Anda di halaman 1dari 8

Materi Khutbah ‘ Idul Fitri; Konflik Internal antara Ruh

dan Nafsu

Allahu Akbar 3 X
Allah Maha Besar, Allah Maha Agung, dan Maha Suci Allah setiap pagi dan petang,
baik di masa silam, masa kini, dan masa depan.
Segala puji bagi Allah, Zat yang telah menjadikan Hari Raya bagi hamba-hamba-
Nya yang beriman. Dengan Idul Fitri, Allah telah menutup bulan Ramadhan, bulan
suci bagi hamba-hamba-Nya yang berpuasa dengan penuh keikhlasan.
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang patut disembah dengan sebenarnya kecuali
Allah, Zat yang tiada sekutu bagi-Nya. Kesaksian ini akan membersihkan hati dari
segala tipuan dan rayuan yang mecelakakan. Aku besaksi pula bahwa Muhammad
itu adalah hamba dan Rasul-Nya, seorang makhluk terbaik dan yang paling taat
kepada Allah Rabbul ‘Alamin. Ya Allah, limpahkanlah rahmat, karunia, dan
keberkahan-Mu kepada Sayyidina Muhammad Saw., kepada keluarganya dan
kepada segenap sahabatnya yang telah menghabiskan seluruh hidupnya dengan
berjuang menegakkan agama-Mu.
Saudara-saudara kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia.
Setelah sebulan penuh lamanya kita berpuasa, kini, dengan rahmat Allah Swt., kita
berkumpul di sini dalam keadaan gembira bercampur sedih. Kita bergembira karena
telah lulus dari ujian yang sangat berat, yaitu mengendalikan nafsu sebulan penuh
lamanya. Kegembiraan ini dirasakan khusus bagi mereka yang menjalankan ibadah
puasa. Tetapi kita juga bersedih karena telah ditinggalkan oleh bulan yang penuh
dengan rahmat dan ampunan, sedang umur kita belum tentu akan bertemu kembali
dengan bulan mulia ini.
Bulan Ramadan telah kita lalui, ibadah puasa telah kita jalani. Kini, pada hari ini,
kita dan kaum muslimin di seluruh dunia beridul fitri yang berarti kembali kepada
fitrah, suci bersih seperti bayi yang baru saja dilahirkan sebagaimana disabdakan
oleh junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW.:

‫ َم ْن‬ ‫صا َم‬ َ ِ‫ َواحْ ت‬ ‫ُغفِ َر‬


َ ‫ َر َم‬ ‫ِإي َمانًا‬ ‫سابًا‬
َ   َ‫ضان‬  ُ‫ لَه‬ ‫ َما‬ ‫ تَقَ َّد َم‬ ‫ َذ ْنبِ ِه ِم ْن‬ 
Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan atas dasar iman dan mengharapkan
keridoan Allah SWT., maka dia diampuni dosanya yang telah lewat.
Saudara-saudara kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia.

Manusia terlahir ke alam dunia sebagai individu dengan berbagai potensi yang
dimilikinya, kepribadiannya terbentuk melalui proses yang panjang selama
hidupnya.

Sebagai individu setiap orang merupakan satu kesatuan antara ruh dan jasad. Dalam
pengertian ini, tidak terdapat perbedaan antara satu orang dari yang lainnya , yang
membedakan di antara mereka adalah kepribadian mereka masing-masing

Ruh adalah wakil Tuhan yang diutus untuk memerintah di muka bumi dan jasad
manusia yang berasal dari tanah adalah pelaksana perintah tersebut. Untuk
melaksanakan tugas kekhalifahannya ruh membutuhkan jasad demikian pula
sebaliknya. Namun dalam realitasnya, keduanya seringkali mempunyai perbedaan
kepentingan yang tidak mudah untuk didamaikan.

Dengan ruhnya, manusia mempunyai fitrah yang condong kepada kebenaran dan
nilai-nilai luhur yang akan mengantarkan manusia ke derajat yang paling tinggi; dan
dengan jasadnya, manusia mempunyai hawa nafsu yang cenderung untuk senantiasa
mengejar kenikmata-kenikmatan lahiriah yang jika tidak dikendalikan akan
menurunkan derajat manusia ke tingkat yang paling rendah. Dengan demikian,
manusia sepanjang hidupnya senantiasa dihadapkan pada konflik internal antara dua
dorongan, yaitu dorongan kemajuan yang bersumber dari fitrahnya dan dorongan
kemunduran yang bersumber dari hawa nafsunya.

