Anda di halaman 1dari 24

PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA

RESUME

Oleh :

NAMA : ZULKARNAIN, S. Pd
NIP : 19880609 202221 1 010
JABATAN : AHLI PERTAMA – GURU BAHASA INDONESIA
UNIT KERJA : SMP NEGERI 1 RIO PAKAVA

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA (LAN)


TAHUN 2022
AGENDA 1

MODUL 1. WAWASAN KEBANGSAAN DAN NILAI – NILAI BELA NEGARA


A. WAWASAN KEBANGSAAN
Pengertian Wawasan Kebangsaan : Wawasan Kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia dalam
rangka mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilandasi oleh jati diri bangsa (nation character)
dan kesadaran terhadap sistem nasional (national system) yang bersumber dari Pancasila, UUD NRI Tahun
1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, guna memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi bangsa dan
negara demi mencapai masyarakat yang aman, adil, makmur, dan sejahtera.
4 (empat) Konsesus Dasar Berbangsa dan Bernegara :
1. Pancasila
2. Undang-Undang Dasar 1945
3. Bhinneka Tunggal Ika
4. Negara Kesatuan Republik Indonesia
B. NILAI – NILAI BELA NEGARA
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk
Pertahanan Negara Pasal 7 Ayat (3), nilai dasar Bela Negara meliputi :
a. cinta tanah air;
b. sadar berbangsa dan bernegara;
c. setia pada Pancasila sebagai ideologi negara;
d. rela berkorban untuk bangsa dan negara; dan
e. kemampuan awal Bela Negara.
Usaha Bela Negara bertujuan untuk memelihara jiwa nasionalisme Warga Negara dalam upaya
pemenuhan hak dan kewajibannya terhadap Bela Negara yang diwujudkan dengan Pembinaan Kesadaran Bela
Negara demi tercapainya tujuan dan kepentingan nasional, dengan sikap dan perilaku meliputi : Cinta tanah air
bagi ASN, Kesadaran berbangsa dan bernegara bagi ASN, Setia pada Pancasila sebagai ideologi negara bagi
ASN, Rela berkorban untuk bangsa dan negara bagi ASN, Kemampuan awal Bela negara bagi ASN.
C. SISTEM ADMINISTRASI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
a. Umum
Bentuk Negara kesatuan yang disepakati oleh para pendiri bangsa dan kemudian ditetapkan berdasarkan
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga memiliki makna pentingnya kesatuan dalam sistem
penyelenggaraan Negara.
b. Perspektif Sejarah Negara Indonesia
Perubahan penting dalam perkembangan tata pemerintahan selama jaman pendudukan Jepang, ditandai
dengan ditetapkannya Undang-Undang No.27 yang berlaku secara efektif mulai tanggal 8 Agustus 1942.
Pada awal masa kemerdekaan, perubahan sistem administrasi negara di Indonesia masih dalam keadaan
darurat, karena adanya transisi pemerintahan. Sehingga Bangsa Indonesia berusaha sebisa mungkin untuk
membentuk piranti–piranti yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraaan negara sebagai suatu negara
yang berdaulat.
Setelah peristiwa Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag antara Pemerintah Belanda dengan
pemerintah Indonesia pada tanggal 23 Agustus-2 November 1949. Negara Indonesia resmi berubah dari
negara kesatuan menjadi negara serikat dengan konstitusi RIS (KRIS) 1949 sebagai Undang-Undang
Dasar.
c. Makna Kesatuan dalam Sistem Penyelenggaraan Negara
Sebagai sebuah negara kesatuan (unitary state), sudah selayaknya dipahami benar makna “kesatuan”
tersebut. Dengan memahami secara benar makna kesatuan, diharapkan seluruh komponen bangsa Indonesia
memiliki pandangan, tekat, dan mimpi yang sama untuk terus mempertahankan dan memperkuat kesatuan
bangsa dan negara.
Filosofi dasar persatuan dan kesatuan bangsa dapat ditemukan di berbagai kitab kerajaan di Indonesia,
hal tersebut menunjukkan bahwa gagasan, hasrat, dan semangat persatuan sesungguhnya telah tumbuh dan
berkembang dalam akar sejarah bangsa Indonesia. Namun dalam alam modern-pun, semangat bersatu yang
ditunjukkan oleh para pendahulu bangsa terasa sangat kuat.
d. Bentuk Negara Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Sebagaimana disebutkan dalam Bab I, pasal 1 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, “Negara
Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik”. Ini berarti bahwa Organisasi Pemerintahan
Negara Republik Indonesia bersifat unitaris, walaupun dalam penyelenggaraan pemerintahan kemudian
terdesentralisasikan. Sejalan dengan hal tersebut, maka Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah provinsi dan provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota.
e. Makna dan Pentingnya Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Kesatuan bangsa Indonesia yang kita rasakan saat ini, itu terjadi dalam proses yang dinamis dan
berlangsung lama, karena persatuan dan kesatuan bangsa terbentuk dari proses yang tumbuh dari unsur-
unsur sosial budaya masyarakat Indonesia sendiri, yang ditempa dalam jangkauan waktu yang lama se
kali.Unsur-unsur sosial budaya itu antara lain seperti sifat kekeluargaan dan jiwa gotong-royong.Hal itulah
yang mendorong terwujudnya persatuan bangsaIndonesia. Jadi makna dan pentingnya persatuan dan
kesatuan bangsa dapat mewujudkan sifat kekeluargaan, jiwa gotong-royong, musyawarah dan lain
sebagainya.
f. Prinsip-Prinsip Persatuan Dan Kesatuan Bangsa
Terdapat beberapa prinsip yang juga harus kita hayati serta kita pahami lalu kita amalkan.
1) Prinsip Bhineka Tunggal Ika
2) Prinsip Nasionalisme Indonesia
3) Prinsip Kebebasan yang Bertanggungjawab
4) Prinsip Wawasan Nusantara
5) Prinsip Persatuan Pembangunan untuk Mewujudkan Cita-cita Reformasi.
g. Nasionalisme
Nasionalisme adalah sikap mencintai bangsa dan negara sendiri, Nasionalisme terbagi atas:
1) Nasionalisme dalam arti sempit, yaitu sikap mencintai bangsa sendiri secara berlebihan sehingga
menggap bangsa lain rendah kedudukannya, nasionalisme ini disebut juga nasionalisme yang
chauvinisme, contoh Jerman pada masa Hitler.
2) Nasionalisme dalam arti luas, yaitu sikap mencintai bangsa dan negara sendiri dan menggap semua
bangsa sama derajatnya.
h. Kebijakan Publik dalam Format Keputusan dan/atau Tindakan Administrasi Pemerintahan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (“UUAP”) yang diberlakukan
sejak tanggal 17 Oktober 2014, memuat perubahan penting dalam penyelenggaran birokrasi pemerintahan
Dalam UU AP tersebut, beberapa pengertian penting yang dimuat di dalamnya adalah
sebagai berikut: administrasi pemerintahan, keputusan administrasi pemerintahan, tindakan administrasi
pemerintahan, diskresi,
i. Landasan Idiil : Pancasila
Pancasila sebagaimana dimuat dalam Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus
1945, merupakan dasar negara Republik Indonesia, baik dalam arti sebagai dasar ideologi maupun filosofi
bangsa. Kedudukan Pancasila ini dipertegas dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan sebagai sumber dari segala sumber hukum negara
j. UUD 1945: Landasan konstitusionil SANKRI
1) Kedudukan UUD 1945
Konstitusi atau UUD, yang bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia disebut UUD 1945 hasil
Amandemen I, II, III dan IV terakhir pada tahun 2002 (UUD 1945) merupakan hukum dasar tertulis
dan sumber hukum tertinggi dalam hierarkhi peraturan perundang-undangan Republik Indonesia
2) Pembukaan UUD 1945 sebagai Norma Dasar (Groundnorms)
Pembukaan UUD 1945 sebagai dokumen yang ditempatkan di bagian depan UUD 1945, merupakan
tempat dicanangkannya berbagai norma dasar yang melatar belakangi, kandungan cita-cita luhur dari
Pernyataan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan oleh karena itu tidak akan berubah atau
dirubah, merupakan dasar dan sumber hukum bagi Batang-tubuh UUD 1945 maupun bagi Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia apapun yang akan atau mungkin dibuat.
k. Peran Aparatur Sipil Negara (ASN) Berdasarkan UU No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
Berdasarkan Pasal 11 UU ASN, tugas Pegawai ASN adalah sebagai berikut:
1. Melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan
3. Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
MODUL 2. ANALISIS ISU KONTEMPORER
A. PERUBAHAN LINGKUNGAN STRATEGIS
1. Konsep Perubahan
Perubahan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dan menjadi bagian dari perjalanan peradaban manusia.
Perubahan yang diharapkan terjadi adalah perubahan ke arah yang lebih baik untuk memuliakan
manusia/humanity (memberikan manfaat bagi umat manusia).
Undang-undang ASN setiap PNS perlu memahami dengan baik fungsi dan tugasnya:
1. Melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan
peraturan perundangundangan,
2. Memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas, serta
3. Memperat persatuan dan kesatuan Negara Republik Indonesia
Menjadi PNS yang profesional memerlukan pemenuhan terhadap beberapa persyaratan berikut:
1. Mengambil tanggung jawab
2. Menunjukkan sikap mental positif
3. Mengutamakan keprimaan
4. Menunjukkan kompetensi
5. Memegang teguh kode etik
2. Perubahan Lingkungan Strategis
Ada empat level lingkungan strategis yang dapat mempengaruhi kesiapan PNS dalam melakukan
pekerjaannya sesuai bidang tugas masing-masing, yakni: individu, keluarga (family), Masyarakat pada level
lokal dan regional (Community/Culture), Nasional (Society), dan Dunia (Global).
