Anda di halaman 1dari 3

pengetahuan kecuali sedikit." IV. Sifat dan Kondisi Jiwa A.

Sifat Jiwa Manusia Al-Qur'an Al-Karim adalah


kitab yang diturunkan Allah sebagai petunjuk bagi jiwa manusia. Ia berbicara pada jiwa dan meng-
arahkannya. Dengan adanya arahan ini, maka manusia dapat mengungkap rahasia-rahasia jiwanya,
karakteristiknya, dan sifat-sifatnya yang baik dan yang buruk. Sifat yang paling menonjol yang
diprioritaskan pada tema ini adalah: a. Jiwa dapat Menerima Kebaikan dan Keburukan Allah Ta'ala
memberikan pada jiwa manusia karakteristik herupa kemam- puan untuk mengetahui yang baik dan
yang buruk, dan membedakan keduanya, serta kesiapan untuk melaksanakan ke- duanya. Firman Allah
Ta'ala, ‫" ونفس وما سوتها المتها جورها وتكونها‬Dan demi jiwa serta penyempurnaannya, maka Kami ilhamkan
kepadanya jalan kefasikan (dosa) dan takwa." (QS. asy- Syams [91]: 7-8) "Dan Kami telah menunjukkan
kepadanya dua jalan." (QS. al-Balad [90]: 10) Maksudnya, kami telah menjelaskan kepadanya dua jalan,
yaitu jalan yang baik dan jalan yang buruk. ‫" ) انا مدينة أشيل إما شاكرا وإما كفورا‬Sungguh, telah Kami tunjukkan
jalan yang lurus, ada yang bersyukur dan ada yang kufur." (QS. al-Insaan [76]: 3) Ayat-ayat yang mulia
tersebut meng- isyaratkan akan adanya tabiat manusia yang dapat menerima kebaikan dan ke- burukan.
Ia juga dibekali kesiapan untuk melaksanakan keduanya. Ia juga mampu membedakan keduanya, serta
mampu mengarahkan jiwanya pada kebaikan dan atau pada keburukan. Ia bertang- gung jawab
terhadap akal yang diberikan oleh Allah, yang di dalamnya terdapat potensi kesadaran yang mampu
memilih dan mengarahkan diri, dan itu akan di- perhitungkan di akhirat kelak. Dengan demikian, jiwa
bersifat me miliki berbagai kondisi. Kadang-kadang ia tergoda, tergelincir, dan terjerumus, dan kadang
menyesali diri karena mela- kukan keburukan. Kadang menyuruhnya berbuat kebaikan, tapi kadang pula
berada dalam dua kondisi tersebut. Penting kiranya dibahas di sini me- ngenai tabiat manusia yang
menjadikan- nya terkadang cenderung kepada syah- wat jasmani hingga dikuasai olehnya. Namun
terkadang di saat sudah dikuasai oleh syahwat, ia merespon seruan spiri- tual dan kembali mengikuti
fithrahnya, serta menjalani tabiat yang membuatnya dibedakan oleh Allah atas semua makh- luk.
