Anda di halaman 1dari 33

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Tinjauan Tentang Anak Tunagrahita
a. Pengertian Tunagrahita
Tunagrahita merupakan suatu keadaan di mana kecerdasan
seseorang berada di bawah rata-rata normal orang pada umumnya.
Inteligensi yang dimiliki oleh seorang tunagrahita tidak sesuai dengan
umur yang dimiliki oleh orang tersebut. Kebanyakan seseorang yang
mengalami ketunagrahitaan juga akan mengalami keterbelakangan dalam
bersosialisasi dalam lingkungan sekitarnya.
”Istilah anak berkelainan mental subnormal dalam beberapa
referensi disebut pula dengan terbelakang mental, lemah ingatan,
febleminded, mental subnormal, tunagrahita” (Efendi, 2006:88).
Menurut Amin (1995:11) menjelaskan bahwa ”Anak Tunagrahita
adalah mereka yang kecerdasannya jelas berada di bawah rata-rata. Di
samping itu mereka mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungan”.
Definisi tersebut diperkuat dalam Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorder (DSM-V) bahwa,
”Intellectual disability (intellectual development disorder) is a
disorder with onset during the developmental period that includes both
intellectual and adaptive functional deficits in conceptual, social, and
practical domains” (American Psychiatric Association, 2013:33).
Cacat intelektual (gangguan perkembangan intelektual) atau yang sering
disebut dengan tunagrahita adalah gangguan dengan serangan selama
periode perkembangan yang meliputi kurangnya intelektual dan fungsi
adaptif dalam bidang konsep, sosial, dan praktis.

commit to user

9
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

Berdasarkan definisi dari DSM-V di atas, akan menjadi lebih kuat


jika memenuhi tiga kriteria di bawah ini:
1) Kurangnya fungsi intelektual, seperti penalaran, pemecahan masalah,
perencanaan, berpikir abstrak, berpendapat, pembelajaran akademik,
dan belajar dari pengalaman, ditetapkan oleh assesmen klinis dan
individual, tes kecerdasan standar.
2) Kurangnya fungsi adaptif yang mengakibatkan kegagalan dalam
memenuhi standar perkembangan dan sosial budaya untuk
kemandirian dan tanggung jawab sosial. Tanpa dukungan yang
berkelanjutan, kekurangan fungsi adaptif terbatas dalam satu atau lebih
aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti komunikasi, partisipasi sosial,
dan hidup mandiri, di beberapa lingkungan, seperti rumah, sekolah,
tempat kerja, dan masyarakat.
3) Serangan dari kurangnya kecerdasan dan adaptif selama periode
perkembangan.
Sementara itu menurut Gunnar Dybward (1964:3) mengemukakan:
Mental Retardation is a condition which orginates during the
developmental period and is characterised by markedly
subaverage intellectual in social inadequacy.
Maksudnya adalah keterbelakangan merupakan suatu kondisi sejak
masa perkembangan yang ditandai oleh kurang sempurnanya
fungsi-fungsi intelek sehingga nampak akibatnya secara sosial
(Amin, 1995:16).

Selain itu Kemis dan Rosnawati (2013:10) mengemukakan


pendapatnya mengenai pengertian tunagrahita sebagai berikut:
1) kelainan yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-
rata (sub-average), yaitu IQ 84 ke bawah sesuai tes.
2) Kelainan yang muncul sebelum usia 16 tahun
3) Kelainan yang menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif
Pengertian tunagrahita yang lain, sebagai berikut:
1) fungsi intelektualnya yang lamban, yaitu IQ 70 ke bawah
berdasarkan tes inteligensi baku.
2) Kekurangan dalam perilaku adaptif
3) Terjadi pada masa perkembangan, yaitu antara masa konsepsi
hingga usia 18 tahun.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

Choiri dan Munawir (2009:12), mengemukakan tentang definisi


“Anak tunagrahita (retardasi mental) adalah anak yang secara nyata
mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental-
intelektual di bawah rata-rata, sehingga mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan tugasnya”.
Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak
yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata.
Dalam kepustakaan bahasa asing digunakan istilah-istilah mental
retardation, mentally retarded, mental deficiency, mental defective,
dan lain-lain (Somantri, 1996:83).

UU No. 20 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 menyatakan bahwa,


“Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang
memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena
kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa”. Berdasarkan peraturan tersebut, maka
anak tunagrahita seharusnya tidak khawatir lagi dengan pendidikannya,
karena pemerintah telah menyediakan pendidikan khusus bagi anak-anak
dengan kebutuhan khusus, salah satunya adalah anak tunagrahita.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa anak tunagrahita merupakan seseorang yang memiliki
kecerdasan intelektual di bawah rata-rata normal pada umumnya. IQ yang
dimiliki oleh anak tunagrahita adalah di bawah 70, sehingga tidak hanya
intelektual mereka yang terganggu, namun perilaku dan kehidupan sosial
mereka juga dapat terganggu. Oleh sebab itu, anak tunagrahita
membutuhkan layanan atau pendidikan khusus untuk mengembangkan diri
mereka. Dalam pendidikannya, anak tunagrahita disesuaikan dengan
kemampuannya dan kebutuhannya, selain pendidikan secara akademik
anak juga diajarkan keterampilan-keterampilan lain untuk bekal
kehidupannya setelah menempuh pendidikannya kelak.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

b. Karakteristik Anak Tunagrahita


Anak berkebutuhan khusus pasti memiliki karakteristik yang khas
dan berbeda-beda. Begitu pula dengan anak tunagrahita, mereka memiliki
karakteristik yang berbeda dengan anak berkelainan lain. Banyak ahli yang
mengungkapkan tentang karakteristik anak tunagrahita seperti berikut:
Menurut Choiri dan Munawir (2009:13) anak tunagrahita
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu
kecil/besar,
2) Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,
3) Tidak ada / kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan
4) Kordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali).

Page (dalam Amin, 1995:34) menguraikan karakteristik anak


tunagrahita sebagai berikut:
1) Kecerdasan: kapasitas belajarnya sangat terbatas terutama
untuk hal-hal yang abstrak. Mereka lebih banyak belajar
dengan cara membeo (rote learning) bukan dengan pengertian.
2) Sosial: dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus,
memelihara, dan memimpin diri.
3) Fungsi-fungsi mental lain: mereka mengalami kesukaran dalam
memusatkan perhatian. Jangkauan perhatiannya sangat sempit
dan cepat beralih sehingga kurang tangguh dalam menghadapi
tugas.
4) Dorongan dan emosi: perkembangan dan dorongan emosi anak
tunagrahita berbeda-beda sesuai dengan tingkat
ketunagrahitaan masing-masing. Anak yang berat dan sangat
berat ketunagrahitaanya, hampir-hampir tidak memperlihatkan
dorongan untuk mempertahankan diri.
5) Organisme: baik sturktur maupun fungsi organisme pada
umumnya kurang dari anak normal.

Kemis dan Rosnawati (2013:17-18) memberikan pendapatnya


tentang karakteristik anak tunagrahita sebagai berikut:
1) Lamban dalam mempelajari hal-hal yang baru
2) Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal
baru
3) Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak tunagrahita
berat
4) Cacat fisik dan perkembangan gerak
commit to user
5) Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri
6) Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

7) Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus.

