Anda di halaman 1dari 4

QS.

Al-A'raf Ayat 179

ِ ‫س لَهُ ْم قُلُوْ بٌ اَّل يَ ْفقَهُوْ نَ ۤ بِهَ ۖا َولَهُ ْم اَ ْعي ٌُن اَّل يُ ْب‬ ‫ْأ‬
َ‫صرُوْ ن‬ ِ ۖ ‫َولَقَ ْد َذ َر نَا لِ َجهَنَّ َم َكثِ ْيرًا ِّمنَ ْال ِجنِّ ۤ َوااْل ِ ْن‬
َ‫ول ِٕىكَ هُ ُم ْال ٰغفِلُوْ ن‬ٰ ُ‫ضلُّ ۗ ا‬ ٰ ُ‫ان اَّل يَ ْس َمعُوْ نَ بِهَ ۗا ا‬
َ َ‫ول ِٕىكَ َكااْل َ ْن َع ِام بَلْ هُ ْم ا‬ ٌ ‫بِهَ ۖا َولَهُ ْم ٰا َذ‬

179. Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka
memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki
mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka
seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.

Kalau kita membaca ayat barusan, Allah membuat perumpamaan orang-orang tersebut seperti
halnya binatang ternak.

Oke, kita sedikit bercerita . Gini, misal ada sekumpulan binatang nih lagi nongkrong, mereka lagi
asik makan bareng . ada burung, monyet, kucing, dan sapi atau lembu.

Mereka lagi asyik makan tuh dengan makanannya masing-masing, and than kita dating nih sambal
bawa motor, terus diklakson kenceng , teett…teet…

Kira-kira hewan mana yang masih stay disitu? Burung? Jelas terbang. Monyet? Dia langsung manjat
pohon terdekat. Kucing? Dia cepat berlari.

Tapi sapi? Liat deh, biasanya dia masih asyik dengan makanannya, santuyy banget, nggak peduli mau
diklakson sekenceng gimanapun, dia tetap santay makan, kayak bodo amat gitu. Kayak kagak terjadi
apa-apa, itulah sifat hewan ternak.

Allah bilang, ada manusia yang kayak gitu, udah diingetin orang-orang disekitarnya, udah
dinasehatin, bahkan sampai teriak-teriak pun, tuh orang seolah-olah nggak dengar, bodo amat dengan
apa yang yang ada disekitar.

Maka diayat tadi Allah bilang,

Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami ayat-ayat Allah.
Hati mati, nggk bisa dibaikin dan nggk bisa memperbaiki. Diingatkan kebaikan itu nggk mempan.
Muncul sikap sombong-dinasehatin nggk masuk.

Tidak rindu memperbaiki-melihat maksiat orang lain cuek tidak pernah terennyuh untuk berusaha
memperbaiki. Melihat tetangga tidak sholat, mabuk, zina kita diam saja. Orang seperti ini tidak
berguna/berkiprah dalam dakwah. Ya cuman kyak gitu aja hidupnya.
Mereka mempunyai mata, tetapi tidak dipergunakan untuk melihat tanda-tanda
kekuasaannya.
“Sungguh, pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang
mukmin. Dan pada penciptaan dirimu dan pada makhluk bergerak yang bernyawa yang bertebaran (di
bumi) terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) untuk kaum yang meyakini. Dan pada pergantian malam
dan siang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu dengan (air hujan) itu dihidupkan-Nya bumi
setelah mati (kering); dan pada perkisaran angin terdapat pula tanda-tanda (kebesaran Allah)  bagi
kaum yang  berakal.”  (Q.S al-Jatsiyah/ 45: 3-5).

Kedua, tidak cukup hanya sekedar tahu saja (berhenti di level kognitif), maka penciptaan alam
raya bahkan hakikat diri manusia itu sendiri yang berada di bawah kendali dan kuasa Tuhan, hendaknya
membuahkan ‘iman’. Rasa percaya adanya Tuhan dan kemahakuasaan-Nya atas apa yang ia lihat di
langit dan di bumi.

Ketiga, setelah tahu dan meyakini, level tertinggi ialah apa yang Allah sebutkan di penghujung
surah ali-Imran/3: 190-191, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu)  orang-orang yang
mengingat Allah  sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan
mereka  memikirkan  tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “ Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

Rabbanaa maa khalaqta haadzaa baathilaa— ya Tuhan kami, tiadalah Engkau ciptakan satu
makhlukpun di langit juga di bumi dengan sia-sia. Semoga kami termasuk hamba-Mu yang mampu
mendayagunakan akal dengan maksimal, tidak hanya merasa cukup di level kognitif; tapi juga senantiasa
sadar mengingat Allah dan segenap ciptaan-Nya dengan turut menjaga kelestarian alam
semesta. Aamiin..

Mereka mempunyai telinga, tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar ayat-ayat Allah

Hati, mata dan telinganya sudah mati……………….. bahkan mereka itu jauh lebih sesat, lebih parah
daripada binatang ternak.

