Istilah:
Aksiologi: Ilmu tindakan
Metode Perkuliahan:
Edukatif, emansipatotif, dan inventif. Metode edukatif mengacu kepada pendekatan
nomotetik; ia bersifat konservatif. Metode emansipatotif mengacu kepada pendekatan
ideografik; ia bersifat progresif dan innovatif. Sedangkan metode inventif mengacu kepada
pendekatan transaksional. Ketiga metode tersebut dipergunakan secara proporsional dan
selaras dengan problem dan materi perkuliahan, khususnya Filsafat Pendidikan.
Pembagian Perkuliahan:
Tatap Muka, Tugas Terstruktur, dan Tugas Mandiri. Ketiga bagian diselaraskan dengan
empat aktivitas, yaitu modul pembelajaran, topik pembelajaran pada forum, soal quiz, dan
soal tugas.
Pendidikan pada prisipnya dapat dibatasi sebagai bahwa pendidikan adalah antropologi –
normatif – yang praktis. Pendidikan sebagai tindakan atau perbuatan khas manusia, maka
pendidikan hanya untuk dan hanya berlaku bagi manusia. Pendidikan sangat tergantung
kepada pandangan filsafi tentang manusia yang terdapat dalam antropologi yang secara
makro mesti mengembara dan bermuara kepada aksiologi, epistemologi, dan metafisika.
Karena itu, setiap komponen pendidikan, yaitu tujuan, kurikulum, peserta, kelembagaan,
proses, dan pengembangan pendidikan mesti bertautan dengan dan mempertautkan diri
kepada filsafat, khususnya filsafat manusia (antropologi) seperti yang termaksud.
Nilai terbagi pada (a) etika, yang mencakup masalah baik, benar dan buruk; dan estetika,
yang mencakup persoalan indah dan jelek. Meskipun pada dasarnya nilai itu hanya baik dan
buruk (etika) indah dan jelek (estetika), namun manakala dipertanyakan apa yang dimaksud
(makna) baik atau buruk; indah atau jelek? Apa kriterianya, bahwa itu baik atau buruk; indah
atau jelek? Dan apa dasarnya? Maka jawabannya sangat tergantung pada paham filsafat yang
mendasari atau melandasinya. Pendidikan sebagai normatif, yakni perbuatan atau tindakan
dalam in action sangat tergantung kepada filsafat nilai tadi.
Paling tidak nilai etis adalah (a) materialisme (b) naturalisme (c) pragmatisme (d)
evolusionisme (e) vitalisme (f) humanisme (g) hedonisme (h) utilisme atau utilitarianisme
dan (i) positivisme. Dasar-dasar nilai (etika) yang terdapat pada kesembilan aliran tersenbut
dapat diklasifikasikan kepada (1) etika berdasarkan pandangan hidup, yang termasuk
kedalamnya ialah positivisme, naturalisme, evolusionisme, vitalisme, idealisme, pessimisme.
(2) etika berdasarkan manusia, termasuk kedalamnya ialah hedonisme, eudemonisme,
egoisme, personalisme, individualisme, eksistensialisme. (3) etika bedasarkan masyarakat,
termasuk ke dalamnya ialah utilisme-sosial, pragmatisme, instrumentalisme, marxisme-
sosialisme, sosialisme-komunisme. Semua aliran, pandangan, atau isme (paham) tentang nilai
tersebut di atas, sangat mempengaruhi dan atau memberikan kontribusi (sumbangan) atau
implikasi terhadap bidang-bidang kehidupan atau tindakan dan perbuatan manusia; sebagai
contoh materialisme yang inti pandangannya bahwa segala itu benda; bertumpu pada segala
dalam wilayah ontis dunia anorganis, sifat benda bergerak dari luar, bukan ia sendiri yang
bergerak; karenanya menurut paham ini mendidik (pendidikan) adalah memprogram terdidik
untuk menjadi seseorang yang siap pakai dalam bidang tertentu sesuai yang diinginkan oleh
pendidik; terdidik dianggap pasif, tak berdaya sangat tergantung pada kehendak pendidik
yang menekankan hanya pendidikan jasmani semata, apakah mendidik (pendidikan) sama
dengan memprogram, ataukah ia mengandung unsur program? Kalau pendidikan itu
mengandung unsur program, apakah seluruh program itu dapat dicapai seluruhnya, atau
terlaksana sepenuhnya? Pendidikan yang berbau atau berwarna materialistik memandang
bahwa perbuatan pendidikan itu merupakan proses yang bertumpu pada hukum alam; yang
digerakkan oleh hukum alam; karenanya (a) metode yang dipergunakan adalah drill (latihan
yang bersifat statis); (b) komunikasi bersifat satu arah, sangat didominasi pendidik, ia satu
satunya sumber pendidikan (teacher oriented), nasib terdidik sangat tergantung padanya; (c)
situasi pendidikan adalah ketundukan pada hukum alam, hukum kausalitas tertutup dan ketat,
kondisionisasi, pembentukan terdidik; (d) tujuannya pun tebentuk seseorang yang tunduk
pada hukum alam tersebut.
Dari hal tersebut, maka dapat disebutkan bahwa pendidikan sebagai yang praktis, yakni
bahwa perbuatan atau tindakan pendidikan itu merupakan hal praktis, yakni bahwa
pendidikan sebagai tindakan atau perbuatan manusia merupakan aplikasi dari filsafat atau
teori terhadap tindakan tersebut, sehingga tidak ada teori yang praktis kecuali bahwa praktek
itu sendiri sebagai aplikasi atau penerapan dari teori tersebut; atas dasar inilah maka
pendidikan sebagai antropologi – normatif – yang praktis dapat disebutkan bahwa
keseluruhan bidang-bidang dalam filsafat tersebut di atas, yakni metafisika (ontologi),
epistemologi, dan aksiologi (yang disingkat menjadi ONE-AX: ontology, epistemology,
axiology) merupakan satu kesatuan sistematika filsafat. Inilah ruang lingkup pembahasan
filsafat, khususnya filsafat Pendidikan. Kerangka pikir filsafi ini, yang meliputi ONE-AX,
dengan sifat yang khas: universal, radikal, dan sistematis, disadari atau tidak, langsung atau
tidak merembes pada pola-pola pikir lainnya, umpamanya manakala orang membicarakan
atau membahas pendidikan tidak terlepas dan tidak boleh dilepaskan dari ONE-AX tentang
pendidikan itu, sehingga manakala pembahasan pendidikan (ilmu mendidik) itu menyentuh
karakteristik alur pikir filsafi itu, maka pembahasannya itu telah masuk ke dalam dunia
filsafat, khususnya Filsafat Pendidikan, karenanya tidak lagi disebut Ilmu Pendidikan, namun
sebutannya menjadi Filsafat Pendidikan. Apakah pendidikan itu? Bagaimana nisbat filsafat
dan pendidikan itu? apa saja yang dipersoalkan dalam Filsafat Pendidikan itu? Inilah garapan
kita dalam bidang Filsafat Pendidikan...