Sementara itu, Efendi (2006:98) juga berpendapat tentang


karakteristik anak tunagrahita, yaitu sebagai berikut:
1) Cenderung memiliki kemampuan berpikir konkret dan sukar
berpikir
2) Mengalami kesulitan dalam konsentrasi
3) Kemampuan sosialisasinya terbatas
4) Tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit
5) Kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang
dhadapi
6) Pada tunagrahita mampu didik, prestasi tertinggi bidang baca,
tulis, hitung tidak lebih dari anak normal setingkat kelas III-IV
Sekolah Dasar.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat ditarik sebuah


kesimpulan bahwa anak tunagrahita memiliki karakteristik atau ciri-ciri
yang khas dibandingkan dengan anak-anak lain. Karakteristik tersebut
nampak baik dari fisik maupun psikis anak tunagrahita sebagai berikut:
1) Keadaan fisik anak tunagrahita akan terlihat berbeda dengan
keadaan fisik anak normal pada umumnya, entah terlihat dari
bentuk tubuhnya atau keadaan alat gerak anak tersebut.
2) Keadaan psikis anak tunagrahita juga akan berbeda dengan anak
normal, seperti tingkat imajinasi anak tunagrahita yang sangat
tinggi dan terkadang tidak logis dan tidak nyata.
3) Anak tunagrahita juga sering menunjukkan perilaku yang kurang
wajar, sehingga menimbulkan orang-orang disekitarnya tidak
mudah percaya pada mereka.

c. Penyebab Tunagrahita
Ketunagrahitaan disebabkan oleh banyak faktor, baik itu faktor dari
dalam maupun faktor dari luar seseorang. Menurut Kemis & Rosnawati
(2013:16), penyebab tunagrahita secara umum adalah sebagai berikut:
1) Infeksi dan/atau intoxikasi
2) Rudapaksa dan/atau penyebab fisik lain
commit topertumbuhan
3) Gangguan metabolisme, user atau gizi atau nutrisi
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

4) Penyakit otak yang nyata (kondisi setelah lahir/ post-natal)


5) Akibat penyakit atau pengaruh sebelum lahir (pre-natal) yang
tidak diketahui
6) Akibat kelainan kromosomal
7) Gangguan waktu kehamilan (gestational disorders)
8) Gangguan pasca-psikiatrik/gangguan jiwa berat (post-
psychiatrik disorders)
9) Penyakit lingkungan
10) Kondisi-kondisi lain yang tak tergolongkan

Pendapat lain dikemukakan oleh Amin (1995) tentang penyebab


ketunagrahitaan yang sering ditemukan baik dari faktor keturunan sampai
dengan faktor lingkungan, sebagai berikut:
a) Faktor keturunan
Faktor ini terdapat pada sel khusus yang pada pria disebut
spermatozoa dan pada wanita disebut sel telur (ovarium).
Ketunagrahitaan dapat terjadi pada seseorang yang disebabkan oleh
kelainan pada kromosom dan juga kelainan pada gene orang
tersebut, yang diturunkan dari orangtuanya.
b) Gangguan metabolisme dan gizi
Metabolisme dan gizi merupakan hal penting yang dibutuhkan
untuk perkembangan dan pertumbuhan seseorang. Kegagalan
metabolisme dan kegagalan pemenuhan gizi dapat menyebabkan
kelainan atau gangguan fisik maupun gangguan mental seseorang.
c) Infeksi dan keracunan
Penyebab tersebut merupakan terjangkitnya penyakit-penyakit
selama janin masih dalam kandungan ibunya. Contoh penyakitnya
adalah rubella, syphilis, toxoplasmosis, sedangkan keracunan
berupa gravidity syndrome yang beracun, kecanduan alkohol dan
narkoba.
d) Trauma dan zat radiokatif
Trauma yang terjadi dapat menimbulkan pendarahan intracranial
yang dapat menyebabkan kecacatan pada otak. Janin yang terkena
commit
zat radioaktif setelah tigatobulan
user kehamilan mengakibatkan bayi
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

menderita microcephaly dan tunagrahita disertai dengan


ketidaknormalan pada kulit (pigmentasi dan vertiligo), serta
kelainan organ visual.
e) Masalah pada kelahiran
Salah satu contoh masalah yang terjadi saat kelahiran (perinatal)
yaitu kelahiran yang disertai dengan hypoxia yang dapat
mengakibatkan kerusakan otak, kejang, nafas yang pendek pada
bayi. Selain itu kelainan juga dapat disebabkan oleh trauma
mekanis pada saat kelahiran yang sulit.
f) Faktor lingkungan (sosial budaya)
Kurangnya rangsangan intelektual dari lingkungan anak dapat
menyebabkan timbulnya hambatan dalam perkembangan
inteligensi, sehingga anak berkembang menjadi anak retardasi
mental.
Menurut Efendi (2006:91) menyatakan bahwa, “Sebab terjadinya
ketunagrahitaan pada seseorang menurut kurun waktu terjadinya, yaitu
dibawa sejak lahir (faktor endogen) dan faktor dari luar seperti penyakit
atau keadaan lainnya”.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa penyebab terjadinya ketunagrahitaan pada seseorang yaitu dapat
berasal dari warisan orangtua atau keturunan, dari asupan gizi yang
diterima oleh seseorang, sampai dengan lingkungan, sosial budaya dan
juga keadaan ekonomi seseorang. Penyebab lain berupa infeksi dan adanya
penyakit yang menyerang otak juga dapat menyebabkan ketunagrahitaan.
Perhatian orangtua terhadap intelektual anaknya juga sangat dibutuhkan,
karena dengan tidak adanya rangsangan intelektual pada anak dapat
menyebabkan ketunagrahitaan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

d. Klasifikasi Anak Tunagrahita


Para ahli telah menggolongkan tunagrahita menjadi beberapa
golongan atau klasifikasi, seperti yang dikemukakan oleh Kemis dan
Rosnawati (2013:12) untuk keperluan pembelajaran sebagai berikut:
1) Educable
Anak pada kelompok ini masih mempunyai kemampuan
dalam akademik setara dengan anak regular pada kelas 5
Sekolah Dasar.
2) Trainable
Mempunyai kemampuan dalam mengurus diri sendiri,
pertahanan diri, dan penyesuaian sosial. Sangat terbatas
kemampuannya untuk mendapat pendidikan secara akademik.
3) Custodial
Dengan pemberian latihan yang terus menerus dan khusus,
dapat melatih anak rentang dasar-dasar cara menolong diri
sendiri dan kemampuan yang bersifat komunikatif.

Somantri (1996:86), mengklasifikasikan anak tunagrahita


berdasarkan IQ yang diukur dengan Skala Binet dan Skala Weschler
sebagai berikut:
1) Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil, memiliki IQ
antara 68-52 menurut Skala Binet dan 69-55 menurut Skala
Weschler.
2) Tunagrahita sedang disebut juga imbesil, memiliki IQ antara
51-36 menurut Skala Binet dan 54-40 menurut Skala Weschler.
3) Tunagrahita berat disebut juga idiot, memiliki IQ antara 32-20
menurut Skala Binet dan 39-25 menurut Skala Weschler

Penggolongan anak tunagrahita secara sosial-psikologis:


Berdasarkan kriteria psikometrik (Wijaya, 2013:31), yaitu:
1) Tunagrahita ringan (mild mental retardation) IQ 55-69.
2) Tunagrahita sedang (moderate mental retardation) dengan IQ
40-54.
3) Tunagrahita berat (severse mental retardation) dengan IQ 20-
39.
4) Tunagrahita sangat berat (profound mental retardation) dengan
IQ 20 ke bawah.

