Anda di halaman 1dari 3

Lomba Khitobah

“ Menjadi Makhluk Yang Mulia “

Innal hamdalillahi nahmaduhu wa nasta iinuhu wa nastaghfiruhu wa na’uudzubillaahi min


syuruurt anfusinaa wa min sayyiaati a’maalinaa mayyahdihillaahu falaa mudhillalahu wa
mayyudhlilfalaa haadiyalahu
Asyahadu Allah ilaaha illallah
Wa assyhaduanna muhammadur rasulullah

Allahumma shalli alaa muhammad wa alihi wa ashabihi waman tabi ‘ahum bi ihsanin ilaa yauniddin

Yaa ayyuhalladzii na ‘ amanurraqullah aqqo tuqotihi walaa samii sunna ilaa wa antum muslimiin

Ma'asyiral Muslimin Rohimakumulloh...

Alhamdulillah, seiring dengan bertambahnya umur kita, mari kita manfaatkan umur kita ini untuk
memperbaiki kualitas penghambaan kita kepada Allah SWT. Kita tingkatkan prestasi ibadah
kita, kita perbaiki kualitas ibadah kita dan semaksimal mungkin kita berusaha agar seluruh
ibadah yang kita laksanakan punya dampak (atsar) terhadap perbaikan akhlak kita, baik akhlak
kepada Allah dan akhlak kita kepada sesama manusia. Hanya dengan cara yang demikianlah,
umur yang Allah berikan kepada kita akan punya makna sekaligus akan menghantarkan kita
kepada umat yang yang beruntung dan umat yang mulia di hadapan Allah SWT.

Ma'asyiral Muslimin Rohimakumulloh...

Pada hari yang penuh keberkahan ini, mari sejenak kita merenungkan surat al-Tin ayat ke
empat:

“ laqad khalaqnal-insâna fî aḫsani taqwîm ”


(sungguh aku ciptakan manusia itu dalam kondisi sebaik-baik bentuk)

Ayat di atas memberikan gambaran akan kelebihan dan keistimewaan yang diberikan Allah
kepada Kita sebagai manusia, yaitu sebagai makhluk yang paling sempurna bentuknya.
Kesempurnaan kita, tidak hanya sebatas pada bentuk fisik kita, melainkan juga, Allah
memberikan keistimewaan berupa akal yang berfungsi untuk membedakan mana yang baik dan
mana yang buruk; mana yang pantas dan mana yang tidak pantas, mana yang sah dan mana yang
batil.
Berkaitan dengan hal ini, Imam Al Ghazali mengkategorikan makhluk Allah itu ada empat
macam;

1. Makhluk yang hanya mendapat karunia akal saja, tidak dikaruniai nafsu , itulah para Malaikat.

2. Makhluk yang mendapat karunia nafsu saja, tetapi tidak dikaruniai akal , itulah hewan.

3. Makhluk yang tidak dikaruniai akal, dan tidak dikaruniai nafsu , itulah kayu , batu dan benda
benda mati lainnya.

4. Makhluk yang mendapat karunia akal, tetapi juga dikaruniai nafsu, itulah kita manusia.

Akal mempunyai potensi positif. Ia akan mendorong yang siapa yang ditempatinya untuk
senantiasa berbuat baik dan mencegahnya dari perbuatan yang tidak baik. Sementara nafsu
punya potensi buruk. Ia akan memprovokasi siapa saja yang ditempatinya untuk cenderung
melakukan sesuatu yang menyenangkan tanpa mempertimbangkan apakah itu termasuk
perbuatan yang baik atau buruk; haq atau batil dan juga sama sekali tidak mempertimbangkan
pantas apa tidak. Sehingga wajar, kalau malaikat punya kecenderungan untuk selalu berbuat
baik, karena ia hanya dianugerahi akal saja. Pun juga sangat bisa dimaklumi, kalau hewan
melakukan sesuatu sesukanya tanpa mempertimbangkan baik buruk, sah atau batal, pantas
atau tidak pantas, karena ia hanya diberi nafsu saja oleh Allah.

Dengan demikian kita berbeda dengan malaikat yang hanya dikaruniai akal, berbeda dengan
hewan yang hanya dikaruniai nafsu saja. Kita oleh Allah dianugerahi baik akal dan nafsu. Tugas
kita adalah mengelola keduanya dengan baik.

Ketika akal dijadikan penuntun, akal dijadikan pengontrol keinginan nafsu, maka manusia akan
menjelma sebagai makhluk yang paling mulia, makhluk yang ahsani taqwim sebagaimana surat
al-Tin ayat ke empat di atas.

Di dalam Surat an-Nazi'at ayat 40-41 Allah berfirman:

wa ammā man khāfa maqāma rabbihī wa nahan-nafsa 'anil-hawā( 40 ), fa innal-jannata hiyal-


ma`wā ( 41 )

Artinya :

“ Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari
(keinginan) hawa nafsunya, "maka sungguh, surgalah tempat tinggal (nya). ”

Kedua ayat di atas dapat diterjemahkan secara secara global bahwa orang-orang yang takut
kepada kebesaran Tuhannya dengan melakukan amal saleh dan menahan diri dari keinginan
hawa nafsunya dengan menaati ajaran agama, maka sungguh, surgalah tempat tinggal-nya
untuk selama-lamanya dengan segala kenikmatan di dalamnya. Itulah anugerah agung Tuhan
Yang Maha Pemurah.
Sebaliknya, jika nafsu yang memegang kendali, akal tunduk dengan nafsu, maka yang terjadi
adalah manusia lebih jahat, lebih ganas dan lebih buas daripada binatang buas sekalipun.

Makanya Allah menyebut pada Surat al-Tin ayat 5 yang artinya :


"kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya,"

lalu di dalam Surat al-A'raf: 179, Allah juga berfirman:

“ Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat
Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat
lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai. ”

Ma'asirol Muslimin rahimahullah;

Mari kita senantiasa berusaha, berjuang agar kita bisa mengendalikan hawa nafsu kita, tidak
membiarkan diri kita menuruti kata dan keinginan nafsu yang cenderung ingin berbuat yang
tidak baik, senang berbuat dosa, maksiat. Semoga Allah melindungi dan memberkati kita,
menjadi orang-orang yang ahsani taqwim, orang yang mulia di hadapan Allah SWT. Amin Ya
rabbal alamin.

Robbana 'aatinaa fiddunyaa hasanah wa fil aakhiroti hasanah wa qinaa


'adzaabannaar. Walhamdulillaahi robbil 'aalamiin.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Anda mungkin juga menyukai