Pergulatan dua dorongan dalam berinteraksi dengan lingkungan mengarahkan


manusia untuk memilih salah satu dari dua dorongan tersebut yang dimanifestasikan
dalam bentuk perilaku. Kepribadian adalah semua jenis perilaku manusia yang
terbentuk dari pilihan dorongan-dorongan tersebut dan kebiasaan individu dalam
bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap segala dorongan dan rangsangan yang
berasal baik dari dalam atau luar dirinya. Corak perilaku ini merupakan kesatuan
fungsional yang khas pada setiap orang

Pilihan setiap orang untuk bereaksi terhadap segala dorongan dan rangsangan
mungkin berbeda. Memilih dorongan kemajuan berarti melangkah menuju kepada
kesempurnaan; sebaliknya, memilih dorongan kemunduran berarti menjauh dari
kesempurnaan. Dengan demikian, perkembangan kepribadian itu bersifat dinamis,
yang berarti selama individu masih mau menambah dan meningkatkan kualitas ilmu,
iman dan amalnya, meningkatkan kualitas pengalaman dan keterampilannya,
semakin mantaplah kepribadiannya. Kepribadian yang mantap dalam bahasa
Alqur’an disebut dengan Qalbun Salim.

Hati adalah unsur ruhaniah penentu segala perbuatan manusia , apakah seseorang
memilih dorongan kamajuan atau kemunduran ditentukan oleh hatinya. Yang
dimaksud dengan hati di sini tentu bukanlah hati fisik, tetapi hati spiritual yang
berperan sebagai penghubung antara fitrah dengan realitas yang ada di dunia luar. Ia
adalah raja yang memerintah, mengatur, dan mengendalikan kepribadian. Dengan
kata lain, kepribadian seseorang ditentukan oleh bagaimana hatinya; jika hatinya
baik, baiklah kepribadiannya, dan jika hatinya buruk, buruk pula kepribadiannya.
Rasulullah SAW. Bersabda;

،  ‫َأاَل‬ ‫ِإ َّن‬ ‫ فِي‬ ‫ ْال َج َس ِد‬ ٌ‫ ُمضْ َغة‬ a‫ ِإ َذا‬ ‫ت‬ ْ ‫صلُ َح‬
َ  ‫صلُ َح‬ َ  ‫لَهَا‬ ‫ ْال َج َس ِد َساِئ ُر‬ 
ْ ‫فَ َس َد‬ ‫ فَ َس َد‬ ‫ لَهَا‬ ‫ َساِئ ُر‬ ‫د‬aِ ‫ ْال َج َس‬ َ‫َأال‬ ‫ ْالقَ ْلب َُو ِه َي‬ 
‫ َوِإ َذا‬ ‫ت‬
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya di dalam tubuh ada sebuah organ, apabila ia baik
maka baiklah seluruhnya, dan apabila ia rusak maka rusaklah seluruhnya.
Ketahuilah, ia adalah hati.” (Muttafaq ‘alaihi)

Sebagai pengambil keputusan dan penentu kepribadian, hati menjadi medan


pertempuran dan ajang perebutan pengaruh antara fitrah yang memperperjuangkan
termanifestasikannya nilai-nilai moral yang agung dalam kehidupan dan nafsu yang
memosisikan dirinya sebagai oposisi.

Dalam melaksanakan fungsinya sebagai eksekutor perbuatan, hati dibantu oleh akal,
yaitu unsur ruhaniah yang berperan sebagai penasihat dan mediator dalam
mempertimbangan tingkah laku. Ia adalah kapesitas intelektual yang dengannya
manusia potensial mampu membedakan antara perilaku yang secara substansial
bernuansa humanistik dan perilaku binatang.

Fitrah, hati, akal, dan nafsu adalah struktur kepribadian yang masing-masing
mempunyai sistem kerjanya sendiri, namun antara satu dengan yang lainnya
haruslah terjalin keharmonisan dan keseimbangan dalam menjalankan fungsinya.
Jika tidak, maka akan terjadi apa yang disebut dengan MPD (Multiple Personality
Deviancy) atau kepribadian ganda yang menyimpang.

Fitrah adalah sistem kepribadian yang orisinal, pemegang kendali moral atau filter
kepribadian yang mengarahkan hati, akal, dan nafsu agar tetap berada pada tujuan
yang sesuai dengan nilai-nilai ilahiah dan mendorong kepada kesempurnaan
insaniah. Ia adalah wujud malakuti yang telah tercipta dan hidup di alam primordial
jauh sebelum fisik manusia lahir ke muka bumi. Di alam primordial semua ruh
manusia telah memberikan kesaksian di hadapan Allah Swt. Allah Swt. berfirman;

… ُ ‫ بِ َربِّ ُك ْم َألَس‬  ۖ ‫ قَالُوا‬ ‫ َش ِه ْدنَا بَلَ ٰى‬ …


‫ْت‬
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami),
kami menjadi saksi”. (QS. Al-A’raf: 172).