Sementara itu, Amin (1995:22) mengklasifikasikan anak


tunagrahita berdasarkan:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

1) Menurut AAMD dan PP No. 72 Tahun 1991


a) Tunagrahita ringan
b) Tunagrahita sedang
c) Tunagrahita berat dan sangat berat
2) Klasifikasi Menurut Tipe Klinis
a) Down Syndrom (dahulu disebut Mongoloid)
b) Kretin
c) Hydrocephal
d) Microcephal, Macrocephal, Brahicephal, dan Scaphocephal
3) Klasifikasi Leo Kanner
a) Absolute Mentally Retarded (tunagrahita absolute)
b) Relative Mentally Retarded (tunagrahita relative)
c) Pseudo Mentally Retarded (tunagrahita semu)

Menurut Choiri & Munawir (2009:12), tingkat kecerdasan dapat


dibagi menjadi 3 yaitu:
1) Tunagrahita ringan memiliki IQ 50 – 70
2) Tunagrahita sedang memiliki IQ 25 – 50
3) Tunaagrahita berat memiliki IQ di bawah 25.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat ditarik kesimpulan
bahwa tunagrahita dikalsifikasikan menjadi beberapa kelompok yaitu
tunagrahita ringan, tungrahita sedang, tunagrahita berat, dan tunagrahita
sangat berat. Kelompok-kelompok tersebut memiliki hambatan-hambatan
yang berbeda-beda, inteligensi mereka juga berbeda, sehingga kebutuhan
mereka juga berbeda-beda.

e. Hambatan dan Permasalahan Anak Tunagrahita


Banyak hambatan ataupun permasalahan yang dialami oleh anak
tunagrahita. Hambatan yang dialami oleh anak tunagrahita tidak terlepas
dari kehidupannya sehari-hari yang menyebabkan kesulitan-kesulitan
terjadi pada mereka.
Menurut Amin (1995:41),
masalah-masalah yang mereka hadapi relatif berbeda-beda, walau
demikian ada pula kesamaan masalah yang dirasakan bersama oleh
sekelompok dari mereka. kemungkinan-kemungkinan masalah
yang dihadapi anak tunagrahita dalam konsep pendidikan,
diantaranya sebagaicommit to user
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

1) Masalah kesulitan dalam kehidupan sehari-hari


Masalah ini berkaitan dengan kesehatan dan
pemeliharaan diri dalam kehidupan sehari-hari. masalah-
masalah yang sering ditemui diantaranya: cara makan,
menggosok gigi, memakai baju, memasang sepatu, dan lain-
lain.
2) Masalah kesulitan belajar
Masalah-masalah yang sering dirasakan dalam
kaitannya dengan proses belajar mengajar diantaranya:
kesulitan menangkap pelajaran, kesulitan dalam belajar yang
baik, mencari metode yang tepat, kemampuan berpikir abstrak
yang terbatas daya ingat yang lemah.
3) Masalah penyesuaian diri
Masalah ini berkaitan dengan masalah-masalah atau
kesulitan dalam hubungannya dengan kelompok maupun
individu di sekitarnya. Karena tingkat kecerdasan anak
tunagrahita di bawah rata-rata maka dalam kehidupan
bersosialisasi mengalami hambatan.
4) Masalah penyaluran ke tempat kerja
Kehidupan anak tunagrahita cenderung banyak yang
masih menggantungkan diri kepada orang lain terutama kepada
keluarga dan hanya sedikit yang mampu hidup mandiri.
Sehingga penyaluran ke tempat kerja sangat diperlukan, selain
itu pembekalan akan kegiatan non-akademik juga sangat perlu
seperti kerajinan tangan, keterampilan yang diharapkan dapat
membekali mereka untuk terjun ke masyarakat.
5) Masalah gangguan kepribadian dan emosi
Anak tunagrahita memiliki kekurangan dalam
berpikirnya, keseimbangan pribadi kurang konstan/labil,
kadang-kadang stabil dan kadang-kadang kacau. Kondisi ini
dapat terlihat dari misalnya, berdiam diri berjam-jam, gerakan
yang hiperaktif, mudah marah dan tersinggung, suka
mengganggu orang di sekitarnya.
6) Masalah pemanfaatan waktu luang
Pemberian tugas atau kegiatan pada waktu luang sangat
diperlukan untuk anak tunagrahita, karena hal ini dapat
menjauhkan mereka dari hal-hal yang berbahaya dan tidak
mengganggu ketenangan orang lain.

Kemis dan Rosnawati (2013:21) memaparkan tentang masalah-


masalah yang dihadapi anak tunagrahita secara umum yaitu:
1) Masalah belajar
2) Masalah penyesuaian diri
commit
3) Gangguan bicara dan to user
bahasa
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

4) Masalah kepribadian
Pendapat lain dikemukakan oleh Delphie (2012:2), bahwa “Anak
dengan hendaya perkembangan kemampuan (tunagrahita), memiliki
problema belajar yang disebabkan adanya hambatan perkembangan
inteligensi, mental, emosi, sosial dan fisik”.
Anak tunagrahita juga memiliki masalah dalam perkembangannya,
baik perkembangan fisik, perkembangan kognitif, perkembangan bahasa,
dan perkembangan emosi, penyesuaian sosial, dan kepribaidan.
Perkembangan fisik atau jasmani atau motorik anak tunagrahita biasanya
akan lebih lambat dibandingkan perkembangan anak normal seusianya.
Perkembangan kognitif anak tunagrahita juga kurang atau mengalami
defisit pengetahuan, hal tersebut dapat diketahui melalui tes-tes. Kemudian
perkembangan bahasa anak tunagrahita juga lebih lambat daripada anak
normal, di mana perkembangan kosakata anak tunagrahita lebih lambat
dibandingkan anak normal (kata permenit). Anak tunagrahita juga
bermasalah pada perkembangan emosi, penyesuaian sosial dan
kepribadian, di mana anak tunagrahita pria memiliki emosi yang tidak
matang atau tidak stabil, depresi, bersikap dingin, suka menyendiri, tidak
dapat dipercaya, impulsif, lancang dan merusak. Sedangkan anak
tunagrahita wanita memiliki kekurangan karena mudah dipengaruhi,
ceroboh, kurang dapat menahan diri, dan cenderung melanggar
ketentuan/peraturan (Somantri, 1996).
Berdasarkan pendapat-pendapat ahli tersebut, dapat diambil suatu
kesimpulan, bahwa anak tunagrahita memiliki hambatan dalam banyak
bidang. Beberapa hambatan yang dialami anak tunagrahita seperti
terhambatnya bahasa dan bicara mereka sehingga mereka mengalami
kesulitan dalam berkomunikasi, kehidupan sosial yang terhambat
menjadikan anak kurang mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar,
selain itu hambatan dalam belajar dapat menyebabkan tunagrahita
memiliki prestasi belajar yang rendah. Sementara itu masalah yang
commit toringan
ditunjukkan oleh anak tunagrahita user kelas XI semester II di SLB C
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

Setya Darma Surakarta adalah kurangnya perbendaharaan kata bahasa


Inggris yang dimiliki oleh anak. Permasalahan tersebut menjadikan
prestasi anak dalam mata pelajaran bahasa Inggris rendah atau di bawah
rata-rata.

2. Tinjauan Tentang Perbendaharaan Kata Bahasa Inggris Untuk Anak


Tunagrahita
a. Hakikat Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari,
apalagi dalam kehidupan siswa dan guru, keduanya selalu mengalami
proses belajar dan mengajar tersebut. Belajar dan mengajar merupakan
suatu aktivitas atau kegiatan yang saling berhubungan dan kegiatan
tersebut dilakukan secara sadar oleh seseorang.
Menurut Aqid (2013:66), “Proses belajar mengajar (pembelajaran)
adalah upaya secara sistematis yang dilakukan guru untuk mewujudkan
proses pembelajaran berjalan secara efektif dan efisien yang dimulai dari
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi”.
Berdasarkan simpulan dari Aqid (2010:43) bahwa, “Belajar adalah
proses perubahan di dalam diri manusia. Apabila setelah belajar tidak
terjadi perubahan dalam diri manusia, maka tidaklah dapat dikatakan
bahwa padanya telah berlangsung proses belajar”.
Djamarah & Aswan (2006:38) mengemukakan pendapatnya
mengenai hakikat belajar yaitu, “Belajar pada hakikatnya adalah
“perubahan” yang terjadi dalam diri seseorang setelah berakhirnya
melakukan aktivitas belajar”.
Sementara itu, Nana Sudjana (1991:29) berpendapat bahwa,
mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses
mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak
didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik
melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya mengajar adalah
proses memberikan bimbingan/bantuan kepada anak didik dalam
melakukan proses belajar (Djamarah & Aswan, 2006:39).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