3. Modal Insani Dalam Menghadapi Perubahan Lingkungan Strategis
Konsep ini pada intinya menganggap bahwa manusia merupakan suatu bentuk modal yang tercermin dalam
bentuk pengetahuan, gagasan (ide), kreativitas, keterampilan, dan produktivitas kerja. Enam komponen
modal manusia (Ancok, 2002) yaitu: modal intelektual, modal emosional, modal social, modal
ketabahan(adversity), modal etika/moral.
B. ISU-ISU STRATEGIS KONTEMPORER
 Korupsi
 Terorisme dan Radikalisme
 Money Laundring
 Proxy War
 Kejahatan Mass Communication (Cyber Crime, Hate Speech, Dan Hoax)
C. TEKNIK ANALISIS ISU
1. Isu Kritikal
Isu kritikal dipandang sebagai topik yang berhubungan dengan masalah-masalah sumber daya yang
memerlukan pemecahan disertai dengan adanya kesadaran publik akan isu tersebut.
Isu kritikal secara umum terbagi ke dalam tiga kelompok berbeda berdasarkan tingkat urgensinya, yaitu :
1. Isu saat ini (currentissue) merupakan kelompok isu yang mendapatkan perhatian dan sorotan publik
secara luas dan memerlukan penanganan sesegera mungkin dari pengambil keputusan.
2. Isu berkembang (emerging issue) merupakan isu yang perlahan-lahan masuk dan menyebar di ruang
publik, dan publik mulai menyadari adanya isu tersebut.
3. Isu potensial adalah kelompok isu yang belum nampak di ruang publik, namun dapat terindikasi dari
beberapa instrumen (sosial, penelitian ilmiah, analisis intelijen, dsb).
2. Teknik-Teknik Analisis Isu
1. Teknik Tapisan Isu
Alat bantu penetapan kriteria isu yang berkualitas banyak jenisnya, misalnya menggunakan teknik
tapisan dengan menetapkan rentang penilaian (1-5) pada kriteria; Aktual, Kekhalayakan,
2. Teknik Analis Isu
Beberapa alat bantu menganalisis isu disajikan sebagai berikut: mind mapping, fishbone diagram,
analisis swot.
MODUL 3. KESIAPSIAGAAN BELA NEGARA
A. KERANGKA KESIAPSIAGAAN BELA NEGARA
Kesiapsiagaan Bela Negara adalah suatu keadaan siap siaga yang dimiliki oleh seseorang baik secara
fisik, mental, maupun sosial dalam menghadapi situasi kerja yang beragam yang dilakukan berdasarkan
kebulatan sikap dan tekad secara ikhlas dan sadardisertai kerelaan berkorban sepenuh jiwa raga yang dilandasi
oleh kecintaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD NKRI
1945 untuk menjaga, merawat, dan menjamin kelangsungan hidupberbangsa dan bernegara. Manfaat dalam
kegiatan kesiapsiagaan bela negara ini diantaranya : Membentuk sikap disiplin waktu, aktivitas, dan pengaturan
kegiatan lain, Membentuk jiwa kebersamaan dan solidaritas antar sesama rekan seperjuangan, Membentuk
mental dan fisik yang tangguh, Menanamkan rasa kecintaan pada bangsa dan patriotisme sesuai dengan
kemampuan diri, Melatih jiwa leadership dalam memimpin diri sendiri maupun kelompok dalam materi Team
Building, Membentuk Iman dan taqwa pada agama yang dianut oleh individu,
B.KEMAMPUAN AWAL BELA NEGARA
1. Kesehatan Jasmani dan Mental
Sebagai Aparatur Sipi Negara, anda tidak hanya membutuhkan jasmani yang sehat, tetapi juga memerlukan
jasmani yang bugar. Kebugaran jasmani ini diperlukan agar dapat menjalankan setiap tugas jabatan Anda
dengan baik tanpa keluhan. Kebugaran jasmani setiap orang berbeda-beda sesuai dengan tugas/profesi
masing-masing, tergantung dari tantangan fisik yang dihadapinya. Contohnya Anda sebagai pegawai kantor
tentu membutuhkan kebugaran jasmani yang berbeda dengan seorang kuli panggul dimana mereka harus
memiliki kekuatan otot maupun daya tahan otot yang lebih baik.
2. Kesiapsiagaan Jasmani dan Mental
Sasaran latihan kesiapsiagaan jasmani adalah mengembangkan dan/atau memaksimalkan kekuatan fisik, dengan
melatih kekuatan fisik akan dapat menghasilkan Tenaga, Daya Tahan, Kekuatan, Kecepatan, Ketepatan,
Kelincahan, Koordinasi.
3. Etika, Etiket, dan Moral
a. Etika
Etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah Ilmu tentang apa yang baik dan buruk, tentang hak
dan kewajiban moral atau kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak atau nilai mengenai
benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
b. Etiket
Etiket adalah bentuk aturan tertulis maupun tidak tertulis mengenai aturan tata krama, sopan santun, dan
tata cara pergaulan dalam berhubungan sesama manusia dengan cara yan baik, patut, dan pantas
sehingga dapat diterima dan menimblkan komunikasi, hubungan baik, dan saling memahami antara satu
dengan yang lain.
c. Moral
Moral berasal dari bahasa Latin mores yang mempunyai arti kebiasaan, adat sehingga moral dapat
didefinisikan sebagai nilai – nilai dan norma – norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan
asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.
4. Kearifan Lokal
1. Konsep Kearifan Lokal
Guna memahami arti “kearifan lokal”, dapat ditelusuri dalam referensi pustaka, seperti hasil penelitian
dari para ahli dan pakar ilmu yang menyampaikan pendapatnya.
2. Prinsip Kearifsan Lokal
Kearifan lokal yang melekat pada setiap bangsa di dunia ini mengandung nilai-nilai jati diri bangsa yang
luhur dan terhormat; apakah dari satu suku atau gabungan banyak suku di daerah tempat tinggal suatu
bangsa.
3. Urgensi Kearifan Lokal
Keberadaan bentuk-bentuk kearifan lokal bagi masyarakat setempat yangmembuatnya adalah identitas
atau jati diri bagi mereka.
B. RENCANA AKSI BELA NEGARA
1. Program Rencana Aksi Bela Negara
Sebagai wujud internalisasi dari nilai-nilai Bela Negara, maka tugas membuat Rencana Aksi tersebut yang
diberikan kepada peserta Latsar CPNS merupakan bagian unsur penilaian Sikap Perilaku Bela Negara
selama mengikuti Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil.
2. Penyusunan Rencana Aksi Bela Negara
1. Tahap Pertama
Tahapan ini dilakukan pada saat On Campus, dimana masing-masing peserta Latsar CPNS dapat
menyusun rencana Aksi-nya yang terkait dengan seluruh rangkaian kegiatan dan tidak terlepas dari
Nilai-nilai Dasar Bela Negara dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan siklus yang dialami selama
pembelajaran di dalam lingkungan penyelenggaraan diklat (On Campus) selama 21 Hari sejak hari
pertama memasuki lembaga diklat (tempat penyelenggaraan Latsar CPNS).
2. Tahap Kedua
Tahapan ini dilakukan pada saat Off Campus, dimana masing-masing peserta Latsar CPNS saat kembali
ke instansinya masing-masing dalam kurun waktu dan tempat sesuai dengan situasi dan kondisi di
lingkungan kerja masingmasing selama 30 Hari, terhitung sejak Off Campus sampai On Campus
kembali kedua kalinya. Dalam penyusunan Rencana Aksi ini tidak terlepas dari Nilai-nilai Dasar Bela
Negara dalam kehidupan sehari-hari bagi peserta Latsar CPNS.
C. KEGIATAN KESIAPSIAGAAN BELA NEGARA
1. Peraturan Baris Berbaris
Pengertian Baris Berbaris (PBB) adalah suatu wujud latihan fisik, diperlukan guna menanamkan
kebiasaan dalam tata cara hidup dalam rangka membina dan kerjasama antar peserta Latsar, salah satu
dasar pembinaan disiplin adalah latihan PBB, jadi PBB bertujuan untuk mewujudkan disiplin yang prima,
agar dapat menunjang pelayanan yang prima pula.
2. Baris Berbaris dan Tata Upacara
Baris berbaris (PBB) adalah suatu wujud latihan fisik, diperlukan guna menanamkan kebiasaan dalam
tata cara hidup dalam rangka membina dan kerja sama antar peserta diklat. Manfaat mempelajari baris
berbaris yaitu guna menumbuhkan sikap jasmani yang tegap dan tangkas, rasa persatuan, disiplin, sehingga
dengan demikian peserta diklat senantiasa dapat mengutamakan kepentingan tugas diatas kepentingan
individu dan secara tidak langsung juga menanamkan rasa tanggung jawab.
3. Keprotokolan
Keprotokolan adalah pengaturan yang berisi norma-norma atau kebiasan kebiasaan mengenai tata cara
agar suatu tujuan yang telah disepakati dapat dicapai. Esensi dalam tatanan tersebut antara lain mencakup :
a. Tata cara, yang menentukan tindakan yang harus dilakukan dalam suatu acara tertentu
b. Tata krama, yang menentukan pilihan kata-kata, ucapan dan perbuatan yang sesuai dengan tinggi
rendahnya jabatan seseorang
c. Rumus-rumus dan aturan tradisi yang telah ditentukan universal didalam bangsa itu sendiri.
Etika Keprotokolan
Protokol berasal dari bahasa Yunani “protokollum’ yang mengandung kata “protos” (pertama) dan
“kollum” (diletakkan) atau bisa juga disebut perekat yang pertama. Protokol menyangkut
kaidah/norma/aturan yang berlaku, dalam menghadapi acara resmi atau kenegaraan baik untuk kegiatan –
kegiatan di dalam negeri maupun antar Negara secara resmi. Prinsip dasar yang melandasi etika dalam
pelayanan keprotokolan adalah untuk membuat setiap orang nyaman, senang, dan merasa penting tanpa
melihat latar belakang status,jabatan.