Setelah ruh bertemu dengan jasad, fitrah manusia senantiasa berusaha


membangkitkan kesaradaran akan kesaksian yang pernah diucapkan dihadapan
Tuhannya; menyampaikan pesan-pesan ilahiah ke dalam hatinya. Jika fitrah
menguasai sebagian besar energi psikis seseorang, maka kepribadiannya akan
mengarah kepada kesempurnaan. Tetapi sebaliknya, jika hawa nafsu seseorang yang
dominan, menguasai hati dan intelek dan membuat fitrahnya terisolasi, maka dia
akan bertindak primitif, agresif, dan anti sosial; dan sejak saat itulah dia menjadi
terasing dari dirinya yang berdampak langsung pada kegelisahan dan keresahan pada
hatinya.

Keterasingan dan ketidakdamaian dengan diri sendiri pada akhirnya dapat pula
membuat seseorang terasing dari lingkungannya dan susah untuk berdamai dengan
orang lain. Ketika seseorang menjalani hidupnya dengan membiarkan fitrahnya
terisolasi, tanpa moral dan tanpa prinsip hidup, maka dia tidak ubahnya seperti
binatang liar yang berkeliaran di kota-kota dan desa-desa, bahkan kehadirannya di
tengah masyarakat dapat membahayakan keamanan dan keselamatan nyawa dan
harta orang lain.

Allahu Akbar 3 X Allah Maha Besar3 X

Saudara-saudara kaum muslimin wal muslimat yang berbahagia.

Ibadah puasa adalah salah satu metode yang dipergunakan Allah Swt.untuk
mendidik manusia agar menghadapkan diri kepada agama Allah. sehingga hidupnya
sesuai dengan fitrahnya yang senantiasa merindukan kedekatan hubungan vertikal
dengan Penciptanya dan kedekatan hubungan horizontal dengan sesamanya.
Membimbing manusia dari kehidupan hewani menuju kehidupan rabbani dan dari
kehidupan yang dikuasai nafsu ammarah menuju kehidupan dengan nafsul
mutmainnah. Allah SWT. berfirman;

  ‫فََأقِ ْم‬ ‫ك‬ ِ ‫ َحنِيفًا لِل ِّد‬ ‫ت‬


َ َ‫ َوجْ ه‬ ‫ين‬ ْ ِ‫ف‬ ِ ‫هَّللا‬ ‫ الَّتِي‬ ‫فَطَ َر‬ ‫اس‬
َ ‫ط َر‬ َ َّ‫ َعلَ ْيهَا الن‬  ‫اَل‬
  ‫ق‬ َ ِ‫ ٰ َذل‬ ‫ين‬
ِ ‫ك هَّللا ِ لِ َخ ْل‬ ُ ‫ ال ِّد‬ ‫ ْالقَيِّ ُم‬ ‫ َو ٰلَ ِك َّن‬ ‫ َأ ْكثَ َر‬ ‫اس‬
ِ َّ‫ الن‬  ‫ون اَل‬
َ ‫يَ ْعلَ ُم‬
َ ‫تَ ْب ِد‬ 
‫يل‬
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) Agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui” (QS. Al-Rum: 30).

Dengan demikian dinul Islam bukan sekedar sebuah aturan manual yang dijadikan
sebagai paspor menuju surga, tetapi ia adalah sebuah paket sosial, intelektual, dan
spiritual yang tujuannya adalah untuk membersihkan jiwa manusia agar fitrahnya
teraktualisasikan dalam kehidupan; sebuah paket kehidupan yang bertujuan untuk
membentuk manusia-manusia yang bekepribadian nafsul mutmainah, yaitu
kepribadian yang mendatangkan ketenangan, kedamaian, keselamatan, dan
keamanan baik bagi dirinya sendiri maupun bagi sesama manusia.

Ketika kepribadian nafsul mutmainah ini telah terbentuk, maka jasad menjadi nur
dan nafsu menjadi cahaya sehingga tubuh yang berasal dari tanah terasa ringan
untuk melaksanakan tugas-tugas kekhalifahan yang diamanatkan kepada ruh yang
bersal dari alam malakuti; mata terasa ringan untuk bangun di tengah malam untuk
melaksanakan salat tahajud, kaki terasa ringan melangkah ke masjid untuk salat
berjamaah, dan tangan terasa ringan untuk membantu sesama.