Sementara itu menurut Aqid (2013:67) “Mengajar adalah


kemampuan mengkondisikan situasi yang dapat dijadikan proses belajar
bagi siswa”.
Berdasarkan pendapat-pendapat ahli di atas dapat diambil sebuah
kesimpulan bahwa pada hakikatnya belajar mengajar merupakan suatu
proses yang terjadi dalam suatu pembelajaran. Belajar mengajar terjadi
secara sadar dengan adanya tujuan yang ingin dicapai. Kegiatan belajar
dan mengajar dapat terjadi secara bersamaan dalam lingkungan yang
sama, dengan waktu yang sama dan orang yang sama. Melalui kegiatan
belajar seseorang dapat mengalami perubahan ke arah yang lebih baik,
sedangkan dalam kegiatan mengajar seseorang dapat mengalami suatu
proses belajar. Belajar dapat dilakukan secara mandiri atau sendiri tanpa
melibatkan orang lain, namun dalam mengajar harus melibatkan orang lain
untuk diajar dan diberikan ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu kegiatan
belajar mengajar pada hakikatnya saling berhubungan dan
berkesinambungan.

b. Pembelajaran Bahasa Inggris


Bahasa Inggris merupakan bahasa asing di Indonesia. Surat
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 060/U/1993
tanggal 25 Februari 1993 mengeluarkan kebijakan bahwa
dimungkinkannya program bahasa Inggris lebih dini sebagai satu mata
pelajaran muatan lokal. Mata pelajaran ini dapat dimulai di kelas 4 SD
sesuai anjuran pemerintah.
Menurut Suyanto (2007:5) mata pelajaran bahasa Inggris sebagai
muatan di Sekolah Dasar sebagai berikut:
1) Mendengarkan
Memahami instruksi, informasi, dan cerita sangat sederhana
yang disampaikan secara lisan dalam konteks kelas, sekolah,
dan lingkungan sekitar.
2) Berbicara
Mengungkapkan makna secara lisan dalam wacana
commit
interpersonal dan to user sangat sederhana dalam bentuk
transaksional
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

instruksi dan informasi dalam koteks kelas, sekolah dan


lingkungan sekitar.
3) Membaca
Membaca nyaring dan memahami makna dalam instruksi,
informasi, teks fungsional pendek, dan teks deskriptif
bergambar sangat sederhana yang disampaikan secara tertulis
dalam konteks kelas, sekolah, dan lingkungan sekitar.
4) Menulis
Menuliskan kata, ungkapan, dan teks fungsional pendek sangat
sederhana dengan ejaan dan tanda baca yang tepat.

Pembelajaran bahasa Inggris merupakan suatu kegiatan yang


dilakukan dengan sadar oleh seorang pengajar dan siswa yang diajar, di
mana dalam kegiatan tersebut mempelajari hal-hal yang berhubungan
dengan bahasa Inggris. Banyak hal yang perlu dipelajari dalam
pembelajaran bahasa Inggris, seperti kosakata bahasa Inggris/ vocabulary,
tata bahasa Inggris/ grammar, dan pelafalaannya. Saat ini pembelajaran
bahasa Inggris tidak hanya ada di sekolah biasa, namun sekolah luar biasa
(SLB) juga terdapat pembelajaran bahasa Inggris.

c. Pembelajaran Bahasa Inggris untuk Anak Tunagrahita


Mata pelajaran bahasa Inggris merupakan salah satu mata pelajaran
yang diterima oleh siswa di sekolah. Mata pelajaran tersebut kini sudah
ada di berbagai tingkatan sekolah, baik sekolah dasar, sekolah menengah
pertama, dan sekolah menengah atas. Begitu pula dengan sekolah luar
biasa, bahasa Inggris telah menjadi salah satu mata pelajaran yang ada di
Sekolah Luar Biasa (SLB). Berbeda dengan sekolah umum, pembelajaran
bahasa Inggris di SLB diadakan mulai dari tingkatan sekolah menengah
pertama atau SMPLB sampai dengan SMALB. Sementara itu untuk SDLB
tidak ada mata pelajaran bahasa Inggris.
Menurut Rohena, Jitendra, dan Browder (2002:182) strategi
pembelajaran bahasa Inggris bagi peserta didik dengan keterbelakangan
mental atau tunagrahita yang dapat digunakan adalah dengan instruksi
yang sistematis, pengulangan, dan petunjuknya verbal dan visual. Hal
commit to user
tersebut akan memudahkan anak tunagrahita untuk belajar bahasa Inggris,
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

sehingga kesempatan siswa untuk memahami materi yang diberikan dapat


lebih luas.
Pembelajaran bahasa Inggris yang ada di SLB sama dengan
pembelajaran yang diberikan di sekolah biasa, namun di SLB C
pembelajaran yang diberikan tidak sama atau ada inovasi, karena
disesuaikan dengan kemampuan siswa. Jika pada mata pelajaran yang lain
anak tunagrahita pada tingkat SMALB mendapatkan materi yang setingkat
dengan siswa SD atau SMP, begitu pula dengan pembelajaran bahasa
Inggris juga disesuaikan dengan materi siswa SD atau SMP. Berdasarkan
hal tersebut, maka pembelajaran bahasa Inggris di SMALB C atau bagi
anak tunagrahita lebih sederhana dan mudah dibandingkan untuk anak
normal pada umumnya.
Pemberian kosakata bahasa Inggris bagi anak tunagrahita bersifat
fungsional, di mana kata-kata harus memiliki makna dan bermanfaat bagi
anak. Kosakata tersebut harus mudah dipahami oleh anak dan sederhana,
selain itu kosakata juga harus berhubungan dengan kehidupan anak sehari-
hari atau yang sering ditemui anak dalam aktivitasnya dan berada di
sekitar atau lingkungannya. Pemilihan kosakata yang fungsional bagi anak
tunagrahita dapat bermanfaat bagi anak dan dapat mempermudah anak
untuk terus mengingat dan tidak mudah lupa. Berikut contoh-contoh
kosakata yang fungsional bagi anak tunagrahita:

Tabel 2.1 Daftar Kosakata Fungsional


No Bahasa Indonesia Bahasa Inggris
1. Buku Book
2. Pensil Pencil
3. Piring Plate
4. Gelas Glass
5. Pintu Door
6. Jendela Window
7. Makan Eat
8. Minum Drink
9. Tas Bag
10. commit to user
Meja Table
11. Kursi Chair
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

12. Buka Open


13. Tutup Closed
14. Jalan Walk
15. Lari Run
16. Sendok Spoon
17. Garpu Fork
18. Air Water
19. Pohon Tree
20. Kelas Class
21. Celana Trouser
22. Kemeja Shirt
23. Sepatu Shoes
24. Kaos kaki Socks
25. Rok Skirt
26. Sekolah School
27. Tidur Sleep
28. Mandi Bath
29. Belajar Study
30. Masuk Enter
31. Keluar Exit
32. Bunga Flower
33. Rumah House
34. Penggaris Ruler
35. Papan tulis Blackboard
36. Kipas angin Fan
37. Sapu Brush
38. Lemari Cupboard
39. Cuci Wash
40. Baca Read
41. Tulis Write
42. Pergi Go
(Sumber: Roziqin, 2013)

d. Pengertian Perbendaharaan Kata


Perbendaharaan kata atau vocabulary atau kosakata merupakan
suatu kumpulan kata-kata yang dikuasai oleh seseorang dalam suatu
bahasa. Kosakata tersebut sangat berguna bagi seseorang terutama untuk
berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berkembangnya
seseorang, maka perkembangan kosakata seseorang juga harus mengalami
peningkatan sesuai dengan perkembangan jaman.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

Suyanto (2007:43) berpendapat bahwa, kosakata atau vocabulary


merupakan kumpulan kata yang dimiliki suatu bahasa dan
memberikan makna bila kita menggunakan bahasa tersebut.
Kosakata bahasa Inggris yang perlu dipelajari oleh siswa sekolah
dasar diperkirakan sebanyak lebih kurang 500 kata.

