebihan
yang dapat menjaga anak dari perbuatan yang rendah.Itulah kepercayaan para
pendidik masa itu mereka menerapkan cara-cara mengajarkan Al-Qur’an
dengan mewajibkan anak untuk menghapalnya tanpa mengetahui makna yang
terkandung di dalam ayat-ayat tersebut.Mereka berasumsi bahwa pada waktu
bersamaan menghapalkan Al-Qur’an dengan mewajibkan anak untuk
menghapalnya tanpa mengetahui makna yang terkandung di dalam ayat-
ayat tersebut. Mereka berasumsi bahwa pada waktu bersamaan
menghapalkan Al-Qur’an pada masa kanak-kanak secara dini akan
mengembangkan kemampuan belajar bahasa mereka
Oleh karena itu, Ibnu Khaldun menganjurkan untuk mengakhirkan
(menunda) menghafal Al-Qur’an sampai umur yang layak, sedangkan pendidikan
akhlak beliau tidak menganjurkan untuk mengakhirkannya dari sinilah nampak
jelas bagi kita perbedaan pendapat antara Ibnu Khaldun dengan pendapat
Reausseau, (seorang pendidik Perancis terkenal dan ahli sosiologi dan filsuf).
Dalam hal ini beliau mengatakan yang bernada membantah pendapat para
pendidik masa itu dengan argumentasinya sebagai berikut:“Al-Qur’an adalah
kalam Allah yang diturunkan yang tidak ada pengaruhnya terhadap bahasa,
sebelum anak memahami artinya, dan merasakan gaya-gaya bahasanya;
Juga Al-Qur’an tidak punya pengaruh lughawi dan maknawi kecuali setelah anak
mencapai tingkat tertentu dari kematangan berfikir (yang memungkinkan ia
memahami maknanya).”
8.Menghindari dari Mengajarkan Ilmu dengan Ikhtisarnya
Jika para tokoh pendidik sekarang menentang ikhtisar ilmu yang ditulis
dalam buku-buku dan melarang untuk dipakai di sekolah-sekolah, maka
tantangan demikian itu bukanlah baru, karena jauh sebelumnya Ibnu Khaldun
pernah menentangnya; sebab buku-buku ikhtisar yang menerangkan ilmu
pengetahuan dengan segala seginya, menurut beliau, dapat melemahkan
akal pikiran, dan mengacaukan sistem berpikir serta membuang-buang waktu
belajar murid. Pendidikan modern bersikap menentang (sebagaimana sikap
Ibnu Khaldun) terhadap pola dan metode pendidikan dengan sistem ikhtisar
(ringkasan)9.Sangsi Terhadap Murid Merupakan Salah Satu Motivasi
Dorongan Semangat Belajar (Bagi Murid yang Tidak Disiplin)Ibnu Khaldun
menganjurkan agar bersikap kasih-sayang kepada anak dan tidak
menggunakan kekerasan terhadap mereka, karena sikap kasar atau kekerasan
dalam mengajar membahayakan jasmani anak (atau murid).Jika anak
diperlakukan secara kasar dan keras, menjadi sempit hatinya, dan hilang
kecerdasannya, bahkan ia akan terdorong untuk berdusta, malas, dan berbuat
kotor, dan saat itu anak tidak dapat menyatakan apa yang tergetar dalam
hati kecilnya, akhirnya rusaklah makna kemanusiaan dalam dirinya sejak masa
kanak-kanak.

4. Sarana dan prasarana

Ibnu Khaldun mendorong kepada penggunaan alat-alat peraga, karena anak pada
waktu mulai belajar permulaannya lemah dalam memahami dan kurang
daya pengamatannya. Alat-alat peraga itu membantu kemampuan memahami
ilmu yang diajarkankepadanya, dan hal inilah yang ditekankan oleh beliau,
karena memang anak bergantung pada panca inderanya dalam proses
penyusunan pengalamannya. Dalam pekerjaan mengajar alat-alat peraga
tersebut merupakan sarana pembuka cakrawala yang lebih luas, yang
berlawanan dengan kebiasaan merumuskan kalimat-kalimat yang ditulis atau
diucapkan, di samping itu juga alat peraga ini menjadikan pengetahuan anak
bersentuhan dengan pegalaman indrawi yang hakiki.Maka dari itu makna
yang terkandung di dalam metoda ini adalah lebih memudahkan anak
memahami pelajaran dan mengurangi kesalahan daya penerimaan ilmu yang
diajarkan serta memperkecil pemahaman yang buruk, dan sebagainya.Jadi dengan
demikian Ibnu Khaldun mendahului zamannya dengan pendapat-pendapat
beliau yang terbukti sesuai dengan pandangan ilmu pendidikan modern