Bentuk Etiket Secara Umum:
a. Etiket Kerapihan Diri dan Cara Berpakaian
b. Etiket Berdiri
c. Etiket Duduk
d. Etiket Berjalan
e. Etiket Berkenalan dan Bersalaman
f. Etiket Berbicara
g. Etiket dalam Jamuan
4. Kewaspadaan Diri
Kemampuan kewaspadaan dini adalah kemampuan ynag dikembangkan untuk mendukung sinergisme
penyelenggaraan pertahanan militer secara optimal sehingga terwujud kepekaan, kesiagaan, dan antisipasi
setiap warga negara dalam menghadapi potensi ancaman.
a. Kewaspadaan dini dalam penyelenggaraan otonomi daerah
Untuk mewujudkna ketenteraman, ketertiban dan perlindungan masyarakat yang dilakukan dengan
upaya kewaspadaan dini oleh masyaraka dibentuklah Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM).
FKDM adalah wadah bagi elemen masyarakat yang dibentuk dalam rangka menjaga dan memelihara
kewaspadaan dini masyarakat, termasuk wakil – wakil Ormas. Pembentukan FKDM dilakukan oleh
masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah daerah.
b. Kewaspadaan Dini dalam Penyelenggaraan Pertahanan Negara
Dalam penyelenggaraan perthanan negara, kemampuan kewaspadaan dni dikembangkan untuk
mendukung sinergisme penyelenggaraan pertahanan militer dan nirmiliter secara optimal sehingga
terwujud kepekaan, kesiagaan dan antisipasi setiap warga negara dalam menghadapi potensi ancaman.
c. Deteksi Dini dan Peringatan Dini dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah
Dalam rangka mengantisipasi ancaman terhadap integritas nasional dan tegaknya kedaulaan NKRI,
perlu dilaksanakan deteksi dini dan peringatan dini di daerah yang perlu didukung dengan koordinasi
yang baik antar aparat unsur intellijen secara professional yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 16 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11
Tahun 2006 tentang Komunitas Intellijen Daerah. Komunitas Intellijen Derah atau kominda adalah
forum komunikasi dan koordinasi unsur intellijen dan unsur pimpinan daerah di provinsi dan
kabupaten/kota.
d. Deteksi Dini dan Peringatan Dini dalam Sistem Keamanan Nasional
Keamanan nasional merupakan kondisi dinamis bangsa dan NKRI ynag menjamin keselamatan,
kedamaian dan kesejahteraan warga negara, masyarakat dan bangsa, terlindunginya kedaulatan dan
keutuhan wilayah negara, serta keberlangsungan pembangunan nasional dari segala ancaman.
Ancaman memiliki haikat yang majemuk, berbentuk fisik atau nonfisik, konvensional atau
nonkonvensional, global atau local, segera atau mendatang, potensial atau aktual, militer atau
nonmiliter, langsung atau tidak langsung, daari luar negeri atau dalam negeri, serta degan kekerasan
senjata atau tanpa kekerasan senjata.
e. Deteksi Dini dan Peringatan Dini
Upaya melakukan penilaian terhadap ancaman dapat terwujud denga baik apabila intellijen negara
sebagai bagian dari system keamanan nasional yang merupakan lini pertama mampu melakukan
deteksi dini dan peringatan din terhadap berbagai bentuk dan sifat ancaman, baik yang potensial
maupun aktual. Ruang lingkup intellijen negara meliputi : Intellijen dalam negeri dan luar negeri,
Intellijen pertahanan dan/atau militer, Intellijen kepolisian, Intellijen penegak hokum, Intellijen
kementerian/lembaga pemerintah non kementerian.
f. Kewaspadaan Dini Bagi CPNS
Sebagai abdi negara dan masyarakat, CPNS memiliki kewajiban untuk mengantisipasi ancaman
terhadap integritas nasional dan tegaknya kedaulatan NKRI. Hal ini dapat diimplementasikan dengan
“kesaadaran lapor cepat” terhadap setiap potensi ancaman baik di lingkungan pekerjaan maupun
pemukiman, mendorong terbentuknya FKDM di lingkungan masing – masing atau berkontribusi pada
Kominda.
g. Kegiatan dalam Kesiapsiagaan Bela Negara
PNS yang samapta : PNS yang mampu meminimalisir hal yang tidak diinginkan.
Manfaat kesiapsiagaan : Mengatasi ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan dari dalam maupun
luar.
AGENDA 2
MODUL 1. BERORIENTASI PELAYANAN
A. KONSEP PELAYANAN PUBLIK
1. Pengertian Pelayanan Publik
Asas penyelenggaraan pelayanan publik seperti yang tercantum dalam Pasal 4 UU Pelayanan Publik, yaitu :
kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan,
partisipatif, persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan
khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu, dan kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
2. Membangun Budaya Pelayanan Prima
Terdapat enam elemen untuk menghasilkan pelayanan publik yang berkualitas yaitu : (1) Komitmen
pimpinan, (2) Penyediaan layanan sesuai dengan sasaran dan kebutuhan masyarakat, (3) Penerapan dan
penyesuaian Standar Pelayanan di dalam penyelenggaraan pelayanan public, (4) Memberikan perlindungan
bagi internal pegawai, serta menindaklanjuti pengaduan masyarakat, (5) Pengembangan kompetensi SDM,
jaminan keamanan dan keselamatan kerja, fleksibilitas kerja, penyediaan infrastruktur teknologi informasi
dan sarana prasarana, (6) Pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja penyelenggara pelayanan publik.
3. ASN sebagai Pelayan Publik
Pegawai ASN bertugas untuk : melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, memberikan pelayanan publik yang
profesional dan berkualitas, dan mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Pasal 34 UU Pelayanan Publik, perilaku pelaksana pelayanan publik, termasuk ASN diantaranya :
(1) adil dan tidak diskriminatif, cermat, (2) santun dan ramah, (3) tegas, andal, dan tidak memberikan
putusan yang berlarut- larut, (4) professional, (5) tidak mempersulit, (6) patuh pada perintah atasan yang
sah dan wajar, (7) menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan integritas institusi penyelenggara, (8)
tidak membocorkan informasi atau dokumen yang wajib dirahasiakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, (9) terbuka dan mengambil langkah yang tepat, (10) tidak menyalahgunakan sarana dan
prasarana serta fasilitas pelayanan public, (11) tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan
dalam menanggapi permintaan informasi serta proaktif dalam memenuhi kepentingan masyarakat, (12)
tidak menyalahgunakan informasi, jabatan, dan/atau kewenangan yang dimiliki, (13) sesuai dengan
kepantasan, dan (14) tidak menyimpang dari prosedur.
B. BERORIENTASI PELAYANAN
1. Panduan Perilaku Berorientasi Pelayanan
Panduan perilaku/kode etik dari nilai Berorientasi Pelayanan sebagai pedoman bagi para ASN dalam
pelaksanaan tugas sehari-hari, yaitu : (1) memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat, (2) Ramah,
Cekatan, Solutif, dan Dapat Diandalkan, dan (3) Melakukan Perbaikan Tiada Henti
2. Tantangan Aktualisasi Nilai Berorientasi Pelayanan
Tantangan yang berasal dari internal penyelenggara pelayanan publik dapat berupa anggaran yang
terbatas, kurangnya jumlah SDM yang berkompeten, termasuk belum terbangunnya sistem pelayanan yang
baik. Pemerintah berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan untuk
memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat serta mengatasi berbagai hambatan yang ada.
Dalam rangka mencapai visi reformasi birokrasi serta memenangkan persaingan di era digital yang
dinamis, diperlukan akselerasi dan upaya luar biasa (keluar dari rutinitas dan business as usual) agar
tercipta breakthrough atau terobosan, yaitu perubahan tradisi, pola, dan cara dalam pemberian pelayanan
publik. Terobosan itulah yang disebut dengan inovasi pelayanan publik.
Instansi pemerintah dituntut untuk lebih jeli mengamati permasalahan dalam pelayanan publik
sehingga inovasi yang dilahirkan benar-benar sesuai kebutuhan dan tepat sasaran. Untuk itu, adanya
kolaborasi antara pemerintah, partisipasi masyarakat, dan stakeholders terkait lainnya perlu dibangun
sebagai strategi untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya inovasi.
MODUL 2. AKUNTABEL
A. POTRET LAYANAN PUBLIK NEGERI INI
1. Potret Layanan Publik di Indonesia
Pada kenyataan layanan publik di negeri ini kerap dimanfaatkan oleh ‘oknum’ pemberi layanan untuk
mendapatkan keuntungan pribadi ataupun kelompok.
Payung hukum : Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Layanan Publik.
Tantangan dari upaya peningkatan layanan publik antara lain :
 Dari lingkungan ASN sebagai pemberi layanan : godaan dan mental/pola pikir pihak-pihak yang dahulu
menikmati keuntungan dari lemahnya sektor pengawasan layanan
 Dari masyarakat penerima layanan.
Tugas ASN dalam usaha peningkatan layanan publik adalah ikut menjaga bahkan ikut berpartisipasi dalam
proses menjaga dan meningkatkan kualitas layanan tersebut..
2. Keutamaan Mental Melayani
Mental Melayani : dari diri sendiri, dari kecil, dan dari sekarang
B. KONSEP AKUNTABILITAS
1. Pengertian Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk mempertanggungjawabkan segala tindak dan tanduknya sebagai
pelayan publik kepada atasan, lembaga pembina, dan lebih luasnya kepada publik (Matsiliza dan Zonke,
2017).
2. Aspek-Aspek Akuntabilita s: menunjukkan sebuah hubungan, berorientasi pada hasil, membutuhkan
laporan, memerlukan konsekuensi, dan memperbaiki kinerja
3. Pentingnya Akuntabilitas
Fungsi akuntabilitas publik yaitu : menyediakan kontrol demokratis (peran demokrasi), mencegah
korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan (peran konstitusional), dan meningkatkan efisiensi dan
efektivitas (peran belajar).