Sementara itu dalam kamus bahasa Inggris vocabulary memiliki


arti “perbendaharaan kata, daftar kata-kata, kosa kata”.
Hal tersebut sesuai dengan simpulan Ika S. Widayaningsih (2008)
bahwa, “Kosakata adalah perbendaharaan kata / disebut juga leksikon
yaitu adalah kekayaan kata yang dimiliki atau yang terdapat dalam suatu
bahasa” (Nurgiyanto, 1988).
Perbendaharaan bahasa Inggris merupakan kumpulan kata-kata
bahasa Inggris yang dimiliki oleh seseorang. Ketika seseorang memiliki
perbendaharaan kata bahasa Inggris, maka orang tersebut menguasai dan
mengenal kata-kata bahasa Inggris. Memperbanyak kosakata bahasa
Inggris merupakan salah satu hal yang penting untuk dapat berkomunikasi
bahasa Inggris dengan baik.
Menurut Ceranic (2009:100), bagi banyak siswa, strategi utama
mereka untuk memperluas kosakata adalah dengan menggunakan
kamus ketika mengetik pekerjaan rumah. Bertukar sinonim dapat
membantu siswa mendapatkan kosakata baru, tetapi cara ini juga
merupakan kegiatan yang cukup pasif di mana siswa hanya
mempercayai komputer untuk memilih kata-kata yan tepat. Cara ini
juga bisa menyebabkan kesalahan pernyataan jika siswa memilih
alternatif yang tidak benar.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, perbendaharaan kata atau


kosakata bahasa Inggris merupakan daftar kata-kata dalam bahasa Inggris
yang berguna dalam kehidupan seseorang. Kosakata bahasa Inggris sangat
diperlukan dalam pembelajaran bahasa Inggris, sehingga kosakata tersebut
perlu diperluas supaya dapat menggunakan bahasa Inggris dengan baik
dan tepat.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

e. Tujuan Memperbanyak Kata


Memperbanyak atau memperluas kata sangat berguna bagi
seseorang, karena kata-kata sangat diperlukan untuk mengungkapkan
sesuatu yang kita inginkan dan untuk melakukan komunikasi dengan orang
lain juga menggunakan kata-kata. Oleh sebab itu, kata-kata menjadi
sesuatu yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Sesuai dengan
simpulan Warni (2009), tujuan memperbanyak kata yaitu:
1) Meningkatkan taraf kehidupan siswa
2) Meningkatkan taraf kemampuan mental siswa
3) Meningkatkan perkembangan konseptual para siswa
4) Mempertajam proses kritis para siswa
5) Memperluas cakrawala pandangan hidup para siswa pentingnya
memahami kosakata.

Sementara itu, menurut simpulan Andoko (2014:15), tujuan


memperbanyak kata sebagai berikut:
1) Menyelesaikan soal dalam bentuk bahasa Inggris.
2) Berkomunikasi dengan bahasa Inggris dengan teman maupun
orang lain.
3) Menyatakan isi hatinya dalam bahasa Inggris
4) Memahami keterampilan mengolah informasi yang diterimanya
dalam Bahasa Inggris.
5) Berpikir (menyatakan gagasan atau pendapat).

Anak tunagrahita memiliki gangguan atau hambatan dalam


berbahasa, di mana salah satu hambatan tersebut adalah kurangnya
penguasaan anak tunagrahita akan kosakata. Begitu pula dengan
penguasaan bahasa asing, yang biasanya sangat kurang. Bahasa Inggris
merupakan salah satu bahasa asing yang sangat sulit dipahami oleh anak
tunagrahita, bukan hanya karena tidak terbiasa dalam penggunaannya
namun juga karena tulisan yang berbeda dengan pengucapannya, padahal
bahasa Inggris merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di
sekolah. Metode Scramble diharapkan dapat meningkatkan
perbendaharaan kata/kosakata bahasa Inggris anak tunagrahita.
Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan memperbanyak kata sebagai
berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

1) Perbendaharaan kata siswa dapat meningkat dengan metode Scramble


2) Siswa mampu mengerjakan soal bahasa Inggris
3) Siswa dapat berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris
4) Menguasai tulisan-tulisan dalam bahasa Inggris dan mampu
membacanya dengan pelafalan yang benar.
5) Meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran bahasa
Inggris.

3. Tinjauan Tentang Metode Scramble


a. Pengertian Tentang Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran merupakan suatu cara yang dapat dipakai
oleh guru untuk mengajar. Saat ini telah berkembang berbagai metode
yang dapat digunakan oleh guru untuk mengajar, di mana keberadaan
metode ini akan sangat membantu guru untuk lebih mudah dalam
mengajar.
Kemis & Rosnawati (2013:83) berpendapat bahwa,
Metode pembelajaran dapat diartikan benar-benar sebagai metode,
tetapi dapat pula diartikan sebagai model atau pendekatan
pembelajaran, bergantung kepada karakteristik pendekatan dan/
atau strategi yang dipilih, misalnya metode tanya jawab, diskusi,
eksperimen dan pendekatan beberapa metode pembelajaran.

Sementara itu Djamarah (1991:72) memaparkan bahwa, Metode


adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode
diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Seorang
guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila dia tidak
menguasai satu pun metode mengajar yang dirumuskan dan
dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan (Djamarah &
Aswan, 2006:46).

Pendapat lain dikemukakan oleh Zuchdi dan Budiasih (2001:34)


tentang “Metode pembelajaran bahasa ialah rencana pembelajaran bahasa,
yang mencakup pemilihan penentuan, dan penyusunan secara sistematis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

bahan yang akan diajarkan, serta kemungkinan pengadaan remidi dan


bagaimana pengembangannya”.
Berdasarkan pendapat para ahli, kesimpulan yang dapat diambil
adalah bahwa metode pembelajaran merupakan suatu cara mengajar yang
harus dimiliki oleh seorang pengajar. Melalui metode pembelajaran
seorang pengajar dapat memberikan materi atau bahan ajar kepada siswa,
selain itu pengajar juga dapat menentukan penilaian yang tepat setelah
proses pembelajaran berakhir. Oleh sebab itu, metode pembelajaran
memiliki peran penting untuk mencapai tujuan dalam pembelajaran.
Pemilihan metode yang tepat oleh guru sangat perlu diperhatikan,
karena suatu pembelajaran dapat berhasil juga dipengaruhi oleh metode
yang tepat. Metode pembelajaran yang menarik dan efektif akan lebih
berhasil dan membuat siswa tertarik untuk belajar. Keberhasilan metode
yang digunakan oleh guru juga dapat berpengaruh pada prestasi belajar
siswa yang baik dan bahkan meningkat. Oleh sebab itu metode sangat
penting dalam menunjang pembelajaran dan perlu digunakan oeh guru
dalam proses belajar mengajar.

b. Pengertian Metode Scramble


Metode Scramble merupakan suatu cara mengajar yang dapat
digunakan oleh guru dalam pembelajaran. Menemukan jawaban yang
benar dan menyusun kata dari acak menjadi tepat adalah salah satu ciri
khas dari metode ini.
Menurut Taylor (2001), Scramble merupakan salah satu metode
pembelajaran yang dapat meningkatkan konsentrasi dan kecepatan
berpikir siswa. Metode ini mengharuskan siswa untuk
menggabungkan otak kanan dan otak kiri. Melalui metode ini
siswa harus menjawab soal dengan jawaban yang masih acak,
sehingga kecepatan dan ketepatan berpikir menjadi salah satu
kunci pembelajaran metode Scramble. Siswa juga akan
mendapatkan skor yang akan ditentukan oleh berapa banyak
jawaban benar yang mereka jawab (Huda, 2014:303).

commit
Pendapat lain mengenai to user
metode Scramble yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

Menurut Sani (2013:248) teknik ini membutuhkan media dengan


pertanyaan dan jawaban yang ditulis pada sebuah kertas.
Pertanyaannya yang dibuat disesuaikan dengan bahan ajar yang
harus dikuasai peseta didik. Jawaban atas pertanyaan diberikan
pada lembar yang sama dengan mengacak hurufnya.