Kalau binatang ternak, bisa dijual, masih ada harganya, tapi orang-orang yang seperti itu, nggak
ada nilainya, kayak sampah, tinggal dibuang dan dibakar aja, abiss deh.

Maka benar, diawal ayat ini bilang,……mereka cocoknya jadi penghuni jahanam, dibakar di neraka.

Ayat ini powerful banget, ngingetin kita banget. Kapan terakhir kali kita pakai hati kita untuk
mentadhaburi Alquran? Kadang baca Alquran, sekedar baca doang, cepet-cepetan, berapa juzz yang
dibaca.
Maka benar kata Rasulullah saw, “akan keluar manusia dari arah timur dan membaca quran namun tidak
melewati kerongkongan mereka” (HR. Bukhori). Iya, mereka membaca Alquran, tapi di mulutnya saja,
tidak sampai ke hatinya.

Konteksnya sebagai kader dakwah

ِ ُ‫َّاس تَْأ مُرُ ونَ ِبا ْل َمعْر‬


١١٠﴿ … ‫وف وَ تَ ْن َهوْ نَ عَ ِن ا ْلمُن َك ِر وَ تُْؤ ِمنُونَ ِباللَّـ ِه‬ ْ ‫﴾ ُكنتُ ْم خَ يْرَ ُأ َّم ٍة ُأخْ ِر َج‬
ِ ‫ت ِللن‬

“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah.” (QS: Ali Imron 110)

Di dalam ayat ini terkandung dua hal; pertama, mulianya umat Islam adalah
dengan dakwah. Kedua, tegak dan eksisnya umat Islam adalah dengan
menjalankan konsep amar ma’ruf nahi munkar.

Apapun profesi dan pekerjaan seorang muslim, tugas dakwah tidak boleh dia
tinggalkan. Setiap muslim berkewajiban untuk menyampaikan dakwah sesuai
dengan kapasitas dan kemampuan yang dimiliki. Dengan demikian bisa
dikatakan bahwa dakwah adalah jalan hidup seorang mukmin yang senantiasa
mewarnai setiap perilaku dan aktifitasnya.

ْ ‫سب َْحانَ اللَّـ ِه وَ مَا َأنَا ِمنَ ا ْل ُم‬


َ‫ش ِر ِكين‬ ُ َ‫َن اتَّبَ َع ِني ۖ و‬ ‫ُق ْل َه ٰـ ِذ ِه سَبي ِلي َأدْعُ و لَى اللَّـ ِه ۚ عَ لَىٰ ب ِ َأ‬
ِ ‫َصيرَ ٍة نَا وَ م‬ ‫ِإ‬ ِ

“Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku


mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah,
dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS:Yusuf : 108)

Dalam ayat diatas, seorang mukmin mengikuti tuntunan Rasulullah atas dasar
bashirah yaitu ilmu dan keyakinan. Ini artinya dakwah merupakan tuntutan
iman, yang jika seorang mukmin meninggalkan kewajiban dakwah berarti ada
masalah dengan keimanannya.

Tentang ayat ini Imam Ibnu Katsir mengatakan dalam tafsirnya; Allah berkata
kepada Rasulnya agar memberitahu umat manusia bahwa ini adalah jalannya,
tempat berpijak dan sunnahnya, yaitu mendakwahkan tauhid bahwa tidak ada
Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan menyeru kepada Allah diatas
ilmu dan keyakinan.

Apakah dakwah hanya kewajiban para ulama dan muballigh saja? Jawabnya
tentu tidak, karena dakwah adalah kewajiban atas setiap individu muslim
dengan kapasitas dan kemampuan masing-masing. Adapun para ulama
denagn keilmuan yang dimiliki bertugas menyampaikan dan menjelaskan
secara rinci tentang hukum-hukum dan permasalahan seputar agama.

Di dalam sebuah hadits Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi


Wassallam memerintahkan setiap muslim untuk menghilangkan kemungkaran
sesuai dengan kemampuannya;

‫َأ‬ ْ َ‫ َفِإنْ لَ ْم ي‬, ‫مَنْ رَ َأى ِم ْن ُك ْم ُم ْن َكرً ا َف ْليُ َغ ِيّرْ ُه ِبيَ ِد ِه‬
ِ ‫ وَ َذ ِلكَ ضْ عَفُ اإْل يم‬, ‫ستَ ِطعْ َف ِب َق ْل ِب ِه‬
‫َان‬ ْ َ‫ َفِإنْ لَ ْم ي‬،‫ستَ ِطعْ َف ِب ِلسَا ِن ِه‬

“Barangsiapa diantara kalian yang melihat kemunkaran, hendaknya dia


merubah dengan tangannya, kalau tidak bisa hendaknya merubah dengan
lisannya, kalau tidak bisa maka dengan hatinya, dan yang demikian adalah
selemah-lemah iman.”

Anda mungkin juga menyukai