4. Tingkatan Akuntabilitas : akuntabilitas personal, individu, kelompok, organisasi, dan stakeholder
C. PANDUAN PERILAKU AKUNTABEL
1. Akuntabilitas dan Integritas
Akuntabilitas dan Integritas tersebut harus dipegang teguh oleh semua unsur pemerintahan dalam
memberikan layanang kepada masyarakat
2. Integritas dan Anti Korupsi
Integritas adalah salah satu pilar penting dalam pemberantasan korupsi. Secara harafiah, integritas bisa
diartikan sebagai bersatunya antara ucapan dan perbuatan.
3. Mekanisme Akuntabilitas : akuntabilitas kejujuran dan hukum, proses, program, dan kebijakan
o Mekanisme akuntabilitas birokrasi Indonesia : perencanaan strategis, kontrak kinerja, dan laporan
kinerja
o Menciptakan lingkungan kerja yang akuntabel : kepemimpinan, transparansi, integritas, tanggung
jawab, keadilan, kepercayaan, keseimbangan, kejelasan, dan konsistensi
o Langkah yang harus dilakukan dalam menciptakan framework akuntabilitas : (1) Tentukan tujuan dan
tanggung jawab, (2) Rencanakan apa yang akan dilakukan, (3) Lakukan implementasi dan monitoring,
(4) Berikan laporan, (5) Berikan evaluasi dan masukan
o Konflik Kepentingan
Konflik kepentingan adalah suatu keadaan sewaktu seseorang pada posisi yang diberi kewenangan
dan kekuasaan untuk mencapai tugas dari perusahaan atau organisasi yang memberi penugasan,
sehingga orang tersebut memiliki kepentingan profesional dan pribadi yang bersinggungan.
Ada 2 tipe konflik kepentingan yaitu keuangan dan non keuangan
D. AKUNTABEL DALAM KONTEKS ORGANISASI PEMERINTAHAN
 Prinsip keterbukaan informasi : Maximum Access Limited Exemption (MALE) ; permintaan
tidak perlu disertai alasan; mekanisme yang sederhana, murah, dan cepat; informasi harus utuh dan benar;
informasi pro aktif; perlindungan pejabat yang beritikad baik.
 Untuk membangun budaya antikorupsi di organisasi pemerintahan, dapat mengadopsi langkah-langkah
yang diperlukan dalam penanganan konflik kepentingan : penyusunan kerangkakebijakan, identifikasi
situasi konflik kepentingan,, penyusunan strategi penangan konflik kepentingan, dan menyiapan
serangkaian tindakan untuk menangani konflik kepentingan.
MODUL 3. KOMPETEN
A. TANTANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
1. Dunia Vuca
Situasi dunia saat ini dengan cirinya yang disebut dengan “Vuca World”, yaitu dunia yang penuh gejolak
(volatility) disertai penuh ketidakpastian (uncertainty). Sementara itu dalam konteks peran pelayanan
publik, ia banyak bergeser orientasinya, dimana pentingnya pelibatan masyarakat dalam penentuan
kebutuhan kebijakan dan pelayanan publik (customer centric). Berdasar dinamika global (VUCA) dan
adanya tren keahlian baru, perlunya pemutakhiran keahlian ASN yang relevan dengan orientasi
pembangunan nasional dan aparatur.
2. Disrupsi Teknologi / Informasi
Adaptasi terhadap keahlian baru perlu dilakukan setiap waktu. Kecenderungan kemampuan memanfaatkan
kemajuan teknologi informasi dalam meningkatkan kinerja organisasi lebih lambat, dibandikan dengan
tawaran perubahan teknologi itu sendiri. Perubahan teknologi informasi bergerak lebih cepat dibandingkan
dengan kemampuan banyak pihak dalam memanfaatkan kemajuan teknologi untuk meningkatkan
produktivitas organisasi. Secara implisit perlunya penguatan kompetensi secara luas, yang memungkinkan
setiap pegawai dapat memutakhirkan kompetensi, baik secara individu maupun secara kolektif organisasi.
3. Kebijakan Pembangunan Aparatur
Upaya untuk mewujudkan visi tersebut dilakukan melalui 9 (sembilan) Misi Pembangunan yang dikenal
sebagai Nawacita Kedua, yaitu : (1) Peningkatan kualitas manusia Indonesia, (2) Struktur ekonomi yang
produktif, mandiri, dan berdaya saing, (3) Pembangunan yang merata dan berkeadilan, (4) Mencapai
lingkungan hidup yang berkelanjutan, (5) Kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa, (6)
Penegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya, (7) Perlindungan bagi segenap
bangsa dan memberikan rasa aman pada setiap warga, (8) Pengelolaan pemerintahan yang bersih, efektif,
dan terpercaya, dan (9) Sinergi pemerintah daerah dalam kerangka negara kesatuan.
B. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN APARATUR
1. Sistem Merit
Sesuai dengan kebijakan Undang Undang ASN Nomor 5 Tahun 2014, prinsip dasar dalam pengelolaan
ASN yaitu berbasis merit. Dalam hal ini seluruh aspek pengelolaan ASN harus memenuhi kesesuaian
kualifikasi, kompetensi, dan kinerja.
2. Pembangunan Aparatur 2020-2024
Dalam tahap pembangunan Aparatur Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-
2024, Reformasi Birokrasi diharapkan menghasilkan karakter birokrasi yang berkelas dunia (world class
bureaucracy), dicirikan dengan beberapa hal, yaitu pelayanan publik yang semakin berkualitas, dan tata
kelola yang semakin efektif dan efisien (Peraturan Menteri PANRB Nomor 25 Tahun 2020 Tentang Road
Map Reformasi Birokrasi Aparatur 2020-2024).
3. Karakter ASN
Sekurangnya terdapat 8 (delapan) karakateristik yang dianggap relevan bagi ASN dalam menghadapi
tuntutan pekerjaan saat ini dan ke depan diantaranya : integritas, nasionalisme, profesionalisme, wawasan
global, IT dan Bahasa asing, hospitality, networking, dan entrepreneurship. Ke delapan karakteristik ini
disebut sebagai smart ASN. Karakter lain yang diperlukan dari ASN untuk beradapatasi dengan dinamika
lingkungan strategis, yaitu : inovatif dan kreatif, agility dan flexibility, persistence dan perseverance serta
teamwork dan cooperation.
C. PENGEMBANGAN KOMEPTENSI
1. Konsepsi Kompetensi
Sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi ASN, kompetensi
meliputi: 1) Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati,
diukur dan dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan; 2) Kompetensi Manajerial
adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan untuk
memimpin dan/atau mengelola unit organisasi; dan 3) Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan,
keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan terkait dengan pengalaman
berinteraksi dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan
kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral, emosi dan prinsip, yang harus dipenuhi setiap pemegang Jabatan,
untuk memperoleh hasil kerja sesuai dengan peran, fungsi dan Jabatan.
2. Hak Pengembangan Kompetensi
Salah satu kebijakan penting dengan berlakunya Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN
adanya hak pengembangan pegawai, sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) Jam Pelajaran bagi PNS dan
maksimal 24 (dua puluh empat) Jam Pelajaran bagi PPPK.
3. Pendekatan Pengembangan Kompetensi
Terdapat dua pendekatan pengembangan yang dapat dimanfaatkan pegawai untuk meningkatkan
kompetensinya, yaitu klasikal dan non klasikal.
D. PERILAKU KOMPETEN
1. Berkinerja Yang BerAkhlak
ASN sebagai profesi memiliki kewajiban mengelola dan mengembangkan dirinya dan wajib
mempertanggungjawabkan kinerjanya dan menerapkan prinsip merit dalam pelaksanaan manajemen ASN.
Panduan perilaku (kode etik) kompeten yaitu : a. Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan
yang selalu berubahi; b. Membantu orang lain belajar; dan c. Melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik.
2. Learn, Unlearn, dan Relearn
Learn berarti sebagai ASN biasakan belajarlah hal yang benar-benar baru dan lakukan secara terus
menerus. Proses belajar ini dilakukan di mana pun, dalam peran apa apun, sudah barang tentu termasuk di
tempat pekerjaannya masing-masing. Unlearn artinya lupakan/tinggalkan apa yang telah diketahui berupa
pengetahuan dan atau kehalian. Relearn berarti kita benar-benar telah menerima fakta baru.
3. Meningkatkan Kompetensi Diri
Setiap orang termasuk ASN selayaknya memiliki watak sebagai pembelajar sepanjang hayat, yang dapat
bertahan dan berkembang dalam orientasi Ekonomi Pengetahuan. Pembelajar yang relevan saat ini adalah
mereka yang memiliki kemampuan untuk secara efektif dan kreatif menerapkan keterampilan dan
kompetensi ke situasi baru, di dunia yang selalu berubah dan kompleks. Sebagai ASN pembelajar, ASN
juga diharapkan mengalokasikan dirinya dalam waktu dan ruang yang memadai, yang dikhususkan untuk
penciptaan atau perolehan pengetahuan
4. Membantu Orang Lain Belajar
Cara lain untuk membantu orang lain melalui kegiatan aktif untuk akses dan transfer Pengetahuan
(Knowledge Access and Transfer), dalam bentuk pengembangan jejaring ahli (expert network),
pendokumentasian pengalamannya/ pengetahuannya, dan mencatat pengetahuan bersumber dari refleksi
pengalaman. ASN pembelajar dapat juga berpartisipasi untuk aktif dalam jaringan para ahli sesuai dengan
bidang kepakarannya dalam proses transfer pengetahuan keahlian. Jadi ASN dapat aktif dalam jejaring
pengetahuan tersebut untuk memutakhirkan pengetahuannya dan dapat juga menyediakan dirinya sebagai
ahli/sumber pengetahuan itu sendiri, yang dapat mentrasfer pengetahuannya kepada pihak lain yang
membutuhkannya.
5. Melaksanakan Tugas Terbaik
Pengetahuan menjadi karya : Dalam konteks ini energi kolektif setiap pegawai merupakan salah satu
elemen penting dalam dinamika perubahan tersebut, untuk peningkatan kinerja organisasi.