“Metode pembelajaran yang mengajak siswa mencari jawaban


terhadap suatu pertanyaan atau pasangan dari suatu konsep secara kreatif
dengan cara menyusun huruf-huruf yang disusun secara acak sehingga
membentuk suatu jawaban/pasangan konsep yang dimaksud” (Komalasari,
2013:84).
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa metode Scramble dapat digunakan oleh guru dalam
pembelajaran, sehingga anak dapat lebih tertarik dan termotivasi untuk
belajar daripada pembelajaran dengan menggunakan metode yang sudah
biasa digunakan atau kurang efektif. Selain belajar dengan metode ini
siswa juga dapat bermain dengan menyusun kata dari jawaban yang masih
acak. Mereka juga harus memasangkan soal dengan jawaban yang benar,
di mana nomor soal dan nomor jawaban tidak akan sama. Konsentrasi
siswa dan ketelitian juga sangat diperlukan dalam pembelajaran dengan
metode ini.

c. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Scramble


Huda (2013:304) mengemukakan tahap-tahap dalam pembelajaran
menggunakan metode Scramble, sebagai berikut:
1) Guru menyajikan materi sesuai topik
2) Setelah selesai menjelaskan materi, guru membagikan lembar
kerja dengan jawaban yang diacak susunannya
3) Guru memberi durasi tertentu untuk pengerjaan soal
4) Siswa mengerjakan soal berdasarkan waktu yang telah
ditentukan oleh guru
5) Guru mengecek durasi waktu sambil memeriksa pekerjaan
siswa
6) Jika waktu pengumpulan waktu sudah habis, siswa wajib
mengumpulkan lembar jawaban kepada guru. Dalam hal ini,
baik siswa yangcommitselesai
to user maupun tidak selesai harus
mengumpulkan jawaban itu
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

7) Guru melakukan penilaian, baik di kelas maupun di rumah.


Penilaian dilakukan berdasarkan seberapa cepat siswa
mengerjakan soal dan seberapa banyak soal yang ia kerjakan
dengan benar.
8) Guru memberi apresiasi dan rekognisi kepada siswa-siswa yang
berhasil, dan memberi semangat kepada siswa yang belum
cukup berhasil menjawab dengan cepat dan benar.

Sani (2013:248) juga berpendapat prosedur yang dilakukan untuk


menerapkan metode Scramble adalah sebagai berikut:
1) Guru menyajikan materi sesuai topik yang dikaji
2) Guru membagikan lembar kerja yang telah dipersiapkan
3) Siswa menulis urutan kata sehingga menjadi jawaban yang tepat
dan mencocokannya pada pertanyaan yang sesuai.
Pendapat lain disampaikan oleh Suhana (2014:56), bahwa langkah-
langkah yang dapat dilakukan dalam metode mengajar Scramble adalah
sebagai berikut:
1) Buatlah pertanyaan yang sesuai dengan indikator pembelajaran
2) Buat jawaban yang diacak hurufnya
3) Guru menyajikan materi sesuai TPK
4) Membagikan lembar kerja sesuai contoh.
Sementara itu Komalasari (2013:84), berpendapat tentang langkah-
langkah pembelajaran dengan metode Scramble, yaitu:
1) Guru menyajikan materi sesuai kompetensi yang ingin dicapai
2) Membagikan lembar kerja sesuai contoh
3) Siswa mengerjakan soal.

Susunlah huruf-huruf pada kolom sehingga merupakan kata kunci


(jawaban) dari pertanyaan kolom A!
A B
1. Pemerintah dari rakyat oleh rakyat dan untuk
rakyat. 1. DOMERIKSA
2. Salah satu contoh pelaksanaan demokrasi 2. LEMUPI
adalah….. 3. LAFESLEGIT
3. DPR melaksanakan fungsi kekuasaan…. 4. DITIFUKAY
4. MA dan MK melaksanakan kekuasaan…. 5. KASEKTIFU
5. Presiden melaksanakan kekuasaan….
Tabel 2.2 Contoh Media Scramble
(Sumber:commit to user2013:85)
Komalasari,
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan


bahwa metode Scramble tetap memberikan materi pelajaran di depan kelas
sebelum memberikan kartu-kartu soal dan jawaban sebagai langkah inti
dari metode tersebut. Tujuan yang sesuai dan maksimal dapat dicapai
dengan memperhatikan langkah-langkah dalam metode tersebut dan
melakukan setiap langkah-langkah yang ada dengan benar dan sungguh-
sungguh. Berdasarkan langkah-langkah yang telah dipaparkan di atas,
peneliti setuju dengan pendapat Huda tentang langkah-langkah
pembelajaran dengan metode Scramble sebagai berikut:
1) Guru menyajikan materi sesuai topik yang akan dibahas yaitu
“Lingkungan”
2) Guru memberikan kartu soal dan kartu jawaban disertai gambar
yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan jawaban dalam
bentuk acak.
3) Pemberian soal dan jawaban adalah kosakata-kosakata yang
fungsional bagi anak tungrahita.
4) Guru membagikan lembar jawaban untuk pengerjaan siswa
5) Guru memberikan contoh pengerjaan soal kepada siswa
6) Siswa mengerjakan soal yang diberikan dengan waktu yang sudah
ditentukan
7) Guru memeriksa durasi waktu sambil memeriksa pekerjaan siswa
8) Pengumpulan lembar jawaban dilakukan ketika waktu pengerjaan
yang telah ditentukan habis. Pengumpulan jawaban tersebut
berlaku baik untuk siswa yang sudah selesai maupun belum selesai
mengerjakan.
9) Guru melakukan penilaian, baik di kelas maupun di rumah.
Penilaian dilakukan berdasarkan seberapa banyak soal yang siswa
kerjakan dengan benar.
10) Guru memberi apresiasi kepada siswa-siswa yang berhasil, dan
memberi semangat kepada siswa yang belum cukup berhasil
commit
menjawab dengan cepat to benar.
dan user
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

d. Kelebihan dan Kekurangan Metode Scramble


Semua metode pembelajaran memiliki karakteristik masing-
masing, dan berbeda satu dengan lainnya. Metode-metode tersebut baik
bila digunakan dengan benar, tidak ada metode yang lebih baik atau
berada di atas tingkat lebih tinggi daripada metode yang lain. Semua
metode memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, begitu pula
dengan metode Scramble.
Menurut Huda (2013:306), kelebihan metode Scramble, antara
lain:
1) Melatih siswa untuk berpikir cepat dan tepat
2) Mendorong siswa untuk belajar mengerjakan soal dengan
jawaban acak
3) Melatih kedisiplinan siswa.
Selain kelebihan, Huda juga mengemukakan tentang kekurangan
metode Scramble sebagai berikut:
1) Siswa bisa saja mencontek jawaban temannya
2) Siswa tidak dilatih untuk berpikir kreatif
3) Siswa menerima bahan mentah yang hanya perlu diolah dengan
baik.

Sementara itu menurut simpulan Amanah (2011:13-14), kelebihan


dan kekurangan metode Scramble adalah sebagai berikut:
Kelebihan metode Scramble:
1) Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya, setiap anggota
kelompok harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok
mempunyai tujuan yang sama, setiap anggota kelompok harus
membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara
anggota kelompoknya, setiap anggota kelompok akan dikenai
evaluasi, setiap anggota kelompok berbagi kepemimpinan dan
membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama
proses belajarnya, dan setiap anggota kelompok akan diminta
mempertanggungjawabkan secara individual materi yang
ditangani dalam kelompok kooperatif, sehingga dalam teknik
ini, setiap siswa tidak ada yang diam karena setiap individu di
kelompok diberi tanggung jawab akan keberhasilan
kelompoknya.
2) Metode pembelajaran ini akan memungkinkan siswa untuk
belajar sambil bermain. Mereka dapat berekreasi sekaligus
belajar dan berpikir, mempelajari sesuatu secara santai dan
tidak membuatnyacommit
strestoatau
usertertekan.
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

3) Selain untuk menimbulkan kegembiraan dan melatih


keterampilan tertentu, metode Scramble juga dapat memupuk
rasa solidaritas dalam kelompok.
4) Materi yang diberikan melalui salah satu metode permainan ini
biasanya mengesankan dan sulit untuk dilupakan.
5) Sifat kompetitif dalam metode ini dapat mendorong siswa
berlomba-lomba untuk maju.
Kekurangan metode Scramble antara lain:
1) Pembelajaran ini terkadang sulit dalam merencanakannya, oleh
karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.
2) Terkadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan
waktu yang panjang sehingga guru sulit menyesuaikannya
dengan waktu yang telah ditentukan.
3) Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh
kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka
pembelajaran ini akan sulit diimplementasikan oleh guru.
4) Metode permainan seperti ini biasanya menimbulkan suara
gaduh. Hal tersebut jelas akan mengganggu kelas yang
berdekatan.