Sebenarnya sumber kejahatan dalam kehidupan manusia bukanlah disebab- kan oleh tubuh (raga, fisik),
juga bukan karena merespon dorongan-dorongan- nya. Kejahatan itu akan timbul jika tu- buh
mengambil posisi sebagai pemimpin jiwa manusia yang mengikat. Maka ia akan kehilangan cahaya
spiritual yang terang, dan manusia akan jatuh pada tingkat yang terburuk yaitu tingkatan hewan, karena
ia tidak menggunakan kemampuan spiritualnya. Allah Ta'ala su- dah mengingatkan dalam firman-Nya,
"...mereka memiliki hati tapi tidak diper- gunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), mereka
memiliki mata (tapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda- tanda kekuasaan Allah), dan mereka
me- miliki telinga tapi tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mere- ka seperti
hewan ternak, bahkan lebih se- sat. Mereka itu orang-orang yang lalai." (QS. al-A'raaf [07]: 179) Maka ia
lebih sesat dari hewan, ka- rena hewan tidak memiliki tingkatan spiritual, juga tidak memiliki kemam-
puan tersebut. Namun hewan berada dalam fithrahnya yang menjadi tabiat untuk melakukan sesuatu
yang biasa di- lakukannya. Jika saja Allah Ta'ala menghendaki, maka ia dapat menjadikan satu jalan saja
bagi seluruh manusia, yaitu jalan petunjuk. Akan tetapi kehendak Allah menentukan manusia tidak
dipaksa un- tuk mengerjakan sesuatu, namun men- jadikannya memiliki tabiat khusus yang disertai
dengan petunjuk dan kesesatan. Dengan tabiat khususnya ini, manusia menunaikan peranannya di alam
yang dibebankan Allah kepadanya ini, dan ia akan dibalas dengan siksa di neraka jika mengikuti jalan
kesesatan. Firman-Nya dalam Al-Qur'an, ‫اس‬ ِ َّ‫ق ْالقَوْ ُل ِمني َأل ْمَأَل َّن َجهَنَّ َم ِمنَ ْال ِجنَّ ِة َوالن‬
َّ ‫َولَوْ ِش ْلنَا ال نينا ُكل نَ ْف ٍسس هُدَنهَا َولَ ِكن َح‬
َ‫" )َأجْ َم ِعين‬Seandainya Kami mau, sungguh, akan Kami beri petunjuk kepada seluruh jiwa. Akan tetapi Kami
menentukan untuk me- menuhi jahanam dengan jin dan manusia." (QS. as-Sajdah [32]: 13) Jiwa manusia
memiliki kehendak bebas, dan ini merupakan sifat terpen- ting dari sifat-sifat jiwa dan karakteris- tiknya.
b. Memiliki Sifat yang Saling Bertentangan Salah satu keajaiban penciptaan manusia adalah adanya sifat-
sifat yang saling bertentangan dalam jiwa mereka. Pasangan sifat yang paling menonjol di antaranya
adalah, takut dan harap, cinta dan benci, positif dan negatif, dan lain- lain. Sifat-sifat yang saling
bertentangan ini melaksanakan fungsinya dalam mengikat manusia dengan kehidupannya. Pada saat
yang sama, sifat-sifat tersebut akan meluas jangkauannya, dan sisi- sisinya akan bertambah banyak,
sehingga tidak terbatas pada satu titik saja. Dengan demikian manusia menjadi satu individu yang
istimewa, tumbuh bagai mukjizat yang menakjubkan, dalam paduan gumpalan tanah dan tiupan roh.
Penafsiran kita terhadap jiwa bisa keliru bila kita hanya terfokus pada satu sisi sifat-sifatnya itu dan
mengabaikan sisi lainnya. Sebab, jiwa itu melakukan aktifitas dengan seluruh sifatnya. Maka setiap
penafsiran yang parsial adalah tafsir yang cacat dan keliru. Di antara sifat-sifat ini adalah takut dan
harap. Jiwa dengan tabiatnya tersebut dapat menjadi takut dan berharap. Takut dan harap itu keduanya
mengarah pada kehidupan. Keduanya membatasi tujuan, perilaku, penampilan, dan pemikiran manusia.
Dengan kadar rasa takut dan jenis rasa takutnya, juga dengan kadar pengharapan dan jenis
pengharapannya. kemudian jiwa memilih cara hidupnya. Kedua sifat yang saling berlawanan merupakan
sifat paling dominan dalam jiwa manusia, kemudian diikuti oleh pa- sangan sifat 'cinta' dan 'benci. Saat
kon- disi jiwa manusia sedikit merasa aman dari rasa takut, bahkan berhasil keluar dari rasa takut ini,
maka tumbuhlah hubungan-hubungan dengan orang- orang di sekelilingnya. Allah Ta'ala telah memberi
petunjuk dengan ayat-ayat Al-Qur'an Al-Karim mengenai kondisi psikologis ini dan membenahynya. Al-
Qur'an menjelas- kan bahwa terdapat ketakutan-ketakutan palsu yang tidak ada ujung pangkalnya.