Pembaharuan Pendidikan Zainudin Labay

1.Rasionalisasi Nalar Surau atau PesantrenZainudin dengan bekal kegaguman


pada Moh. Abduh menulis buku pelajaran tingkat dasar dalam tajuk Empat
Serangkai Diniah,dibuku ini mempunyai struktur pembahasan yang berbeda
dengan buku yang biasa, lebih sistimatis dan bergaya tutur
modern.22Misalnya dengan menggunkan gaya tutur ala Moh Abduh tentang
transedenitas Tuhan Zainudin bertutur dalam bukunyayang disitir dalam
Burhanudin Daya23“Adapun pekerjaan Alloh sangat ajaibnya. Lihatlah
macam-macam mahluk yang dijadikan-Nya, berbagai-bagi kejaibannya.
Bolehkah pada pikirkan engkau bahwa Alloh Ta’ala yang Ajaib-ajaib
perbuatan-Nya dan yang membuat hidup mahluk-Nya itu akan tidak hidup.
Sekali-kali tidak boleh jadi. Tentu Tuhan Alloh itu hidup dan tidak mati.
Tetapi hidup-Nya tidak serupa dengan hidup kita.Struktur kalimat yang dibuat
sangat berbeda dengan model lama yang selalu menggunakan pendekatan
sifat Wajib-Nya, Jaiz-Nya dan Mustahil ketika menulis tulisan teologis.
Dengan berdasar model tulisan Moh Abduh24maka nalar trandental menjadi lebih
maju dibanding bahasan gaya surau yang terasa sangat doctrinal.Sama juga ketika
menulis tajwid maka yang dipakai pendekatan khiwar, dimana dimulai
dengan pertanyaan dan kemudian dijawab. Ini berbeda dengan tulisan
matan tajwid yang selama ini harus dihafalkan oleh siswa surau.Selain
dalam merumbak struktur Bahasa dalam Menyusun logika, Zainudin
Labayjuga menolak menggunakan hafalan dalam mempelajari Bahasa Arab.
Zainudin Lebai mendorong untuk memakai buku-buku kaidah Bahasa Arab yang
berlaku diMesir terutama pada tingkat dasar daripada memakai nahwu shorofyang
menggunakan pendekatan hafalan dalam bentuk nadhom, yang dianggap sangat
rumit25misalnya mengganti ajjurumiyahdengan Mabadi’ Arobiyyah. Dan
Zainudin LabayMenyusun kurikulum sendiri secara modern dengan
menggunakan tingkatan sekolah modern seperti kelas rendah,
kelesmenengah dan kelas tinggi dengan memperhatikan aspek sejarah dam
fiqh yang biasanya tidak sangat diperhatikan dalam model surau26.Dengan
menggunakan majalah atau koran berbahasa melayu dengan tulisan Arab
pegon, Zainudin Labaymelalui Munir al Manar giat melakukan kritik atas
berbagai masalah ke-Islaman di daerah Minangisue utama pada majalah yang
dipimpinya adalah membangun semangat ijtihad, anti terhadap tahayul dan bid’ah
serta merangsang kemajuan Pendidikan Islam27.Majalah Munir al Manar berbeda
dengan majalah lain yang semasanya oleh karena didalam majalah ini
menggunaakan pemikiran lintas mazhab. Al Munir yang terbit
sebelumnyamasih hanya terpakau pada mazhab Syafi’I tetapi majalah yang
digunakan Zainudin Labaydalam rubrik masalah-masalah kebanyakan sudah
dengan pendekatan fiqh muqorin. Ini adalah Langkah baru dan sekaligus
merupakan loncatan pemikiran para murid Haji Rosul dibawah kendali
Zainudin Labay. sehingga ide-ide modernisasi termasuk Pendidikan, pemikiran
pembaharuanZainudin Labaybergulir. Dengan menggunakan pengaruhkaum
muda,transformasi dan gagasan Zainudin Labaydilakukan dan akan sangat jelas
ketika Zainudin Labaymendirikan sendiri Lembaga Pendidikan Diniah School
di Pandang Panjang.2.Membuat managemen kelas yang modernLembaga
Pendidikan yang didirikan Zainudin LabayBernama DiniyahSchool. Sebagai
Lembaga dengan visi modern maka memperkenalkan sistem pendidikan
modern klasikal dan kurikulum yang teraturberdasarkan kurikulum yang berlaku
di Mesir28. Sebagai sekolah modern maka materi pendidikan yang ditawarkan
bukan hanya ilmu agama, akan tetapi juga ilmu yang berlaku di
pendidikangovernmentseperti bahasa asing, ilmu bumi, sejarah, dan
matematika.Sedangkan untuk kurikulum dalam mengajarkan ilmu-ilmu agama,
mengambil metode dan kurikulum yang berlaku di Mesir.Zainudin
Labaybanyak mengadopsigagasan pembaharuan pendidikan yang dikembangkan
Musthafa Kamal Pasya, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha29Untuk
memenuhi persyaratan sekolah modern makamurid-muridDiniyah
Schoolpada diseleksi untukmemenuhi syarat rata-rata umur30.Dalam rentang
umur siswa dimasukan dalam kelas yang sesuai dan kesangggupan berproses
secara intensif dalam jam yang teratur dan tempat yang secara husus sebagai
kelas.Misalnya kelas ibtidaiyah dimulai umur 4 tahunsampai umur 10
tahun.Dalam membagun system evaluasi tidak didasarkan kemampuan
berdasarkan penguasaan sesuatu ilmu akan tetapi diukur berdasarkan kelas
tersendiri31. Dalam keseharian diperlakukan seragam yang modern termasuk
para pengajar yang memakai baju formal berdasi dan tidak memakai peci.
Ketentuan tidak berpeci dumulai pada era menjadi guru pada surau Haji Rosul,
setelah mendapatfatwa untuk tidak wajibnya pakai peci