Menurut simpulan Wulandari & Lukitasari (2009:22), kelebihan


metode Scramble yaitu mampu mengoptimalkan siswa untuk berpikir
lebih kreatif dalam menemukan dan menyususn suatu pola atau struktur
yang baru. Sementara itu, kekurangan dari metode tersebut adalah siswa
tidak akan berkembang jika penggunaan metode Scramble tidak disertai
dengan keaktifan dan kreativitas siswa.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan


bahwa metode Scramble memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai
berikut:
1) Dapat melatih konsentrasi anak dalam mengikuti pembelajaran
2) Melatih ketelitian siswa dalam mengerjakan soal
3) Melatih kemampuan menulis dan menyusun kata siswa
4) Memungkinkan siswa untuk mengerjakan soal dengan menyontek
pekerjaan temannya
5) Proses pengerjaan yang berjalan dengan gaduh karena pemahaman
siswa yang kurang.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

e. Keterkaitan Antara Metode Scramble Terhadap Peningkatan


Perbendaharaan Kata
Metode Scramble merupakan suatu cara pembelajaran yang dapat
digunakan untuk meningkatkan perbendaharaan kata bahasa Inggris.
Metode Scramble adalah metode di mana guru menggunakan soal dan
jawaban untuk siswa pasangkan antara soal dan jawaban yang benar.
Jawaban dan soal tersebut sudah diberi nomor yang nomor soal tidak akan
sama dengan nomor jawabannya, sehingga anak perlu teliti dan sungguh-
sungguh dalam mencocokkan soal dan jawabannya.
Jawaban dalam hal ini merupakan sebuah kata-kata dalam bahasa
Inggris yang diacak hurufnya, sedangkan soal berupa soal dalam bahasa
Indonesia. Selain mencari jawaban yang benar dari soal siswa juga harus
menyusun huruf menjadi kata yang tepat dan benar, sehingga anak tidak
hanya memahami kata bahasa Indonesia menjadi bahasa Inggris namun
mereka juga akan memahami cara penulisan yang benar dari kata tersebut.
Menurut simpulan Amanah (2011:10), Scramble dipakai untuk
jenis permainan anak-anak yang merupakan latihan pengembangan
dan peningkatan wawasan pemikiran kosakata. Sesuai dengan sifat
jawabannya scramble terdiri atas bermacam-macam bentuk yakni :
1) Scramble kata, yakni sebuah permainan menyusun kata-kata
dan huruf-huruf yang telah dikacaukan letaknya sehingga
membentuk suatu kata tertentu yang bermakna misalnya :
alpjera = pelajar
ktarsurt = struktur
2) Scramble kalimat : yakni sebuah permainan menyusun kalimat
dari kata-kata acak. Bentuk kalimat hendaknya logis,
bermakna, tepat, dan benar. Contoh nya : pergi – ke – saya –
Bandung = Saya pergi ke Bandung
3) Scramble wacana : yakni sebuah permainan menyusun wacana
logis berdasarkan kalimat-kalimat acak. Hasil susunan wacana
hendaknya logis, bermakna.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada


penelitian ini peneliti menggunakan bentuk dari Scramble kata, yaitu
menyusun kata-kata yang bertujuan untuk meningkatkan kosakata siswa.
Pembelajaran dengan metode Scramble diharapkan mampu meningkatkan
commit to user
perbendaharaan kata bahasa Inggris siswa. Dengan metode ini anak akan
perpustakaan.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

belajar untuk lebih konsentrasi, sehingga kata-kata yang diberikan dapat


lebih diingat oleh anak.

f. Metode Scramble Untuk Anak Tunagrahita


Metode Scramble merupakan salah satu metode yang menarik
untuk belajar bahasa Inggris. Metode tersebut mengharuskan siswa untuk
menemukan jawaban dari soal-soal yang diberikan dengan jawaban yang
hurufnya telah diacak. Pembelajaran dengan metode ini membutuhkan
ketelitian dan ketepatan dalam menjawab soal dan menemukan jawaban.
Hal tersebut diperlukan untuk mendapatkan skor sebanyak-banyaknya jika
banyak pula jawaban benar yang dijawab. Pembelajaran bahasa Inggris
dengan metode Scramble dapat digunakan untuk meningkatkan
perbendaharaan kata siswa, karena selain belajar dengan soal dan jawaban,
metode ini juga dapat menyertakan gambar yang dapat memudahkan siswa
dalam belajar terutama bagi anak berkebutuhan khusus.
Soeparno dalam Amanah (2011:9) berpendapat bahwa “Metode
Scramble adalah salah satu permainan bahasa, pada hakikatnya permainan
bahasa merupakan suatu aktivitas untuk memperoleh keterampilan tertentu
dengan cara menggembirakan”.
Sementara itu menurut Martinis dalam Wulandari & Lukitasari
(2009:22) “Model pembelajaran Scramble merupakan model pembelajaran
yang menyerupai permainan Scramble menyusun kembali susunan huruf-
huruf yang memang telah dikacau balaukan terlebih dahulu menjadi kata
seperti semula”.
Anak tunagrahita memerlukan suatu cara yang dapat digunakan
untuk memudahkan mereka dalam belajar bahasa Inggris. Anak
tunagrahita lebih menyukai cara-cara yang menarik dalam pembelajaran
sehingga mereka tertarik untuk belajar dari awal pembelajaran sampai
akhir pembelajaran. Anak tunagrahita biasanya memiliki konsentrasi yang
rendah dalam melakukan sesuatu, begitu pula dalam pembelajaran.
Konsentrasi yang rendah,commit to user anak tunagrahita kurang dalam
menjadikan
perpustakaan.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id

menerima materi yang diberikan oleh guru, sehingga penjelasan tidak


dapat diingatnya dengan baik. Pembelajaran bahasa Inggris bagi anak
tunagrahita merupakan pelajaran yang sulit, karena bahasa asing yang
jarang mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu,
kosakata yang mereka miliki juga kurang, karena mereka sulit untuk
mengingat kata-kata dalam bahasa asing. Meningkatkan kosakata bahasa
Inggris anak tunagrahita dapat menggunakan metode Scramble, karena
anak akan berkonsentrasi dalam menyusun huruf dari jawaban yang benar.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, metode Scramble dapat
dibuat dalam bentuk kartu-kartu bergambar, di mana anak tunagrahita
akan lebih tertarik, karena anak tunagrahita biasanya akan lebih menyukai
gambar-gambar sebagai media dalam pembelajaran. Mereka akan
mencocokkan kartu soal dengan kartu jawaban yang telah dibuat oleh guru
dengan nomor soal dan jawaban yang berbeda pula. Oleh sebab itu,
ingatan dan konsentrasi anak tunagrahita juga akan terlatih sehingga
kosakata yang diberikan dalam pembelajaran bahasa Inggris dapat
bertambah atau meningkat. Berdasarkan hal tersebut diharapkan metode
Scramble dapat meningkatkan perbendaharaan kata bahasa Inggris anak
tunagrahita ringan di SLB C Setya Darma Surakarta tahun ajaran
2014/2015.
Di bawah ini adalah contoh soal yang dapat digunakan dalam
pembelajaran bahasa Inggris dengan metode Scramble untuk anak
tunagrahita:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id

Gambar 2.1 Contoh Kartu Soal

Soal No. 1 Soal No. 2 Soal No. 3

What is this? What is this? What is this?