Makna hidup dan bekerja baik : menemukan makna nilai yang Anda anggap penting
MODUL 4. HARMONIS
A. KEANEKARAGAMAN BANGSA DAN BUDAYA INDONESIA
1. Keanekaragaman Bangsa dan Budaya Indonesia
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau. Dari ujung Aceh
sampai Papua, Indonesia terdiri dari 1.340 suku bangsa, 715 bahasa, dan 6 agama dengan penganut
mayoritas. Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka tunggal ika" ("Berbeda-beda namun tetap satu").
Keanekaragaman suku bangsa disebabkan karena kondisi letak geografis Indonesia yang berada di
persimpangan dua benua dan samudra. Sehingga terjadi percampuran ras, suku bangsa, agama, etnis dan
budaya yang membuat beragamnya suku bangsa dan budaya
Nasionalisme Pancasila adalah pandangan atau paham kecintaan manusia Indonesia terhadap bangsa dan
tanah airnya yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Prinsip Nasionaisme bangsa Indonesia yaitu : (1)
Menempatkan persatuan dan kesatuan, (2) Kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi atau kepentingan golongan, (3) Menunjukkan sikap rela berkorban demi kepentingan
bangsa dan negara, (4) Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia serta tidak merasa
rendah diri, (5) Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia dan
sesama bangsa, (6) Menumbuhkan sikap saling mencintai sesama manusia, (7) Mengembangkan sikap
tenggang rasa.
2. Pentingnya Membangun Rasa Nasionalisme dan Persatuan Kebangsaan
Kelahiran Budi Oetomo Tahun 1908 dianggap sebagai dimulainya Kebangkitan Nasional karena
menggunakan strategi perjuangan yang baru dan berbeda dengan perjuangan sebelumnya. Puncak
perjungan pemuda yaitu pada saat kongres Pemuda dengan merumuskan Sumpah Pemuda. Dimana istilah
satu Indonesia dan untuk pertama kalinya Lagu Indonesia Raya dikumandangkan.
Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang
dirumuskan oleh para pendiri bangsa. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan oleh Mpu Tantular
dalam kitabnya, kakawin Sutasoma pada tahun 1851.
3. Konsep dan Teori Nasionalisme Kebangsaan
Beberapa aliran besar dalam konsep dan teori mengenai nasionalisme kebangsaan, yaitu aliran modernis,
aliran primordialis, aliran perenialis, dan aliran etno.
4. Potensi dan Tantangan dalam Keanekaragaman bagi ASN
Wujud tantangan ada yang berupa keuntungan dan manfaat yang antara lain berupa:
1. Dapat mempererat tali persaudaraan
2. Menjadi aset wisata yang dapat menghasilkan pendapatan negara
3. Memperkaya kebudayaan nasional
4. Sebagai identitas negara indonesia di mata seluruh negara di dunia
5. Dapat dijadikan sebagai ikon pariwisata sehingga para wisatawan dapat tertarik dan berkunjung di
Indonesia
6. Dengan banyaknya wisatawan maka dapat menciptkan lapangan pekerjaan
7. Sebagai pengetahuan bagi seluruh warga di dunia
8. Sebagai media hiburan yang mendidik
9. Timbulnya rasa nasionalisme warga negara terhadap negara Indonesia
10. Membuat Indonesia terkenal dimata dunia berkat keberagaan budaya yang kita miliki
Beberapa potensi tantangan yang muncul dapat ditandai dengan beberapa hal sebagai berikut:
1. Tidak adanya persamaan pandangan antarkelompok, seperti perbedaan tujuan, cara melakukan
sesuatu, dan sebagainya.
2. Norma-norma sosial tidak berfungsi dengan baik sebagai alat mencapai tujuan.
3. Adanya pertentangan norma-norma dalam masyarakat sehingga menimbulkan kebingungan bagi
masyarakat.
4. Pemberlakuan sanksi terhadap pelanggar atas norma yang tidak tegas atau lemah.
5. Tindakan anggota masyarakat sudah tidak lagi sesuai dengan norma yang berlaku.
6. Terjadi proses disosiatif, yaitu proses yang mengarah pada persaingan tidak sehat, tindakan
kontroversial, dan pertentangan (disharmonis)
7. Menguatnya etnosentrisme dalam masyarakatyaitu berupa perasaan kelompok dimana kelompok
merasa dirinya paling baik, paling benar, dan paling hebat sehingga mengukur kelompok lain dengan
norma kelompoknya sendiri. Sikap etnosentrisme tidak hanya dalam kelompok suku, namun juga
kelompok lain seperti kelompok pelajar, partai politik, pendukung tim sepakbola dan sebagainya.
8. Stereotip terhadap suatu kelompok, yaitu anggapan yang dimiliki terhadap suatu kelompok yang
bersifat tidak baik. Seperti anggapan suatu kelompok identik dengan kekerasan, sifat suatu suku yang
kasar, dan sebagainya.
5. Sikap ASN dalam Keanekaragaman Berbangsa
Dalam menangani masalah yang ditimbulkan keberagaman budaya diperlukan langkah dan proses yang
berkesinambungan, diantaranya :
 Pertama, memperbaiki kebijakan pemerintah di bidang pemerataan hasil pembangunan di segala
bidang.
 Kedua, penanaman sikap toleransi dan saling menghormati adanya perbedaan budaya melalui
pendidikan pluralitas dan multikultural di dalam jenjang pendidikan formal.
B. MEWUJUDKAN SUASANA HARMONIS DALAM LINGKUNGAN BEKERJA DAN
MEMBERIKAN LAYANAN KEPADA MASYARAKAT
1. Pengertian Nilai Dasar Harmonis dalam Pelayanan ASN
Salah satu kunci sukses kinerja suatu organisasi berawal dari suasana tempat kerja. Ada tiga hal yang dapat
menjadi acuan untuk membangun budaya tempat kerja nyaman dan berenergi positif diantaranya :
membuat tempat kerja yang berenergi, memberikan keleluasaan untuk belajar dan memberikan kontribusi,
serta berbagi kebahagiaan bersama seluruh anggota organisasi
2. Etika Publik ASN dalam Mewujudkan Suasana Harmonis
a. Pengertian Etika dan kode Etik
Ricocur (1990) mendefinisikan etika sebagai tujuan hidup yang baik bersama dan untuk orang lain di
dalam institusi yang adil. Kode Etik adalah aturan-aturan yang mengatur tingkah laku dalam suatu
kelompok. Adapun Kode Etik Profesi dimaksudkan untuk mengatur tingkah laku/etika suatu kelompok
khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan dapat dipegang teguh
oleh sekelompok profesional tertentu.
b. Etika publik
Etika Publik merupakan refleksi tentang standar/norma yang menentukan baik/buruk, benar/salah
perilaku, tindakan dan keputusan untuk mengarahkan kebijakan publik dalam rangka menjalankan
tanggung jawab pelayanan publik. Ada tiga fokus utama dalam pelayanan publik, yakni : (1) Pelayanan
publik yang berkualitas dan relevan, (2) Sisi dimensi reflektif, Etika Publik berfungsi sebagai bantuan
dalam menimbang pilihan sarana kebijakan publik dan alat evaluasi, dan (3) Modalitas Etika,
menjembatani antara norma moral dan tindakan faktual.
3. Sumber kode etik ASN antara lain meliputi:
a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)
b. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1959 tentang Sumpah Jabatan Pegawai Negeri Sipil dan
Anggota Angkatan Perang
c. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil
d. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
e. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai
Negeri Sipil.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.
g. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS
4. Kode Etik ASN
Berdasarkan pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN ada dua belas kode etik dan kode perilaku
ASN itu, yaitu:
a. Melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab, dan berintegritas tinggi;
b. Melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin;
c. Melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan;
d. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau Pejabat yang Berwenang sejauh tidak
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan etika pemerintahan;
f. Menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara;
g. Menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien;
h. Menjaga agar tidak terjadi disharmonis kepentingan dalam melaksanakan tugasnya;
i. Memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan kepada pihak lain yang memerlukan
informasi terkait kepentingan kedinasan.
5. Perilaku ASN
Sikap perilaku ini bisa ditunjukkan dengan : toleransi, empati, dan keterbukaan terhadap perbedaan
Perubahan mindset merupakan reformasi birokrasi yang paling penting, setidaknya mencakup tiga aspek
penting yakni : (1) berubah dari penguasa menjadi pelayan, (2) merubah dari ’wewenang’ menjadi
’peranan’, dan (3) menyadari bahwa jabatan publik adalah amanah, yang harus dipertanggung jawabkan
bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat.
6. Tata Kelola dan Etika dalam Organisasi
Sebagai pelayan, tentu saja pejabat publik harus memahami keinginan dan harapan masyarakat yang harus
dilayaninya. Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan hak-haknya sebagai dampak
globalisasi yang ditandai revolusi dibidang telekomunikasi, teknologi informasi, transportasi telah
mendorong munculnya tuntutan gencar yang dilakukan masyarakat kepada pejabat publik untuk segera
merealisasikan penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
7. Etika ASN Sebagai Pelayan Publik
Norma etika yang berisi berbagai ketentuan dan kaidah moralitas memiliki perbedaan dalam sistem sanksi
jika dibandingkan dengan norma hukum. Sistem sanksi dalam norma hukum sebagian besar bersifat
paksaan (coercive) dan karena itu memerlukan aparat penegak hukum yang dibentuk atau difasilitasi oleh
negara.