Antara usaha pembaharuan terbesar yang dilakukan oleh Zainuddin


Labay ialah memperbaharui sistem pendidikan Islam di Minangkabau.
Pembaharuan pendidikan Islam ini merupakan satu keinginan dan cita-cita
yang sudah lama beliau impikan untuk dilaksanakan kepada masyarakat Islam
Minangkabau. Hal ini kerana beberapa faktor yang mendorong beliau
menubuhkan Diniyah School,iaitu kehidupan masyarakat Minangkabau yang
kebanyakannya mengamalkan ajaran Islam berorientasikan pandangan
daripada fatwa para ulama dan gurumereka dan beranggapan bahawa fatwa
diajarkan merupakan sebahagian daripada ajaran agama yang tidak boleh diubah
dan diperhalusi.Selain itu juga, Zainuddin Labay melihat bahawa cara pendidikan
surau yang diamalkan dalam kalangan masyarakat pada masa tersebut sudah
kuno dan tidak lagi mengikuti perkembangan zaman.

Walaupun sistem pendidikan tersebut telah memberi impak dan sumbangan


besar kepada masyarakat Minangkabau, akan tetapi perubahan serta pembaharuan
dimasukkan untukmemajukan pendidikan Islam dan masyarakat Minangkabau
setaraf dengan pendidikan lain yang wujud pada waktu tersebut. Perubahan
tersebut perlumeliputi seluruh aspek yang wujud dalam sesebuah institusi
pendidikan seperti prasarana, kaedah pembelajaran dan pengajaran, guru serta
bahan-bahan pengajaran (Arnelis etal.,2016: 5). Steenbrink (1986: 27)
berpendapat institusi pendidikan yang adapada masa dahulu tidak mampu
membimbing masyarakat untuk kehadapan dan berfikiran lebih maju. Oleh
itu, satu pembaharuan mesti dilakukan bagi merubah cara perlaksanaan
pendidikan Islam.

Setelah Zainuddin Labay melihat dan menyaksikan pelbagai bentuk pendidikan


kepada masyarakat yang kebanyakannya mendorong keadaan masyarakat
menjadi tidak baik, lantasmuncul niat dan kemahuan kuat untuk
memajukan pendidikan mereka supayadapat memperbaiki pegangan agama dan
moral mereka. Diniyah Schoolmerupakan hasil besar yang dapat dilihat daripada
gerakan pembaharuan dalam bidang pendidikan Islam. Sekolah ini telah diasaskan
oleh Zainuddin Labay al-Yunusiyyah dan bertempat di Padang Panjang pada
tahun 1915M. Sekolah ini diinspirasikan daripada sistem pendidikan Islam di
Mesir.Dalam konteks ini, kewujudannya merupakan suatu usaha untuk
memajukan sistem pendidikan Islam secara tradisional menjadi sebuah
pendidikan Islam moden yang dapat bergerak selari dengan zaman (Edwar,1981:
35). Menurut Steenbrink (1986: 44), Diniyah Schoolmerupakan sebuah
institusi yang digunakan dalam proses mengajar dan belajar. Sekolah ini
tidak lagi menggunakan sistem pendidikan surau yang berbentuk klasik
malahan semua murid sudah mula belajar dengan menggunakan kerusi, meja
dan papan tulis. Antara pembaharuan pendidikannya ialah sistem pembelajaran
yang bersifat moden, subjek pembelajaran meliputi ilmu agama dan umum serta
kurikulumnya sudah disusun dengan teratur. Bagi bidang agama, sistem
pembelajarannya diinspirasi daripada sistem pembelajaran yang dilaksanakan di
Mesir. Sementara untuk bidang umum, ia cenderung mengambil sistem
pembelajaran yang dikembangkan oleh Mustafa Kemal Pasha, Muhammad
Abduh, dan Rashid Rida.

Anda mungkin juga menyukai