Gambar 2.2 Contoh Kartu Jawaban

Jawaban No. 1 Jawaban No. 2 Jawaban No. 3

CILPEN KOOB
GAB

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id

B. Penelitian yang Relevan


Penelitian yang dilakukan oleh peneliti memiliki relevansi terhadap
penelitian lain, diantaranya sebagai berikut:
1. Penelitian oleh Piping Sugiharti (2011) tentang “Penggunaan Metode
Scramble pada Pembelajaran Fisika untuk Meningkatkan Motivasi Belajar
Siswa”. Hasil dalam penelitian tersebut adalah sebelum penggunaan metode
Scramble minat siswa terhadap belajar fisika masih kurang yang ditunjukkan
dengan sikap bengong, ngobrol sendiri, dan kurang perhatian. Setelah
menggunakan metode Scramble minat siswa terhadap belajar fisika menjadi
meningkat, awalnya minat siswa hanya 50% dalam belajar fisika namun
meningkat menjadi 81% setelah penggunaan metode, selain itu dalam
penyelesaian soal juga mengalami peningkatan nilai.
2. Penelitian oleh Tri Rakhmawati, Siska Desy Fatmaryanti, dan Wakhid
Akhdinirwanto (2012), tentang “Penggunaan Model Pembelajaran Scramble
untuk Peningkatan Motivasi Belajar IPA (Fisika) pada Siswa SMP Negeri 16
Purworejo Tahun Pelajaran 2011/2012”. Hasil dari penelitian tersebut adalah
motivasi belajar siswa dalam pembelajaran IPA (Fisika) mengalami
peningkatan setelah menggunakan metode Scramble dalam pembelajaran,
yaitu dari 46,94% menjadi 73,39%. Peningkatan yang terjadi dalam motivasi
belajar siswa terhadap pembelajaran fisika berpengaruh terhadap peningkatan
hasil belajar atau rata-rata nilai siswa. Rata-rata nilai siswa meningkat dari
59,98 dengan ketuntasan 38,71% menjadi 85,97 dengan ketuntasan 93,97%.
3. Penelitian oleh Raudhatul Jannah, Warsiti, dan Imam Suyanto (2014), tentang
“Penggunaan Metode Scramble dengan Media Scrabble untuk Meningkatkan
Kemampuan Membaca dan Menulis Siswa Kelas II SD Negeri Tanjungmeru
Tahun Ajaran 2013/2014”. Hasil yang diperoleh dalam penelitian tersebut
adalah penggunaan metode Scramble dalam meningkatkan kemampuan siswa
kelas II dalam membaca dan menulis. Kemampuan membaca siswa dari nilai
rata-rata 71 dengan ketuntasan 75% menjadi 82,28 dengan ketuntasan 97,26%,
sedangkan peningkatan kemampuan menulis siswa dari nilai rata-rata 72,05
dengan ketuntasan 54,55% commit to user
menjadi 83,76 dengan ketuntasan 97,26%.
perpustakaan.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id

Peningkatan pada kemampuan membaca dan menulis siswa tersebut juga


berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar siswa dengan nilai rata-rata
dari 71,88 dengan ketuntasan 72,73% menjadi 81,94% dengan ketuntasan
95,6%.
4. Penelitian oleh Iis Listiyani Iryanti, Nedin Badruzzaman, dan Sumardi (2013),
tentang “Penerapan Pembelajarana Kooperatif Scramble untuk Meningkatkan
Hasil Belajar pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial”. Hasil yang
diperoleh pada penelitian tersebut adalah bahwa penerapan pembelajaran
kooperatif Scramble dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), peningkatan tersebut dibuktikan
dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa dari 67,41 dengan ketuntasan
61,29% menjadi 80,64 dengan ketuntasan 90,32% pada siklus.
5. Penelitian oleh Ery Tri Wulandari dan Marheny Lukitasari (2009), tentang
“Implementasi Model Pembelajaran Scramble Untuk Meningkatkan
Kemampuan Sintesis (Synthesis) pada Mata Pelajaran Biologi”. Hasil dari
penelitian tersebut adalah bahwa penggunaan model Scramble dapat
meningkatkan kemampuan sintesis siswa dalam mata pelajaran biologi,
dengan hasil prestasi belajar siswa dari nilai ketuntasan 64,28% meningkat
menjadi 80,95%. Model tersebut juga dapat meningkatkan aktivitas siswa dan
aktivitas guru dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan terlebih dahulu di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa semua penelitian yang dilakukan dengan
menggunakan metode Scramble dapat mengalami peningkatan, pengaruh, ataupun
perubahan pada setiap penelitian. Peningkatan tersebut terjadi pada berbagai
macam bidang seperti peningkatan motivasi belajar siswa, peningkatan hasil
belajar siswa, peningkatan kemampuan siswa dalam bidang tertentu, peningkatan
respon siswa terhadap guru yang mengajar, dan lain sebagainya.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 40
digilib.uns.ac.id

C. Kerangka Berpikir
Perbendaharaan kata seorang anak tunagrahita tidak sebanyak anak-anak
normal lainnya. Anak tunagrahita memiliki hambatan dalam mengingat hal-hal
yang baru, begitu juga dengan kata-kata dalam bahasa asing yang akan sangat
sulit untuk dimengerti oleh anak tunagrahita, sehingga penerimaan kosakata
bahasa Inggris anak tunagrahita tidak dapat bertahan lama dan akan hilang dengan
begitu saja. Sebagai akibat karena perbendaharaan kata yang kurang, maka nilai
mata pelajaran bahasa Inggris siswa juga akan rendah bahkan di bawah rata-rata.
Berdasarkan keadaan tersebut, diperlukan sebuah cara yang dapat
meningkatkan perbendaharaan kata anak tunagrahita. Salah satunya adalah dengan
menggunakan metode pembelajaran yang dapat meningkatkan perbendaharaan
kata anak tunagrahita. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode
Scramble, dalam metode ini siswa tidak hanya mengenal bahasa Inggris dari
sesuatu dalam bahasa Indonesia, tetapi mereka juga diajarkan tentang tulisan dari
suatu kata dalam bahasa Inggris, sehingga mendorong siswa untuk lebih
mengingat kata-kata tersebut.
Alur pemikiran yang digunakan oleh peneliti adalah bahwa anak
tunagrahita memiliki keadaan awal yaitu kurang dalam penguasaan kosakata
bahasa Inggris yang dapat diketahui dari tes awal yang diberikan kepada siswa.
Selanjutnya berdasarkan hasil tes tersebut maka diperlukan suatu treatmen yang
digunakan dalam penelitian ini, yaitu dengan memberikan pembelajaran dengan
metode Scramble sebagai upaya untuk belajar kosakata bahasa Inggris. Setelah
pemberian treatmen kepada siswa, maka peneliti akan memberikan tes setelah
treatmen untuk mengetahui penguasaan bahasa Inggris siswa.
Berdasarkan pemikiran tersebut diduga bahwa metode Scramble dapat
meningkatkan perbendaharaan kata bahasa Inggris anak tunagrahita kelas XI
semester II SLB C Setya Darma Surakarta. Adapun bagan kerangka berpikir
tersebut sebagai berikut:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir

Kondisi awal
(Perbendaharaan kata bahasa Inggris siswa
tunagrahita kurang)

Baseline (A1)
(Pemberian tes sebelum intervensi)

Intervensi
(Metode Scramble)

Baseline (A2)
(Pemberian tes setelah intervensi)

Perbendaharaan kata bahasa Inggris siswa


tunagrahita meningkat

D. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari sebuah penelitian kuantitatif.
Menurut Sugiyono (2009:96), “Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah
dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan”. Berdasarkan landasan teori yang
ada, maka rumusan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah,
Penggunaan metode Scramble berpengaruh terhadap peningkatan
perbendaharaan kata bahasa Inggris materi lingkungan anak tunagrahita ringan
commit to user
kelas XI semester II SLB C Setya Darma Surakarta tahun ajaran 2014/2015.

Anda mungkin juga menyukai