Ketika nafsu seseorang telah tunduk pada ruhnya, dia akan senantiasa mendambakan
kedekatan hubungan dengan Allah Azza wa Jalla. Dan kedekatan hubungan dengan
Allah hanya dapat dicapai apabila disertai pula dengan kesediaan untuk mendekati
sesama manusia. Dia menjadi pecinta Allah; dan para pecinta Allah tidak akan
pernah tinggal diam ketika melihat saudara-saudaranya berbalut duka karena
kemiskinan, kebodohan, kekerasan, dan penyakit. Mereka, baik secara sendiri-
sendiri atau bersama-sama, terjun ke medan laga untuk membantu nasib orang lain
yang hidup serba kekuarangan. Keberadaan seseorang yang nafsunya telah tunduk
pada ruhnya memberikan rasa aman bagi lingkungan dimana dia betempat tinggal;
dia adalah pribadi yang enggan melakukan tindakan yang merugikan atau
mencelakakan orang lain karena dia sadar bila dia tidak suka mendapat perlakuan
seperti itu, orang lain pun mempunyai perasaan yang sama. Duka orang lain adalah
dukanya juga. Dan akhirnya, seseorang yang nafsunya telah tunduk pada ruhnya
menyintai orang lain sebagaimana dia menyintai dirinya sendiri, menyayangi dan
menghargai orang lain sebagaimana dia menyayangi dan menghargai dirinya sendiri
Dengan berlalunya bulan Ramadan, haruslah lahir pribadi-pribadi baru, yaitu
pribadi-pribadi yang telah kembali kepada fitrahnya, yang mampu merekoleksi
perjanjian yang telah diucapkannya di hadapan Allah pada saat masih berada di alam
ruh dan yang mampu melaksanakan amanat yang telah diterimanya sebagai khalifah
atau wakil Tuhan di muka bumi.

Allahu Akbar 3 X Allah Maha Besar3 X

Saudara-saudara kaum muslimin wal muslimat yang berbahagia.


Setelah sebulan penuh lamanya kita berpuasa di bulan Ramadhan, kini kita beridul
fitri yang berarti kita kembali ke fitrah semula, suci bersih. Oleh karena itu,
janganlah diri yang suci ini kembali dikotori dengan perbuatan-perbuatan dosa.

Ketahuilah bahwa setiap dosa yang dilakukan seseorang akan membuat dirinya
semakin jauh dari fitrahnya yang pada gilirannya berdampak pula pada kegelisahan,
keresahan, dan ketidaktenteraman jiwanya meskipun terkadang raut wajahnya
menampakkan rona keceriaan, tapi hatinya tetap menderita dan merana.
Setiap perbuatan dosa yang dilakukan, baik langsung atau tidak, akan berdampak
pada individu maupun masyarakat. Dampak individual dari setiap dosa yang
dilakukan ialah ia dapat membutakan mata hati pelakunya. Semakin besar dan
semakin banyak dosa yang dilakukan semakin gelaplah hatinya sehingga semakin
jauhlah dia dari Tuhannya, jauh dari agamanya, dan jauh dari jalan kebenaran yang
harus ditempuhnya.

Di hari yang fitri ini, hari ketika kita kembali ke fitrah kita, marilah kita rayakan hari
kemenangan ini, bukan dengan mengunjungi tempat-tempat maksiat, bukan berpesta
pora bermabuk-mabukan; tetapi kita rayakan Idul Fitri ini dengan melakukan
zikrullah, mengungkapkan dan mensyiarkan agama Ilahi, mengumandangkan
kalimat takbir,tahlil, dan tahmid:

‫ اكبر هللا‬ ‫ اكبر هللا‬ ‫ هللا‬ ‫ اكبر‬ ‫واللهاالهللا الاله‬ 


‫ اكبرهللا‬ ‫الحمد وللكبر‬ 

Yaitu pengakuan yang bulat dan mutlak akan Kebesaran dan Kekuasaan Ilahi.

Juga kita rayakan Idul Fitri ini dengan meningkatkan ikatan persaudaran, saling
cinta-menyintai, santun menyantuni, dan dengan memupuk rasa kesetiakawanan.
Merapatkan tali silaturrahim dengan saling bersalaman, bermaaf-maafan, kunjung-
mengunjungi baik antara keluarga dengan keluarga, tetangga dengan tetangga,
sahabat-sahabat dan lain-lain. Begitulah seharusnya kita merayakan Idul Fitri.
Janganlah hati yang telah kita bina selama ini kita rusak dengan perbuatan-perbuatan
tercela. Semoga jiwa Ramadhan dan kesadaran fitri ini tetap di hati kita sepanjang
tahun. Amin ya robbalalamin.
KHUTBA

IDUL FITRI 1443 H /


2022 M

Anda mungkin juga menyukai