C. PERAN ASN DALAM MEWUJUDKAN SUASANA DAN BUDAYA HARMONIS
1. Peran ASN
Beberapa peran ASN dalam kehidupan berbangsa dan menciptakan budaya harmoni dalam pelaksanaan
tugas dan kewajibannya adalah sebagai berikut :
o Posisi PNS sebagai aparatur Negara harus bersikap netral dan adil
o PNS juga harus bisa mengayomi kepentingan kelompok-kelompok minoritas
o PNS juga harus memiliki sikap toleran atas perbedaan untuk menunjang sikap netral dan adil
o PNS harus memiliki suka menolong baik kepada pengguna layanan, juga membantu kolega PNS
lainnya yang membutuhkan pertolongan.
o PNS menjadi figur dan teladan di lingkungan masyarakatnya
2. Budaya Harmonis
Dalam dunia nyata upaya mewujudkan suasana harmonis tidak mudah. Realita lingkungan selalu
mengalami perubahan sehingga situasi dan kondisi juga mengikutinya
Upaya menciptakan dan menjaga suasana harmonis dilakukan secara terus menerus. Mulai dari
mengenalkan kepada seluruh personil ASN dari jenjang terbawah sampai yang paling tinggi, memelihara
suasana harmonis, menjaga diantara personil dan stake holder.
MODUL 5. LOYAL
A. KONSEP LOYAL
Secara etimologis, istilah “loyal” diadaptasi dari bahasa Prancis yaitu “Loial” yang artinya mutu dari
sikap setia. Bagi seorang Pegawai Negeri Sipil, kata loyal dapat dimaknai sebagai kesetiaan, paling tidak
terhadap cita-cita organisasi, dan lebih-lebih kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Terdapat
beberapa ciri/karakteristik yang dapat digunakan oleh organisasi untuk mengukur loyalitas pegawainya, antara
lain : (1) Taat pada Peraturan, (2) Bekerja dengan Integritas, (3) Tanggung Jawab pada Organisasi, (4)
Kemauan untuk Bekerja Sama, (5) Rasa Memiliki yang Tinggi, (6) Hubungan Antar Pribadi, (7) Kesukaan
Terhadap Pekerjaan, (8) Keberanian Mengutarakan Ketidaksetujuan, dan (9) Menjadi teladan bagi Pegawai
lain.
Loyal merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core Values ASN yang dimaknai bahwa setiap ASN
harus berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara dengan panduan perilaku :
1. Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945, setia kepada NKRI serta pemerintahan yang sah
2. Menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan instansi dan negara; serta
3. Menjaga rahasia jabatan dan negara
Setiap ASN harus senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat pegawai
negeri sipil, serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang atau
golongan sebagai wujud loyalitasnya terhadap bangsa dan negara. Agar para ASN mampu menempatkan
kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan lainnya dibutuhkan langkah-langkah konkrit, diantaranya
melalui pemantapan Wawasan Kebangsaan. Selain memantapkan Wawasan Kebangsaan, sikap loyal seorang
ASN dapat dibangun dengan cara terus meningkatkan nasionalismenya kepada bangsa dan negara.
B. PANDUAN PERILAKU LOYAL
Sifat dan sikap loyal warga negara termasuk PNS terhadap bangsa dan negaranya dapat diwujudkan dengan
mengimplementasikan Nilai-Nilai Dasar Bela Negara dalam kehidupan sehari-harinya, yaitu
Cinta Tanah Air, Sadar Berbangsa dan Bernegara, Setia pada Pancasila sebagai Ideologi Negara, Rela
Berkorban untuk Bangsa dan Negara, dan Kemampuan Awal Bela Negara.
C. LOYAL DALAM KONTEKS ORGANISASI PEMERINTAH
Berdasarkan pasal 10 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, seorang ASN
memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu sebagai : Pelaksana kebijakan publik, Pelayan publik, serta Perekat dan
pemersatu bangsa. Kemampuan ASN dalam melaksanakan ketiga fungsi tersebut merupakan perwujudan dari
implementai nilai-nilai loyal dalam konteks individu maupun sebagai bagian dari Organisasi Pemerintah.
Perilaku loyal yang semestinya dipahami dan dimplementasikan oleh setiap ASN di instansi tempatnya
bertugas, diantaranya :
1. Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945, setia kepada NKRI serta pemerintahan yang sah;
2. Menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan instansi dan negara; serta
3. Menjaga rahasia jabatan dan negara.
Adapun kata-kata kunci yang dapat digunakan untuk mengaktualisasikan panduan perilaku loyal tersebut di atas
diantaranya adalah komitmen, dedikasi, kontribusi, nasionalisme dan pengabdian, yang dapat disingkat menjadi
“KoDeKoNasAb”.
MODUL 6. ADAPTIF
Adaptif adalah suatu proses yang menempatkan manusia yang berupaya mencapai tujuan-tujuan atau kebutuhan
untuk menghadapi lingkungan dan kondisi social yang berubah-ubah agar tetap bertahan (Robbins:2003).
Batasan pengertian adaptif:
a. Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan
b. Penyesuaian terhadap norma untuk menyalurkan
c. Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah
d. Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan
e. Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan dan system
f. Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi alamiah.
ADAPTIF SEBAGAI NILAI DAN BUDAYA ASN
Learning Organization (peter senge):
a. Pegawainya harus terus mengasah pengetahunnya hingga ke tingkat mahir (personal mastery).
b. Pegawainya harus terus berkomunikasi hingga memiliki persepsi yang sama atau gelombang yang sama
terhadap suat visi atau cita-cita yang akan dicapai bersama (shared vision).
c. Pegawainya memiliki mental model yang mencerminkan realitas yang organisasi ingin wujudkan (mental
model)
d. Pegawainya perlu selalu sinergis dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk mewujudkan visinya(team
learning)
e. Pegawainya harus selalu berpikir sistematik, tidak kaca mata kuda atau bermental silo (system thingking)
Penerapan budaya adaptif :
1. Dapat mengantisispasi dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan
2. Memanfaatkan peluang-peluang yang berubah-ubah
3. Mendorong jiwa kewirausahaan
4. Terkait dengan kinerja instansi
5. Memperhatikan kepentingan-kepentingan yang diperlukan antara instansi mitra, masyarakat dan
sebagainya.
Penerapan adaptasi dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi yang merespons perubahan
lingkungannya yaitu antara lain dengan kemampuan sikap maupun proses dapat dipandang sebagai :
a) Fluency (kelancaran) yaitu kemampuan untuk menghasilkan banyak ide atau gagasan baru karena
kapasitas/wawasan yang dimilikinya.
b) Flexibility (Fleksibilitas) yaitu kemampuan untuk menghasilkan banyak kombinasi dari ide-ide yang
berbeda
c) Elaboration (Elaborasi) yaitu kemampuan untuk bekerja secara detail dengan kedalaman dan
komprehensif.
d) Originality (Orisinalitas) yaitu adanya sifat keunikan, novelty, kebaruan dari ide atau gagasan yang
dimunculkan oleh individu.
Pondasi organisasi adaptif dibentuk dari tiga unst dasar yaitu lanskap (landscape), pembelajaran (learning), dan
kepemimpinan (leadhersip). Unsur landscape terkait dengan bagaimana memahami adanya kebutuhan
organisasi untuk beradaptasi dengan lingkungan. Unsur kedua adalah pembelajaran yang terdiri dari elemen-
elemen adaptif organization yaitu perencanaan beradaptasi, penciptanaan budaya adaptif dan struktur adaptasi.
Yang terakhir adalah unsur kepemimpinan yang menjalankan peran dalam membentuk adaptive organization.
Ada 9 elemen budaya adaptif menurut Management Advisory Service UK antara lain : Purpose, Cultural values,
Vision, Corporate values, Corporate strategy, Structure, Problem solving, Partner working, dan rulers.
Ciri-ciri individu adaptif : (1) Eksperimen orang yang beradaptasi, (2) Melihat peluang di mana orang lain
melihat kegagalan, (3) Memiliki sumber daya, (4) Selalu berpikir kedepan, (5) Tidak mudah mengeluh, (6)
Tidak menyalahkan, (7) Tidak mencari polularitas, (8) Memiliki rasa ingin tahu, (9) Memperhatikan system,
(10) Membuka pikiran, dan (11) Memahami apa yang sedang diperjuangkan
MODUL 7. KOLABORATIF
A. KONSEP KOLABORASI
Kolaborasi juga sering dikatakan meliputi segala aspek pengambilan keputusan, implementasi sampai
evaluasi. Ansel dan Gash (2007:544) membangun enam kriteria penting untuk kolaborasi yaitu : (1) forum yang
diprakarsai oleh lembaga publik atau Lembaga, (2) peserta dalam forum termasuk aktor nonstate, (3) peserta
terlibat langsung dalam pengambilan keputusan dan bukan hanya '‘dikonsultasikan’ oleh agensi public, (4)
forum secara resmi diatur dan bertemu secara kolektif, (5) forum ini bertujuan untuk membuat keputusan
dengan consensus (bahkan jika konsensus tidak tercapai dalam praktik), dan (6) fokus kolaborasi adalah
kebijakan publik atau manajemen.
Whole-of-Government (WoG) adalah sebuah pendekatan penyelenggaraan pemerintahan yang
menyatukan upaya-upaya kolaboratif pemerintahan dari keseluruhan sektor dalam ruang lingkup koordinasi
yang lebih luas guna mencapai tujuan- tujuan pembangunan kebijakan, manajemen program dan pelayanan
publik. Oleh karenanya WoG juga dikenal sebagai pendekatan interagency, yaitu pendekatan yang melibatkan
sejumlah kelembagaan yang terkait dengan urusan-urusan yang relevan.
B. PRAKTIK DAN ASPEK NORMATIF KOLABORASI PEMERINTAH
Esteve et al (2013 p 20) mengungkapkan beberapa aktivitas kolaborasi antar organisasi yaitu : (1)
Kerjasama Informal; (2) Perjanjian Bantuan Bersama; (3) Memberikan Pelatihan; (4) Menerima Pelatihan; (5)
Perencanaan Bersama; (6) Menyediakan Peralatan; (7) MenerimaPeralatan; (8) Memberikan Bantuan Teknis;
(9) Menerima Bantuan Teknis; (10) Memberikan Pengelolaan Hibah; dan (11) Menerima Pengelolaan Hibah.