Demikianlah Al-Qur'an membebaskan jiwa dari rasa takut yang merusak dan pengharapan yang
menyimpang, serta mengarahkannya pada orientasi yang benar untuk menghadapi kehidupan dengan
cara yang bermartabat, serta tenang dalam menerima ketentuan (tak- dir) Allah. Sedangkan sifat 'cinta'
dan 'benci' meliputi cakrawala yang luas di dalam jiwa, dan di dalam kehidupan. Manusia mencintai
dirinya, juga cinta terhadap segala sesuatu yang dapat memuaskan syahwatnya, memberi kelezatan dan
kepuasan harta benda, serta pangkat dan jabatan. Firman Allah Ta'ala, ‫إن اإلنكن لربه لكنوه ) َوِإنَّهُ عَلى ذلك لشهيد‬
‫" ) َوِإنَّهُ لِحُبْ ال َخي ِْر لَ َش ِدي ُد‬Sungguh, manusia selalu ingkar kepada Tuhannya. Dan sungguh, manusia me-
nyaksikan (sendiri) keingkarannya, dan ia sangat kikir karena cintanya pada harta." (QS. al-'Aadiyaat
[100]: 6-8) Manusia juga akan senantiasa mem- benci segala rintangan, baik rintangan yang nampak
maupun yang tidak nam- pak, yang dapat menghentikan keingin- an untuk memuaskan hasrat. Ia juga
kikir atas harta dan kenikmatan lainnya, karena takut kehilangan hasrat dan syah- watnya. Firman-Nya,
‫وأخيري األنفس الشبح ال‬

"Dan diciptakan pada jiwa sifat kikir." (QS. an-Nisaa [04]: 128) Ayat-ayat Al-Qur'an telah menjelas- kan
bahwa jiwa itu memiliki hawa nafsu, yaitu segala sesuatu yang dicenderungi (dikehendaki) berupa
hasrat, kebutuhan, kenikmatan, dan kelezatan. Firman Allah Ta'ala, ‫ان بليمون إال القن وما تهوى األنفس ولقد ماتهم‬
"Mereka hanyalah mengikuti prasangka dan yang diinginkan oleh hawa nafsu mereka. Sungguh, telah
datang kepada mereka petunjuk dari Tuhan mereka." (QS. an-Najm [53]: 23) Allah menjelaskan bahwa
manusia selayaknya berpegang teguh kepada hu- kum Allah, karena keterikatan kepada syahwat dapat
menghancurkan dan membinasakan jiwa. Cinta yang hakiki bagi jiwa adalah dengan menjalankan arahan
yang dapat membuatnya bahagia di dunia dan akhirat, serta menjaganya dari rendahnya penghambaan
terhadap syahwat. Allah Ta'ala berfirman, ‫ ونهى النفس من القوى االن ْال َجنَّةَ ِه َي ْال َمْأ َوى‬،‫) وأما من خاف مقام ربه‬
"Adapun orang-orang yang takut pada kedudukan Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa
nafsunya, maka sung- guh, surgalah tempat kembalinya." (QS. an-Naazi'aat [79]: 40-41) "Barang siapa
yang menghindarkan diri dari sifat kikir, maka merekalah orang- orang yang beruntung." (QS. at-Taghaa-
bun [64]: 16) Banyak orang yang cenderung meng- hina orang lain dan membencinya karena menuruti
hawa nafsu. Memang, jiwa juga merupakan tempat bagi berbagai sifat tercela, yang terus keras
dibenahya oleh Islam. Di antara sifat tercela yang paling menonjol adalah sifat sombong dan tinggi hati
terhadap orang lain. Fir man Allah ta'ala,‫" ) لَقَ ِد ا ْستَ ْكبَرُوا فِي َأنفُ ِس ِه ْم َوعَوْ ُعنُوا َكبِيرًا‬Mereka memandang besar