Ansen dan gash (2012 p 550) mengungkapkan beberapa proses yang harus dilalui dalam menjalin
kolaborasi yaitu :
1) Trust building : membangun kepercayaan dengan stakeholder mitra kolaborasi
2) Face to face Dialogue: melakukan negosiasi dengan baik dan bersungguh-sungguh;
3) Komitmen terhadap proses: pengakuan saling ketergantungan; sharing ownership dalam proses; serta
keterbukaan terkait keuntungan bersama;
4) Pemahaman bersama: berkaitan dengan kejelasan misi, definisi bersama terkait permasalahan, serta
mengidentifikasi nilai bersama; dan
5) Menetapkan outcome antara.
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam kolaborasi antar lembaga pemerintah adalah
kepercayaan, pembagian kekuasaan, gaya kepemimpinan, strategi manajemen dan formalisasi pada
pencapaian kolaborasi yang efisien dan efektif antara entitas publik.
Berdasarkan ketentuan Pasal 34 ayat (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan diatur bahwa “Penyelenggaraan pemerintahan yang melibatkan Kewenangan lintas Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan dilaksanakan melalui kerja sama antar-Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
yang terlibat, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang- undangan”.
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dapat memberikan Bantuan Kedinasan kepada Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan yang meminta dengan syarat:
a. Keputusan dan/atau Tindakan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan yang meminta bantuan
b. Penyelenggaraan pelaksanaan pemerintah tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan karena kurangnya tenaga dan fasilitas yang dimiliki oleh Badan dan/atau Pejabat
pemerintahan
c. dalam hal melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak
memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melaksanakannya sendiri;
d. apabila untuk menetapkan Keputusan dan melakukan kegiatan pelayanan publik, Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan membutuhkan surat keterangan dan berbagai dokumen yang diperlukan dari
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lainnya; dan/atau
e. jika penyelenggaraan pemerintahan hanya dapat dilaksanakan dengan biaya, peralatan, dan fasilitas yang
besar dan tidak mampu ditanggung sendiri oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tersebut.
AGENDA 3
MODUL 1. SMART ASN
A. LITERASI DIGITAL
Percepatan transformasi digital didukung sepenuhnya oleh pemerintah. Dalam visi misi Presiden Jokowi
tahun 2019-2024, disebutkan bahwa masa pemerintahan yang kedua berfokus pada pembangunan SDM sebagai
salah satu visi utama. Berdasarkan petunjuk khusus dari Presiden pada Rapat Terbatas Perencanaan
Transformasi Digital, bahwa transformasi digital di masa pandemic maupun pandemi yang akan datang akan
mengubah secara struktural cara kerja, beraktivitas, berkonsumsi, belajar, bertransaksi yang sebelumnya luring
dengan kontak fisik menjadi lebih banyak ke daring.
1. Akses kompetensi dalam mendapatkan informasi dengan mengoperasikan media digital.
2. Paham kompetensi dalam mendapatkan informasi dengan mengoperasikan media digital.
3. Mengelola Informasi mampu mengambil data, informasi dan konten dalam lingkungan digital.
4. Memproses Informasi mampu melakukan verifikasi sumber data, informasi, dan konten digital.
5. Berbagi pesan mampu berbagi data, informasi dan konten digital dengan orang lain melalui teknologi
digital yang tepat.
6. Membangun ketangguhan diri mampu mengembangkan diri lewat penggunaan media digital.
Meskipun demikian, Indonesia mencatat kenaikan skor yang cukup tinggi dalam waktu 1 tahun. Laporan
ini belum diperbarui di tahun 2018-2019 karena data yang kurang memadai. Sehingga lingkup literasi digital
berfokus pada pengurangan kesenjangan digital dan penguatan literasi digital. Kedua hal ini terkait erat dengan
peta penguatan literasi digital dari Presiden dan Gerakan Literasi Digital dari Kominfo.
Transformasi digital di sektor pendidikan di Indonesia bukanlah suatu wacana yang baru. Berbagai
perbincangan, regulasi pendukung, dan upaya konkret menerapkan transformasi digital di lingkungan perguruan
tinggi dan semua tingkat sekolah di Indonesia telah dilakukan. Jika sebelumnya berbagai wacana, kebijakan
pendukung, serta sosialisasi tentang era industri 4.0 belum berhasil membuat industri pendidikan universitas,
institut, sekolah tinggi, politeknik, akademi, hingga sekolah dasar dan menengah mencapai progress signifikan
pada transformasi digital pendidikan Indonesia, terjadinya pandemi COVID-19 justru memberikan dampak luar
biasa dalam aspek ini.
B. PILAR LITERASI DIGITAL
Literasi digital memiliki 4 pilar wajib yang harus dikuasai oleh para pegawai PPPK yang terdiri dari
etika, budaya, aman, dan cakap dalam bermedia digital. Terdapat dua poros yang membagi area setiap domain
kompetensi yang termasuk dalam pilar-pilar literasi digital. Poros pertama, yaitu domain kapasitas ‘single–
kolektif’ memperlihatkan rentang kapasitas literasi digital sebagai kemampuan individu untuk mengakomodasi
kebutuhan individu sepenuhnya hingga kemampuan individu untuk berfungsi sebagai bagian dari masyarakat
kolektif/societal. Sementara itu, poros berikutnya adalah domain ruang ‘informal–formal’ yang memperlihatkan
ruang pendekatan dalam penerapan kompetensi literasi digital. Ruang informal ditandai dengan pendekatan
yang cair dan fleksibel, dengan instrumen yang lebih menekankan pada kumpulan individu sebagai sebuah
kelompok komunitas/masyarakat. Sedangkan ruang formal ditandai dengan pendekatan yang lebih terstruktur
dilengkapi instrumen yang lebih menekankan pada kumpulan individu sebagai ‘warga negara digital.’
Etika tradisional adalah etika berhubungan secara langsung/tatap muka yang menyangkut tata cara lama,
kebiasaan, dan budaya yang merupakan kesepakatan bersama dari setiap kelompok masyarakat, sehingga
menunjukkan apa yang pantas dan tidak pantas sebagai pedoman sikap dan perilaku anggota masyarakat. Etika
kontemporer adalah etika elektronik dan digital yang menyangkut tata cara, kebiasaan, dan budaya yang
berkembang karena teknologi yang memungkinkan pertemuan sosial budaya secara lebih luas dan global.
Maka, ruang lingkup etika dalam dunia digital menyangkut pertimbangan perilaku yang dipenuhi kesadaran,
tanggung jawab, integritas, dan nilai kebajikan.
Kesadaran maksudnya adalah melakukan sesuatu dengan sadar atau memiliki tujuan. sepenuhnya.
Kesadaran adalah kondisi individu yang menyediakan sumber daya secara penuh ketika menggunakan media
digital, sehingga individu tersebut memahami apa saja yang sedang dilakukannya dengan perangkat digital.
Tanggung jawab adalah kemauan menanggung konsekuensi dari tindakan dan perilakunya dalam bermedia
digital. Kebajikan menyangkut hal-hal yang bernilai kemanfaatan, kemanusiaan, dan kebaikan serta prinsip
penggunaan media digital untuk meningkatkan derajat sesama manusia atau kualitas kehidupan bersama, dan
integritas adalah prinsip kejujuran sehingga individu selalu terhindar dari keinginan dan perbuatan untuk
memanipulasi, menipu, berbohong, plagiasi, dan sebagainya, saat bermedia digital.
Indikator pertama dari kecakapan dalam Budaya Digital (Digital Culture) adalah bagaimana setiap
individu menyadari bahwa ketika memasuki Era Digital, secara otomatis dirinya telah menjadi warga negara
digital. Dalam konteks keIndonesiaan, sebagai warga negara digital, tiap individu memiliki tanggung jawab
(meliputi hak dan kewajiban) untuk melakukan seluruh aktivitas bermedia digitalnya berlandaskan pada nilai-
nilai kebangsaan, yakni Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini karena Pancasila dan Bhinneka Tunggal
Ika merupakan panduan kehidupan berbangsa, bernegara dan berbudaya di Indonesia. Sehingga jelas, kita hidup
di dalam negara yang multikultural dan plural dalam banyak aspek.
Pemahaman multikulturalisme dan pluralisme membutuhkan upaya pendidikan sejak dini. Apalagi, kita
berhadapan dengan generasi masa kini, yaitu para digital native (warga digital) yang lebih banyak ‘belajar’ dari
media digital. Meningkatkan kemampuan membangun mindfulness communication tanpa stereotip dan
pandangan negatif adalah juga persoalan meningkatkan kemampuan literasi media dalam konteks budaya
digital.
Nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika yang dimasukkan dalam kerangka literasi digital dapat
diklasifikasikan menjadi dua pokok besar, yaitu: Kecakapan Digital Dalam Kehidupan Berbudaya dan Ruang
Digital. Kita bisa menjadi warga digital yang Pancasilais, yaitu: Berpikir kritis; Meminimalisir Unfollow,
Unfriend dan Block untuk menghindari Echo Chamber dan Filter Bubble: Gotong Royong Kolaborasi
Kampanye Literasi Digital.
Dalam isu budaya, ada 5 kompetensi yang dapat dipahami dan diterapkan dalam kehidupan bernegara, yaitu:
memahami budaya di ruang digital, Produksi Budaya di Ruang Digital, Distribusi Budaya di Ruang Digital, Partisipasi
Budaya di Ruang Digital, Kolaborasi Budaya di Ruang Digital.
Dalam area Budaya Digital (Digital Culture), hak dan tanggungjawab digital menempati posisi terakhir
setelah indikator lainnya dikuasai. Indikator Hak Digital mencakup persoalan akses, kebebasan berekspresi,
perlindungan atas data privasi, dan hak atas kekayaan intelektual di dunia digital. Hak Digital adalah hak asasi
manusia yang menjamin tiap warga negara untuk mengakses, menggunakan, membuat, dan menyebarluaskan
media digital. Hak Digital terdiri dari hak untuk mengakses, hak untuk berekspresi, dan hak untuk merasa
aman.
Kompetensi keamanan digital didefinisikan sebagai kecakapan individual yang bersifat formal dan mau
tidak mau bersentuhan dengan aspek hukum positif. Jejak digital dikategorikan dalam dua jenis, yakni jejak
digital yang bersifat pasif dan jejak digital yang bersifat aktif. Jejak digital pasif adalah jejak data yang kita
tinggalkan secara daring dengan tidak sengaja dan tanpa sepengetahuan kita. Jejak digital aktif mencakup data
yang dengan sengaja kita kirimkan di internet atau di platform digital.
Masing-masing sub indikator yang membentuk pilar kecakapan bermedia digital yaitu kecakapan terkait
penggunaan perangkat keras dan lunak, mesin pencarian informasi, aplikasi percakapan dan media sosial, serta
dompet digital, loka pasar, dan transaksi digital. Pemahaman terhadap lanskap digital tidak dapat dilepaskan dari
kompetensi literasi digital. Dunia digital merupakan lingkungan yang tidak asing bagi banyak dari kita.
Mesin pencarian informasi memiliki tiga tahapan kerja sebelum menyajikan informasi yang kita
butuhkan. Pertama, penelusuran (crawling), yaitu langkah ketika mesin pencarian informasi yang kita akses
menelusuri triliunan sumber informasi di internet. Penelusuran tersebut tentu mengacu pada kata kunci yang
diketikkan pada mesin pencarian informasi. Kedua, pengindeksan (indexing), yakni pemilahan data atau
informasi yang relevan dengan kata kunci yang kita ketikkan. Ketiga, pemeringkatan (ranking), yaitu proses
pemeringkatan data atau informasi yang dianggap paling sesuai dengan yang kita cari.
C. IMPLEMENTASI LITERASI DIGITAL DAN IMPLIKASINYA
Digital Skills (Cakap Bermedia Digital) merupakan dasar dari kompetensi literasi digital, berada di domain
‘single informal’. Digital Culture (Budaya Bermedia Digital) sebagai wujud kewarganegaraan digital dalam
konteks keindonesiaan berada pada domain ‘kolektif, formal’ dimana kompetensi digital individu difungsikan
agar mampu berperan sebagai warganegara dalam batas-batas formal yang berkaitan dengan hak, kewajiban,
dan tanggung jawabnya dalam ruang ‘negara’. Digital Ethics (Etis Bermedia Digital) sebagai panduan
berperilaku terbaik di ruang digital membawa individu untuk bisa menjadi bagian masyarakat digital, berada di
domain ‘kolektif, informal’. Digital Safety (Aman Bermedia Digital) sebagai panduan bagi individu agar dapat
menjaga keselamatan dirinya berada pada domain ‘single, formal’ karena sudah menyentuh instrumen-
instrumen hukum positif. Pola kebiasaan baru untuk belajar dan bekerja dari rumah secara daring ikut
membentuk perilaku kita berinternet.
MODUL 2. MANAJEMEN ASN
1. Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN yang professional, memiliki
nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
2. Manajemen ASN lebih menekankan kepada pengaturan profesi pegawai sehingga diharapkan agar selalu
tersedia sumber daya aparatur sipil Negara yang unggul selaras dengan perkembangan jaman.
3. Berdasarkan jenisnya, Pegawai ASN terdiri atas: Pegawai Negeri Sipil (PNS); dan Pegawai Pemerintah
dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
4. Untuk menjalankan kedudukannya, maka Pegawai ASN berfungsi sebagai berikut: Pelaksana kebijakan
public; Pelayan public; dan Perekat dan pemersatu bangsa
5. Pegawai ASN berkedudukan sebagai aparatur negara yang menjalankan kebijakan yang ditetapkan oleh
pimpinan instansi pemerintah serta harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai
politik
6. Pegawai ASN berkedudukan sebagai aparatur negara yang menjalankan kebijakan yang ditetapkan oleh
pimpinan instansi pemerintah serta harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai
politik. Pegawai ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
7. Peran dari Pegawai ASN: perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan
dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang professional, bebas
dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
a. ASN berfungsi, bertugas dan berperan untuk melaksanakan kebijakan yang dibuat oleh pejabat
pembina kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. ASN berfungsi, bertugas dan berperan untuk memberikan pelayanan publik yang professional dan
berkualitas.
c. ASN berfungsi, bertugas dan berperan untuk mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia
8. Hak PNS dan PPPK yang diatur dalam UU ASN sebagai berikut :
a. PNS berhak memperoleh gaji, tunjangan, dan fasilitas: cuti; jaminan pensiun dan jaminan hari tua;
perlindungan; dan pengembangan kompetensi.
b. Sedangkan PPPK berhak memperoleh: gaji dan tunjangan; cuti; perlindungan; dan pengembangan
kompetensi.
c. Selain hak sebagaimana disebutkan di atas, berdasarkan pasal 70 UU ASN disebutkan bahwa Setiap
Pegawai ASN memiliki hak dan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi.
d. Berdasarkan Pasal 92 UU ASN, Pemerintah juga wajib memberikan perlindungan berupa: jaminan
kesehatan; jaminan kecelakaan kerja; jaminan kematian; dan bantuan hukum.
9. Sedangkan kewajiban adalah suatu beban atau tanggungan yang bersifat kontraktual. Dengan kata lain
kewajiban adalah sesuatu yang sepatutnya diberikan. Kewajiban pegawai ASN yang disebutkan dalam UU
ASN adalah:
a. Setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah yangsah;
b. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
c. Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang berwenang;
d. Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab;
f. Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan tindakan kepada setiap
orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan;
g. Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
h. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
10. Kode Etik dan Kode Perilaku ASN
Dalam UU ASN disebutkan bahwa ASN sebagai profesi berlandaskan pada kode etik dan kode perilaku.
Kode etik dan kode perilaku ASN bertujuan untuk menjaga martabat dan kehormatan ASN. Kode etik dan
kode perilaku berisi pengaturan perilaku agar Pegawai ASN:
a. Melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggungjawab, dan berintegritas tinggi;
b. Melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin;
c. Melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan;
d. Melaksnakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
e. Melaksnakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau Pejabat yang Berwenang sejauh tidak
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan etika pemerintahan;
11. Penerapan sistem merit dalam pengelolaan ASN mendukung pencapaian tujuan dan sasaran organisasi dan
memberikan ruang bagi tranparansi, akuntabilitas, obyektivitas dan juga keadilan. Beberapa langkah nyata
dapat dilakukan untuk menerpakan sistem ini baik dari sisi perencanaan kebutuhan yang berupa
transparansi dan jangkauan penginformasian kepasa masyarakat maupun jaminan obyektifitasnya dalam
pelaksanaan seleksi. Sehingga instansi pemerintah mendapatkan pegawai yang tepat dan berintegritas untuk
mencapai visi dan misinya
12. Pasca recruitment, dalam organisasi berbagai sistem pengelolaan pegawai harus mencerminkan prinsip
merit yang sesungguhnya dimana semua prosesnya didasarkan pada prinsip-prinsip yang obyektif dan adil
bagi pegawai. Jaminan sistem merit pada semua aspek pengelolaan pegawai akan menciptakan lingkungan
yang kondusif untuk pembelajaran dan kinerja. Pegawai diberikan penghargaan dan pengakuan atas
kinerjanya yang tinggi, disisi lain bad performers mengetahui dimana kelemahan dan juga diberikan
bantuan dari organisasi untuk meningkatkan kinerja.
13. Manajemen ASN terdiri dari Manjemen PNS dan Manajemen PPPK
14. Manajemen PNS meliputi penyusunan dan penetapan kebutuhan, pengadaan, pangkat dan jabatan,
pengembangan karier, pola karier, promosi, mutasi, penilaian kinerja, penggajian dan tunjangan,
penghargaan, disiplin, pemberhentian, jaminan pensiun dan hari tua, dan perlindungan.
15. Manajemen PPPK meliputi penetapan kebutuhan; pengadaan; penilaian kinerja; penggajian dan tunjangan;
pengembangan kompetensi; pemberian penghargaan; disiplin; pemutusan hubungan perjanjian kerja; dan
perlindungan.
16. Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya pada kementerian, kesekretariatan lembaga negara,
lembaga nonstruktural, dan Instansi Daerah dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan PNS
dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak
jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
17. Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti Pejabat Pimpinan Tinggi selama 2 (dua) tahun terhitung
sejak pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi, kecuali Pejabat Pimpinan Tinggi tersebut melanggar ketentuan
peraturan perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan yang ditentukan.
18. Penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan madya sebelum 2 (dua) tahun dapat dilakukan setelah
mendapat persetujuan Presiden. Jabatan Pimpinan Tinggi hanya dapat diduduki paling lama 5 (lima) tahun
19. Dalam pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi, Pejabat Pembina Kepegawaian memberikan laporan proses
pelaksanaannya kepada KASN. KASN melakukan pengawasan pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi baik
berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian maupun atas inisiatif sendiri
20. Pegawai ASN dapat menjadi pejabat Negara. Pegawai ASN dari PNS yang diangkat menjadi Pejabat
Negara diberhentikan sementara dari jabatannya dan tidak kehilangan status sebagai PNS
21. Pegawai ASN berhimpun dalam wadah korps profesi Pegawai ASN Republik Indonesia. Korps profesi
Pegawai ASN Republik Indonesia memiliki tujuan: menjaga kode etik profesi dan standar pelayanan
profesi ASN; dan mewujudkan jiwa korps ASN sebagai pemersatu bangsa.
22. Untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi pengambilan keputusan dalam Manajemen ASN
diperlukan Sistem Informasi ASN. Sistem Informasi ASN diselenggarakan secara nasional dan terintegrasi
antar Instansi Pemerintah
23. Sengketa Pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif. Upaya administratif terdiri dari keberatan
dan banding administrative.

Anda mungkin juga menyukai