(sombong) diri mereka..." (QS. al-Furqaan [25]: 21) Demikian pula dengan dengki, se- perti difirmankan
oleh-Nya, 0 ‫" خدا بن علي القيهم‬Karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri..." (QS. al-Baqarah [02]:
109) Demikian pula dengan aneka penya- kit kejiwaan lainnya, yang akan dibahas pada pembahasan di
pembahasan selan- jutnya, insya Allah. c. Tingkat Pengetahuan yang Berbeda- beda 30 Ayat-ayat Al-
Qur'an membuktikan bahwa pengetahuan pada jiwa manusia itu memiliki perbedaan tingkat, dan itu
merupakan salah satu sifat jiwa manusia. Pada tingkatan yakin, Al-Qur'an telah menyifatkan kondisi
psikologis bagi Fir'aun dan kaumnya di hadapan ayat- ayat yang dibawa oleh Musa as. Firman Allah
Ta'ala, ‫" ومدن بها واستمتها المهم طلبا وللوان‬Dan mereka mengingkarinya karena ke- zaliman dan kesombongan
(mereka) pa- dahal mereka meyakini (kebenaran) nya." (QS. an-Naml [27]: 14)Pada tingkatan prasangka
(zhan) yang batil, Al-Qur'an menyifatkan kon- disi orang-orang munafik pada perang Chud. Firman Allah
Ta'ala, ‫" وطاقة قد أمتهم أنهم يحلون هللا خير‬...dan kelompok yang benar-benar me- mentingkan ciri sendiri.
Mereka berpra- sangka yang tidak benar kepada Allah dengan prasangka jahiliyah..." (QS. Ali 'Imraan
[03]: 154) Di antara kedua tingkatan ini -tinggi dan rerdah- terdapat beberapa tingkat pengetahuan yang
merupakan sarana untuk mengetahui jalan dosa dan jalan takwa. d. Kemampuar Menyembunyikan
Tujuan dan Perasaan Salah sat sifat jiwa adalah mampu menyembunyikan tuntutan dan perasaan dalam
dirinya. Sifat ini dinyatakan oleh beberapa ayat Al-Qur'an Al-Karim, di antaranya firman Allah Ta'ala, ‫الفقرة‬
‫" في القيهم ما ال يلون النارية‬...mereka menyembunyikan di dalam diri mereka sesuatu yang mereka tidak nam-
pakkan kepadamu..." (QS. Ali Imran [03]: 154) ‫هللا أن بأن بالفتح أو لترين ميه فيصبحوا على ما أثرها في القسم الدورات االم‬
"...maka boleh jadi Allah akan menganug- rahkan kemenangan (kepada Resul-Nya), atau suatu
keputusan dari sisi-Nya. Maka. kemudian mereka akan menyesal atas se- suatu yang mereka
sembunyikan dalam diri mereka." (QS. al-Maa'idah [05]: 52) ‫أسرها بوست في ليون تم ابوها لهم قال هللا من تكال وهللا‬
‫" أعلم بما تصلوات هللا‬...maka Yusuf menyembunyikan kejeng- kelan itu dalam dirinya dan tidak menam
pakkannya kepada mereka..." (QS. Yuu- suf [12]: 77) Allah telah menerangkan sendiri bahwa Dia
mengetahui segala yang di- sembunyikan di dalam diri (jiwa) sese- orang. Jika jiwa menyembunyikan
suatu kejahatan dan maksiat dari manusia, maka sebenarnya ia tidak tersembunyi dari Yang
Mahamengetahui hal-hal gaib. Firman Allah, ‫" ) واعلموا أن هللا يعلم ما في أنفسكم بالذروة َوا ْعلَ ُموا َأ َّن هَّللا َ َغفُو ٌر َعلِي ٌم‬Dan
ketahuilah, bahwa Allah mengetahui segala yang ada dalam hatimu, maka to- kutlah kepada-Nya. Dan
ketahuilah bahwa Allah itu Mahapengampun dan Mahaka- sih." (QS. al-Baqarah [2]: 235)

Anda mungkin juga menyukai